Anda di halaman 1dari 11

A.

      PENDAHULUAN
            Dalam bab Qawa’idul ‘Aqaid  (Kaidah-kaidah Aqidah) bahwa indra tidak akan mampu
mengetahui setiap yang tidak wujud. Di dalam wujud saja ada alam-alam hakiki yang tidak dapat
kita tangkap atau kita ketahui dengan indra kita. Contoh paling dekat adalah ruh yang
menyebabkan masing-masing dari kita ini hidup. Siapa yang mengingkari adnaya ruh ? Tidak
seorang pun. Siapa yang dapat mengetahui substansi ruh ? juga tidak seorang pun. Alam yang
dapat diketahui dan dapat disakasikan oleh Al-Qur’an dinamakan alam syahadah (alam nyata),
sedangkan alam yang tidak tampak pada indra kita (alam metafisik) dinamakan alam ghaib.
            Tentang alam nyata, semua manusia mempercayainya dan membenarkan keberadaannya.
Bahkan hewan yang bisu saja dengan perasaannya dapat mengetahui keberadaannya. Jadi, dalam
mempercayai masalah ini tidak ada orang yang lebih unggul dari pada yang lain, sebab ini
terasuk dalam ketegori ilmu dharuri. Keunggulan hanya ada dalam kepercayaan kepada yang
ghaib. Keunggulan ini ada pada orang yang beriman kepada apa yang dapat ia lihat, namun ia
membenarkan keberadaannya karena bersabar kepada kebenaran berita mengenai hal itu.
            Inilah yang menjadi keistemawaan orang-orang yang bertqwa. Oleh karena itu, Allah
menjadikan sifat pertama bagi orang-orang yang bertaqwa yang disebutkan diawal surat Al
Baqarah bahwa mereka “adalah orang-orang yang beriman kepad ayang ghaib.”  (Al Baqarah:
03)[1]
B.       PEMBAHASAN
1.    Pengertian Makhluk Gaib
Semua makhluk yang diciptakan Allah SWT dibagi menjadi dua macam, yaitu makhluk ghaib
dan makhluk nyata (as-syahadah). Perbedaannya adalah bisa dan tidak bisanya dijangkau oleh
salah satu indera manusia. Al ghaib adalah segala sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh panca
indra manusia. Sedangkan as-Syahadah adalah segala sesuatu yang bisa dijangkau oleh
pancaindera manusia.[2]
Al-ghaib bersifat mutlak, artinya segala sesuatu yang tidak terjangkau oleh pancaindera siapapun
dan kapanpun. Sebab secara harfiah ada hal-hal yang ghaib bagi orang tertentu tapi tidak ghaib
bagi orang lain atau ghaib pada masa tertentu dan tidak ghaib pada masa lain. Ghaib seperti ini
disebut al-ghaib an-nisbi.Cara untuk mengimani ghaib tersebut adalah:
a.       Melalui berita atau informasi yang diberikan oleh sumber tertentu (bil-akhbar).
b.      Melalui bukti-bukti nyata yang menunjukkan makhluk ghaib itu ada (bil-atsar).[3]

Menurut Syaikh Ali Thanthawi, alam gaib itu bermacam-macam :


a.       Kegaiban yang tidak kita ketahui, namun diketahui oleh manusia yang lain selain kita.
Misalnya, kisah nabi Yusuf yang dinamakan oleh Allah sebagai sesuatu yang gaib. Sebab nabi
Muhammad saw dan kaumnya tidak mengetahui kisah tersebut dengan indra mereka, tidak
melihat serta tidak pula mendengarnya. Berbeda dengan anak-anak Ya’qub (Bani israil), yaitu
Yusuf dan saudara-saudaranya, mereka mengetahuinya dan mengalaminya, karena kisah itu
adalah peristiwa hidup mereka.[4]
b.      Kegaiban yang tidak diketahui oleh manusia, meskipun ada kemungkinan secara akal mereka
dapat mengetahuinya sekiranya Allah menegemukakan waktu penciptaan mereka. Seperti
misalnya, peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dibumi  sebelum mereka dan berita-berita
mengenai mahluk-mahluk yang pernah menghuninya., meski secara riil mereka tidak
mengetahuinya. Juga mengenai berita-berita penciptaan “bapak manusia” Adam dan permulaan
kehidupan manusia. Itu semua hanya diketahui oleh wahyu.[5]
c.       Kegaiban yang tidak mungkin dapat diketahui denagn indra, tidak dapat ditentukan oleh
akal, dan tidak dapat dimengerti hakikatnya dengan imajinasi. Contohnya sifat-sifat Allah dan
segala mahluk-Nya yang digaibkan dari kita seperti para Malaikat, jin, setan, keadaan hari
kiamat serta kejadian-kejadian sesudah hari kiamat yang berupa hisab, pahala dan siksa.[6]

