Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN


1. Pengertian kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jwa yang selalu aktif dalam usaha
untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan di dalam
kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Sedangkan
menurut Menurut Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl dalam buku Entrepreneurship (1999),
kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum
ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak. Dari beberapa konsep yang ada di atas,
ada enam hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut ( Suryana,2003 : 13) :

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis
(Acad Sanusi,1994)
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda ( Drucker,1959)
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan
(Zimmerer,1996)
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha dan
perkembangan usaha ( Soeharto Prawiro,1997)
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan
sesuatu yang berbeda yang bermanfaat member nilai lebih
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan

2. Filosofi wirausaha

Wiraswasta/wirausaha berasal dari kata: Wira: utama, gagah berani, luhur; swa: sendiri;
sta: berdiri; usaha: kegiatan produktif. Dari asal kata tersebut, wiraswasta pada mulanya
ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri. Di Indonesia kata wiraswasta sering
diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor pemerintah yaitu; para pedagang,
pengusaha, dan orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta, sedangkan wirausahawan adalah
orang-orang yang mempunyai usaha sendiri. Wirausahawan adalah orang yang berani membuka
kegiatan produktif yang mandiri. Hisrich, Peters, dan Sheperd (2008:h 10) mendifinisikan:
“Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan
upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial yang mengiringi,
menerima imbalan moneter yang dihasilkan, sertra kepuasan dan kebebasan pribadi”.
Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai berikut: “Wirausaha usaha merupakan pengambilan
risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk
menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola
berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangantantangan persaingan”
(Nasrullah Yusuf, 2006).

3. Karakteristik Seorang Wirausaha


Ciri-ciri wirausaha

1. Tidak lekas puas dengan hasil yang dicapai.

2. Berpikir analitis dan kreatif.

3. Bersemangat kuat dan bekerja keras.

4. Selalu bertujuan dan berencana.

5. Berani mengambil keputusan dengan bertanggung jawab.

6. Dapat menggunakan kesempatan.

7. Tahan kritik.

8. Cerdas.

9. Tahan derita dan tabah.

10. Lincah dan mampu berkomunikasi dengan baik.

11. Berpikiran luas dan futuristic.

12. Hubungan antarmanusia baik.

13. Jujur dan mau mawas diri.

14. Mampu mengendalikan diri dan disiplin.

15. Selalu berdoa mohon kekuatan pada Tuhan.

Adapum karakter-karakter yang paling dibutuhkan untuk mendukung munculnya seorang


wirausaha yang berpeluang sukses tersebut, yaitu:

1. Daya gerak (drive), seperti inisitaif, semangat, tanggung-jawab, ketekunan dan


kesehatan.
2. Kemampuan berpikir (thinkingability), seperti gagasan asli, kreatif, kritis dan analitis.
3. Kemampuan membina relasi (competency in human relation), seperti mudah bergaul
(sociability), mempunyai tingkat emosi yang stabil (EQ tinggi), ramah, suka membantu
(cheerfullness), kerja sama, penuh pertimbangan (consideration), dan bijaksana
(tactfulness).
4. Mampu menyampaikan gagasannya (communicationskills), seperti terbuka dan dapat
menyampaikan pesan secara lisan (bicara) atau tulisan (memo).
5. Keahlian khusus (technicalknowledge), seperti menguasai prosesproduksi atau pelayanan
yang dibidanginya, dan tahu dari mana mendapatkan informasi yang diperlukan.

4. Tipe-TipeWirausaha

Tipe-tipe kepribadian pebisnis yang dapat dijadikan bahan kajian, antara lain:

(1) The Improver, yaitu pemimpin yang memiliki kepribadian dalam menjalankan organisasi
dengan menonjolkan gaya improver alias ingin selalu memperbaiki. Improver memiliki
kemampuan yang kokoh dalam menjalankan roda organisasi, dan mereka juga memiliki
intergritas dan etika yang tinggi. Namun, pemimpin seperti ini terkadang cenderung menjadi
perfeksionis dan terlalu kritis terhadap bawahannya.

(2) The Advisor, yaitu pemimpin yang bersedia memberikan bantuan dan saran tingkat tinggi
bagi para pelanggannya. Motto dari advisor ini yaitu bawahannya adalah benar dan para
pemimpin harus melakukan apa saja untuk menyenangkan bawahannya. Namun, yang harus
diwaspadai, seorang advisor bisa jadi terlalu fokus pada kebutuhan organisasi saja, sehingga
cenderung mengabaikan kebutuhan pribadinya.

(3) The Superstar, yaitu pemimpin yang dikelilingi oleh karisma dan energi tinggi dari Sang
Superstar. Pemimpin dengan kepribadian seperti inibiasanya membangun organisasi mereka
dengan personal brand mereka sendiri. Kelemahan tipe pemimpin seperti ini ialah bisa menjadi
terlalu kompetitif dan workaholics.

(4) The Artist, yaitu kepribadian pemimpin yang senang menyendiri tapi memiliki kreativitas
yang tinggi. Mereka biasanya sering kali ditemukan di bisnis yang membutuhkan kreativitas
seperti pada organisasi agen periklanan, web design, dan lainnya. Kelemahan tipe ini ialah bisa
jadi terlalu sensitif terhadap respon pelanggan, walaupun kritik dari mereka bersifat membangun.

BAB II

KEWIRAUSAHAAN PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

1. Sejarah dan Perkembangan Entrepreneurship

Istilah entrepreneur itu sendiri berasal dari bahasa Prancis, yaitu entreprendre yang
mengandung makna to undertake yang berarti mengerjakan atau berusaha atau melakukan suatu
pekerjaan. Sejarah panjang pemaknaan entrepreneurship telah dilakukan, mulai dari abad 11.
Pada waktu itu, pemaknaan entrepreneurship baru sebatas “to do something” dan belum
memiliki dimensi ekonomi. Pada waktu itu, entrepreneurship lebih dikenal sebagai entreprendre.
Pada abad 13, pemaknaan kewirausahaan berarti adventurer atau undertaker, yang berarti
petualang dan pemberani. Pemaknaan kewirausahaan terus berkembang sehingga pada abad 17
sampailah pada pemaknaan entrepreneurship sebagai improving economics yang dikembangkan
oleh Say dan Cantillon. Pada abad 18, Say melanjutkan eksplorasi pemaknaan kewirausahaan
dengan mengartikan bahwa kewirausahaan adalah aktivitas untuk membawa dan menyatukan
faktor produksi untuk diproses menjadi produksi yang memiliki nilai.

Konsep entrepreneur itu sendiri sebenarnya mulai diperkenalkan pada abad kedelapan belas
(abad ke-18) di Prancis ketika seorang ahli ekonominya yang bernama Richard Cantillon
mengaitkan antara beban risiko yang harus ditanggung oleh pemerintah dengan para pengusaha
di dalam menjalankan roda ekonomi. Pada periode yang sama, di Inggris sedang terjadi pula
revolusi industri yang melibatkan sejumlah entrepreneur. Pada saat itu mereka merupakan
pemeran kunci revolusi terutama apabila dikaitkan engan keberaniannya dalam pengambilan
risiko dan transformasi sumber daya (Kirzner 1979). Pada saat itu juga, telah banyak para ahli
ekonomi yang mencoba merumuskan pengertian yang terkandung pada istilah entrepreneur ini.
Sampai dengan tahun 1950-an telah terdapat sejumlah definisi dan referensi entrepreneur serta
kebanyakan merupakan buah pikiran yang disumbangkan oleh para ahli ekonomi. Sebagai
contoh, Cantillon (1725), Jean Baptiste Say (1803) ahli ekonomi Prancis yang termasyur pada
saat itu, Josep Schumpeter (1934) ahli ekonomi yang genius pada abad ke-20. Mereka semua
telah menulis tentang entrepreneurship dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi. Pada
dekade berikutnya, telah dilakukan pula sejumlah upaya untuk melukiskan dan mendefinisikan
tentang apa sebenarnya entrepreneurship ini.

Di negara kita, kewirausahaan itu sendiri mulai dikenal masyarakat secara umum sejak
Suparman Sumahamidjaya mempopulerkan istilah wiraswasta. Sejak saat itu mulailah istilah
wiraswasta dimuat di berbagai media masa, seperti surat kabar, majalah, dalam siaran radio, dan
televisi, bahkan pada perkembangan selanjutnya berbagai ceramah dan seminar serta kursus-
kursus, ceramah dan seminar, serta kursus-kursus diselenggarakan untuk merangsang minat dan
perhatian masyarakat terhadap pengembangan kewirausahaan di tanah air. Banyak tokoh dan
pemerhati yang mencoba memberikan pengertian tentang “apa sebenarnya yang dimaksud
dengan wiraswasta” Beberapa pemerhati yang mengikuti lokakarya “Sistem Pendidikan dan
Pengembangan Kewirausahaan di Indonesia pada tahun 1976, antara lain Suparman, Moh. Said,
W.P. Napitupulu, Rusly Syarif, Taufik Rashid dan Bing. P. Lukman, menyebut-nyebut
pengertian wiraswasta sebagai kegiatan atau orang yang melakukan kegiatan dengan
karakteristik inovatif, produktif, kreatif, tekun, ulet, tidak cepat puas, dan berani mengambil
risiko dengan perhitungan terlebih dahulu (Syarif 1976). Apakah ia seorang pedagang,
pengusaha, karyawan, prajurit, petani, ilmuwan, pejabat pemerintah, semuanya dapat disebut
wiraswastawan apabila memiliki karakteristik wiraswasta. Pendapat yang hampir sama dengan
rumusan tersebut dikemukakan oleh Soeharsono Sagir (1975 p.3).

2.Trend Kewirausahaan

Menurut KBBI Trend merupakan gaya mutakhir atau gaya modern . Tren adalah segala
sesuatu yang sedang dibicarakan, disukai atau bahkan digunakan oleh sebagian besar masyarakat
pada saat tertentu. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru
atau kreatif dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
Jadi tren kewirausahaan adalah sesuatu yang kreatif, inovatif, bernilai lebih, sangat
disukai, hangat diperbincangkan, dan sering kita temui dalam lingkungan kita.

Interpretasi kewirausahaan masa pra sejarah


Abad 50 SM.
Hebert dan Link (1988, hal 15) mengatakan bahwa keberhasilan kewirausahaan di jaman
pertengahan tergantung dari cara mengatasi risiko dan hambatan kelembagaan.
Memperdagangkan sumber daya merupakan upaya untuk bertahan hidup. Abad 50 SM di Roma
kuno, aktifitas kewirausahaan meliputi fungsi pengendalian sosial, peraturan dan kelembagaan.
Aktifitas perdagangan dipandang sebagai hal yang dapat menurunkan martabat dan dianggap
mengumpulkan modal untuk kepentingan politik dan sosial. Memupuk kekayaan pribadi bisa
diterima asal tidak melibatkan partisipasi langsung dalam proses industri dan perdagangan.
Selain dari perdagangan dan industri, generasi yang tergolong kaya
mendapatkan kekayaan dari tiga sumber (1) Kepemilikan tanah (disewakan kepada orang lain
berdasar sistem feodal pada masa itu). (2) Hasil riba (pendapatan dari hasil bunga pinjaman). (3)
Politial Payment (Uang dari harta rampasan atau bagian pajak yang ditujukan kepada keuangan
publik jatuh ke pihak swasta).
Sekitar tahun 500 M.
Golongan kaya semakin rumit / dihadapkan dengan berbagai persoalan. Adanya
perselisihan antara hak untuk memiliki properti dan pengaruh gereja dalam perekonomian
agraria / pertanian di awal jaman pertengahan.

Abad pertengahan 1300-1500 M.


Baumol (1990) mengatakan hilangnya semangat eksploitasi kewirausahaan dan
penemuan juga terjadi di abad pertengahan (1300-1500 M) di China, yang dilakukan dengan cara
yang berbeda, yakni pada saat kerajaan mengalami kesulitan keuangan, properti dari orang-orang
kaya diambil alih oleh kerajaan. Sehingga kedudukan sosial yang terhormat tidak bisa dilakukan
melalui kewirausahaan seperti di negara Roma. Kelompok orang-orang yang mempunyai
kekayaan dan martabat umumnya diperoleh dari penghargaan kerajaaan sebagai hasil ujian yang
diberikan kerajaan. Perubahan ini menggambarkan bahwa kepemilikan properti dan status sosial
menjadi kurang permanen dan tidak dapat diandalkan, sehingga menghilangkan semangat untuk
memupuk kekayaan/properti.

Sekitar abad 500 –1000 M.


DeRoover (1963), mengatakan pada abad pertengahan (500-1000 M) ada pandangan baru
yang radikal mengenai kewirausahaan di Eropa, dimana kepemilikan properti dan status sosial
tidak menjamin keberhasilan, karena ada perubahan bahwa kekayaan / properti dapat diperoleh
dari aktivitas militer dan perang. Untuk para pengusaha yang hidup pada jaman ini, peluang
mendapatkan sumber daya melalui permusuhan merupakan bagian dari aktivitas kewirausahaan.

Sekitar abad 1000 – 1500 M.


