Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR KESELAMATAN KERJA

ZULKIFLI DJUNAIDI

2012, Kampus UI Depok

1
DAFTAR ISI

Kaidah Ilmu 3
Penggolongan Keilmuan 3
Point Of Concern Keselamatan Kerja 4
Tujuan Ilmu Keselamatan Kerja 5
Ruang Lingkup 7
Metode Keselamatan Kerja 7
Potensi Pengembangan 11
Perkembangan Keselamatan Kerja 12
Referensi

2
KONSEP DASAR
KESELAMATAN KERJA

Zulkifli Djunaidi
(Februari 2012)

Keilmuan Keselamatan Kerja


Ada dua hal mendasar yang perlu di bahas ketika kita berbicara mengenai
ilmu :
1. Kaidah Keilmuan
2. Perkembangan Keilmuan

I. Kaidah keilmuan
Sebuah pengetahuan akan dimengerti sebagai sebuah ilmu jika memenuhi
beberapa persyaratan berikut ini :
 Penggolongan keilmuan
 Fokus Keilmuan
 Tujuan
 Ruang lingkup
 Metode
 Potensi pengembangan

Jika kita akan membahas keilmuan Keselamatan Kerja dari sudut pandang
kaidah ini maka persyaratan-persyaratan tersebut perlu mendapatkan
perhatian.

1.1. PENGGOLONGAN KEILMUAN


Keselamatan Kerja dapat digolongkan kedalam ilmu terapan (applied
science), karena sesuai dengan pengertiannya, ilmu terapan adalah ilmu

3
yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan. Sedangkan ilmu
murni (pure science) adalah ilmu yang dikembangkan untuk menemukan
fenomena-fenomena baru baik yang bersifat fisik dan non fisik di alam ini.
Produk ilmu murni adalah teknologi dan pengetahuan.

Bila Keselamatan Kerja dilihat sebagai kebutuhan manusia dalam


melaksanakan kegiatannya, maka pengetahuan dan teknologi yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut digolongkan kedalam ilmu
terapan (applied science).

Paling tidak ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa Keselamatan
Kerja diperlukan, yaitu :
 Keselamatan Kerja merupakan salah satu Hak Azasi Manusia
(HAM), alasan ini merupakan alasan yang bersifat universal, karena
semua orang memerlukan keselamatan dalam menjalankan segala
aktifitasnya termasuk pekerjaan.
 Pertimbangan kedua adalah faktor “cost” atau ekonomi yang menjadi
faktor penyeimbang bagi pelaksanaan HAM di perusahaan sehingga
tujuan pekerjaan yang berorientasikan hasil tetap berjalan
 Agar pelaksanaan HAM ini tidak saling bertabrakan (distorsi) dengan
faktor ekonomi, maka diperlukan pengaturan-pengaturan dalam bentuk
aturan hukum baik ditingkat international, nasional maupun lokal dan
perusahaan. Hal ini menjadi alasan ketiga mengapa kita memerlukan
Keselamatan Kerja.
Faktor HAM, peraturan dan ekonomi inilah yang menjadi alasan utama kita
memerlukan Keselamatan Kerja .

1.2. FOKUS KEILMUAN


Fokus Keilmuan dari Keselamatan Kerja adalah bahaya yang melekat pada
pekerjaan.
Bahaya (hazard) adalah faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu (bisa pada
barang ataupun suatu kegiatan maupun kondisi), misalnya pestisida yang ada
pada sayuran ataupun panas yang keluar dari mesin pesawat. Bahaya ini

4
akan tetap menjadi bahaya tanpa menimbulkan dampak/konsekuensi ataupun
berkembang menjadi accident bila tidak ada kontak/exposure dengan
manusia. Sebagai contoh, panas yang keluar dari mesin pesawat tidak akan
menimbulkan kecelakaan jika kita tidak menyentuhnya.

Hazards dapat digolongkan berdasarkan jenisnya :


 Bahaya fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti
bahaya listrik
 Bahaya kimia, misalnya yang berkaitan dengan material/bahan seperti
antiseptik, aerosol, insektisida, dll
 Bahaya biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang
berada di lingkungan kerja seperti virus dan bakteri
 Bahaya psikososial, misalnya yang berkaitan dengan perilaku pekerja
dan kehidupan masyarakat dimana pekerjaan berlangsung seperti
sikap ceroboh dan salah persepsi karena nilai budaya yang berbeda.

Klasifikasi bahaya menurut jenisnya tersebut membawa juga pengertian


mengenai sumber bahaya yang dapat kita bagi atas :
 Manusia dengan segala karakteristiknya baik secara badani (fisik
tubuh), mental, pengetahuan, keterampilan dan yang lainnya
 Peralatan yang disainnya tidak tepat, kualitasnya mudah rusak
ataupun kurang terawat, dll
 Material/bahan yang secara kimiawi misalnya mempunyai tingkat
toksisitas yang tinggi, dll
 Lingkungan tempat berlangsungnya pekerjaan yang kurang memadai,
seperti sempit, kotor, licin, dll

Penggolongan lain dari hazards berdasarkan kejadiannya :


 Primary hazards (fisika, kimia, biologi, psikososial)
 Secondary hazards

Secondary hazards (bahaya sekunder) :

5
adalah hazards yang muncul sebagai akibat terjadinya interaksi antara
komponen-komponen pekerjaan (yang juga bisa berfungsi sebagai sumber
bahaya/ primary hazards). Interaksi ini sering kita sebut sebagai
pekerjaan/sistem kerja.

Interaksi antara primary hazard yang akhirnya menimbulkan secondary


hazard

PRIMARY HAZARDS SECONDARY HAZARDS

Fisika, Kimia, Biologi, Psikososial Fisika, Kimia,Biologi, Psikososial

Manusia HAZARDS BARU


PEKERJAAN

Peralatan HAZARDS BARU


INTERAKSI

Material/bahan HAZARDS BARU

Lingkungan HAZARDS BARU

Penggolongan hazards yang lainnya adalah, berdasarkan besarnya dampak


yang mungkin terjadi, apabila hazards ini berkembang menjadi accident :
 Hazards (dampaknya dapat ditanggulangi dengan normal operation)
 Major hazards (berpotensi menimbulkan kondisi emergency, yang
terjadi diluar biasanya dan tidak dapat ditanggulangi dengan normal
operation)

6
1.3. TUJUAN KESELAMATAN KERJA
 Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input,
proses maupun output. Kegiatan yang dimaksud bisa berupa kegiatan
produksi di dalam industri maupun diluar industri seperti di sektor
public dan yang lainnya.

1.4. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup Keselamatan Kerja akan sangat dipengaruhi oleh substansi
intinya yaitu pekerjaan atau sistem kerja yang mencakup antara lain :
 Karakteristik pekerjaan/kegiatan
o Jenis
o Kompleksitas pekerjaan
o Lamanya kegiatan dilakukan
o Level kegiatan
 Pengorganisasian dan manajemen pekerjaan
 Bahan dan alat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
 Karakteristik manusia yang melaksanakan kegiatan

Sementara itu sistem kerja sendiri sebagai template K3 dapat dilihat sebagai
berikut :

SISTEM KERJA (MICRO/OPERASIONAL)

Manusia

WORK

(pekerja
Material Peralatan
an)
LINGKUNGAN

7
SISTEM KERJA
Pada sistem kerja terjadi interaksi antara manusia, peralatan dan material
dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat berupa
produk barang ataupun jasa. Interaksi inilah yang dalam kehidupan sehari-
hari sering disebut sebagai pekerjaan (work/occupation), atau dalam konteks
yang lebih luas disebut sebagai kegiatan manusia (human activity).
Bila sistem kerja ini dibagi menurut komponen sistem (input, proses dan
output), maka dapat dilihat sebagai berikut :
 Input : manusia, peralatan dan material
 Proses : interaksi/kegiatan/pekerjaan
 Output : barang, jasa, accident
Interaksi tersebut harus berjalan secara harmonis dan seimbang, sebab jika
tidak maka akan timbulah dampak.
Keseimbangan dan keharmonisan interaksi ini diatur oleh sistem manajemen
pada tingkat mikro (operasional) dalam bentuk SOP (Standard Operating
Procedure).
Sistem kerja seperti yang digambarkan diatas akan berhubungan dengan
sistem kerja lainnya dalam suatu lingkungan yang lebih luas lagi yang dikenal
sebagai organisasi (lembaga/ institusi/ perusahaan). Keseimbangan dan
keharmonisan interaksi antar sistem kerja ini diatur oleh sistem manajemen
pada tingkat makro dalam bentuk manajemen perusahaan.