Hal-hal gaib yang diberitakan oleh syara’ dan wajib diimani dan yang mengingkarinya
dinyatakan kufur Adalah : Malaikat, dan jin; kitab-kitab dan para Rasul; hari akhir dan segala
kejadian didalamnya yang berupa hisab, dan setelah itu pahala dan siksa; qadar; berita-berita
didalam al-Qur’an mengenai penciptaan bumi dan langit, penciptaan manusia, dan segala hal
yang diberitakan oleh al-Qur’an.[7]

2.    Contoh Makhluk Ghaib


a.      Malaikat
Menurut ketetapan al-Quran, Malaikat-Malaikat itu adalah  makhluk gaib, bukan benda.
[8]Secara etimologis, Malaikat merupakan bentuk jamak dari malak, berasal dari mashdar al-
alukah artinya ar-risalah (missi atau pesan). Pembawa missi adalah rasul. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Qs. Hud ayat 69. Sedangkan secara terminologis, Malaikat adalah makhluk
ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu.[9]
Kemudian bagaimana kita mengimaninya? Kita dapat mengetahui dan mengimani wujud
Malaikat,  pertama, melalui akhbar yang disampaikan oleh Rasullullah SAW baik berupa al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah yang menjelaskan perihal Malaikat. Karena kita mengimani dua
sumber tersebut, tentu dengan sendirinya kita mengimani isi berita dari kedua sumber
tersebut. Kedua, lewat bukti-bukti nyata yang ada dalam alam semesta yang menunjukkan
bahwa Malaikat itu ada. Misalnya Malaikat maut dan Malaikat jibril.[10]
1)      Penciptaan Malaikat
Sesuai dengan hadis riwayat Muslim bahwa Malaikat itu diciptakan dari nyala api, dan Adam
diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua. Tentang kapan penciptaannya tidak
penjelasan. Akan tetapi Malaikat lebih dulu diciptakan dari manusia pertama (Adam AS). Hal ini
sesuai dengan Qs. Al-Baqarah ayat 30.[11]
2)      Wujud Malaikat
Malaikat merupakan makhluk ghaib yang memiliki sifat tidak dapat dilihat, didengar, diraba,
dicium dan dirasakan oleh manusia atau tidak dapat dijangkau oleh pancaindera kecuali Malaikat
menampakkan dalam rupa tertentu. Di bawah ini merupakan ayat tentang peristiwa Malaikat
menjelma sebagai manusia.[12]
“dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (Malaikat-Malaikat) telah datang kepada Ibrahim
dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan ‘selamat’. Ibrahim menjawab
‘selamat’. Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging sapi yang
dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang
aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat berkata: jangan kamu
merasa takut sesungguhnya kami ini adalah (Malaikat-Malaikat) yang diutus kepada kaum
Luth.”(Hud 11: 69-70)
Ada juga dalam Qs. Maryam 19: 16-17
Malaikat tidak dilengkapi oleh hawa nafsu, tidak memiliki keinginan seperti manusia, tidak
berjenis laki-laki dan perempuan dan tidak berkeluarga.[13]

3)      Sifat Dan Keadaan Malaikat


a)      Dapat menampakan dirinya di alam benda.[14]
Firman Allah :
”Katakan: kalau kiranya di bumi ini diam Malaikat-Malaikat yang berjalan dengan tentram,
tentulah Kami menurunkan Malaikat pula kepada mereka untuk menjadi Rasul.” (QS. al-Isra’ :
95)
b)      Makhluk Allah dan hambanya
Firman Allah yang artinya:
“Bahkan mereka (Malaikat-Malaikat) itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tiada
mendahului Allah denganperkataan, dan mereka berbuat sesuai dengan perintah-Nya.” (QS. al-
Anbiyaa’ : 26-27).[15]

c)      memperhambakan diri kepada Allah, patuh akan segala perintah-Nya, tidak pernah berbuat
maksiat dan durhaka (Al-Anbiya’ ayat 27)
d)     Petugas dalam urusan yang berhubung dengan jiwa dan semangat. Tugas itu ditentukan
pembagiannya oleh Tuhan kepada mereka masing-masing, sebagai pelaksanaan iradat, kehendak,
kemauan dan keputusan Allah terhadap hamba-Nya.[16]

