Anda di halaman 1dari 17

Nama : Rizal Zulmi

Nim : 1861306038

Prodi : ALKS 2.3

Analisa atas teori *keynes* ttg suku bunga dalam konteks pemulihan ekonomi pasca covid 19.

Teori klasik adalah pemikiran ekonomi yang lahir pada saat teori itu sedang di terapakan
berdasarkan permintan dan penerapan yang cocok di masa tersebut.Mazhab Klasik yang
dipelopori oleh Adam Smith (1732-1790) Prinsip utama dalam mazhab klasik adalah
kepentingan pribadi (self interest) dan semangat individualisme (laissez faire). Kepentingan
pribadi merupakan kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi dan kekuatan untuk mengatur
kesejahteraannya sendiri. Berdasarkan prinsip tersebut para penganut mazhab klasik percaya
bahwa sistem ekonomi liberal atau sistem di mana setiap orang betul-betul bebas untuk
melakukan kegiatan ekonomi apa saja bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara
otomatis.Kaum klasik mengatakan bahwa perekonomian suatu Negara menganut sistem “
Laissez faire” yakni system perekonomian yang masyarakatnya bebas melakukan segala kegiatan
ekonominya tanpa campur tangan Negara. Dalam pelaksanaannya, apabila Pemerintah terpaksa
ikut campur, itu hanyalah pada bidang yang sector swasta tidak mampu melaksanakan secara
efisien. Analisis mengenai pandangan ahli ekonomi klasik tentang perekonomian adalah
perekonomian yang diatur oleh mekanisme pasar tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan
selalu tercapai. Pandangan ini didasarkan kepada keyakinan bahwa dalam perekonomian tidak
akan terdapat kekurangan permintaan. Apabila produsen menaikkan produksi atau menciptakan
jenis barang yang baru, maka dalam perekonomian akan selalu terdapat permintaan terhadap
barang-barang tersebut. Pandangan Klasik yang demikian ini disebut juga dengan full
employment level of capacity yang artinya bahwa penggunaan faktor – faktor produksi dapat
mencapai pada tingkat kegiatan ekonomi nasional penuh

Sistem ekonomi liberal, dimana campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi sangat kecil
(dapat dianggap tidak ada), menurut mazhab klasik dapat menjamin tercapainya:

1. Tingkat kegiatan ekonomi nasional optimal (full employment level of activity).

2. Alokasi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun faktor-fakto produksi lainnya di dalam
berbagai kegiatan ekonomi, secara efisien.

Landasan teorinya Berlaku hukum Say (Say’s Law) yang mengatakan bahwa “setiap barang
yang diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya” (supply creates its own demand),
Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu dapat dengan
mudah berubah (naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik antara permintaan dan
penawaran.

Semua penghasilan di belanjakan di pasar barang

Tidak perlu investasi pemerintah

Informasi pasar sempurna dan alokasi sumber ekonomi berjalan secara efesien dan produktif

Dengan demikian peranan pemerintah harus dibatasi seminimal mungkin, karena apa yang dapat
dikerjakan oleh pemerintah dapat dikerjakan oleh swasta dengan lebih efisien.

Dengan demikian pemerintah jika menerapkan sistem ekonomi klasik tersebut sangat cocok
dalam

Jangka panjang karena dia akan mengikuti perubahan jaman dan sistem semuanya di atur oleh
pelaku ekonomi itu sendiri denyan caranya sendiri tidak terlibat pemerintah,Pemerintah hanya
bisa terlibat di sektor sektor kecil saja atu hampir bisa di katakan tidak ada.dan juga sistem ini
akan bisa bertahan dalam banayak stuasi di karenakan semua tergangtung pada pelaku itu masing
masing,di era setalah pandemi covid 19 ini sistem ini juga masih cocok untuk pertumbuhan
ekonomi masayarakat karena pemerintah hanya mengontrol tidak ada campur tangan di sektor
sektor besar dengan begitu para pelaku ekonomi bisa menetapkan dan merumuskan caranya
sendiri untuk melakukan metode metode ekoni yang efektif dan efisien
Nah. Tugas selanjutnya adalah :

1. Apa perbedaan antara klasik dan keynes

2. Apa persamaan keduanya

3. Apakah kedua mazhab tsbt bs disatukan dalam pemulihan ekonomi saat ini, jika bs jelaskan
dan jika tidak ..juga dijelaskna

Jawab :

Perbedaan Dan Pesamaan Ekonomi Klasik dengan Keynes

1. Pasar Barang
a. Pasar Barang Menurut Teori Klasik

Dalam pasar barang bertemu penawaran agregat dengan permintaan agregat. Menurut
kaum Klasik di pasar barang tidak mungkin akan kekurangan produksi atau kelebihan produksi
dalam jangka waktu lama, sehingga selalu terjadi pasar bersih ( clearing market) atau pasar
dalam kondisi ekuilibrium. Jika pada suatu waktu terjadi kelebihan atau kekurangan produksi,
maka mekanisme pasar akan secara otomatis mendorong kembali perekonomian tersebut pada
kondisi di mana tingkat produksi total masyarakat ( penawaran agregat) akan memenuhi
permintaan total masyarakat secara tepat ( full employment level of activity). Pendapat ini
dilandasi adanya kepercayaan di kalangan kaum Klasik bahwa di dunia nyata ini :

1. Berlaku hukum Say ( Say’s Law) yang mengatakan bahwa “ setiap barang yang
diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya” ( “ supply creates its own demand”), dan

2. Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu bisa
dengan mudah berubah ( naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik antara
permintaan dan penawaran.

Logika hukum Say tersebut adalah sebagai berikut : Setiap proses produksi barang-
barang atau jasa-jasa mempunyai dua akibat : (1) menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa
sebagai hasil produksi, dan (2 ) memberikan penghasilan kepada pemilik faktor-faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi tersebut, yang jumlahnya senilai dengan nilai hasil
produksi tersebut. Dengan demikian di dalam masyarakat selalu terdapat cukup penghasilan
( berarti daya beli , juga permintaan) untuk dibelanjakan pada hasil-hasil produksi. Kekurangan
produksi akan suatu barang tertentu masih bisa terjadi, tetapi secara agregat ( total /keseluruhan)
permintaan masyarakat akan hasil-hasil produksi selalu ada. Ini

berarti bahwa secara umum tidak mungkin akan terjadi kelebihan produksi di dalam masyarakat.

Apabila seandainya pada suatu waktu barang tertentu yang telah diproduksi tidak bisa
terjual ( kelebihan produksi) maka melalui mekanisme harga ( harga bersifat fleksibel) harga
barang tersebut akan turun, selanjutnya akan mengakibatkan barang tersebut lebih banyak
diminta oleh konsumen ( sesuai hukum permintaan) sampai kelebihan barang tersebut habis
terjual. Pada akhirnya perekonomian akan kembali pada posisi kseimbangan ( full employment).
Demikian pula sebaliknya jika terjadi kekurangan produksi, melalui mekanisme harga, harga
barang akan naik, selanjutnya harga naik akan mengakibatkan produksi meningkat sampai
terpenuhinya permintaan, sehingga terjadi keseimbangan. Suatu perekonomian di luar posisi
keseimbangan ini selalu hanya dalam keadaan sementara saja.

Ditinjau dari segi kebijakan ekonomi, berarti bahwa pemerintah tidak perlu melakukan
campur tangan atau intervensi apapun. Kalau terjadi resesi atau depresi (GDP menurun dan
terjadi pengangguran) kita cukup menunggu saja sampai perekonomian tersebut melakukan
proses penyesuaian, dan keadaan keseimbangan pasti akan kembali terjadi. Dalam hal ini
pemerintah bisa mempercepat proses penyesuaian dengan cara membuat sedemikian rupa
sehingga harga-harga dapat turun- naik dengan fleksibel. Secara grafis posisi keseimbangan
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut ( Gb.2.1)
Apabila terjadi excess supply, produsen akan menawarkan produknya dengan harga yang
lebih murah agar produknya dapat terjual. Produsen akan menurunkan harga jualnya sampai
pada harga keseimbangan. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi excess demand, konsumen
berani membeli produk dengan harga yang lebih tinggi. Mereka berani terus meningkatkan harga
belinya sampai kebutuhannya terpenuhi, yaitu pada saat harga keseimbangan tercapai.

b. Pasar Barang Menurut Teori Keynes

Keynes menolak hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara umum bisa
terjadi. Kelebihan produksi terjadi karena permintaan masyarakat terhadap barang-barang dan
jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak cukup untuk menyerap barang dan jasa yang
dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima
pendapat Say, bahwa setiap proses produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output
dan (2) menghasilkan penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan
demikian jika semua penghasilan tersebut dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi maka tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya, penghasilan
masyarakat tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan sebahagian di tabung.
Jumlah yang ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif di pasar barang.

Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada dua sektor
: yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak dibelanjakan ( di tabung di
Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang merupakan permintaan tidak efektif. Jika
penghasilan yang ditabung tersebut dipinjamkan kepada perusahaan untuk “investasi” oleh
Bank , maka penghasilan tersebut akan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Jadi jelas
bahwa tidak ada jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat yang ditabung dapat
diterjemahkan sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini tergantung pada perusahaan,
mau atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika perusahaan hanya meminjam uang
sbagian dari jumlah tabungan yang ada maka berarti hanya sebagian dari jumlah tabungan
tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif di pasar barang. Dengan demikian permintaan
efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai seluruh output yang ditawarkan di pasar barang.
Dengan kata lain akan terjadi kelebihan produksi.

Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan mengurangi
produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya akan menurun. Kedua, ini
bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu harga-harga barang dan jasa turun. Ini
sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, dimana jika permintaan lebih kecil dari
penawaran maka harga akan cenderung turun. Seberapa besar pengaruh kurangnya permintaan
efektif terhadap turunnya GDP dan harga, tergantung pada fleksibilitas harga untuk turun. Jika
harga cukup fleksibel untuk turun maka pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap
turunnya GDP dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk
turun maka pengaruhnya juga cukup besar.

Menurut kaum Keynesian, kekurangan produksi juga mungkin terjadi. Apabila


perusahaan melakukan investasi lebih besar dari jumlah tabungan masyarakat di Bank maka
permintaan efektif di pasar barang akan lebih besar dari jumlah barang / jasa yang ditawarkan.
Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya permintaan efektif di pasar barang tergantung pada
keputusan rumah-tangga untuk konsumsi dan keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut
Keynes, umumnya keputusan rumah-tangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi
biasanya berubah (naik) jika pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan
untuk investasi biasanya sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah
yang sangat menentukan gejolak GDP dan kesempatan kerja.

Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang ditabung oleh
rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang lebih besar dari tingkat
output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya GDP dan harga pada periode
berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap kenaikan GDP dan harga sangat tergantung
pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai di masyarakat. Jika kapasitas produksi
masih tersedia maka kurangnya produksi di pasar barang akan meningkatkan GDP tanpa
meningkatkan harga. Namun, jika kapasitas produksi telah penuh maka kurangnya produksi
tersebut tidak akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan meningkatkan harga atau inflasi.

Keseimbangan di Pasar Barang

Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran agregat =
pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan pada sisi permintaan
( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti tercapai keseimbangan di pasar barang.
Keseimbangan di pasar barang tercapai jika permintaan agregat sama dengan penawaran agregat.
Keseimbangan ini merupakan keseimbangan yang sesungguhnya dari suatu perekonomian.
Secara grafis, keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gb. 3.16.).

Sebelum ada investasi keseimbangan ada pada titik E, dimana permintaan agregat =Z0,
penawaran agregat = Q0, dan harga umum = P0. Setelah ada investasi sebesar ∆ I, permintaan
agregat menjadi Z1, penawaran agregat menjadi Q1, harga naik menjadi P1 dan keseimbangan
menjadi titik F. Pada keseimbangan ini tidak ada kecenderungan bagi Z, P, maupun Q untuk
berubah. Dari proses keseimbangan ini kita sekarang dapat menjawab pertanyaan bagaimana
pengaruh perubahan permintaan agregat terhadap besarnya output agregat dan perubahan harga.

Perbedaan Pasar Barang Teori Klasik dengan Keynesian secara ringkas dapat dilihat dalam table
berikut :
TEORI KLASIK TEORI KEYNESIAN
Pada Pasar Barang Pada Pasar Barang
 Tidak mungkin ada kelebihan/  Dapat terjadi kelebihan/kekurangan
kekurangan produksi. produksi
 Produksi total masyarakat = kebutuhan  Tidak selalu mencapai “full
total masyarakat ( full employment level employment”
of activity)
 Landasan berfikirnya :  Tidak menerima hukum Say
a). Hukum Say : supply creates its own
demand.
b). Harga umum fleksibel
1. Setiap proses produksi mempunyai Sama dengan pendapat Klasik.
dua akibat:
a). Menghasilkan output
b). Memberikan penghasilan kepada pemilik
faktor produksi yang besarnya sama dengan
nilai output.
 Semua penghasilannya dibelanjakan di  Tidak semua penghasilan dibelanjakan,
pasar barang. ada sebagian yang ditabung.
 Tidak perlu campur tangan pemerintah.  Perlu campur tangan pemerintah
.

2. Pasar Uang
a. Pasar Uang Teori Ekonomi Klasik
Di pasar uang permintaan akan uang bertemu dengan penawaran akan uang. Mengenai
permintaan akan uang, kaum klasik mempunyai suatu teori yang cukup terkenal, yang
dinamakan Teori Kuantitas. Teori Kuantitas mengatakan bahwa masyarakat memerlukan uang
tunai untuk keperluan transaksi tukar-menukar mereka (misalnya jual beli barang dan jasa).
Menurut kaum klasik, karena uang tidak bisa menghasilkan apa-apa kecuali mempermudah
transaksi, maka uang akan diminta oleh masyarakat sejumlah yang tidak lebih dari apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat untuk “membiayai” proses transaksi mereka. Jadi semakin banyak
transaksi yang dilakukan semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
bentuk persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Md = k PY
Rumus ini bararti bahwa jumlah permintaan uang ditentukan oleh output atau income (Y)
dan harga barang (P) serta konstanta (k). Konstanta antara lain adalah kecepatan uang digunakan
dalam transaksi, dimana k = 1/V (V adalah kecepatan uang digunakan atau turn over). Karena
dalam jangka pendek income (output) dan konstanta adalah tidak berubah (tetap) maka jumlah
permintaan uang akan ditentukan hanya oleh harga. Jadi permintaan uang (Md) sebanding
dengan tingkat harga (P) (Ovita, 2013).
Volume transaksi tersebut tergantung pada dua hal, yaitu : volume barang/jasa yang
diproduksi oleh masyarakat (diukur dengan GDP riil atau GDP pada harga konstan), dan tingkat
harga umum. Semakin besar GDP semakin banyak transaksi yang diharapkan untuk
dilaksanakan oleh para anggota masyarakat. Semakin tinggi harga-harga barang, semakin besar
uang tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap transaksi.
Penawaran akan uang Ms = ditentukan oleh kebijaksanaan moneter
Permintaan akan uang Md = kPQ
di mana, k = suatu konstanta, Q = GDP dengan harga konstan , P= tingkat harga umum (rata-
rata).
Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran akan uang dengan permintaan akan
uang, sehingga :
Ms = Md = kPQ
Persamaan ini bisa ditafsirkan, bahwa kalau volume uang yang beredar (Md) ditambah
dengan, misalnya 10%, maka tingkat harga umum (P) akan naik dengan 10% pula, kecuali bila k
dan Q berubah (yang dalam jangka pendek dianggap tidak berubah). Secara ringkas : pasar uang
mempertemukan permintaanakan uang (teori Kuantitas) dan penawaran akan uang. Selanjutnya
permintaan dan penawaran akan uang ini menentukan tingkat harga umum.
b. Pasar Uang Teori Keynes
Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran akan uang. Permintaan
akan uang adalah kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang kegiatan
ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh
pemerintah dan bank-bank, yaitu seluruh uang kartal dan uang giral yang beredar. Menurut
Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang : (a) kebutuhan
transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga, dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macam kebutuhan ini
disebut 3 motif (alasan) mengapa orang memegang uang.
1) Motif Transaksi.
Motif transaksi timbul karena dalam perekonomian penggunaan uang untuk alat tukar
menukar. Yaitu terdapat kebutuhan menyelesaikan transaksi-transaksi dengan
menggunakan uang. Pada saat transaksi masih dilakukan dengan barter barang atau jasa
maka tidak dibutuhkan alat likuid berupa uang. Uang tunai yang digunakan masyarakat
tergantung pada: (a) volume transaksi, (b) tingkat harga umum (Dewi, 2014).
Keynes berpendapat sama dengan teori klasik yaitu volume transaksi erat kaitannya
dengan jumlah barang/jasa yang diproduksi, sehingga :
Md = k.P.Q
Dimana : k = konstanta.
P = harga.
Q = Volume transaksi
2) Motif berjaga-jaga.
Motif Berjaga-jaga, hal ini Keynes membedakan permintaan akan uang untuk tujuan
melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana dari
transaksi normal atau rutin (Dewi, 2014).
Misal untuk pembayaran keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan pembayaran
tidak terduga lainnya. Orang akan mendapat manfaat dengan memegang uang untuk
menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga tersebut. Karena sifat uang yang liquid
atau mudah untuk ditukar dengan barang atau sebagai alat pembayaran lainnya. Permintaan
akan uang untuk motif transaksi dan berjaga-jaga tidak menyimpang dari teori klasik, yaitu
memandang kebutuhan akan uang berdasarkan fungsi sebagai alat tukar (Dewi, 2014).
3) Motif spekulasi.
Motif ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan seandainya pemegang uang tersebut
dapat meramal apa yang terjadi di masa depan dengan tepat. Permintaan untuk spekulasi
adalah permintaan akan uang tunai untuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah
dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga) (Dewi, 2014).
Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, maka orang akan
membeli obligasi dengan uang tunainya hari ini. Ini berarti uang tunai yang saat ini untuk
berspekulasi akan berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diharapkan turun, maka
permintaannya akan uang tunai saat ini akan bertambah (obligasi dijual) (Dewi, 2014).

K = rP, maka P = K/r


Dimana : K = hasil pertahun yang diterima.
P = harga pasar atau nilai sekarang.
r = tingkat bunga.
Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berlaku adalah berkebalikan.
Harga obligasi naik sama saja artinya dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga
obligasi turun berarti tingkat bunga naik. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti
bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga obligasi diharapkan turun,
ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dirasa terlalu tinggi (Dewi, 2014).
Keynes mengatakan bahwa permintaan akan uang untuk spekulasi saat ini tinggi
apabila tingkat bunga saat ini (dirasa) rendah dan permintaan untuk spekulasi saat ini
rendah apabila tingkat bunga untuk spekulasi mempunyai hubungan yang berkebalikan
dengan tingkat bunga (saat ini) (Dewi, 2014). Ini adalah inti teori moneter Keynes.
Md = [kQ + Ѳ (r)]P atau Md/P =kQ + Ѳr

Dimana : Md/P = permintaan akan uang secara riil.


kQ = permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (dinyatakan suatu proporsi
k dari pendapatan nasional riil atau tingkat output Q).
Ѳr = permintaan akan uang untuk motif spekulasi (dinyatakan sebagai
fungsi dari tingkat bunga r).

Fungsi permintaan akan uang tersebut disebut Liquidity Preference, yaitu Md=f(Q,r).
Di Pasar Uang, Liquidity Preference bertemu dengan penawaran akan uang dan
menentukan “harga” dari penggunaan uang, yaitu Tingkat Bunga.

Tingkat bunga merupakan penghubung utama antara pasar uang dengan pasar barang,
sebab tingkat bunga menentukan berapa pengeluaran investasi yang direncanakan oleh
investor dan selanjutnya pengeluaran investasi ini menentukan tingkat permintaan agregat.
Penghubung lain antara kedua pasar ini adalah tingkat harga (P) dan output (Q), karena
variabel ini mempengaruhi Liquidity Preference (MD). Jadi hubungan antara kedua pasar
tersebut adalah timbal balik (Dewi, 2014).

Ada beberapa hal yang perlu disadari mengenai teori pasar uang dari Keynes (Astuti, 2013):
1) Teori tersebut lebih cocok bagi Negara-negara berkembang yang mempunyai lembaga
pasar uang yang telah berkembang. Mekanisme substitusi antara uang tunai dengan
obligasi dan surat-surat berharga lainnya, yang kemudian menentukan harga dari obligasi
(surat-surat berharga lain) atau tingkat bunga, hanya relevan bagi Negara-negara semacam
ini. Di banyak Negara sedang berkembang, pasar uang belum berkembang (dan mungkin
bahkan belum ada). Mekanisme subtitusi yang relevan, bukan antara uang tunai dan surat
berharga, tetapi antara uang dan barang. Jadi, di Negara-negara yang terakhir disebut ini
mekanisme subtitusi tersebut menentukan harga barang. Jadi kita kembali lagi kepada dalil
Teori Kuantitas kaum Klasik, yang menyatakan bahwa perubahan jumlah uang yang
beredar menentukan harga barang, bukannya tingkat bunga.
2) Mengenai anggapan bahwa jumlah uang yang beredar ditentukan oleh penguasa moneter,
sebetulnya hanya suatu karikatur yang kasar dari kenyataan. Kita ingat bahwa uang yang
beredar terdiri dari dua bagian, yaitu uang kartal dan uang giral. Hanya uang kartallah yang
langsung ditentukan oleh penguasa moneter, sedangkan uang giral diciptakan oleh sector
perbankan. Uang giral ini bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-
kebijaksanaan kredit, tingkat bunga dan perbankan. Yang perlu diingat disini adalah bahwa
kekuasaan pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang beredar, tidaklah selangsung dan
semutlak seperti yang digambarkan dalam teorti diatas.
3. Pasar Tenaga Kerja
a. Pasar Tenaga Kerja Teori Klasik
Kaum klasik menganggap bahwa di pasar tenaga kerja, seperti halnya di pasar
barang, apabila harga tenaga kerja (upah) cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja
selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Menurut definisi, tidak ada
kemungkinan timbulnya pengangguran sukarela. Artinya pada tingkat upah riel yang
berlaku di pasar tenaga kerja semua orang yang bersedia bekerja pada tingkat upah
tersebut akan memperoleh pekerjaan. Mereka yang menganggur, hanyalahmereka yang
tidak bersedia bekerja pada tingkat upah yang berlaku (penganggur yang sukarelaa).
Proses permintaan danpenawaran tenaga kerja pada pasar tenaga kerja disajikan
padaGambar 2.1.
Sumbu vertikal menunjukkan tingkat upah riil, sumbu horizontalmenunjukkan
jumlah orang yang bekerja di dalam satumasyarakat. D1 adalah kurva permintaan akan
tenaga kerja (totaldari kebutuhan oleh produsen-produsen dan pemerintah). Sadalah
kurva penawaran tenaga kerja yang menunjukkan berapaorang yang bersedia bekerja
pada berbagai tingkat upah riil. Fmenunjukkan jumlah angkatan kerja, yaitu semua orang
yangmampu dan bersedia bekerja. Pada posisi ini perekonomian berada pada full
employment , di mana seluruh angkatan kerja yang bersedia bekerja dapat bekerja. Kalau
suatu waktu produsen mengurangi produksinya (karena barang banyak yang belum laku),
maka kurva permintaan akan tenaga kerja akan bergeser ke kiri menjadi D2. Tingkat
upah yang berlaku turun dari w1 ke w2. Bila harga-harga barang sudahsaling
menyesuaikan maka semua barang akan terjual dan tingkatproduksi menjadi “normal”
kembali, sehingga D2 bergeser kembalike D1. Akibatnya posisi full employment
tercapai kembali, dansekali lagi semua yang ada di angkatan kerja bias bekerja,
padatingkat upah riil lama (w1).

b. Pasar Tenaga Kerja Teori Keynes


Berbeda dengan teori klasik yang menganggap permintaan dan penawaran terhadap
tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium) karena harga-harga fleksibel, maka menurut
Keynes pasar tenaga kerja jauh dari seimbang, karena upah tidak pernah fleksibel,
sehingga permitaan dan penawaran hampir tidak pernah seimbang sehingga
pengangguran sering terjadi. Menurut Keynesian pengangguran bisa terjadi terus menerus
dan jenis pengangguran tersebut ada tiga macam:
a)      Pengangguran karena adanya pergeseran tingkat oputput dari berbagai sektor dan
ini bersifat sementara (frictional unemployment).
b)      Pengangguran musiman, yang jumlahnya tergantung dengan musim (seasonal
unemployment).
c)      Pengangguran yang “dibuat” (institutional unemployment).
Pengangguran pergeseran (frictional) adalah pengangguran yang disebabkan
karena adanya perubahan struktur dalam ekonomi dan orang-orang berpindah dari satu
pekejaan ke pekerjaan lain. Masa transisi perpindahan pekerjaan ini menyebabkan
timbulnya pengangguran sementara. Misalnya ada suatu industri yang tutup karena tidak
efisien lagi untuk diteruskan sehingga orang-orang harus mencari pekerjaan baru. Proses
mencari pekerjaan baru memerlukan waktu dan bahkan adakalanya pekerja tersebut harus
dilatih kembali untuk memsuki lapangan pekerjaan baru. Contoh lain adalah adanya
perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dan sementara perkerjaan baru belum
dapat maka status pencari kerja tersebut adalah pengangguran.
Pengangguran musiman disebabkan karena adanya faktor musim dari suatu
jenis pekerjaan. Misalnya di sektor pertanian ada musim puncak dimana banyak
perkerjaan dan ada pula musim senggang atau tidak ada pekerjaan sama sekali sehingga
petani menjadi menganggur dan mencari pekerjaan lain.
Pengangguran institusinal adalah pengangguran yang timbul akibat adanya
kebijakasanaan pemerintah seperti upah minimum yang menyebabkan permintaan
terhadap tanaga kerja berkurang. Sementara itu penawaran kerja dari pencari kerja cukup
banyak sehinga timbul pengangguran.Timbulnya ketiga jenis penganguran tersebut diatas
disebabkan oleh karena tidak fleksibelnya harga-harga, termasuk harga tenaga kerja
(upah) dan lambatnya reaksi rasional dari para pelaku ekonomi sehingga tidak terjadi full
employment. Tidak full employment berarti akan ada orang yang tidak mendapatkan
pekerjaan.
Teori pasar tenaga kerja Keynesian ini cukup relevan dalam konteks pasar tenaga
kerja Indonesia. Harga-harga barang dan upah buruh tidak fleksibel kebawah, bahkan
harga bisa naik tanpa sebab yang jelas dan kalau sudah naik tidak bisa turun. Upah buruh
minimum diduga juga ikut berperan dalam mempertahankan harga yang tinggi sehinga
permintaan terhadap tenaga kerja tidak naik dan menambah pengangguran, walaupun
faktor sempitnya lapangan kerja merupakan faktor terpenting yang menyebabkan jumlah
pengangguran yang besar saat ini. Karena terbatasnya permintaan tenaga kerja akibat
sektor produksi tidak tumbuh tinggi maka banyak tenaga kerja Indonesia yang
menawarkan tenaganya keluar negeri seperti Malaysia. Pelaku ekonomi juga sangat
lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini karena informasi yang
terbatas dan asimetris. Misalnya petani di desa tidak tahu bahwa harga input atau
produksi pertanian telah berobah. Ketidaktahuan ini biasanya menjadikan posisi petani
sangat lemah dibandingkan dengan pedagang dan pengusaha besar lainnya.

3. Pada masa krisis yang kita hadapi sekarang ini untuk melakukan pemulihan ekonomi kita
tidak dapat menggunakan kedua teori tersebut dalam sekaligus melainkan kita harus
menggunakan salah satu atau satu satu, karena kedua memiliki aturan dan teori teori yang
berbeda walau untuk tujuan yanh sama yaitu pertunbuhan dan perkembangan ekonomi tetapi ada
langkah langkah dan tata caranya masing untuk memajukan ekonomi masyarakat jika
menggunakan kedua sekaligus itu tidak akan bisa di jalankan akan tetapi jika kita menerapkan
satu satu itu mungkin bisa di jalankan seoerti jika kita menerapkan teori keynes terlebih dahulu
agar pertumbuhan lebih cepat dan pemerintah juga berperan penting dalan pelaksanaannya
karena teori keynes cocok untuk pertumbuhan jangka pendek dan juga cepat,setelah penerapan
teori keynes sempurna dan penerapannya juga sudah maksimal kemudian baru beralih ke teori
kalsih agar semua lebih seimbang dan juga di teori kalsih pelaku ekonomi lebih leluasa
merancang,mengatur,dan juga menjalankan sistem tersebuat dan juga pemerintah juga lebih
ringan bebannya,serta para pengannguran lebih berkurang dan terciptalah keseimbangan yang
serpurna.

Anda mungkin juga menyukai