Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis yang
meliputi seluruh kegiatan perusahaan dan dinyatakan dalam unit satuan moneter dan
berlaku untuk jangka waktu pendek yakni satu tahun. Dari penjelasan tersebut dapat
diketahui bahwa anggaran rencana kerja berupa taksiran-taksiran yang akan
dilaksanakan di masa yang akan datang dan anggaran diwujudkan dalam bentuk tertulis
yang disusun secara teratur dan sistematis.
Anggaran diterima secara luas sebagai tolok ukur perencanaan dan
pengendalian. Anggaran berdampak langsung terhadap perilaku manusia dan aspek
keperilakuan dari peranggaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul dari proses
penyusunan anggaran hingga implementasi terhadap pelaksanaan anggaran.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah kali ini adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Anggaran
2. Aspek Keperilakuan pada Proses Penyusunan Anggaran
3. Konsekuensi Disfunsional Dari Proses Penyusunan Anggaran
4. Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Anggaran


Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan suatu proses negosiasi antara
manajer pusat pertanggungjawaban dan atasannya. Dengan demikian anggaran
mempunyai dua peran penting di dalam suatu perusahaan. Pertama, anggaran
sebagai alat untuk perencanaan (planning), dan yang kedua, anggaran berperan
sebagai alat untuk pengendalian (control),
Anggaran memiliki beberapa fungsi, yaitu :
(1) Anggaran merupakan hasil akhir dari suatu proses perencanaan perusahaan.
Sebagai hasil negosiasi antar anggota perusahaan maka ia mengandung
konsesus/kesepakatan organisasi tentang operasionalisasi tujuan perusahaan
dimasa depan.
(2) Anggaran merupakan cetak biru bagi pelaksanaan tindakan, yang merefleksikan
apa yang menjadi prioritas-prioritas manajemen dalam mengalokasikan sumber
daya-sumber daya perusahaan. Anggaran juga memberikan indikasi mengenai
bagaimana unit-unit kecil organisasi diarahkan secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
(3) Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi internal perusahaan, yang
menghubungkan satu departemen atau divisi dengan lainnya dan dengan
manajemen puncak.
(4) Anggaran menyatakan sasaran dalam kriteria kinerja atau standar yang dapat
diukur dan dibandingkan dengan hasil operasi yang dicapai. Dengan demikian
dapat dijadikan dasar bagi evaluasi/penilaian kinerja bagi manajer pusat laba
dan biaya.
(5) Anggaran berfungsi sebagai alat kontrol yang dapat menunjukkan secara nyata
kepada manajemen mengenai bagian-bagian yang menjadi kekuatan atau
kelemahan perusahaan. Hal ini memungkinkan manajemen menentukan tindakan-
tindakan perbaikan yang tepat.
(6) Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer
maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan
operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi.

2.2 Aspek Keperilakuan pada Proses Penyusunan Anggaran


Seperti yang kita ketahui, proses penyusunan anggaran melalui beberapa tahap atau
langkah, yaitu:
(1) Penetapan tujuan
Aspek keperilakuan yang harus diperhatikan pada tahap penetapan tujuan adalah
seluruh aspek perencanaan yang meliputi partisipasi, kesesuaian tujuan, dan komitmen.
Aktivitas perencanaan dimulai dengan menterjemahkan tujuan organisasi yang luas
ke dalam tujuan tujuan yang lebih spesifik. Untuk menyusun rencana yang realistis
dan menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan oleh
manajer lini dan direktur memainkan peranan kunci dalam penyusunan anggaran.
Karyawan dan staf perusahaan bertanggungjawab menginisiasi dan melakukan
administrasi atas proses penyusunan anggaran. Disaat menformulasikan tujuan
organisasi dan menterjemahkannya ke dalam target operasi perusahaan, diperlukan
kehati- hatian untuk menetapkan suatu skala prioritas tujuan dan target yang realistis.
Keselarasan dalam tujuan, Jika tujuan organisasi dipandang sebagai alat untuk
mencapai tujuan pribadi atau memenuhi kebutuhan pribadi, maka tujuan organisasi
akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan setiap target yang diinginkan. Jika
keselarasan tujuan tidak dapat ditetapkan, maka berbagai masalah dapat berkembang.
Manajer dari tiap unit atau departemen yang berbeda mungkin bekerja untuk
tujuan yang saling bertentangan yang memunculkan persaingan tidak sehat antar unit
departemen. Semangat persaingan yang tidak sehat itu dapat menggantikan semangat
untuk bekerjasama atau perasaan putus asa dapat menyerap ke berbagai tingkatan
manajerial. Motivasi manajer dan karyawan terhadap pencapaian tujuan organisasi
dapat menjadi lemah. Kondisi ini dapat tercermin dalam penurunan kualitas pelayanan
yang diberikan ke pelanggan dan atau kualitas terhadap barang atau produk
yang dihasilkan.
Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian
atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan
terhadap mereka yang membuatnya. Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat
bawah memiliki suara dalam proses penetapan tujuan dan penyusunan anggaran.
(2) Implementasi
aspek keperilakuan yang harus diperhatikan pada tahap implementasi adalah
seluruh aspek perencanaan yang meliputi komunikasi, kerja sama, dan koordinasi.
Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerjasama dari semua
karyawan di setiap level dalam organisasi. Pimpinan puncak harus dapat merangkul
keterlibatan kelompok karyawan dalam proses penyusunan dan implementasi anggaran
keseluruhan sehingga konflik yang muncul dalam setiap kelompok dapat dihindari.
Direktur perencanaan sebaiknya menyadari sikap karyawan terhadap proses penyusunan
anggaran. Jika anggaran dianggap kurang dapat diandalkan oleh manajemen non
keuangan maka kecil kemungkinannya bahwa anggaran tersebut akan dapat diterima.
Hal ini menimbulkan masalah yang potensial bagi kinerja organisasi secara keseluruhan
karena unit organisasi tertentu akan tidak dapat bekerjasama sehingga berpotensi
merusak koordinasi antar departemen.
(3) Pengendalian dan evaluasi kinerja
aspek keperilakuan yang harus diperhatikan pada tahap pengendalian dan
evaluasi kinerja adalah kebijakan, sikap, tindakan manajemen dalam evalusai kinerja
dan tindak lanjut atas penyimpangan yang terjadi.
Penerbitan laporan kinerja yang tepat waktu memiliki dampak mendorong
moral karyawan. Namun perlu diwaspadai, kurangnya umpan balik kinerja dan
penundaan umpan balik berdasarkan hasil evaluasi kinerja akan menghilangkan moral
dan motivasi untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Sebaliknya, berdasarkan hasil
riset diketahui bahwa adanya umpan balik yang positif akan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas penugasan atau kegiatan.

2.3 Konsekuensi Disfunsional Dari Proses Penyusunan Anggaran


Penyusunan anggaran dapat menimbulkan dampak psikologis langsung pada
karyawan. Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian dan
mekanismen evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional seperti
rasa tidak percaya, resistensi, konflik internal, dan efek samping lain yang tidak
diinginkan. Hal ini memiliki implikasi negatif seperti kesalahan alokasi sumber daya
dan bias dalam evaluasi kinerja bawahan terhadap unit pertanggung jawaban mereka
dan akan menimbulkan kesenjangan atau slack. Oleh karena itu diperlukan adanya
monitoring dan meningkatkan kualitas pengungkapan untuk mengurangi dampak
negatif dari penyusunan anggaran.
a. Rasa tidak percaya
Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak
percaya, rasa permusuhan, dan mengarah pada penurunan kinerja.
1. Anggaran cendrung terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi rill
dan gagal untuk memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktor-faktor
eksternal.
2. Anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif, seperti pengetahuan
mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku dan efisiensi mesin secara tidak
memadai.
3. Anggaran hanya mengkonfirmasi hal yang telah diketahui oleh penyelia.
4. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga
ukuran kinerja yang diindikasikan dicurigai.
5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan
6. Laporan anggaran menggangu gaya kepemimpinan penyelia
7. Anggaran cenderung menekankan kegagalan
b. Resistensi
Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat
didukung, anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi. Salah
satu alasan utama adalah anggaran menandai dan membawa perubahan sehingga
merupakan suatu ancaman terhadap status qou. Banyak orang menjadi terbiasa
melakukan sesuatu dan memandang kejadian dengan cara-cara tertentu, serta tidak
tertarik untuk berubah.
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah proses anggaran memerlukan waktu
dan perhatian yang besar. Manejer atau penyelia mungkin merasa terbebani dengan
permintaan yang ekstensif atas waktu dan tanggung jawab rutin mereka. Oleh karena itu
mereka tidak ingin terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Banyak dari alasan
tersebut dapat diatasi dengan mendidik manajer dan penyelia mengenai manfaat yang
dapat diperoleh dari penyusunan anggaran.
Contoh : Anggaran menimbulkan penolakan karena orang punya status quo
masing-masing, terbiasa dengan cara-cara lama dan dirugikan secara pribadi. Misal
kenikmatan-kenikmatan yang diperoleh karena memangku jabatan, kalau anggaran
dipotong tentu saja akan menimbulkan keterkejutan.
c. Konflik internal
Anggaran memerlukan interakasi antara orang-orang pada berbagai tingkatan
organisasi yang berbeda. Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari
interaksi ini, atau sebagai akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu
departemen dengan departemen lain. Gejala-gejala umum dari konflik adalah
ketidakmampuan mencapai kerja sama antar pribadi dan antar kelompok selama proses
penyusunan anggaran.
Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan
bermusuhan. Konflik internal menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan
departemannye sendiri secara eksklusif dari pada kebutuhan organisasi secara total. Hal
tersebut menimbulkan kebencian pada manajemen dan anggaran. Oleh karena itu
manajemen harus mengidentifikasikan dan mendiagnosis penyebabnya. Kemudian
tindakan untuk menghilangkan konflik internal dan mengembalikan hubungan kerja
yang harmonis dan produktif dapat dimulai.
Contoh : Adanya perbedaan anggaran pada departemen tertentu tanpa ada
penjelasan kepada departemen lain.
d. Efek samping lain yang tidak diinginkan
Anggaran barangkali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah
satu pengaruhnya adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang kecil yang
menentang tujuan anggaran. Tujuan awal mereka adalah mengurangi ketegangan dari
konflik internal seperti menggeser tanggung jawab ke departemen lain, memertanyakan
validitas data yang dianggarkan dan melakukan lobi untuk menurunkan standar. Hal-hal
tersebut bertentangan dengan tujuan organisasi sehingga justru menimbulkan
ketegangan.
Efek lain, anggaran sering kali dipandang sebagai alat tekanan manajerial.
Orang-orang merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha memperbaiki
efisiensi. Sedikit tekanan memang diperlukan tetapi tekanan yang berlebihan dapat
dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat dan penyakit fisik yang
ditimbulkan oleh stress.
Tekanan anggaran bagi para penyelia lebih bahaya karena mereka tidak mampu
melimpahkan tanggung jawab pada bawahannya, sehingga pada akhirnya mereka
melakukan tindakan disfungsional. Salah satunya mendistorsi proses pengukuran
dengan memanipulasi data atau membuat keputusan operasi yang meningkatkan kinerja
tapi merugikan perusahan pada jangka panjang.
Efek samping lainnya yang tidak diinginkan adalah penekanan yang berlebihan
pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara
keseluruhan. Anggaran dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif
biaya karena metode bisnis dengan probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih
dipilih dibangingkan dengan metode baru dengan peluang keberhasilan yang belum
terbukti.

2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan


a. Dampak dari lingkungan perencanaan
Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola-pola interaksi
dalam penetapan kerja. Hal ini meliputi tingkat formalitas dalam interaksi manusia,
penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk
membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat
kohesi dari tenaga kerja dan seterusnya.
Lingkungan dari suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis sistem pengendalian, dan stabilitas
lingkungan. Lingkungan kerja mempengaruhi prilaku sehingga mempengaruhi proses
perencanaan. Tindakan manajemen mendorong prilaku karyawan , dan respon karyawan
bisa menerima atau menolak.
b. Ukuran dan struktur organisasi
Ukuran organisasi dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai rupiah dari pabrik
fisik, volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang
membedakan organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal dan
informal antara para anggota organisasi meliputi jumlah lapisan wewenang, jumlah
kantor atau posisi pada setiap lapisan, tanggungjawab dari setiap kantor, dan prosedur
untuk membuat pekerjaan dilakukan.
Ukuran organisasi mempengaruhi struktur organisasi. Perusahaan kecil,
perencanaan dan pengendalian relatif sederhana. Sebaliknya perusahaan besar harus
mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks sehingga penyusunan anggaran yang
efektif lebih sulit karena potensi inefisiensi komunikasi didalam organisasi, kurangnya
keselarasan tujuan,dan ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan
antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah besar
dalam perencanaan, implementasi,dan pengendalian. Contoh: direktur perusahaan harus
mengkoordinasikan tingkat produksi, penjualan dan perdediaan dengan wakil direktur
produksi, penjualan, keuangan dan pemasaran. Sementara wakil direktur harus
mengoperasikan departemen mereka sendiri dalam batasan rupiah yang telah
dianggarkan. Masalah lainnya, manajer dapat menyaring informasi dan meneruskan ke
atas atau ke bawah hanya informasi yang menguntungkan bagi mereka atau
mengerjakan bagian tanggungjawab sesuai kepentingan mereka sendiri.
Lingkungan perencanaan juga dipengaruhi oleh tingkat wewenang atau hak
prerogatif untuk pengambilan keputusan, biasanya dinyatakan dengan istilah sentralisasi
dan desentralisasi. Organisasi tersentralisasi ditandai dengan konsentrasi pengambilan
keputusan pada tingkatan manajerial yang lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan
tersentraliasi membutuhkan sistem untuk memantau seluruh aktivitas organisasi secara
ketat. Organisasi terdesentraliasi ditandai dengan pengambilan keputusan pada manajer
tingkat bawah karena itu dibutuhkan suatu sistem yang meningkatkan partisipasi,
kerjasama, dan koordinasi tingkat perusahaan.
c. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga mempengaruhi lingkungan perencanaan organisasi.
Mc Gregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang dikenal dengan teori X dan teori Y.
Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak
(pengontrol atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah.
Gaya kepemimpinan otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian
manajemen untuk memastikan kepatuhan karyawan. Kelebihan teori X ini yaitu secara
nyata mengkoordinasi dan pengendalian atas aktivitas khususnya ketika tanggungjawab
atas tugas tersebut tidak jelas. Kelebihan lain, gaya kepemimpinan ini efisien dalam
kasus perbedaan bahasa dan budaya. Namun kelemahannya, tidak mendorong
partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan dan
rusaknya motivasi. Teori Y adalah gaya kepemimpinan demokratis, mendorong
keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan
keputusan. Kelebihannya yaitu, proses penyusunan anggaran lebih fleksibel dan
memberikan peluang bagi karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi,
mengekspresikan ide-ide mereka dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif.
Namun kelemahannya adalah dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
menyelesaikan anggaran karena komunikasi dan negoisasi bolak-balik antar
departemen.
d. Stabilitas Lingkungan Organisasi
Lingkungan eksternal meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan,
struktur industry yang melayani organanisasi, hakikat persaingan dan lain-lain.
Lingkungan yang stabil mengenakan risiko yang terbatas dan memungkinkan proses
penetapan tujuan menjadi demokratis dan partisipatif. Lingkungan yang berubah dengan
cepat menghasilkan situasi yang beresiko tinggi. Untuk menghadapi perubahan
semacam itu, keputusan harus dibuat dengan cepat dan tegas, dalam kasus ini gaya
kepemimpinan otoriter terbukti lebih efisien dibandingkan dengan gaya kepemimpinan
yang demokratis dan partisipatif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyusunan anggaran merupakan suatu tugas yang bersifat teknis. Aspek
keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam
proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong ketika manusia
mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran sering kali dipandang sebagai
penghalang atau ancaman birikratis terhadap kemajuan karir.
struktur organisasi, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, tingkat partisipasi
karyawan dalam pengambilan keputusan, jumlah slack yang diperbolehkan, dan tingkat
tekanan yang akan didorong oleh anggaran tersebut adalah beberapa faktor yang akan
mempengaruhi jawabannya.
Meskipun tidak ada jawaban definitif yang dapat diterapkan di semua organisasi,
terdapat beberapa aturan umum yang berlaku. Partisapasi angkatan kerja dalam
pengambilan keputusan telah ditunjukan memiliki dampak psikologis positif terhadap
angkatan kerja dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas dari output pekerja.

Anda mungkin juga menyukai