4)      Nama Dan Tugas Malaikat


Dalam Qs. Al-Fathir 35 ayat 1:
“Rasulullahn saw melihat Jibril AS bersayap 600.”(HR. Muslim)
Perbedaan jumlah sayap tersebut bisa saja berarti perbedaan kedudukan, pangkat atau perbedaan
kemampuan dan kecepatan dalam menjalankan tugas. Sebagian Malaikat disebut nama-nama
mereka  dan sebagian hanya dijelaskan tugas-tugasnya saja.[17]
a.       Jibril (Qs. Al-Baqarah 2: 97)
Disebut juga dengan Ruhul Qudus (Qs. An-Nahl 16: 102). Selain itu juga disebut sebagai Ruhul
Amin (Qs. Asy-Syura 26: 193), An-Namus (seperti yang dikatakan oleh Waraqah bin Nufail)[18]
b.      Mikail
Mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam seperti melepaskan angin, hujan,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.[19] Al-Baqarah: 98.
c.       Israfil
Qs. Al-An’am 6: 73, Al-Kahfi: 99, Thaha: 102, An-Naml: 87, Yaasiin: 51, dan Al-Haqah: 13.
d.      Malaikat Maut
Qs. As Sajdah: 11
e.       Raqib dan Atid
Mencatat amal perbuatan manusia Qs. Qaaf:17-18 disebut juga dengan kiraaman katibin (Al-
Infithar 10: 12). Ada juga Malaikat yang bernama Hafazhah (penjaga atau pemelihara catatan
amal manusia) sesuai dengan Qs. Al-An’am 6: 61. Mereka dalam satu kesatuan tugas dengan
bidang yang berbeda-beda, ada yang mengawasi, mencatat dan memelihara catatan itu.[20]
f.       Malaikat Munkar dan Nakir
Dalam hadis riwayat Buhari dan Muslim, Malaikat ini disebut juga dengan nama Qaulu As
Tsabit[21] dalam Qs. Ibrahim ayat 27
“seorang Muslim, apabila ditanya di alam kubur, memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah dan Muhammad Rasulullah” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Maksud firman Allah yaitu Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan
yang teguh (Qaulu As Tsabit) dalam kehidupan di dunia dan akhirat...” (Ibrahim14: 27)
g.      Ridwan
Menjaga dan memimpin para pelayan surga (Qs. Az Zumar: 79 dan Ar Ra’d: 23-24)
h.      Malik (Qs. Az Zukhruf: 77, Az Zumar: 71 dan Al- Mudatsir: 30)
i.        Malaikat yang bertugas memikul ‘Arasy (Qs. Al Mukminunb: 7 dan al-Haqqah: 17)
j.        Malaikat yang bertugas menggerakkan manusia untuk berbuat kebaikan dan kebenaran. HR.
Abi Hatim dan Tirmizi

b.      Jin, Iblis dan Syaitan


Secara etimologis, kata al-Jin berasal dari kata janna artinya bersembunyi. Dinamai al-
Jin karena tersembunyi dari pandangan manusia.[22]Kemudian kata Iblis menurut sebagian ahli
bahasa berasal dari Ablasa  artinya putus asa. Dinamai iblis karena dia putus asa dari rahmat
Allah SWT. Sedangkan kata Syaitan berasal dari kata Syatana  artinya menjauh. Maksudnya
jauhnya dia dari kebenaran.[23]
Keterangan al-Quran di sekitar jin tidak serupa dengan keterangannya dengan Malaikat, tetapi al-
Quran menyinggung asal kejadiannya.[24] Secara terminologis, jin adalah sebangsa makhluk
ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari api[25], sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT :
“Dan jin kami jadikan sebelumnya dari api yang sangat panas”
 (QS. al-Hijr: 27)
Jika al-Quran menyebut Malaikat itu hamba Allah yang mulia dan tidak pernah durhaka dan
melanggar perintah Allah, sebaliknya al-Quran menyebutkan jin itu ada yang saleh (baik) dan
ada yang durhaka (jahat).Dalam al-Quran kita dapat pula melihat berapa perbedaan antara
Malaikat dan jin. Umpamanya Malaikat diperhubungkan dengan penghidupan manusia
dilapangan kerohanian, sedangkan jin diserupakan tingkahlakunya dengan manusia, seperti
membisikkan dan menipu manusia melakukan kejahatan.[26] Firman Allah :
“Katakan: Aku mencari perlindungan kepada Tuhan  (Pemimpin) manusia, raja manusia,Tuhan
manusia dari  bahaya bisikan (syetan) yang mengendap. Yang membisikkan ke dalam hati
manusia. Yaitu jin dan manusia” (QS. an-Nas: 1-6).
Bangsa jin juga mukallaf (diperintahkan untuk mengerjakan syari’at agama) sebagaimana halnya
manusia, sedangkan Rasul yang mereka ikuti adalah rasul dari manusia. Firman Allah Qs. Al-
An’am 6: 130:
1)        Ruh
Pengetahuan khusus tentang ruh dipegang khusus oleh Allah. Hanya sedikit yang dikaruniakan
untuk diketahui manusia. Firman Allah :
“Mereka bertanya kepada engkau tentang ruh. Jawablah; Ruh itu termasuk perintah Tuhan.
Dan kepda kamu hanya diberikan sedikit pengetahuan tentang itu.” (QS. al-Israa’ : 85).
Para ilmuan yang telah membahas tentang ruh dengan mendalam, belum sampai kepada
pendapat yang pasti tentang hakikatnya dan masih berada di bidang gaib yang belum dibukakan
oleh Allah rahasianya kepada manusia.[27]
Keterangan tegas yang terdapat dalam al-Quran dan sabda Rasul disekitar ruh (nyawa) manusia
sesudah mati, tetap kekal sesudah berpisah dari tubuh dalam keadaan bahagia atau menderita.
[28]
Firman Allah :
“Janganlah kamu anggap mati orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu. Mereka itu hidup,
mendapat rezeki dari sisi Tuhan. Mereka gembira menerima karunia  yang telah diberikan
Tuhan kepadanya” (QS. Ali Imran: 169-170).

