Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PROJECT

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN


“METODE KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA
DAS MIKRO UB FOREST”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
KELAS G

ASISTEN :
ZULI KURNIA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

1
2016
Judul : “Metode Konservasi Tanah dan Air di Area DAS Mikro UB Forest ”
Penyusun : Kelompok 2
Kelas : G
Anggota Kelompok
Ketua Kelompok : Achmad Nur Kahfi 145040201111027
Anggota Kelompok : 1. Donni Siswahyu P 145040200111025
2 Niswatin Hasanah 145040200111065
3 Rofida Nurliawati D. A 145040200111174
4 Aisyatin Kamila 145040201111074
5 Ayunda Mai Indriyani 145040201111077
6 Erna Aprillia 145040201111078
7 Wuri Nastiti . 145040201111105
8 Oka Pramestia D. 145040201111160
9 Muhammad Fhadillah 145040201111305

2
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... 5
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. 6
BAB I ............................................................................................................................ 7
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 7
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 7
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 8
BAB II ........................................................................................................................... 9
PENDEKATAN METODE .......................................................................................... 9
2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan ....................................................................... 9
2.2 Tingkat Erosi Tanah .......................................................................................... 13
2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan ......................................................................... 16
BAB III ....................................................................................................................... 18
KONDISI SUMBERDAYA LAHAN ........................................................................ 18
3.1 Kondisi Umum DAS Mikro .............................................................................. 18
3.2 Kemampuan Lahan ............................................................................................ 19
3.3 Jenis Erosi di Lahan .......................................................................................... 24
3.4 Permasalahan Lahan .......................................................................................... 25
BAB IV ....................................................................................................................... 27
PERENCANAAN KONSERVASI............................................................................. 27
4.1 Rekomendasi Detail Konservasi ....................................................................... 27
BAB V......................................................................................................................... 39
PENUTUP ................................................................... Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 40
LAMPIRAN ................................................................................................................ 45

3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih ............................................ 19

4
DAFTAR TABEL

5
Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1 ........................................................................... 20
Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2 ........................................................................... 21
Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3 ........................................................................... 22
Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4 ........................................................................... 23
Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan ...................................................................................... 24
Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi) ....................................................... 33

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data curah hujan ..................................................................................... 45

6
Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas ................................................. 46
Lampiran 3. Perhitungan ............................................................................................. 48
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landskap) yang meliputi


lingkungna fisik termasuk didalamnya iklim, topografi / relief, hidrologi tanah
atau curah hujan, dan keadaan vegetasi alami yang ada dalamnya dan
berpengaruh secara potensial terhadap penggunaan lahan tersebut. Penetapan
penggunaan lahan pada umunya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya
dukung yang dimiliki lahan dan lingkungannya.Untuk lebih memperluas pola
pengelolaan sumberdaya lahan teknologi usaha tani yang tepat.Pengelolaan
lahan harus memperhatikan kapasitas maksimal dari daya dukung lingkungan,
misalnya topografi lahan tersebut, curah hujan, dan kondisi vegetasi alami
dilahan sehingga kendala seperti erosi maupun degradasi lahan akibat limpasan
permukaan dapat sedikit diatasi.

Erosi dan limpasan permukaan yang tinggi dapat menyebabkan lahan


menjadi terdegradasi, terlebih jika lahan berada di kelerengan yang besar, maka
perlu tindakan pengelolaan yang intensif.Upaya untuk mengelola atau konservasi
di daerah yang terbatas seperti hutan lindung, agroforestri, maupun tegalan
dengan kelerengan besar.Metode konservasi yang dapat dilakukan dapat dengan
teknik konservasi sipil maupun dengan teknik konservasi vegetatif. Teknik
konservasi secara sipil dapat dengan membuat bangunan penahan air akibat erosi
maupun limpasan permukaan seperti teras gulud, teras bangku, dan lainnya.
Teknik konservasi secara vegetatif dapat menggunakkan tanaman penutup tanah.

Dalam melakukan tindakan konservasi, perlu juga diperhatikan tentang


biaya yang digunakan.Perlu dipertimbangkan mengenai tindakan konservasinya,
apakah tindakan yang diambil efisien atau tidak.

7
1.2 Tujuan

Tujuan dari fieldtrip yang dilakukan adalah :

- Menentukan besarnya erosi di wilayah UB Forest, Karang Ploso


- Menentukan rekomendasi tindakan KTA di wilayah UB Forest, Karang Ploso
- Menentukan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan KTA
diwilayah UB Forest, Karangploso

8
BAB II

PENDEKATAN METODE

2.1 Inventarisasi Sumber Daya Lahan

Dalam pendekatan inventarisasi lahan pada umumnya dilakukan melalui


pengamatan lahan untuk menjelaskan sifat sifat keseluruhan lahan yang menjadi
objek pengamatan. Cara pengamatan demikian ini disebut sampling.Proses
sampling dilakukan melalui pengambilan sampel secara acak. Dalam proses
pengamatan, untuk mengetahui kondisi lahan perlu dilakukan pengumpulan data
awal yakni data primer dan data sekunder. Menurut Dephut (2005) data primer
dapat diperoleh dari survey langsung di lapangan sedangkan data sekunder dapat
diperoleh dari penelusuran terhadap data/dokumen penunjang yang berasal dari
hasil kajian atau penelitian sebelumnya.Data sekunder merupakan pengumpulan
data dari instansi terkait.Hasil yang diharapkan berupa data uraian, data angka,
atau peta mengenai keadaan wilayah studi.Data primer metode pencarian data
dan informasi yang dilakukan diperoleh secara langsung di lapangan umumnya
berupa observasi dan wawancara melalui kuisioner.

Dalam pendekatan inventarisasi lahan, terdapat beberapa kriteria data


yang harus diperoleh untuk penentuan tingkat erosi lahan seperti terangkumnya
informasi tentang curah hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, tata guna
lahan, jenis tanah, vegetasi, teknik pengelolaan tanah. Dari data tersebut
sehingga dapat diketahui tingkat besarnya erosi yang terjadi pada lahan. Data
primer yang diperoleh langsung di lapang melalui proses survei lahan. Hal yang
dilakukan dalam survei lapang meliputi pengamatan kondisi umum, pengambilan
sampel, dan pengukuran parameter biofisik lingkungan. Selanjutnya, data
tersebut akan dianalisa, dievaluasi dan ditabulasi untuk disajikan dalam bentuk
peta. Sehingga menghasilkan kesimpulan terkait evaluasi dan rekomendasi
tentang penggunaan lahan yang terbaik dan pula disajikan dalam bentuk laporan

9
akan kondisi lahan tersebut. Berikut ini adalah langkah langkah terkait
pengukuran indeks erosivitas :

• Erosivitas Hujan

Indeks erosivitas dilakukan dengan menggunakan data curah hujan.


Data curah hujan diperoleh dari data yang telah ada sebelumnya.Setelah data
curah hujan di ketahui dimasukkan dalam rumus perhitungan indeks
erosivitas. Erosivitas hujan (R) dapat dihitung dengan menggunakan data
curah hujan bulanan yang digunakan untuk menghitung RM dengan rumus
Bols (1978) dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun
penakar hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun menentukan
besarnya erosivitas hujan tahunan rata-rata:

Rb = 6,119 (Hb)1,21 (HH)-0,47 (I24) 0,53

Dimana : Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm)

HH = Rata-rata hari hujan

I24 = Hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut


(cm)

Rb = Indeks Erosivitas

Sedangkan menurut Utomo =

Rb = 10,80 + 4,15 Hb

Dimana : Hb = Rata-rata hujan bulanan (cm)

Rb = Indeks erosivitas

• Erodibilitas Tanah

Erodibilitas tanah menunjukan tingkat kepekaan tanah terhadap daya


rusak hujan.Perhitungan indeks erodibilitas tanah ditentukan melalui beberapa

10
faktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah yaitu tekstur (persen pasir, debu
dan liat), persen bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tanah
(Wischemeier et al., 1971).Persen pasir, debu, liat dapat dilakukan dengan
menggunakan metode feeling method, sedangkan persen bahan organik dapat
diperkirakan dengan melihat tingkat bahan organik di lapangan.Struktur tanah
dapat diketahui dengan mengambil agregat tanah utuh di lapangan.Sedangkan
untuk permeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan pipa paralon dari
besi, kemudian tanah diberi air dan dihitung kecepatan air menjenuhkan
tanah.Setelah semua faktor diketahui nilainya dapat dimasukkan dalam rumus
perhitungan indeks erodibilitas tanah menggunakan nomograf, kemudian
hasilnya dibandingkan antara perhitungan dengan rumus dan dengan
nomograf. Erodibilitas (K) dapat ditentukan menggunakan dengan rumus
Hammer (1978) yaitu :

K = 2,713 M 1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 ( b-2 ) + 2,5 ( c-3 )

Dimana : K = erodibilitas tanah

M = (% debu +% pasir sangat halus)(100 - % liat)

a = % bahan organik (% Corganik x 1,724)

b = kode struktur tanah

c = kode permeabilitas tanah

• Panjang Lereng

Pengukuran panjang lereng dengan sebelumnya menentukan mapping


unit mikro yang paling dominan, selanjutnya pengukuran panjang lereng
dapat diketahui melalui berapa besar jarak yang ditempuh dalam mengelilingi
lereng tersebut.

11
Dimana : LS = Panjang dan kemiringan lereng

L = Panjang Lereng (m)

S = Kemiringan (%)

• Vegetasi

Faktor tanaman merupakan angka perbandingan erosi dari lahan yang


ditanami sesuatu jenis tanaman dengan erosi pada plot kontrol.Besarnya angka
ini dengan melihat kemampuan tanaman untuk menutup tanah. Semakin padat
pertanaman maka akan semakin besar hujan yang terintersepsi sehingga erosi
akan menurun. Selain itu, sistem perakaran dapat mengurangi erosi yaitu
melalui sistem perakaran yang luas dan padat dapat mengurangi erosi (Utomo,
1994).

• Pengelolaan Tanah

Perhitungan nilai faktor pengelolaan dengan cara membagi kehilangan


tanah dari lahan yang diberi perlakuan dengan kehilangan tanah dari petak
baku. Pengelolaan tanah yang baik dapat memperlambat laju erosi.Laju erosi
dapat dipercepat ketika manusia mengekploitaso alam dengan budidaya
tanaman yang salah.Namun hal tersebut juga dapat dikendalikan dengan
mengkonversi lahan seperti reboisasi.

Selanjutnya pendugaan erosi atau besarnya kehilangan tanah dapat dihitung


dengan melibatkan semua faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erosivitas,
erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng yang akan dihasilkan besarnya
kehilangan tanah pada suatu lahan dalam ton/ha/tahun dengan rumus sebagai berikut :

A=RxKxLxSxCxP

Dimana : A =Jumlah tanah yang hilang (ton/ha/tahun)

R = Indeks erosivitas hujan

12
K = Faktor erodibilitas tanah

L = Faktor panjang lereng

S = Faktor kemiringan lereng

C = Faktor tanaman

P = Faktor Pengelolaan

2.2 Tingkat Erosi Tanah

Menurut Alie (2015) erosi tanah umumnya diartikan sebagai proses


penghanyutan tanah oleh desakan-desakan air dan angin. Dua penyebab utama
terjadinya erosi adalah erosi yang disebabkan secara alamiah dan erosi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia.Erosi alamiah dapat terjadi untuk
mempertahankan keseimbangan tanah secara alami.Erosi karena faktor alamiah
umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya
kehidupan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia biasanya
disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat bercocok tanam
yang tidak sesuai kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan
yang bersifat merusak keadaan fisik tanah antara lain pembuatan jalan di daerah
dengan kemiringan lereng yang besar.
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan
tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004).
Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment),
pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan,bahan tanah
oleh penyebab erosi (Asdak, 1995).
Menurut Herawati (2010), tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan
jumlah tanah yang hilang maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila
pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.
Menurut Fahliza, dkk. (2013) menyatakan bahwa faktor- faktor yang
mempengaruhi erosi , yaitu Erosivitas dan erodibilitas.Erosivitas merupakan sifat

13
curah hujan ; hujan dengan intensitas rendah jarang menyebabkan erosi, tetapi
hujan yang lebat dengan periode yang panjang maupun pendek dapat
menyebabkan adanya limpasan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat curah
hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butir-butir
hujan yang menumbuk permukaan tanah. Curah hujan yang jatuh secara
langsung atau tidak langsung dapat mengikis permukaan tanah secara perlahan
dengan pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut akan
mendatangkan erosi. Sedangkan Erodibilitas merupakan ketidak sanggupan tanah
untuk menahan tumbukan butir-butir hujan.Tanah yang tererosi cepat pada saat
ditumbuk oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi.

Menurut Thompson (1957) Jumlah dugaan erosi yang terjadi selama


periode tertentu (satu musim atau satu tahun) digunakan metode pendugaan erosi
yang selama ini dikenal dan digunakan secara luas di Indonesia yaitu universal
soil loss equation (USLE). Rumus penduga tersebut: A = RKLSP (Wischmeier
and Smith 1978). A = Jumlah tanah hilang maksimum dalam ( t ha-1 tahun-1); R =
erosivitas hujan; K = faktor erodibilitas tanah; LS = indeks panjang dan
kemiringan lahan; C = indeks faktor pengelolaan tanaman; P = indeks faktor
tindakan konservasi tanah.

Menurut Ditjen RRL-Dephut (1986) untuk menilai tingkat bahaya erosi


digunakan kelas tingkat bahaya erosi .

a) Erosivitas hujan (R)


Erosivitas hujan adalah kemampuan hujan untuk menyebabkan erosi.
Untuk menghitung nilai R digunakan rumus yang dikembangkan oleh Bols
(1978), sebagai berikut: Rm= 2.21 (Rain)m1,36, dimana Rm = erosivitas hujan
bulanan dan (Rain)m = curah hujan bulanan (cm).
b) Erodibilitas tanah (K)
Erodibilitas tanah (K) atau kepekaan erosi tanah adalah kemampuan
tanah dapat tererosi (Hudson, 1971). Erodibilitas adalah jumlah tanah tererosi
(t/ha) per unit indeks erosivitas hujan pada sebidang lahan dengan panjang

14
lereng 22,1 m dan kemiringan lahan 9%, selalu dalam keadaan terolah tanpa
tanaman dan tanpa tindakan konservasi tanah paling sedikit 2 tahun. Faktor
erodibilitas diperoleh dengan menggunakan nomograf (Wischmeier et al
1971) yaitu merupakan fungsi dari kadar debu, pasir, bahan organik tanah
serta struktur dan permeabilitas tanah. Oleh karena itu harus tersedia data:
tekstur tanah meliputi persentase pasir kasar, debu, pasir sangat halus (dapat
diduga sepertiga dari % pasir), persentase bahan organik (dihitung dengan %
C x 1,724), struktur tanah dan permeabilitas tanah.

c) Faktor panjang dan kemiringan lahan (LS)


Faktor panjang lereng dan kemiringan lahan (LS) dihitung dengan
rumus Morgan (1979) sebagai berikut: LS = (√L/100) (1,38 + 0,965 S +
0,138 S2), dimana LS = faktor lereng; L = panjang lereng (m); dan S= persen
kemiringan lahan. Nilai panjang lereng yang digunakan untuk mendapatkan
nilai faktor L=1 adalah 22 m (Wischmeier and Smith, 1978). Kemiringan
lahan di Desa Batursari diperkirakan antara 15-35% dan > 50% dengan
panjang lereng masing-masing + 60 m dan ± 50 m. Sedangkan di Kledung
kemiringannya 15–35% dan 35–50% dengan panjang lereng ±100 m dan ±
50 m.

d) Faktor pengelolaan tanaman (C)


Indeks pengelolaan tanaman dihitung dengan mempertimbangkan sifat
perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan, dari mulai pengolahan tanah,
sampai panen dan bahkan hingga pertanaman berikutnya.Penyebaran hujan
selama satu tahun pun perlu mendapat perhatian. Dengan tidak mengurangi
dasar ketelitian indeks faktor C di dekati dengan menggunakan nilai faktor C,
dengan pertanaman tunggal dan dengan berbagai pengelolaan tanaman
(Abdurachman et al ,1981 dan Hammer 1981).

15
e) Faktor tindakan konservasi (P)
Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari tanah yang diberi tindakan konservasi khusus seperti
pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap
besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan identik
(Arsyad, 1989). Erosi yang diperhitungkan dalam tulisan ini adalah pada
lahan yang belum ada tindakan konservasi tanah untuk Desa Batursari, dan
lahan dengan tindakan konservasi belum sempurna yaitu guludan memotong
lereng tetapi jarak antar guludan terlalu jauh ( >7 m), serta rumput penguat
guludan belum ditanam dengan baik.

2.3 Klasifikasi Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah cara klasifikasi lahan yang dikembangkan


terutama untuk tujuan konservasi tanah yang berpotensi pad lahan untuk
penggunaan berbagai bidang pertanian dan non pertanian. Untuk menentukan
jenis-jenis tanaman tertentu serta tindakan pengelolaanya dan faktor pembatas,
seperti budidaya tanaman pertanian, padang rumput dan agroforestry (Fletcher
nad Gibb, 1990). Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pada
penggunaan lahan yang di kelompokkan dalam delapan kelas.Lahan I sampai IV
lahan yang cocok untuk bidang pertanian. Sedangkan untuk lahan V sampai VIII
di gunakan lahan non pertanian ( Arsyad, 2006).

Kelas-kelas kemampuan lahan dapat dibedakan sebagai berikut:

 Kelas I dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah di olah,
sangat responsive terhadap pemupukan dan memiliki system pengairan yang
baik.
 Kelas II dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar.
Tanah ini agak peka terhadap erosi.
 Kelas III dengan ciri tanah terletak didaerah yang agak miring dengan system
pengairan air yang kurang baik. Tanah ini sesuai untuk jenis pertanian dengan

16
membuat terasering, pergiliran tanaman dan system tanam alur( alay
cropping).
 Kelas IV dengan ciri lahan terletak di wilayah yang miring sekitar 12-30%
dengan system pengairan yang buruk.
 Kelas V lahan terletak diwilayah yang datar atau agak cekung namun
permukaannya banyak mengandung batu dan liat. Karena terdapat didaerah
cekung, tanah ini sering sekali tergenang air sehingga tanah menjadi asam.
Tanah ini tidak cocok di jadikan lahan pertanian dan lebih cocok untuk di j
adikan padang rumput atau dihutankan.
 Kelas VII lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak didaerah
yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45%. Lahan ini rentan
terhadap erosi sehingga lebih cocok dijadikanpadang rumputkan dan
dihutankan.
 Kelas VII lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan
kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat.
Sehingga tanah ini tidak sesuai apabila di jadikan lahan pertanian dan lebih
cocok di jadikan hutan.
 Kelas VIII lahan dengan ciri kemiringan diatas 65%, butiran tanah kasar, dan
mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan,
karena lahan ini harus di biarkan secara alamiah tanpa adanya campur tangan
manusia atau untuk dijadikan cagar alam (Rayes, 2007).

17
BAB III

KONDISI SUMBERDAYA LAHAN

3.1 Kondisi Umum DAS Mikro

Kegiatan fieldtrip praktikum Teknologi Konservasi dan Sumberdaya


Lahan dilaksanakan di DAS Mikro Dusun Borogragal Desa Donowarih
Kecamatan Karangploso dan berada di kawasan UB forest yang secara
administratif terletak di wilayah Kabupaten Malang. Desa Donowarih adalah
salah satu Desa yang berada di Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang
Propinsi Jawa Timur terletak sebelah selatan kaki Gunung Arjuna bahkan
sebagian dusunnya berada di lereng gunung, topografi berupa dataran dan
perbukitan serta berada pada ketinggian 600 sampai dengan 850 m dari
permukaan air laut sehingga desa ini memiliki hawa sejuk dan dingin.

Pada lahan yang kami amati dibagi menjadi 4 SPL, SPL tersebut dibagi
berdasarkan kelerengannya. Pada SPL 1 berada pada kelerengan 25 – 40 %
dengan tanaman pinus, buncis, cabai rawit, kopi, dan pemukiman. SPL 2 berada
pada kelerengan 15 – 25 % dengan tanaman cabai, kopi dan pinus. SPL 3 berada
pada kelerengan 3 – 8 % dengan tanaman kopi, cabai, dan pinus. SPL 4 berada
pada kelerengan >60 % dengan tanaman yang berada di lahan tersebut adalah
talas, jagung, pinus dan kopi. Sebagian besar dari DAS mikro ini merupakan
kawasan milik masyarakat. Oleh karena itu banyak tanaman semusim yang
ditanam disekitar lahan yang diamati. Banyak masyarakat yang membuka lahan
hutan untuk pertanian. Hanya sebagian dari kawasan DAS mikro ini tertutup oleh
tegakan (hutan) dan semak, sementara sebagian besar terbuka dan sudah
disiapkan untuk ditanami tanaman semusim oleh penduduk disekitar kawasan
DAS mikro.

18
Gambar 1. Kondisi bagian atas DAS Mikro Donowarih
3.2 Kemampuan Lahan

Satuan lahan lazim digunakan sebagai satuan analisis dalam kajian


geografi. Menurut Sitorus, (1995: 93) satuan laan merupakan kelompok lokasi
yang berhubungan dengan bentuk lahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh
satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama.sistem lahan
merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan
vegetasi. Pembagian satuan pengelolaan konservasi sumberdaya lahan pada
satuan petak lahan bertujuan agar masih-masing SPL mendapatkan
tindakan/perlakuan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Pembagagian SPL
yang kami lakukan berdasarkan dengan kelas kemampuan lahan menurut Rayes
(2006). Hasil survei dan evaluasi yang telah kami lakukan didapatkan dua SPL
dengan pembagiannya seperti pada tabel berikut:

19
Tabel 1. KKL Satuan Petak Lahan 1

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN


SPL 1
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir III

Bawah:lempung berliat

Lereng 26,79% IV

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Sedang IV

Batu/Kerikil Tidak ada I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas e,s

Kelas Kemampuan Lahan IV

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan


seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL I memiliki Kelas Kemampuan Lahan
kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng dan tanah, sehingga memiliki
Sub Kelas IV e,s.

20
Tabel 2. KKL Satuan Petak Lahan 2

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN


SPL 2
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Tanah Atas: lempung berdebu I

Bawah:lempung berliat

Lereng 21% IV

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Agak berat IV

Permeabilitas Sedang I

Batu/Kerikil Sedikit I

Bahaya Banjir Tidak pernah I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan IV

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan


seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 2 memiliki Kelas Kemampuan Lahan
kelas IV dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas IV
e.

21
Tabel 3. KKL Satuan Petak Lahan 3

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN


SPL 3
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Tanah Atas: lempung liat berpasir I

Bawah: lempung I

Lereng 6.99% II

Drainase Baik I

Kedalaman Efektif 100-150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Sedang I

Batu/Kerikil Tidak ada I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan II

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan


seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 3 memiliki Kelas Kemampuan Lahan
kelas II dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas II e.