SISTEM KERJA (MACRO / ORGANISASI)

Manusia Manusia

SISTEM MANAJEMEN
SOP
SOP KESELAMATAN KERJA

Material Peralatan Material Peralatan

ORGANISASI

8
MANUSIA
Sudut Pandang Biologis (Biological view)
Pada sistem kerja, komponen manusia akan menghasilkan gerakan-gerakan
tubuh untuk berinteraksi dengan peralatan dan bahan (material). Gerakan-
gerakan tubuh ini akan sangat dipengaruhi oleh kondisi anatomi dan
fisiologis/fungsi tubuh yang terkait dengan ketepatan dan kecepatan reaksi
yang diperlukan untuk berinteraksi/bekerja.

Sudut Pandang Psikologis (Psychological view)


Tingkah laku manusia ketika melakukan aktifitasnya dalam pandangan
psikologi disebut sebagai perilaku yang bukan hanya dipengaruhi oleh kondisi
anatomi dan fisiologisnya, tetapi juga oleh kondisi-kondisi non fisik seperti
pengetahuan, latar belakang sosial, karakter, mental, dlsb.

PERALATAN

Fisika
Jenis/bahan dasar peralatan yang digunakan manusia ketika melaksanakan
kegiatannya akan berpengaruh pada interaksi yang terjadi. Sifat-sifat fisik
yang melekat pada peralatan seperti logam yang mudah menghantarkan
panas, tetapi juga sekaligus tidak menyerap air dapat digunakan untuk
pekerjaan yang berkaitan dengan elektronika, dll.
Disain peralatan akan berkaitan dengan kinetika dan mekanika gaya yang
diperlukan untuk menggunakan peralatan tersebut. Disain yang dapat
mempermudah interaksi memerlukan rekayasa teknik atau engineering.

MATERIAL

Kimia
Pada prinsipnya bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan manusia
mengandung unsur-unsur kimia baik organik maupun anorganik.
Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik unsur-unsur kimia ini perlu
diketahui untuk memahami perubahan-perubahan yang dapat terjadi ketika
interaksi berlangsung.

9
INTERAKSI MANUSIA, MATERIAL DAN PERALATAN

Biomekanik
Interaksi antara komponen biologik dan komponen disain peralatan
memerlukan analisis secara kombinasi antara prinsip-prinsip biologi dan fisika
(mekanika) yang kemudian dikenal sebagai biomekanika.

Chemical engineering
Diperlukan untuk menelaah interaksi antara disain peralatan dengan material
yang digunakan.

Toksikologi
Diperlukan untuk menelaah interaksi manusia dengan material yang
digunakan.

1.5. METODE
Sebagai ilmu terapan maka metode yang umumnya digunakan didalam
keselamatan kerja adalah “problem solving cycle” . Metode pemecahan
masalah ini biasanya dimulai dengan identifikasi masalah, analisis masalah
dan kemudian pengendalian masalah.

1.6. POTENSI PENGEMBANGAN


Ilmu keselamatan kerja tentu saja seperti ilmu-ilmu yang lain mempunyai
potensi untuk berkembang karena adanya beberapa faktor pendorong berikut
ini :
 Terjadinya pergeseran konsep tentang kerja yang tidak lagi kaku
terbatas pada paradigma-paradigma organisasi dan perusahaan. Hal
ini terlihat dengan semakin banyaknya pekerjaan wiraswasta (self
employee).
 Perkembangan teknologi informasi yang menembus batas ruang dan
waktu sehingga berkembang pola perdagangan melalui internet (e –
commerce)
 Perluasan perusahaan yang menjangkau dunia global, dll

10
Intinya adalah, potensi pengembangan keselamatan kerja akan sangat
bergantung pada perkembangan konsep tentang sistem kerja.

II. PERKEMBANGAN K3
Bila ditelusuri dari literatur-literatur yang ada tentang sejarah keselamatan
kerja, sebenarnya telah ada sejak jaman pra sejarah. Jean Spencer Felton
MD memaparkan dalam La Dou, 1994, Occupational Health and Safety
(national safety council), pada chapter history sebagai berikut :

 Tulisan tertua tentang keselamatan kerja berasal dari jaman prasejarah


pada manusia di jaman batu dan goa (paleolithic dan neolithic) ketika
mereka mulai membuat kapak dan tombak untuk berburu dengan
membuat disain pegangan kapak dan tombak yang mudah untuk
digunakan serta tidak membahayakan mereka.

 Kemudian disusul dengan bangsa Babylonia pada dinasti Summeria


(Irak) yang membuat sarung kapak agar pembawanya menjadi aman.
Selain itu juga bangsa babylonia mulai membuat saluran air dari batu
untuk sanitasi.

Era Revolusi Industri (traditional industrialization)


Beberapa perubahan yang terjadi didunia pada saat itu turut
mempengaruhi perkembangan keselamatan kerja. Perubahan-
perubahan yang mendasar dalam sistem kerja diantaranya adalah :
 Pergantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap
yang baru ditemukan sebagai sumber enerji.
 Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
 Pengenalan metode-metode baru pengolahan bahan baku
(khususnya di bidang industri kimia dan logam)
 Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar
karena berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan
mesin-mesin baru.

11
 Perkembangan teknologi ini menimbulkan pola bahaya (hazards)
yang sesuai dengan perkembangan tersebut.

Era industrialisasi (modern industrialization)


Sejak era revolusi industri diatas sampai dengan pertengahan abad
20 maka penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga
perkembangan keselamatan kerja juga mengikuti perkembangan
ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety devices,
dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga berkembang.

Era perkembangan manajemen


Perkembangan manajemen modern dimulai sejak tahun 1950an
hingga sekarang. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich
(1941) yang meneliti penyebab-penyebab kecelakaan.
Heinrich sampai pada kesimpulan bahwa penyebab kecelakaan
umumnya (85 %) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan
faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).

Ketika disadari bahwa perbaikan faktor manusia membutuhkan


waktu yang lama, maka berkembanglah sistem automation yang
ditulangpunggungi oleh kecanggihan teknologi peralatan-peralatan
kerja untuk menggantikan fungsi manusia.

Sistem automation ini ternyata menimbulkan masalah-masalah


manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan
karena adanya block-block pekerjaan dan tidak terintegrasinya
masing-masing unit pekerjaan.

Sejalan dengan itu International Loss Control Institute (ILCI), 1972


yang dipelopori oleh Frank Bird mengemukakan teori Loss
Causation Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen
merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.

12
Berdasarkan perkembangan tersebut akhirnya pada akhir abad 20
berkembanglah suatu konsep keterpaduan sistem manajemen K3
yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan
sumber daya. Konsep ini dipacu oleh semakin terbatasnya
sumberdaya yang dapat digunakan oleh industri dan juga semakin
berkembangnya krisis ekonomi yang melanda dunia.
Semakin disadari bahwa unit keselamatan kerja di suatu industri
tidak bisa berdiri sendiri tanpa koordinasi dengan unit kesehatan
dan yang lainnya seperti lingkungan.

Sistem manajemen modern juga menuntut peningkatan kualitas


yang dapat diterima oleh penduduk di dunia sejalan dengan era
globalisasi dan perdagangan bebas yang melanda dunia. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional
seperti ISO 9000, ISO 14000 dan OSHAS 18001.

Perkembangan Terbaru
 Perkembangan terbaru dibidang keselamatan kerja adalah adanya
kecenderungan semakin luasnya area garapan keselamatan kerja
seperti berkembangnya sub-sub disiplin public safety yang arahnya
menuju perluasan kegiatan sampai pada konsumen dan
masyarakat secara luas.

 Perkembangan ini memperlihatkan bahwa keselamatan kerja tidak


lagi berada dalam keterbatasan bangunan industri tetapi juga
kepada masyarakat umum. Oleh karena itu, melihat perkembangan
ini maka pengembangan keilmuan K3 juga menuntut perlunya
sentuhan-sentuhan ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

 Bahkan beberapa ahli menyatakan bahwa definisi yang


menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah suatu hubungan
interaktif antara pekerjaan (work) dan keselamatan, akan bergeser

13
menjadi hubungan interaktif antara kegiatan (activities) dengan
keselamatan sehingga ruang lingkupnya menjadi lebih luas lagi.

Uraian perkembangan diatas memberikan beberapa hal penting yang perlu


dicatat, diantaranya sebagai berikut :
1. Perkembangan keselamatan kerja dimulai dari
pengembangan disain peralatan yang aman dan nyaman
digunakan untuk sipengguna pada zaman manusia batu dan
goa ketika membuat peralatan berburu seperti kapak
dsbnya. Pada tahap ini berkembang konsep safety
engineering dan ergonomik.
2. Pada era manajemen terjadi pergeseran-pergeseran konsep
keselamatan kerja mulai dari faktor manusia sampai kepada
elaborasi faktor peralatan yang akhirnya kembali lagi kepada
faktor manusia dalam “frame” sistem manajemen terpadu.
Pada era ini mulai berkembang pola koordinasi antar unit
terkait seperti safety, health and environment, sehingga
muncullah konsep integrated HSE management system.
3. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa keselamatan
kerja ternyata mempunyai ruang lingkup yang lebih luas lagi
tidak hanya terbatas didalam industri.

Perkembangan lain yang juga perlu dicatat adalah terjadinya pergeseran


orientasi dari metode dan program keselamatan kerja
Pergeseran tersebut diantaranya :
 Perubahan orientasi metode dan indikator-indikator yang digunakan
dari “negative indicators” seperti jumlah kecelakaan rata-rata
ataupun penyakit (frequency rate dan incidence rate) kepada
penggunaan “positive indicators” seperti frekuensi perilaku aman
dan penciptaan tempat kerja yang aman sebagai penilaian
terhadap kinerja keselamatan kerja.
 Perubahan orientasi pendekatan program keselamatan kerja dari
top-down menjadi participatory approach.

14
 Orientasi pelaksanaan program lebih terpadu, misalnya pada
penanggulangan program pencegahan kebakaran yang mulai
menggunakan sistem keterpaduan lingkungan
 Sementara itu terjadi juga pressure dari luar/masyarakat yang
mengkaitkan kinerja safety dengan harga saham perusahaan di
bursa saham, sehingga image tentang perusahaan dikaitkan
dengan kinerja program. keselamatan kerja
 Keterkaitan yang kuat antara isu HAM (Hak Azasi Manusia) dengan
keselamatan kerja menghasilkan peraturan-peraturan pemerintah
yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan keselamatan
kerja sesuai dengan standar-standar yang mengacu kepada
kualitas hidup (quality of life)

Terima Kasih.

KEPUSTAKAAN :

1. ILO, 1998, Encyclopedia of Occupational Health and Safety, fourth


edition, vol 1 & 2, International Labour Office, Geneva
2. LaDou, Joseph, 1994, Occupational Health and Safety, National Safety
Council, Ithaca, Illinois.
3. DiBeradinis, Louis J, 1999, Handbook Of Occupational Safety and
Health, second edition, Wiley and Sons, EHS, MIT, USA
4. ILO, 2000, Changing pattern in work organization, Geneve
5. ILO, 1999, Conference of Work Concept, Finland
6. ILO, 2001, Occupational Health and safety Management System
Standard, Geneve
7. 2004, US OHSC, OHSAS 18000, USA

15

Anda mungkin juga menyukai