2)      Syaitan[29]
Syaitan adalah golongan jin yang menderhaka, sombong, pengacau dan fasik. Allah s.w.t. telah
memberi peringatan kepada orang yang beriman supaya tidak mengikut jejak langkah syaitan,
kerana syaitan itu sentiasa menggoda dan menyuruh manusia supaya melakukan kejahatan,
seperti yang jelas tersebut dalam Surah an-Nur ayat 21:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar”
Dari awal lagi Allah s.w.t. telah memberi peringatan kepada manusia bahawa syaitan itu adalah
musuh. Oleh sebab itu manusia mesti menganggapnya sebagai musuh. Dalam Surah Faatir ayat
6  Allah berfirman:
“Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu, maka anggaplah ia musuh, kerana sesungguhnya
syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni api yang menyala”

3)      Iblis
Terdapat banyak pendapat yang berbeda-beda tentang iblis  berasal daripada jin atau Malaikat.
Ada riwayat yang mengatakan bahawa iblis itu asalnya daripada golongan Malaikat dan apabila
ia ingkarkan Allah, Allah telah melaknatnya dan dihukumkan kafir Ialu menjadi iblis. Menurut
Ibn Mas'ud, iblis itu merupakan satu kabilah daripada kalangan Malaikat yang dipanggil jinn.
Dinamakan jinn, nisbah kepada syurga (al-jannah) kerana ia adalah penjaga syurga. Iblis adalah
dari golongan jin menurut nas al-Quran, yang dijadikan daripada api yang panas. Keterangan ini
dapat menolak pendapat yang mengatakan bahawa iblis itu daripada golongan Malaikat[30].
Dengan keterangan ini jelas menunjukkan bahawa pendapat yang mengatakan iblis itu daripada
keturunan jin, bukan daripada Malaikat adalah lebih meyakinkan. Kenyataan tersebut dapat
dibuktikan sebagaimana berikut:
a.       Berdasarkan firman Allah dalam Surah al-Kahfi ayat 50:
“Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para Malaikat, sujudlah kamu kepada Adam. Maka
sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah daripada golongan jin, maka dia menderhaka
perintah Tuhannya”
b.      Berdasarkan kata-kata iblis sendiri kepada Allah s.w.t. tentang asal usul kejadiannya yang
dianggap lebih mulia daripada kejadian anak Adam, seperti yang tersebut dalam Surah al-A'raf
ayat 12:
”Ia berkata, aku lebih mulia daripadanya, Engkau jadikan daku daripada api dan Kau jadikan
dia daripada tanah”
c.       Sifat Malaikat seperti yang termaktub dalam al-Quran adalah senantiasa taat Asal kejadian
kedua-duanya berlainan. Malaikat dijadikan daripada cahaya manakala iblis dijadikan daripada
api yang sangat panas.
d.      Iblis beranak pinak. Hal ini tidak terjadi pada kalangan Malaikat. Dalam kitab al-Jinn WaI-
Afirit karangan Muhammad Kamil Hasan al-Muhami disebutkan bahawa kebanyakan ahli tafsir
dan para cendiakawan Arab mengatakan bahawa iblis adalah bapa jin. Manakala ulamak Masihi
dan Yahudi menyangkal pendapat ini. Kalau iblis itu bapa jin, pastinya ia mempunyai
isteri. Tentang isteri jin ini tidak ada tersebut dalam mana-mana sumber. Dalam al-Quran, Surah
al-Kahfi ayat 50 ada menyebutkan tentang zuriat iblis tetapi tidak menyebut tentang isteri iblis:

”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam,
maka  sujudlah mereka kecuali iblis. Dia. adalah dari golongan jin, maka ia menderhakai
perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turun temurunnya sebagai pemimpin
selain daripadaku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti
(Allah) bagi orang-orang yang zalim.”[31]
IFRIT
Ifrit ialah nama bagi segolongan jin kafir yang di antara mereka diberi kekuatan dan kepintaran
oleh Allah s.w.t. yang ampunya hati busuk terhadap manusia[32]
a.       Qarin
Qarin [33]ialah perkataan Arab yang bermakna teman atau rakan. Istilah qarin di sini bermaksud
roh roh jahat dari kalangan makhluk-makhluk halus yang mengiringi kelahiran seseorang bayi.
Kewujudan qarin ini ialah untuk menggoda manusia, menampakkan hal-hal yang buruk, dan
yang jahat-jahat seolah-olah baik pada pandangan mata manusia. Qarin sentiasa berusaha untuk
menjerumuskan manusia dengan mengajak mereka melakukan kemungkaran dengan cara
menggoda, merayu, memujuk dan menipu. Semua manusia mempunyal qarin baik ia nabi atau
orang yang alim. Dalam surah al-An'am ayat 112 Allah s.w.t. berfirman:

Dan demikianlah kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh dari jenis manusia dan jin,
sebahagian daripada mereka membisikkan kepada yang lain perkataan yang indah-indah untuk
menipu.
Di antara hikmat diciptakan makhluk-makhluk halus ialah[34]:
1.    Untuk memperkuat iman seseorang kepada Allah s.w.t., menyakinkan tentang kebesaran dan
keagungan llahi. Di samping kejadian manusia yang dapat dilihat dengan mata kasar, Allah s.w.t.
berkuasa mencipta makhluk-makhluk halus yang asal kejadiannya serta hakikat hidupnya begitu
berbeda dengan manusia. Semua ini merupakan tanda-tanda keagungan Allah s.w.t.
2.   Agar manusia sentiasa berwaspada terhadap musuh-musuh yang tidak nampak, yang sentiasa
berazam dan berusaha untuk menyesatkan manusia.
3.   Untuk menguji iman manusia, bagaimana manusia dapat menggunakan akal fikiran dan
anggota tubuh badan dengan bijaksana dan tidak terpesona dengan tipu daya syaitan.
4.   Hanya dengan adanya dugaan, kekuatan iman seseorang itu akan diketahui.
5.   Di samping kewujudan makhluk-makhluk halus yang jahat, seseorang yang beriman akan
terus merasa yakin tentang adanya pertolongan Allah. Allah s.w.t. mengadakan para  Malaikat
yang sentiasa meminta rahmat dari Allah s.w.t. untuk manusia.

           
           

[1] Syaikh Ali Thanthawi, Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi (Era Intermedia: Solo, 2004), hlm. 142.
[2] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (LPPI: Yogyakarta, 1998), hlm. 77
[3] Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 77.
[4] hlm. 151.
[5]Syaikh Ali Thanthawi, Aqidah Islam...,hlm. 151.
[6]Syaikh Ali Thanthawi, Aqidah Islam...,hlm. 151
[7]Syaikh Ali Thanthawi, Aqidah Islam...,hlm. 151.
[8]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah dan Syari’ah Islam (Jakarta: BUMI AKSARA: 1994) hlm. 19.
[9]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 78.
[10]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 78.
[11]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 78-79.
[12]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 79.
[13]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 80.
[14]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 19.
[15]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 19.
[16]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 20.
[17]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 82.
[18]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 83.
[19]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 83.
[20]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 84-85.
[21]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 85.
[22]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 93.
[23]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 93.
[24]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 22.
[25]Yunahar Ilyas, Kuliah..., hlm. 93.
[26]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm  22 dan 25.
[27]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 26.
[28]Syekh Mahmud Syaltut, Akidah..., hlm. 26.
[29]Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus Menurut Al-Quran Dan As-Sunnah(malaysia:t.t), hlm.27.
[30] Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus... hlm. 24.
[31] Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus...,hlm. 24.
[32] Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus...,hlm. 21.
[33] Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus...,hlm. 14.
[34] Haron Din Darussyifa, Makhluk Halus...,hlm. 3.

Anda mungkin juga menyukai