22
Tabel 4. KKL Satuan Petak Lahan 4

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN


SPL 4
Faktor Pembatas Hasil Pengamatan di Lapangan Kode/Kelas
Tekstur Tanah Atas: lempung berpasir III

Bawah:lempung berpasir III

Lereng >60% VIII

Drainase Agak baik II

Kedalaman Efektif 150 cm I

Tingkat Erosi Ringan II

Permeabilitas Agak cepat III

Batu/Kerikil Sedikit I

Bahaya Banjir Tidak ada I

Faktor Pembatas E

Kelas Kemampuan Lahan VIII

Data survei yang kami dapatkan menunjukkan kondisi aktual lahan


seperti yang tertera pada tabel di atas. SPL 4 memiliki Kelas Kemampuan Lahan
kelas VIII dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga memiliki Sub Kelas
VIII e.

23
Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan hasil bahwa
SPL1, SPL 2, SPL3, Dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng.
Vegetasi aktual di lahan tersebut didominasi oleh tanaman pinus dan kopi.
Menurut Rayes (2006), hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas IV
lebih besar dari pada kelas II, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika
dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-
hati dan tindakan konservasi tanah lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti
teras bangku, saluran bervegetasi, dan pengendali, disamping tindakan yang
dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Lahan dikelas IV
dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian pada
umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan
lindung dan suaka alam.

3.3 Jenis Erosi di Lahan

Tabel 5. Jenis Erosi di Lahan

SPL Jenis-jenis erosi yang ditemukan di lahan


A Edp
Identifikasi erosi
(ton/ha/tahun) (ton/ha/thn)
di lapang

1. Erosi percik dan alur 98,61 28,8

2. Erosi percik dan alur


1677,87 28,8
3. Erosi percik dan alur 181,13 28,8

4. - - -

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada SPL 1 dengan kelerengan 25
– 40% nilai erosi sebesar 98,61 ton/ha/tahun dan nilai Edp sebesar 28,8
ton/ha/tahun, SPL 2 dengan kelerengan 15 – 25% nilai erosi sebesar 1677,87
ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun, dan SPL 3 dengan kelerengan 3
– 8% nilai erosi sebesar 181,13 ton/ha/tahun dan Edp sebesar 28,8 ton/ha/tahun.

24
Pada SPL 4 kelerengannya sebesar >60% sehingga lebih ditujukan sebagai cagar
alam. 1089,54

Lereng dengan kemiringan 30 – 45 % sangat sensitif terhadap bahaya


erosi.Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nilai erosi lebih
besar dari pada nilai Edp (erosi yang diperbolehkan). Edp (erosi yang
diperbolehkan) yaitu jika laju erosi lebih kecil dibandingkan laju pembentukan
tanah. Hal ini berarti terdapat lahan yang digunakan tidak sesuai dengan
kemampuannya.Sehingga memicu terjadinya erosi pada kawasan tersebut.Pada
SPL 2 berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, erosi yang terjadi di lahan
adalah erosi percik dan erosi alur. Menurut Arsyad (2000), erosi alur terjadi jika
air terkonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu di permukaan
tanah, sehingga proses penggerusan tanah banyak terjadi pada tempat
tersebut, yang kemudian membentuk alur-alur. Pada lahan tersebut terdapat
banyak seresah, seperti daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang
menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh. Pengaruh utama bahan organik adalah
memperlambat aliran permukaan, meningkatan infiltrasi, dan memantapkan
agregat tanah (Arsyad, 2000). Hudson (2002) menyatakan bahwa curah hujan
yang dapat menimbulkan erosi sebanyak 600 mm/jam dan melihat erosi dari
dua segi yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan dalam erosivitas, dan
faktor tanah yang dinyatakan dalam erodibilitas.

3.4 Permasalahan Lahan

Area konservasi yang dilakukan di daerah Karangploso yang bertempatan


di UB Forest , terdapat permasalahan berupa erosi. Menurut Mardiatno (2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah hujan, tanah, kemiringan,
vegetasi dan manusia. Apabila tekuk lereng semakin besar maka koefisien aliran
dan daya angkut meningkat, kestabilan tanah dan kestabilan lereng menurun,
erosi percik meningkat dan perpindahan material tanah lebih besar. Kedua faktor
tersebut merupakan pemicu terjadinya erosi. Erosi yang ditemukan di daerah

25
tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Erosi percik disebabkan oleh
percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah.
Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah memiliki diameter yang berbeda-
beda sehingga memiliki energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini
bergantung dari kecepatan jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan hujan
dan intensitas hujan. Sedangkan erosi alur ini terjadi karena adanya pengikisan
tanah oleh aliran air yang membentuk parit atau saluran kecil, parit tersebut
mengalami konsentrasi aliran air hujan yang akan mengikis tanah (Mardiatno,
2011). Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami.
Sedangakan erosi dipercepat merupakan erosi yang terjadi lebih cepat akibat
aktifitas manusia yang menganggu keseimbangan alam. Jumlah tanah yang
tererosi lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat
cepat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi hilang.

26
BAB IV

PERENCANAAN KONSERVASI

4.1 Rekomendasi Detail Konservasi

Konservasi merupakan suatu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk


dapat menjaga atau memperbaiki suatu keadaan hingga dapat dimanfaatkan
secara terus menerus. Konservasi sumberdaya lahan dan air mempunyai tujuan
utama untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakannya
melalui pengendalian erosi, sedimnetasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat
dimanfaatkan secara optimal dan lestaru untuk sebesar – besar kemakmuran
rakyat. Upaya tersebut harus sesuai dengan kondisi – kondisi yang ada dilahan
sehingga tidak menambah kerusakan dan mampu memberikan pertimbangan
yang lebih baik. Banyaknya SPL pada lahan yang diamati terdapat 4 SPL.
Keseluruhan lahan tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang berbeda
dengan faktor pembatas yang sama. Pada SPL 1 memiliki kelas kemampuan
lahan IV e,s SPL 2 IVe, SPL 3 IIe dan SPL IV VIIIe. Kemampuan lahan yang
berbeda menyebabkan konservasi yang dilakukan juga berbeda. Karena masing –
masing lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian lahan yang berbeda.

Konservasi yang digunakan adalah konservasi vegetasi dan mekanik.


Konservasi vegetasi merupakan suatu cara pengelolaan lahan miring dengan
menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997).
Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya
erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan
organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi
temperatur tanah. Sedangkan konservasi tanah mekanik menurut Dariah dkk
(2010), adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah,
dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan
dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah
ini dikenal pula dengan sebutan metode sipil teknis. Konservasi vegetasi yang

27
digunakan pada setiap SPL yaitu melakukan penanaman tahunan dan tanaman
herbal sebagai tanaman semusim. Tanaman tahunan yang ditanam yaitu tanaman
pinus, suren dan kesemek. Sedangkan tanaman herbal yang ditanam yaitu
tanaman jahe, akar wangi dan jintan hitam.

Selain digunakan untuk konservasi, tanaman – tanaman tersebut juga


memiliki sejumlah manfaat. Hampir semua bagian tanaman pinus dapat
dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk diambil
getahnya. Getah pinus dapat diolah menjadi bahan pengencer cat. Hasil kayunya
bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang. Selain itu,
banyak juga manfaat lain yang digunakan untuk kesehatan seperti mengurangi
stress, sembuhkan bronchitis dan redakan nyeri otot (Ajim, 2015). Begitu halnya
dengan tanaman suren yang sering ditanam di perkebunan the sebagai pemecah
angin. Jenis ini cocok sebagai naungan dan pohon disepanjang tepi. Kayunya
bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang baik
(Anonymous, 2015). Tak hanya itu, buah kesemek juga memiliki banyak manfaat
buahnya untuk kesehatan karena kandungan seratnya dua kali lebih banyak
daripada buah apel.

Selain itu, tanaman herbal yang ditanam seperti tanaman jahe, akar wangi
dan jintan hitam memiliki sejumlah manfaat. Manfaat jahe selaindigunakan
sebagai bumbu masak, jahe jugadimanfaatkan pada industry obat,minyak wangi,
industry jamu tradisional, asinan jahe, pestisida alami, minyak atsiri, eskrim
campuran sosis dan lain – lain (Titasari, 2015). Sesuai dengan namanya,
penggunaan akar wangi memang tak jauh dengan hal – hal yang berhubungan
dengan wewangian. Akar wangi merupakan bahan yang digunakan untuk
menghasilkan minyak vetiveria (minyak esensial), yang dibutuhkan
dalamindustri kosmetik, parfum, serta sabun untuk mandi. Akar wangi juga dapat
digunakan untuk mengusir serangga bahkan ramuanakar wangi dapat digunakan
sebagai obat kumur serta obat gosok (Anonymous, 2013). Sedangkan manfaat
tanaman jintan hitam yaitubanyak digunakan untuk pengobatan berbagai macam

28
penyakit diantaranya gangguan perut, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
menyembuhkan asma dan alergi, mengobati kanker serta gangguan pencernaan.

Konservasi yang digunakan menggunakan jenis konservasi wanatani


(agroforestry) yang merupakan bentuk usaha konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman pohon – pohonan, atau tanaman tahunan dengan
tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama – sama ataupun
bergantian. Penggunaan tanaman tahunan mampu mengurangi erosi lebih baik
daripada tanaman komoditas pertanian khususnya tanaman semusim. Tanaman
tahunan mempunyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan
energi kinetik air hujan, sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran
batang (stemflow) dan aliran tembus (throughfall) tidak menghasilkan dampak
erosi yang begitu besar. Sedangkan tanaman semusim mampu memberikan efek
penutupan dan perlindungan tanah yang baik dari butiran hujan yang mempunyai
energi perusak. Penggabungan keduanya diharapkan dapat memberi keuntungan
ganda baik dari tanaman tahunan maupun dari tanaman semusim.

Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam
mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan
apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim. Menurut
Balai Penelitian Tanah (2003), proporsi tanaman tahunan makin banyak pada
lereng yang semakin curam demikian juga sebaliknya. Tanaman semusim
memerlukan pengolahan tanah dan pemeliharaan tanaman yang lebih intensif
dibandingkan dengan tanaman tahunan. Pengolahan tanah pada tanaman
semusim biasanya dilakukan dengan cara mencangkul, mengaduk tanah, maupun
cara lain yang mengakibatkan hancurnya agregat tanah, sehingga tanah mudah
tererosi. Semakin besar kelerengan suatu lahan, maka risiko erosi akibat
pengolahan tanah juga semakin besar. Penanaman tanaman tahunan tidak
memerlukan pengolahan tanah secara intensif. Perakaran yang dalam dan
penutupan tanah yang rapat mampu melindungi tanah dari erosi.

29
Menurut P3HTA (1987), acuan umum proporsi tanaman pada
kemiringan lahan berbeda – beda. Pada kemiringan lahan <15% proporsi
tanaman tahunan yang ditanam sebanyak 25% dan tanaman semusim 75%. Pada
lahan yang memiliki kemiringan 15 – 30%, proporsi tanaman yang ditanam
berupa tanaman tahunan dan musiman 50%. Sedangkan pada lahan dengan
kemiringan 30- 45% proporsi tanaman tahunan 75% dan tanaman semusim 25%
dan kemiringan lahan >45% ditanami tanaman tahunan 100%. Mengingat
permasalahan pada keempat SPL adalah erosi.
SPL 1
Konservasi yang dilakukan pada SPL 1 adalah konservasi vegetative,
pada SPL ini diketahui bahwa nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga
perlu dilakukan konservasi. Untuk itulah rekomendasi pada SPL 1 dilakukan
penanaman tanaman tahunan sebanyak 50% berupa tanaman kesemek dan
tanaman musiman sebanyak 50% berupa tanaman jahe. Tanaman jahe ditanam
disela sela tanaman kesemek. Proporsi tersebut dikarenakan kelerengan pada
SPL 1 sebesar 26,79%. Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), pertanaman sela
adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim.
Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi
permukiman. Tanaman sela juga banyak diterapkan di daerah perkebunan,
pekarangan rumah tangga maupun usaha pertanian tanaman tahunan lainnya.
Dari segi konservasi tanah, pertanaman sela bertujuan untuk meningkatkan
intersepsi dan intensitas penutupan permukaan tanah terhadap terpaan butir-butir
air hujan secara langsung sehingga memperkecil risiko tererosi. Sebelum kanopi
tanaman tahunan menutupi tanah, lahan di antara tanaman tahunan tersebut
digunakan untuk tanaman semusim.
SPL 2
Pada SPL 2, kemampuan lahan yang dimiliki masuk dalam tingkat IVe.
Nilai erosi lebih besar dibanding nilai edp sehingga perlu dilakukan konservasi.
Konservasi yang dilakukan pada SPL 2 berupa konservasi vegetative. SPL 2
dengan kemiringan lahan 21% ditanami tanaman tahunan dan musiman dengan

30
proporsi yang sama sebesar 50%. Tanaman tahunan yang ditanam pada SPL 2
berupa tanaman kesemek dan tanaman suren. Tanaman kesemek dimanfaatkan
buahnya dan tanaman suren dimanfaatkan kayunya. Sedangkan tanaman
semusim yang ditanam berupa akar wangi. Penanaman pada SPL 2 berupa talun.
Menurut Balai Penelitian Tanah (2003), talun adalah lahan di luar wilayah
permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu
maupun buahnya. Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya
dibiarkan begitu saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh sendiri secara
spontan, maka jarak tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam
dan kondisi umum lahan seperti hutan alami. Ditinjau dari segi konservasi tanah,
talun hutan rakyat dengan kanopi yang rapat dapat mencegah erosi secara
maksimal juga secara umum mempunyai fungsi seperti hutan. Hal ini cocok
karena tanaman akar wangi memiliki masa panen selama 8 bulan.
SPL 3
Nilai erosi pada SPL 3 lebih besar disbanding nilai edp. Sehingga perlu
dilakukan konservasi. Pada SPL 3 dengan kemiringan lahan 6,99% dilakukan
konservasi vegetative dengan melakukan penanaman tanaman tahunan berupa
tanaman kesemek dan suren sebanyak 25%. Sedangkan proporsi tanaman
semusim sebanyak 75% berupa tanaman jintan hitam dan jahe. Tanaman jahe,
jintan hitam, kesemek dan suren ditanam pada SPL 3 yang jauh dari pemukiman
warga sehingga ditanam dengan sistem kebun campuran. Menurut Balai
Penelitian Tanah (2003), kebun campuran lebih banyak dirawat. Tanaman yang
ditanam adalah tanaman tahunan yang dimanfaatkan hasil buah, daun, dan
kayunya. Kadang-kadang juga ditanam dengan tanaman semusim. Apabila
proporsi tanaman semusim lebih besar daripada tanaman tahunan, maka lahan
tersebut disebut tegalan. Kebun campuran ini mampu mencegah erosi dengan
baik karena kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak
langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman juga mampu
mengurangi laju aliran permukaan. Hasil tanaman lain di luar tanaman semusim

31
mampu mengurangi risiko akibat gagal panen dan meningkatkan nilai tambah
bagi petani.
SPL 4
Pada SPL 4, nilai erosi lebih besar dibandingkan nilai edp sehingga perlu
dilakukan konservasi. Konservaasi yang dilakukan pada SPL 4 berupa konservasi
vegetative dan mekanik karena kelerengan pada SPL tersebut >60%. Konservasi
vegetative dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan 100% berupa tanaman
kesemek 25%, tanaman suren 25% dan tanaman pinus 50%. Menurut Idjudin
(2011), menyebutkan penggunaan jenis tanaman tahunan efektif untuk
mengurangi tingkat erosi karena mempunyai perakaran dalam, dapat menembus
lapisan kedap air, mampu merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam, dan
mempunyai massa yang lebih ringan.
Proporsi tanaman pinus dikurangi dikarenakan tanaman pinus mempunyai
intersepsi dan evaporasi tinggi sehingga akan banyak mengkonsumsi air.
Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang dilakukan oleh
Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan Universitas
Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002), menyimpulkan bahwa
tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang mempunyai curah
hujan di atas 2.000 mm/tahun. Pada daerah yang mempunyai curah hujan 1.500-
2.000 mm/tahun disarankan agar penanaman pinus dicampur dengan tanaman
lain yang mempunyai intersepsi dan evaporasi lebih rendah misalnya Puspa atau
Agatis. Sedangkan untuk daerah yang mempunyai curah hujan 1.500 mm/tahun
atau kurang disarankan untuk tidak menanam pinus karena akan menimbulkan
kekurangan (deficit) air. Hal ini mengingat curah hujan pertahun padadaerah
tersebut sebesar 1154,98 mm/ tahun.
Untuk itulah populasi pinus dibiarkan tetap tumbuh dan berkembang
dengan proporsi 50% mengingat pohon pinus juga memiliki manfaat yang begitu
besar. Pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren dilakukan
secara bertahap mengingat lamanya pertumbuhan tanaman pinus. Penanaman
tanaman kesemek dan suren dilakukan selama 10 tahun. Tahun pertama

32
dilakukan pergantian tanaman pinus dengan tanaman kesemek dan suren
sebanyak 5%. Dan begitu selanjutnya hingga berlangsung selama 10 tahun. Hal
ini juga untuk meminimalkan dampak adanya konflik dimasyarakat sekitar area
konservasi akibat pergantian tanaman pinus dengan tanaman lainnya.
Selain konservasi vegetative, konservasi mekanik pada SPL 4 juga perlu
dilakukan. Teknik konservasi mekanik juga perlu dipertimbangkan bila masalah
erosi sangat serius (Agus dan Widianto, 2004), dan /atau teknik konservasi
vegetative dinilai sudah tidak efektif lagi untuk menanggulangi erosi yang
terjadi. Sehingga perlu dilakukan pembuatan teras kredit. Pembuatan rorak
ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung
tanah yang tererosi. Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, seperti
yang disarankan oleh Arsyad (2000) adalah dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan
panjang sekitar 400 – 500 cm. panjang rorak dibuat searah kontur atau memotong
leeng, jarang ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar antara 100
– 150 cm. Menurut Dariah (2013), rorak merupakan metode konservasi tanah
mekanik yang relatif murah dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak
berkisar antara 10 – 15 rorak/HOK. Jumlah rorak per ha.

Tabel 6. Nilai A (Aktual) dan A (Rekomendasi)

No. SPL A (Aktual) A (Rekomendasi)


1. 1 98,61707931 9,829435345
2. 2 1677,879444 167,2388559
3. 3 181,1366017 180,8965414
4. 4 0 0

Tabel 6. Merupakan tabel perbandingan nilai A pada kondisi actual dan


rekomendasi. Nilai pada rekomendasi mengalami penurunan di setiap SPL. Pada
SPL 1 A actual dari 98,61707931 menjadi 9,82943545. SPL 2 dari A actual dari
1677,879444 menjadi 167,2388559 dan SPL 3 dari A actual 181,1366017
menjadi 180,8965414 sedangkan A actual SPL 4 tetap 0.

33
Rekomendasi yang diusulkan bukan hanya memiliki keuntungan pada
tingkat ekonomi dan ekologi. Namun, rekomendasi tersebut juga memiliki
keuntungan karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat
sekitar sehingga mampu membantu masyarakat keluar dari tingkat kemiskinan
meskipun tidak secara drastis.
4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi
Pada SPL 1 direkomendasikan tanaman tahunan sebanyak 75% berupa
tanaman kesemek dan tanaman musiman sebanyak 25% berupa tanaman jahe.
Karena pada SPL ini memiliki kemiringan yaitu 25-40% sehingga cocok ditanam
tanaman semusim dengan porsi 25% dan tanaman tahunan 75%. Kami memilih
tanaman tahunan kesemek karena selain tanaman kesemek dapat dikonsumsi
buahnya juga tanaman ini tidak memiliki syarat tertentu dalam sistem hidupnya.
Sebagaimana diketahui, kesemek tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, namun
juga ekologis. Hal ini karena kesemek didukung oleh sistem perakaran yang
dalam, menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam
konservasi tanah dan air (Rizda, 2016). Sedangkan untuk tanaman musiman kita
memilih jahe untuk diselingkan tanaman kesemek, karena selain tanaman herba
banyak manfaat juga tidak memiliki pola tertentu dalam penanamannya.
Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman sela sementara karena
menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela sementara adalah
penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput pakan diantara
tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah
(Santoso et al, 2013).
Pada SPL 2 direkomendasikan tanaman tahunan dan musiman dengan
porsi masing-masing 50%, karena pada SPL ini mempunyai kemiringan antara
15-25% sehingga lebih cocok dengan rekomendasi tersebut. Kami memilih
tanaman tahunan yang cocok untuk SPL ini yaitu tanaman kesemek karena selain
tanaman kesemek dapat dikonsumsi buahnya juga tanaman ini tidak memiliki
syarat tertentu dalam sistem hidupnya. Sebagaimana diketahui, kesemek tidak
hanya bermanfaat secara ekonomi, namun juga ekologis. Hal ini karena kesemek

34
didukung oleh sistem perakaran yang dalam, menyebar dan memiliki akar
tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam konservasi tanah dan air (Rizda,
2016). Selain kesemek tanaman tahunan lainnya yaitu suren karenajenis ini dapat
tumbuh pada lahan dengan ketinggian 350 - 2.500 m dpl (Newman et al., 1999).
Selain itu tanaman ini juga memiliki nilai ekonomis yang sangat berguna untuk
manusia karena batangnya yang bagus untuk pembuatan meja, kursi ataupun
perlengkapan meubel yang lain. Selain itu tanaman suren ini juga baik sebagai
tanaman penaung karena biasanya digunakan untuk tanaman penaung pada
tanaman kopi. Sedangkan untuk tanaman musiman kita menggunakan akar wangi
karena tanaman ini cukup mudah penanamannya atau tidak memerlukan syrata
khusus selain itu juga memiliki banyak khasiat. Tanaman ini berkembang pada
wilayah-wilayah dengan topografi bergelombang, berbukit sampai bergunung
dengan kemiringan lereng antara 15% sampai lebih dari 45%. Kawasan DAS
Cimanuk umumnya didominasi oleh jenis tanah regosol (Dinas Perkebunan
Garut, 2003), tanah dengan tekstur berpasir ini memang sangat ideal untuk
pertanaman akar wangi, namun jenis tanaman tersebut peka terhadap erosi karena
stabilitas agregatnya sangat rendah. Pengelolaan lahan pertanian yang tidak
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dapat memperbesar laju erosi
(Sukmana dan Abdurachman, 1989). Pada SPL 3 kami merekomendasikan
untuk penanaman tanaman tahunan 75% dan tanaman musiman 25%, karena
pada SPL ini memiliki kemiringan yang terlalu curam yaitu 3 – 8 %. Untuk
tanaman tahunan yang kita rekomendasikan yaitu tanaman kesemek dan suren
karena 2 jenis tanaman ini tidak terlalu banyak syarat tumbuh. Selain itu kesemek
dapat dikonsumsi buahnya juga didukung oleh sistem perakaran yang dalam
menyebar dan memiliki akar tunjang sehingga sangat bermanfaat dalam
konservasi tanah dan air (Rizda, 2016), dan tanaman suren merupakan jenis
tanaman yang tumbuh dengan ketinggian 350-2.500 mdpl (Newman et al., 1999).
Sedangkan untuk tanaman musiman kita memilih jintan hitam dan jahe karena
mudah ditanam juga tidak memerlukan syarat khusus ataupun pola penanaman.
Jintan hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat, termasuk

35
famili Ranunculaceae, yang telah digunakan selama ribuan tahun sebagai obat
dan rempah (Salem, 2005). Tanaman jahe ini juga biasa disebut sebagai tanaman
sela sementara karena menjadi sela dengan tanaman tahunan. Tanaman sela
sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim palawija atau rumput
pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi selruh
permukaan tanah (Santoso et al, 2013).
Pada SPL 4 kami merekomendasikan untuk penanaman tanaman tahunan
75% dan tanaman musiman 25% karena pada SPL ini memiliki kelerengan yang
cukup curam yaitu >60%. Sehingga pada lahan dilakukan penanaman tanaman
tahunan 100% berupa tanaman kesemek 45%, tanaman suren 45% dan tanaman
pinus 10%. Porsi pinus lebih sedikit karena pinus mempunyai intersepsi dan
evaporasi tinggi. Penelitian terhadap tanaman pinus (Pinus merkusii) yang
dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada/UGM, Institut Pertanian Bogor/IPB dan
Universitas Brawijaya/ Unibraw (Priyono dan Siswamartana, 2002),
menyimpulkan bahwa tanaman pinus akan aman jika ditanam pada daerah yang
mempunyai curah hujan di atas 2.000 mm/tahun. Namun dibalik itu tanaman
pinus dapat tumbuh di tanah kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu,
dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 m diatas permukaan
laut. Manfaat Pinus atau sering disebut dengan tusam salah satunya jenis pohon
industri yang mempunyai produk tinggi dan merupakan prioritas jenis tanaman
untuk reboisasi dapat menghasilkan daun 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati et
all 2002).
Kami juga merekomendasikan rorak dalam tiap-tiap SPL guna menjebak
aliran permukaan dan memberikan kesempatan kepada air hujan untuk
terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian rorak akan menurunkan aliran
permukaan yang keluar dari persil lahan secara signifikan.Arsyad (2006)
merekomendasikan dimensi rorak: dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang
berkisar antara satu meter sampai 5 meter. Jarak ke samping disarankan agar
sama dengan panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan
secara berselang-seling pada areal yang merata. Jarak searah lereng berkisar dari

36
10 sampai 15 meter pada lahan yang landai (3% – 8%) dan agak miring (8% –
15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% – 30%).Menurut Dariah
(2013), rorak merupakan metode konservasi tanah mekanik yang relatif murah
dan mudah untuk diterapkan. Biaya pembuatan rorak berkisar antara 10-15
rorak/HOK jumlah rorak dalam 1 ha. Sedangkan besar biaya tiap HOK Rp
40.000,- sehingga didapatkan dalam luasan lahan 1 ha yang terdapat 10-15 rorak
berkisar antara Rp 400.000,- – Rp 600.000,-. Sedangakn untuk tanaman kesemek
memiliki harga jual selain pada kayunya juga pada buahnya.Buah kesemek
sendiri mengandung banyak manfaat seperti menjaga tekanan darah, mencegah
kanker, menghambat penuaan dini, untuk kesehatan jantung, menjaga tubuh tetap
langsing dll. Menurut Baswarsiati, dkk (2006) buah kesemek dihargai sangat
murah sekitar Rp. 1.500-2.500 per kilogram untuk pasar lokal. Sedangkan untuk
pasar ekspor sekitar Rp. 6.000-7.000, sedangkan pada tahun 1980-an daerah
Batu, Malang, secara rutin mengekspor buah kesemek ke Singapura. Tanaman
suren memiliki nilai ekonomis pada kayunya juga minyak yang terkandung
dalam biji tanaman suren itu sendiri. Harga log dan kayu gergajian suren
bervariasi tergantung kualitas kayu. Harga papan kayu surian pada saat ini rata-
rata > 1 juta/m3. Biji suren mengandung minyak tidak berwarna tetapi beraroma
wangi sedangkan pucuk dan daun surian mengandung karoten, vitamin dan asam
amino yang bermanfaat untuk berbagai tujuan seperti untuk bahan baku obat,
makanan ternak dan berperan untuk insektisida alami (Departemen Kehutanan
Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan Pemuliaan
Tanaman Hutan, 2009). Untuk akar wangi sendiri dapat digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan kerajinan dan dapat juga disuling untuk diambil minyak yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi antara Rp 800.000 sampai Rp 1.200.000
(Penyuluh Pertanian Pertama, 2014). Untuk tanaman jahe sendiri memiliki nilai
guna yang bagus selain tanaman rempah yang banyak dibutuhkan manusia
karena khasiatnya yang baik untuk tubuh juga memiliki nilai ekonomis yang
cukup menjanjikan. Untuk harga jual jahe sendiri bisa mencapai Rp 15.000/kg,
apabila dalam satu tanaman menghasilkan jahe seberat 5 kg maka dalam tiap

37
tanaman akan menghasilkan nilai uang sebanyak Rp 75.000,-. Namun itu
merupakan hasil terendah pada produksi tanaman jahe dan masih bisa maksimal
lagi yaitu sekitar 10-20 kg (Salim, 2013).

38
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan data survei yang telah diperoleh didapatkan kesimpulan


bahwa SPL1, SPL 2, SPL 3, dan SPL 4 memiliki faktor pembatas berupa lereng.
Faktor kelerengan menyebabkan terjadinyanya erosi, erosi yang ditemukan di
SPL tersebut ada 2 yaitu erosi percik dan erosi alur. Untuk memperbaiki keadaan
ini maka dilakukan konservasi. Konservasi yang dilakukan pada SPL 1, 2 dan 3
memiliki kelerengan yang tidak terlalu curam, sehingga dilakukan konservasi
vegetatif dengan tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan komposisi
tertentu sedangkan untuk SPL 4 memiliki kelerengan curam maka di perlukan
konservasi yang cocok menggunakkan tanaman tahunan seluruhnya dengan
komposisi tertentu.

39
DAFTAR PUSTAKA

. Agus, F. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Pertanian Lahan Kering.
World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia

Abdurachman.A., A. Sofíah, dan U. Kurnia. 1981. Pengelolaan Tanah dan


Pengelolaan Pertanian dalam Usaha Konservasi Tanah.Paper pada Konggres
HITI, 16-19 Maret 1981 di Malang. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
(tidak dipublikasikan).
Ajim, Nanang. 2015. Manfaat Pohon Pinus

Alie ,Msy Efrodina R.2015. Kajian Erosi Lahan pada Das DawasKabupaten Musi
Banyuasin – Sumatera Selatan.Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 3,
No. 1.
Anonymous, 2013. Manfaat dan Khasiat Akar Wangi untuk Kesehatan

Anonymous, 2015. Mengenal Pohon Toona Sureni Manfaatdan Kandungannya

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Lembaga Sumberdaya Informasi –


Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu – Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Arsyad, S., 1989.Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.


Arsyad.2006. Konservasi Tanah dan Air.Institut Pertanian Bogor. IPB: Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif

Baswarsiati, dkk. 2006. Potensi dan Wilayah Pengembangan Kesemek Junggo.


Buletin Plasma Nutfah Vol.12 No.2, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Bols, P.L. 1978. Iso Erodents Map of Java Madura. Technical Assistant Project ATA
105, Soil Research Institute, Bogor, Indonesia. 39 pp.
Dariah, dkk. 2013. Teknologi Konservasi Tanah Mekanik. Balai Penelitian Tanah

40
Departemen Kehutanan Dan Pengembangan Balai Besar Penelitian Bioteknologi Dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. 2009. Budidaya Tanaman Suren 5 Juli 2009.
Yogyakarta
Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis
Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial:
Jakarta.
Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 2003. Laporan Tahunan. 36p.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1986. Petunjuk Pelaksanaan
Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah. Ditjen RRL. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Fahliza, U.dkk.2013. Analisis Erosi pada Subdas Lematang Hulu.Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan.Vol. 1, No. 1.
Fletcher, J. R. dan Gibb, R. G. 1990. Land Resource Survey Handbook for Soil
Conservation Planning in Indonesia: Ministry of Forestry Directorate
General Reforestation and Land Rehabilitation Indonesia and Department of
Scientific and Industrial Research DSIR Land Resources Palmerston North
New Zealand.
Hammer, W. I. 1978. Soil Conservation Report INS/78/006. Technical Note No. 7.
Soil Research Institute , Bogor.
Herawati,Tutui. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah Das
Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam,
Vol. VII No.4: 413-424.
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng4.pdf.
diakses tanggal 19 November 2013.
Hudson, N.W., 1981. Soil Conservation, Second Edition. Cornell University Press.
New York.
Idjudin, A. Abbas. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan Perkebunan.
Jurnal Sumber Daya Lahan. Vol. 5 No 2. Available
on http://balittanah.litbang.pertanian.go.id

41
Komarayati, S., Gusmailina dan G. Pari. 2002. Peranan arang pada proses pembuatan
arang kompos. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI V tanggal 30 Agustus –
1 September 2002 di Bogor. MAPEKI. Bogor.
Murdiatno. 2011. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan .
Newman M. F., Burgess P.F., Whitemore TC. (1999). Pedoman identifikasi pohon-
pohon di Pulau Kalimantan. Bogor, Prosea Indonesia.
P3HTA. 1987. Penelitian Terapan Pertanian Lahan Kering dan Konservasi.hlm. 6.
UACP-FSR. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.DepartemenPertanian.
P3HTA. Badan Litbang Pertanian. 5p. Tanah Pada Erosi Alur di Daerah Aliran
Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo :
Kulonprogo.
Priyono, N.S. dan Siswamartana S. 2002.Hutan Pinus dan Hasil Air. Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani: Cepu.
Rayes, Luthfi, 2006, Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan, Andi Yogyakarta.
Rayes, M.L.,. 2007.Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan: Yogyakarta.
Rizda. 2016. Konservasi Hulu DAS dengan Pohon Kesemek, Bermanfaat Ekonomi
dan Ekologis.http://www.forda-mof.org/berita/post/2887. Diakses pada
tanggal 1 Desember 2016.
Salem, M.L. 2005. Immunomodulatory and therapeutic properties of the Nigella
sativa L. seed. Int. Immunopharmacology 5:1749-1770.
Salim Agus. 2013. Gajian Tiap Bulan dengan Bertanam Jahe.
http://jahehcs.blogspot.co.id/2013/01/tanam-jahekeuntungan-tidak-
sepele.html. Diakses pada tanggal 14 Desember 2016.
Santoso Djoko, Purnomo Joko, Wigena I G. P. dan Tuherkih Enggis. 2013. Teknologi
Konservasi Tanah Vegetatif. http://balittanah. litbang. deptan. go. Id /
dokumentasi / buku / lahan kering / berlereng4. pdf. diakses tanggal 19
November 2013.

42
Seloliman. 1997. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly.
Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.
Sukmana dan A. Abdurachman. 1989. Risalah pemaparan Hasil Penelitian UACP-
FSR. Penyuluhan dan survey tanah Badungan 19-20 Oktober 1989. P3HTA.
Badan Litbang Pertanian. 5p.
Thompson, L.M. 1957. Soil and Soil Fertility. Mc Graw-Hill Book Company Inc.
New York.
Titasari, Silvia. 2015. Manfaat Tanaman Jahe

Utomo, Wani Hadi. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: Penerbit IKIP
Malang.
Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A
Guide to Conservation Planning. USDA Agric. Handbook. No. 537.
Wischmeier, W.H., C.B. Johnson, and B.V. Cross. 1971. A soil erodibility
nomograph for farmland and construction sites. J.Soil and Water Cons. 26:
189-193.

43
44
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data curah hujan

45
Lampiran 2. Kelas kesesuaian lahan dan erodibilitas
Kelas Kemampuan Lahan
Data
I II III IV V VI VII
Sub Ordo Udept Udept Udept Udept Udept Udept Udept
% debu+pasir sangat
halus 55 57 43 67 57 45 55
% liat 32 33 40 30 32 40 34
% bahan organik 3.44 3.32 2.6 3.3 2.8 2.3 3.89
Granuler Granuler Granuler Granuler Granuler Granuler Granuler
struktur tanah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
permeabilitas tanah Sedang Sedang Agak Lambat Agak Cepat Sedang Agak Lambat Sedang
BV (g/cm3) 0.73 0.71 0.7 0.77 0.81 0.79 0.83

% debu + pasir
SPL % liat M a b c K
sangat halus
1 (IV) 67 30 4690 3.3 3 2 0.37
2 (IV) 67 30 4690 3.3 3 2 0.37
3 (II) 57 33 3819 3.32 2 3 0.29
4 (VIII) 43 40 2580

SPL Kedalama Jenis Faktor Kelestaria Nilai BV Edp

46
2 2
n tanah Tana Kedalama n tanah (kg/dm3 mm/tahu kg/dm /tahu (ton/dm /tahu ton/hektar/tahu
(mm) h n (tahun) ) n n n n
0.000028
1 (IV) 1500 Udept 1.00 400 0.77 3.75 0.0289 9 28.9
0.000028
2 (IV) 1500 Udept 1.00 400 0.77 3.75 0.0289 9 28.9
0.000026
3 (II) 1500 Udept 1.00 400 0.71 3.75 0.0266 6 26.6
4
(VIII)

47
Lampiran 3. Perhitungan
Faktor panjang/kemiringan lahan (LS)

T =√ (1,38 + 0,965 S + 0,138 S2)

=√ (1,38 + 0,965 (21)) + (0,138 (21)2)

= 1,5 (21,645) + (60,858)

= 130,448

Edp =

= 3,75 ⁄

= 3,75 mm/thn x 0,77 kg/dm3

= 0,0375 dm/thn x 0,77 kg/dm3

= 0,028 kg/dm2/thn

= 0,0289 kg/dm2/thn x 10-3

= 2,8 9 x 10-5 ton/dm2/thn

= 2,89 x 10-5 x 1/10-6 ton/ha/thn

= 2,89 x 10-5 x 106 ton/ha/thn

= 28,8 ton/ha/thn

M = (% liat + % pasir) (100-% liat)

= (67) (100-30)1

= (67) (70)

= 4690

48
100K = 1,292 [2,1 M1,14(10-4) (12-0) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)]

= 1,292 [2,1 x 46901,14 (10-4) (12-3,3) + 3,25 (3-2) + 2,5 (2-3)]

= 1,292 [2,1 x 46901,14 (10-4) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)]

= 1,292 [2,1 x 15315,7 (0,0001) (8,7) + 3,25 (1) + 2,5 (-1)]

= 1,292 [32.162,97 (0,0001) (8,7) + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [32162,97 (0,00087) + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [27,98 + 3,25 + (-2,5)]

= 1,292 [28,73]

= 37,12

K = 37,12/100

= 0,37

Teras = Teras bangku  Sedang, P = 0,15

C = 0,2

A = R x K x LS x C x P

= 1154,98 x 0,37 x 130,448 x 0,2 x 0,15

= 1677,87

SPL Edp K T C P A aktual

2 28,8 0,37 82,503 0,2 0,15 1677,87

SPL Edp K T C P A potensial

2 28,8 0,37 82,503 0,02 0,15 167,23

49

Anda mungkin juga menyukai