Ketenangan dan pengaruh gereja mengurangi perkembangan perang. Aktivitas
kewirausahaan berubah dan mengarah pada bidang arsitektur, teknik dan pertanian sebagai
aktivitas yang menguntungkan untuk menumpuk properti dan kekayaan. Bersamaan dengan
perubahan tersebut, gereja melarang adanya riba dan para pengusaha mulai mencari jalan lain
untuk memperoleh peluang menumpuk kekayaan. Perkembangan semacam ini, nampak bahwa
kewirausahaan lebih bisa diterima masyarakat sebagai aktivitas ekonomi. Mulailah perubahan
kewirausahaan menuju pada aktivitas perdagangan. Ada tiga kategori pedagang yang dianggap
terhormat yakni para importir dan eksportir, pemilik toko, produsen. Pada masa ini, banyak ahli
agama terlibat menjadi pelaku ekonomi, membantu menjauhkan monopoli, gadai, riba dan
melindungi masyarakat dari ekploitasi.

Sekitar abad Tujuh Belas (Tahun 1600an M).


Aktifitas kewirausahaan terus berkembang selama abad keenam belas dan tujuh belas.
Pengetahuan dan pengalaman membantu dalam mengatasi ketidakefisienan atau dapat
memberikan solusi baru untuk penciptaan barang dan jasa layanan.
Aktivitas perdagangan sebagai kewirausahaan telah lama ada di wilayah Timur Tengah
dan Timur jauh saat orang Barat menggunakan pengetahuan dan pengalaman untuk mencari
peluang. Perdagangan sudah berkembang di negara-negara Arab akibat dari meluasnya pengaruh
kerajaan Islam, para khalifah memperoleh status terhormat karena berdagang dalam sistem etika
Islam (Russel, 1945: 422). Pada masa ini terjadi perdagangan internasional. Perdagangan
internasional menjadi alat bagi semua orang untuk keliling dunia dan mempererat persaudaraan
(Baldwin, 1959).
Kondisi pada sekitar abad tujuhbelas, kewirausahaan sudah diwarnai perdagangan.
Kewirausahaan sudah menjadi bagian dari pemikiran perekonomian klasik yang berpedoman
pada ajaran/prinsip tertentu dalam konteks sistem perekonomian yang berkembang.

BAB III

MEMBANGUN MINDSET ENTREPRENEURSHIP

Mindset adalah posisi atau pandangan mental seseorang yang mempengaruhi pendekatan
orang tersebut dalam menghadapi suatu fenomena. Mindset terdiri dari seperangkat asumsi,
metode, atau catatan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang tertanam dengan sangat
kuat. Menurut Mulyadi (2007:71), mindset merupakan sikap mental mapan yang di bentuk
melalui pendidikan, pengalaman dan prasangka. Menurut Gunawan (2007:14), mindset adalah
beliefs that affect somebody’s attitude; a set of beliefs orang a way of thinking that determine
somebody’s behavior and outlook (kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap
seseorang; sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku dan
pandangan, sikap, dan masa depan seseorang.

Tingkatan kemampuan kewirausahaan seseorang dibagi menjadi 5 tingkat (Hendro, 2011)


yaitu:

1. Tingkat kemampuan dalam menghadapi rasa takut kecil sekali sehingga ia cenderung
menghindari risiko. Tingkat ini disebut menghindar dari risiko (avoid a risk). Orang
menyebutnya risk averter.
2. Tingkat kemampuan dalam menghadapi rasa takut ada dan ia selalu menggunakan
pengetahuannya untuk bekerja lebih baik lagi. Tingkat ini disebut comfort risk
calculation taker (orang yang menghitung risiko yang terjadi harus lebih kecil dari
keuntungan yang ia peroleh).
3. Tingkat kemampuan kewirausahaan dalam menghadapi rasa takutnya lebih tinggi dan ia
memiliki keberanian untuk menanggung atau mengatasi risiko kegagalan. Ia berani
menghadapi rasa takutnya karena ia merasa mampu, memiliki pengetahuan dan
pengalaman kerja yang sesuai dengan apa yang ia kerjakan dalam bisnisnya. Tingkatan
ini disebut risk calculation taker atau berani mengambil risiko usaha dengan perhitungan
aman.
4. Tingkat kemampuan kewirausahaan dalam menghadapi rasa takut lebih kompleks
Khususnya dalam hal memperhitungkan, mengendalikan, mengatasi, dan menanggung
risiko kegagalan usahanya disbanding dengan ketiga tingkatan diatas. Ia berani
mengalahkan dan mengatasi rasa takutnya bukan hanya karena pengetahuan, ketrampilan
dan pengalamannya saja tetapi lebih kompleks dari itu. Biasanya jenis usaha yang
diambil dan dimulainya lebih berskala industri. Orang pada tingkatan ini disebut manajer
risiko bagi dirinya (risk manager).
5. Tingkat kemampuan kewirausahaan dalam menghadapi rasa takutnya sangat tinggi,
artinya dalam hal mengatasi rasa takut akan kegagalan yang cukup besar, ia cenderung
mengambil keputusan menggunakan intuisinya yang sangat kuat sekali, bahkan bisa
cenderung sedikit mengadu keberuntungan. Orang pada tingkatan ini disebut risk taker
atau pengambil risiko.
Tingkat kemampuan Berwirausaha tentu juga harus dilandasi dengan proses transformasi
dalam melakukan kewirausahaan, ada 4 (empat) jenis tahapan proses transformasi dalam
entrepreneurship (Hendro, 2011) yaitu:

1. Transformasi pola pikir (mindset) dan paradigm (paradigm), yaitu sebuah transformasi
pemikiran, sikap, motif, semangat, dan karakter yang lama untuk berubah menjadi
seorang yang berpikiran sama dengan seorang entrepreneur yang cerdas.
2. Transformasi cara berpikir yang lama untuk berubah dari kebiasaan yang selalu
menggunakan logika ke pola pikir kreatif dalam menemukan inspirasi, ide, dan peluang
bisnis. Cara berpikir yang perlu ditransformasi adalah menghindari jebakan logika,
berpikir berbeda dengan orang(umum), menjadikan pengetahuan sebagai ‘perkakas’
dalam menemukan inspirasi melalui pola pikir yang kreatif dan inovatif serta berpikir
visioner.
3. Transformasi entrepreneurial dari bersikap sebagai entrepreneur (owner) menjadi manajer
pengelola bisnis (intrapreneur atau entrepreneurial organization) yang professional.
Menjadi entrepreneur yang berpikir sebagai pemilik, pendiri, dan penggagas sebuah
bisnis itu berbeda dengan intrapreneur yang bertindak sebagai pengelola, manajer,
pemimpin dan pelaksana strategi yang bertujuan untuk mewujdukan visi dan misi pendiri
bisnis.
4. Transformasi entrepreneurial dari pola pikir sebagai investor. Setelah seorang pebisnis itu
sukses, pola pikirnya berkembang ingin menjadi seorang investor untuk mengembangkan
bisnisnya melalui ekspansi bisnis, membeli bisnis, franchise bisnis, dan meningkatkan
nilai-nilai perusahaan hingga mengarah pada peningkatan nilai asset riil yang tinggi
secara tangible dan itangible sehingga sebuah perusahaan tidak dinilai dari asset riil tetapi
telah berubah menjadi sebuath asset yang tidak ternilai harganya.

2. INOVASI DAN KREATIVITAS

Kata kunci dalam inovasi adalah perubahan. Perubahan dapat terjadi secara kebetulan
akan tetapi agar perubahan dapat disebut sebagai inovasi, perubahan tersebut harus mengandung
unsur kesadaran dan keyakinan. Ini berarti bahwa kita harus tahu apa yang ingin kita ubah,
mengapa dan bagaimana caranya. Kita harus tahu ke mana kita akan pergi (VISI) kita harus
memiliki sasaran yang sudah ditetapkan secara jelas (MISI). Dengan demikian inovasi adalah
mengenai suatu perubahan yang direncanakan, yang bertujuan untuk memperbaiki.

Tipe-Tipe Inovasi menurut Davenport (1995) membedakan inovasi dua hal yakni inovasi proses,
dan inovasi produk (technical and administrative innovation). Inovasi produk adalah hasil dari
organisasi. Inovasi proses adalah upaya untuk menghasilkan produk atau pelayanan yang berasal
dari berbagai masukkan. Inovasi produk melibatkan aplikasi pengetahuan bagi pengembangan
produk baru yang tangible dan pelayanan baru. Sedangkan inovasi proses melibatkan
pengembangan manajemen (intangible) dan praktek baru organisasi.

Menurut Levitt, kreativitas adalah thinking new things (berpikir sesuatu yang baru) dan
inovasi adalah doing new things (melakukan sesuatu yang baru. Inovasi berarti aplikasi dari
kreativitas. Keberhasilan seorang pebisnis akan tercapai apabila berpikir dan melakukan sesuatu
yang baru atau sesuatu yang lama yang dilakukan dengan cara yang baru (thinking and doing
new things or old thing in new ways).

Inovasi dibedakan dengan kreativitas. Kreativitas merupakan pemikiran-pemikiran baru,


sebaliknya inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru

3. MENGENAL POTENSI DIRI

Mengenal potensi diri dalam rangka mengembangkan diri sebagai seorang wirausahawan
yang potensial, kita perlu mengenali siapa diri kita sebenarnya dan bagaimana orang lain menilai
diri kita (Suryana, 2011). Untuk menilai diri sendiri, proses awal adalah kita harus mengetahui
kelemahan yang ada dalam diri kita dan memperbaikinya, yang kedua adalah mengenali potensi
apa yang terdapat dalam diri kita yang selanjutnya kita ubah menjadi sebuah kompetensi yang
dibungkus dengan atitude yang baik, kemudian kita bisa meraih apa yang kita inginkan
(kesuksesan). Banyak orang mengartikan kesuksesan itu dengan ukuran materi. Namun,
kesuksesan yang sebenarnya adalah kemampuan diri kita untuk mengenali potensi yang terdapat
dalam diri kita sendiri dan memaksimalkannya menjadi sebuah kompetensi, dan kompetensi
tersebut digunakan untuk meraih sesuatu yang lebih baik. Jika potensi yang ada dalam diri kita
adalah menjadi seorang pengusaha maka kita harus memaksimalkan potensi kita tersebut.

4. POLA PIKIR KEWIRAUSAHAAN


Pola pikir kewirausahaan menunjukkan cara berpikir tentang bisnis dan peluang, guna
menghadapi ketidakpastian (Dhliwayo dan Vuuren, 2007). Menurut Senges (2007), pola pikir
kewirausahaan itu menggambarkan pencarian pola yang bersifat inovatif dan energik,
memanfaatkan peluang serta bertindak untuk mewujudkan peluang yang ada.

Seseorang yang memiliki pola pikir kewirausahaan pada dasarnya mempunyai


karakteristik psikologik yang spesifik. Mereka gemar menghadapi tantangan, bergerak dalam
dunia yang penuh persaingan dan menunjukkan kegigihannya dalam berjuang untuk akhirnya
muncul sebagai pemenang. Dalam hal ini seorang yang memiliki pola pikir kewirausahaan tidak
menyenangi kerja yang lamban, dan suka mengambil resiko serta mampu mempengaruhi orang
lain agar kerja lebih giat. Disamping itu mereka menyenangi konsep, gagasan dan teknologi baru
(Suryana, 2003).

5. MOTIVASI BERPRESTASI

Mc Clelland (Hasibuan 1999: 162–163) mengemukakan teorinya yang disebut Mc.


Clelland’s achievement motivation theory atau teori motivasi berprestasi Mc Clelland’s. Teori ini
berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Cara energi dilepaskan dan
digunakan bergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang
yang tersedia Energi dimanfaatkan oleh karyawan karena dorongan: (1) kekuatan motif dan
kekuatan dasar yang terlibat; (2) harapan keberhasilannya; (3) nilai insentif yang melekat pada
tujuan.

Adapun hal-hal yang memotivasi seseorang adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan Prestasi (Need for Achievement)

Kebutuhan prestasi (need for achievement) merupakan daya penggerak yang akan memotivasi
semangat bekerja seseorang. Hal itu akan mendorong seseorang untuk mengembangkan
kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energy yang dimilikinya untuk mencapai
prestasi kerja yang maksimal.

2. Kebutuhan Afiliasi (Need for Affiliation)


Kebutuhan afiliasi (need for affiliation) merupakan daya penggerak yang akan memotivasi
semangat bekerja seseorang Oleh karena itu, kebutuhan ini merangsang gairah bekerja karyawan
karena ia menginginkan hal-hal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan
ia tinggal dan bekerja, kebutuhan perasaan dihormati karena merasa dirinya penting, kebutuhan
perasaan maju dan tidak gagal, dan kebutuhan perasaan ikut Karena kebutuhan, seseorang akan
memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.

3. Kebutuhan Kekuasaan (Need for Power)

Kebutuhan kekuasaan (need for power) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat
kerja karyawan. Kebutuhan ini akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta
mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.
Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan
Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya
mereka termotivasi untuk bekerja giat. Pada prinsipnya, pandangan Mc Clelland mengemukakan
tiga kebutuhan dasar yang memengaruhi pencapaian tujuan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai