Resiko Bunuh Diri
Resiko Bunuh Diri
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa” dinyatakan
sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada
kematian (2007).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2010), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan
rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah
tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin
tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa
gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan
bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke
luar dari keadaan depresi berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
B. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
Mempunyai ide untuk bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Impulsif
Menunjukan perilaku yang mencurigakan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Latar belakang keluarga
C. Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34
remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa
tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah
dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa.
Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada
puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam
otak itu bisa menjadi petunjuk dalam neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam
otak) kejiwaan manusia. Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan
kadar ketiga cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi
para korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh
adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi.
Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa
juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di sini
merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu bisa
menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat
kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang idak menyadari Proses
Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru
paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan
bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti
minum racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila
yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan
atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga
bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian
dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya
akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta
ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan
kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku
resiko bunuh diri meliputi:
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
untuk perilaku resiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan
perilaku resiko bunuh diri.
D. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan,
atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau
melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat
individu semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
E. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
F. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih
untuk bunuh diri.
G. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.
J. Pohon Masalah
Perilaku destruktif
Korban
kekerasan
fisik
Kehilangan
Masa kecil tidak perkerjaan
menyenangkan
Faktor presipitasi
Faktor predisposisi
K. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri
Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa yang
menghina atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan,
memberikan benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah,
insomnia menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik : upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan, afektif, zat adiktif,
depresi remaja, gangguan mental lansia
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress
multiple (pindah, kehilangan,putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin),
penyakit kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku,
putus asa, harga diri rendah, antisocial
6. Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut
terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya.
- Sasaran jangka pendek : klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin
mencederai diri.
- Saran jangka panjang : klien tidak akan mencederai diri
M. Terapi obat
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa lain dengan
perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik setelah menerima sedasi
ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu tidurnya terganggu. Benzodiazepin
merupakan obat terpilih dan ramuan yang khas ialah Lorazepam (Ativan) 1 mg 1-3x
sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien mungkin meningkat dengan penggunaan
teratur Benzodiazepin dan iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk bunuh diri,
maka Benzodiazepin harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap
keras dan bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan
pasien harus diikuti dalam beberapa hari.
Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi tidak biasanya untuk mulai
memberikan antidepresiva di UGD. Bila diberi resep, harus diadakan perjanjian untuk
pemeriksaan lanjutan, sebaiknya keesokan harinya.
Rujukan-Silang :
Putus alkohol, depresi, hospitalisasi, mutilasi-diri.
3. TUJUAN KEPERAWATAN
Klien tetap aman dan selamat
Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat meningkatkan harga diri
4. TINDAKAN KEPERAWATAN
Melakukan kontrak pengkajian dengan klien
Menemani klien terus menerus
Menjauhkan semua benda yang membahayakan klien
Memastikan bahwa klien telah benar-benar meminum obatnyajika klien
mendapatkan obat
Menjelaskan dengan lembut kepada klien bahwa perawat akan melindungi klien
sampai klien tidak mempunyai keinginan bunuh diri
Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri
Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
2. KERJA
“Apakah Bapak A pernah berniat untuk bunuh diri?”
“Apakah Bapak A pernah mencoba bunuh diri?Dengan cara apa? Apa yang Bapak A
rasakan saat itu?”
“Apa yang menyebabkan Bapak Amemiliki perasaan ingin mengakhiri kehidupan
Bapak A?”
“Bapak A tampaknya membutuhkan pertolongan karena Bapak A punya keinginan
untuk bunuh diri untuk itu saya akan menemani Bapak A di sini.”
“Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Bapak A untuk memastikan tidak ada
benda yang membahayakan Bapak A.”
“Apakah Bapak A telah meminum obat yang diberikan oleh perawat? Kalau belum
saya akan membantu Bapak A untuk minum obat.”
“Apa yang Bapak A lakukan bila keinginan bunuh diri tersebut muncul?”
“Saya akan membantu Bapak A agar keinginan untuk bunuh diri hilang.”
“Kalau keinginan bunuh diri itu muncul,Bapak A bisa langsung meminta bantuan
perawat atau keluarga yang mengunjungi. Katakan pada kami bahwa keinginan
bunuh diri itu muncul.”
“Cara lain yang bisa digunakan adalah mengalihkan perhatian atau pikiran Bapak A
dengan cara mencari teman untuk diajak berbincang-bincang.”
3. TERMINASI
Evaluasi Perasaan Klien Setelah Berbincang-bincang
“Bagaimana perasaan Bapak A setelah kita berbincang-bincang? Apakah Bapak
A merasa ada manfaatnya kita berbincang-bincang saat ini?Apakah saat ini
keinginan bunuh diri itu ada?”.
Evaluasi Isi Materi yang Sudah Dibicarakan pada Pertemuan Ini
“Apakah Bapak A masih ingat cara mengatasi keinginan bunuh diri? Coba Bapak
A sebutkan agar keinginan bunuh diri itu tidak muncul lagi.”
Tindak Lanjut
“Saya harap bila nanti keinginan untuk bunuh diri itu muncul lagi,Bapak A bisa
mempraktikkan cara-cara yang sudah kita pelajari tadi.”
Kontrak untuk Pertemuan yang Akan Datang
a. Topik : “Baiklah kita sudah berbincang-bincang selama 15 menit, bagaimana
kalau nanti kita berbincang-bincang tentang cara mengatasi rasa bersalah dan
rasa rendah diri yang Bapak alami?”
b. Tempat: “Dimana tempatnya nanti kita berbincang-bincang?Bagaimana
kalau disini saja?”
c. Waktu : “Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11 siang nanti, setelah
Bapak A bertemu dengan teman-teman?”
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
ORIENTASI:
”Selamat pagi ibu/bapak, ini dengan ibu/bapak siapa?
“Senang dipanggil apa ibu/bapak?”
“Perkenalkan saya Alfin, biasa di panggil Nisa, saya mahasiswa Keperawatan UMM
yang mendapat tugas untuk praktek di ruang ini.”
“Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang mengenai apa yang ibu/bapak
rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin ibu/bapak
sampaikan dan saya akan menjaga kerahasiaannya. Bagaimana kalau kita lakukan
disini saja ibu/bapak? Jam berapa kita dapat berbincang – bincang?
KERJA
“Bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini?
”Apa yang ibu/bapak rasakan setelah ini terjadi?
“Apakah dengan masalah ini ibu/bapak paling merasa menderita di dunia ini?
“Apakah ibu/bapak pernah kehilangan kepercayaan diri untuk mengahadapi hidup
ini?
“Apakah ibu/bapak merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang
lain?
“Apakah ibu/bapak merasa bersalah atau pernah mempersalahkan diri sendiri?
“Apakah ibu/bapak sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?
“Apakah ibu/bapak berniat untuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau
berharap bahwa ibu/bapak mati saja? Apakah ibu/bapak pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang ibu/bapak rasakan setelah mencoba
melakukannya?”
“(Baiklah, tampaknya ibu/bapak membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar
ibu/bapak ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang membahayakan
ibu/bapak)”
”Karena ibu/bapak tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup maka saya tidak akan membiarkan ibu/bapak sendiri”
”Apa yang ibu/bapak lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Ya, saya setuju dengan ibu/bapak, kalau keinginan itu muncul maka ibu/bapak harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang membesuk. Jadi ibu/bapak jangan sendirian ya, katakan kepada teman,
perawat, atau keluarga jika ada dorongan untuk mengakhiri hidup.”
”Saya percaya ibu/bapak dapat mengatasi masalah ini.”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan ibu/bapak setelah kita bincang – bincang ?
“Tadi kita sudah berdiskusi tentang cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri, coba
sekarang ibu/bapak sebutkan cara tersebut ?
“Ya benar sekali ibu/bapak. Untuk pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan
tentang meningkatkan harga diri ya ibu/bapak. Jam berapa ibu/bapak bersedia
berbincang-bincang seperti ini lagi? Mau dimana tempatnya ibu/bapak?”
“Baik kalau begitu saya permisi dulu ya ibu/bapak, Selamat pagi ibu/bapak.”
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret
2015 dari alamat web: http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-
resiko-bunuh-diri.html
Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3).
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama