Anda di halaman 1dari 15

1

LAPORAN LABORATORIUM LINGKUNGAN


SEDIMENTASI

KELOMPOK 9

ANGGOTA:

Octo Sindji 1806148990

Nathasya Gabriela 1806200822

Ricky Emarpasha 1806200740

Rudang Clarizza 1806200671

Asisten Tugas Besar : Idhar Muhtar

Pengajar :

Nilai :

Paraf :

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2020

Universitas Indonesia
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tipe-tipe sedimentasi dan
pengaplikasian pada sedimentasi di Bidang Teknik Lingkungan.
1.2 Dasar teori
1.2.1 Pengertian Sedimentasi
Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan
cairan (slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki konsentrasi tinggi
dengan menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi berperan penting dalam
berbagai proses industri,misalnya pada proses pemurnian air limbah, pengolahan air
sungai, pengendapan partikel padatan pada bahan makanan cair, pengendapan kristal dari
larutan induk, pengendapan partikel terendap pada industri minuman beralkohol, dan
lain-lain. Ketika suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding
atau partikel padatan lainnya, kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding
maupun dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel
padatan berada pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada
kecepatan rendah, peristiwa ini disebut hindered settling. Pada hindered settling,
kecepatan endapan yang turun ke bawah akan semakin lama, sehingga untuk
memperoleh hasil sedimentasi sampai proses pengendapan berhenti memerlukan waktu
yang cukup lama pula.Guna menghasilkan proses sedimentasi yang optimum maka perlu
menentukan waktu pengendapan yang efektif. Waktu pengendapan yang efektif dapat
diasumsikan sebagai batas saat terjadi perubahan pengendapan dari free settling
hindered settling [ CITATION Gea03 \l 1057 ].
Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan
flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih
berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan bentuk partikel akan
mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan konsentrasi
partikel mempengaruhi pemilihan 2 tipe bak sedimentasi, dan temperatur mempengaruhi
viskositas dan berat jenis cairan. Semua faktor yang disebutkan di atas mempengaruhi
kecepatan mengendap partikel pada bak sedimentasi. Oleh karena itu dibutuhkan data

Universitas Indonesia
3

kecepatan turunnya partikel untuk mendesain bak sedimentasi yang efektif dan efisien
[ CITATION ADi08 \l 1057 ]
1.2.2 Parameter Sedimentasi dan Faktor yang
Mempengaruhi
- Konsentrasi dan Kemampuan Partikel untuk Berinteraksi
Selain itu, konsentrasi dan kemampuan partikel untuk berinteraksi juga menjadi
parameter proses sedimentasi. proses pengendapan dibagi menjadi 4 yaitu
pengendapan diskrit (tipe 1 - discrete settling) dimana partikel mengendap secara
individual dan tidak terjadinya interaksi antar partikel, pengendapan flokulen (tipe 2 -
flocculant settling) dimana ada interaksi antar partikel sehingga kecepatan
pengendapan bertambah, pengendapan zona (tipe 3 – zone settling) dimana
pengendapan terjadi di Lumpur biologis dan antar partikel saling menahan partikel
lainnya untuk mengendap dan yang terakhir yaitu pengendapan terkompresi (tipe 4 –
compression settling) dimana terjadi pemampatan partikel akibat dari berat partikel.
- Kecepatan Pengendapan
Parameter dari proses sedimentasi adalah kecepatan pengendapan. Kecepatan
Pengendapan dipengaruhi oleh beban permukaan yang disebut surface loading atau
overflow rate (OR). partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (v s) lebih
besar dari overflow rate (OR). Hal ini dipengaruhi oleh faktor kedalaman bak sedimentasi
(m), waktu detensi (hari), debit (m3/hari), dan luas permukaan bak (m2).
1.2.3 Aplikasi Sedimentasi Type 2 di Bidang Teknik
Lingkungan
Pada bak sedimentasi type 2 terjadi proses pengendapan flok yang telah
terbentuk dari proses sebelumnya yaitu koagulasi dan flokasi. Sehingga bak sedimentasi
2 ini memegang peranan yang cukup penting yang berhubungan dengan proses
koagulasi-flokasi pada Unit Pengolahan Air Baku. Tujuan dibentuknya bak sedimentasi
type 2 ini tentu saja adalah untuk mengoptimalkan pengendapan flok yang terjadi karena
adanya interaksi tarik menarik antar partikel mikroflok yang bergabung dan membentuk
gumpalan yang akhirnya akan mengendap, tetapi kadangkala flok tersebut pecah kembali
sehingga membentuk partikel koloid yang sungkar diendapkan. Sehingga Seorang
Sarjana Teknik Lingkungan harus dapat mengoptimalkan fungsi dari bak sedimentasi

Universitas Indonesia
4

type 2 ini sehingga dapat menurunkan tingkat kekeruhan air limbah/ air baku semaksimal
mungkin.
1.3 Alat dan Bahan
1.3.1 Alat
1. 1 Buah Ember
2. 1 Buah Cidukan
3. 1 Buah Pompa
4. 1 Buah Turbidimeter
5. 5 Buah Beaker Glass 100mL
6. 1 Buah Pinset dan Penjepit
7. 1 Buah Spatula
8. 2 Buah Kurbet
9. 15 Cawan Porselen & Kertas Filter
10. 1 Buah Penggaris
11. 1 Buah Stopwatch
12. 1 Buah Timbangan Digital
13. Tangki Air 65 Liter
14. 1 Buah Oven
15. Desikator
16. Bacth Settling Test
17. Pompa Vakum
18. Set Saringan Vakum
1.3.2 Bahan
1. 65 Liter Air Sampel Danau Mahoni
2. Kaolin
3. Koagulan
4. Air Suling
1.4 Langkah Kerja
Penentuan Kekeruhan :
1. Mengambil air sampel Danau Mahoni sebanyak 65 liter dengan ember
2. Mengumpulkan air sampel yang sudah diambil ke bak 65 Liter
3. Mengaduk air sampel supaya homogeny

Universitas Indonesia
5

4. Memeriksa kekeruhan air sampel dengan turbidimeter yang sebelumnya sudah


dikalibrasi dengan blanko
5. Setelah dikalibrasi, praktikan memasukkan kuvet yang berisi air sampel ke dalam
turbidimeter. Kuvet dibersihkan permukaannya dengan tisu sebelum dimasukkan
untuk menghindari debu yang dapat mengganggu hasil pembacaan
6. Apabila kekeruhan air sampel < 100 NTU maka praktikan perlu menambahkan
kaolin
7. Praktikan menambahkan kaolin sedikit demi sedikit sambal mengaduk /
menghomogenkan
8. Setelah penambahan kaolin, praktikan kembali memeriksa kekeruhan air sampel
apakah sudah melebihi 100 NTU
9. Setelah kekeruhan melebihi 100 NTU, praktikan menambahkan koagulan
10. Sebelum ditambahkan, praktikan menimbang koagulan terlebih dahulu dengan
timbangan analitik sesuai dosis optimum yang diperoleh dari hasil praktikum Jar
Test (jenis koagulan yang dipakai adalah PAC)
11. Setelah ditimbang, praktikan membubuhkan koagulan ke dalam air sampel sambal
mengaduk/menghomogenkan air sampel agar koagulan tersebar merata
12. Setelah itu, praktikan memasukan air sampel ke dalam batch settling test dengan
bantuan pompa
13. Melakukan pengadukan cepat dengan kecepatan 300 rpm selama 1 menit pada air
sampel
14. Setelah itu, praktikan melakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 234 rpm
selama 20 menit
15. Setelah pengadukan, praktikan mengambil air sampel dari masing – masing keran di
batch settling test pada ketinggian 20, 60, 100, 140, dan 180 cm pada saat menit ke 0,
3, 6, 10, 15, 30, 45, dan 60 untuk di uji kekeruhannya
16. Setelah praktikan mengukur kekeruhan dan mencatat hasil uji dari masing – masing
ketinggian dan menit seperti pada langkah 15, selanjutnya praktikan mengeluarkan
air sampel dari batch setting test
17. Praktikan mengukur endapan yang tersisa pada batch settling test dengan
menggunakan penggaris

Universitas Indonesia
6

Pengukuran TSS
1. Praktikan memanaskan cawan serta filter kosong dengan menggunakan oven
2. Setelah dipanaskan, praktikan mengambil cawan serta filter kosong tersebut dengan
menggunakan penjepit
3. Praktikan menimbang cawan dan filter kosong dengan timbangan analitik dan
mencatat massanya agar massa setelah ditambahkan TSS nanti dapat diketahui
4. Selanjutnya, praktikan merangkai saringan vakum
5. Praktikan meletakan filter kosong yang sudah dipanaskan di atas saringan dengan
menggunakan pinset
6. Setelah itu, praktikan menjepit saringan vakum dan memastikan penjepit kokoh dan
berada dalam posisi yang tepat
7. Praktikan menyambungkan saringan vakum ke pompa vakum
8. Praktikan melakukan pengukuran TSS air sampel pada setiap ketinggian dari menit
ke 0, 3, dan 6
9. Menuangkan air sampel secara perlahan ke saringan vakum sambil menggoyangkan
gelas air sampel agar tidak ada padatan yang menempel pada gelas
10. Setelah tidak ada air yang tersisa di atas saringan, praktikan mematikan pompa
11. Selanjutnya, praktikan memindahkan kertas filter ke cawan dengan menggunakan
pinset
12. Praktikan memanaskan cawan dan filter yang telah digunakan tadi dengan
menggunakan oven pada suhu 105oC selama satu jam
13. Setelah itu, praktikan mengambil cawan dan filter dengan menggunakan penjepit dan
memindahkannya ke desikator untuk menetralkan suhunya selama 30 menit
14. Selanjutnya, praktikan menimbang kembali cawan dan filter dengan menggunakan
timbangan analitik
15. Praktikan mencatat semua hasil uji

Universitas Indonesia
7

BAB 2
PEMBAHASAN DAN ANALISA

2.1 Data Pengamatan


Tabel 1. Data Pengamatan Pengukuran Kekeruhan
Nilai Kekeruhan (NTU)
Waktu
(menit) 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180
cm
0 98.7 121 249.8 96.2 121.7
3 92 170.6 46.5 110.8 118.6
6 30.5 48.7 125 77.5 117.2
10 15 17.6 75.8 51.6 85.8
15 10.5 11 17.3 43.5 52.6
30 7.7 9.4 7.7 10.5 12.8
45 7.5 16.8 8.6 8.7 7.2
60 7 7.8 7.4 7.2 6.7
Sumber: (Data Pengamatan, 2019)

Tabel 2. Data Pengamatan Pengukuran TSS

Waktu Kedalaman Berat TSS (gr/100ml)


(menit) (cm)
Sebelum Sesudah
20 57.3721 57.3931
60 55.8621 55.8831
0 100 60.9121 60.9331
140 72.2423 72.2591
180 51.0065 51.0373
20 55.4621 55.4731
60 60.3221 60.3331
3 100 58.7121 58.7831
140 72.0571 72.0729
180 60.9257 60.9405
20 55.3091 55.3141
60 60.3031 60.3051
6 100 57.7821 57.7849
140 64.4077 64.4155
180 63.0397 63.0631

Universitas Indonesia
8

Sumber: (Data Pengamatan, 2020)

2.2 Pengolahan dan Perhitungan


2.2.1 Nilai TSS melalui Selisih Berat Sebelum dan Sesudah Penimbangan
Cawan + Filter
ΔTSS= TSS sesudah - TSS sebelum
ΔTSS= 57,3931 - 57,3721 = 0,021 gr / 100 ml

Tabel 3. Perhitungan Selisih Berat Sebelum dan Sesudah Penimbangan Cawan


+ Filter

Berat TSS
Waktu ΔTSS TSS
Kedalaman (gr/100ml)
(menit (gr/100 Percobaan
(cm)
) Sebelu ml) (mg/L)
Sesudah
m
20 57.3721 57.3931 0.021 210
60 55.8621 55.8831 0.021 210
0 100 60.9121 60.9331 0.021 210
140 72.2423 72.2591 0.0168 168
180 51.0065 51.0373 0.0308 308
20 55.4621 55.4731 0.011 210
60 60.3221 60.3331 0.011 210
3 100 58.7121 58.7831 0.071 210
140 72.0571 72.0729 0.0158 168
180 60.9257 60.9405 0.0148 308
20 55.3091 55.3141 0.005 50
60 60.3031 60.3051 0.002 20
6 100 57.7821 57.7849 0.0028 28
140 64.4077 64.4155 0.0078 78
180 63.0397 63.0631 0.0234 234
Sumber: (Perhitungan Penulis, 2020)

2.2.2 Konversi nilai NTU ke TSS

Universitas Indonesia
9

Gambar 1 Grafik Gouda

Grafik Gouda Clay untuk nilai kekeruhan <20 NTU


Rumus 𝐶𝑇𝑆𝑆=3,7×(𝐶𝑁𝑇𝑈−14) untuk nilai kekeruhan >20 NTU
(Hasil yang didapat -> TSS TEORI)
CTSS = 3,7 x (98,7-14) = 313
Tabel 4. Konversi Nilai NTU ke TSS
Waktu Nilai Kekeruhan (NTU)
(menit) 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm
0 313 396 872 304 398
3 289 579 120 358 387
6 61 128 411 235 382
10 12 18 229 139 266
15 7 8 16 109 143
30 4 5 4 8 9
45 3 15 5 5 3
60 2 4 3 3 2
Sumber: (Perhitungan Penulis, 2020)

Universitas Indonesia
10

2.2.3 Kesalahan Relatif


Kesalahan relatif pada praktikum ini dihitung menggunakan rumus :
TSS Teori−TSS Percoban
KR= x 100 %
TSS Teori
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
TSS Teori−TSS Percoban
KR= x 100 %
TSS Teori
mg mg
313 −210
L L
KR= x 100 %
mg
313
L
KR=32.99 %
Tabel 5. Perhitungan Kesalahan Relatif
Waktu (menit) Kedalaman (cm) TSS Perc TSS Teori KR (%)
20 210 313 32.99
60 210 396 46.96
0 100 210 872 75.93
140 168 304 44.76
180 308 398 22.71
20 210 289 27.23
60 210 579 63.76
3 100 210 120 -74.64
140 168 358 53.09
180 308 387 20.42
20 50 61 18.10
60 20 128 84.42
6 100 28 411 93.18
140 78 235 66.80
180 234 382 38.72
Sumber: (Perhitungan Penulis, 2020)

2.2.4 Interpolasi Waktu Penyisihan

 313  289 
%Removal =   x 100%
 313 

Universitas Indonesia
11

Tabel 6. Persentase Penyisihan


Waktu Nilai Kekeruhan (NTU)
(menit) 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm
0 0% 0% 0% 0% 0%
3 8% -46% 86% -18% 3%
6 81% 68% 53% 23% 4%
10 96% 95% 74% 54% 33%
15 98% 98% 98% 64% 64%
30 99% 99% 100% 97% 98%
45 99% 96% 99% 98% 99%
60 99% 99% 100% 99% 99%
Sumber: (Perhitungan Penulis, 2020)

Pada 20%
Kedalaman 20 cm
20% 81%

t 6
t = 1,49032 menit

Kedalaman 60cm
20% 68%

t 6
t = 1.77593 menit
dst untuk setiap kedalaman dan % removal 30%, 40%, 50%, 60%, 70%
Tabel 7. Interpolasi Waktu Penyisihan
Kedalaman (cm)
%Removal
0 20 60 100 140 180
20% 0 1.49032 1.77593 2.71034 4.67932 4.67583
30% 0 2.23548 2.6639 4.06552 7.01898 7.01375
40% 0 2.98065 3.55187 5.42069 9.35863 9.35166
50% 0 3.72581 4.43983 6.77586 11.6983 11.6896
60% 0 4.47097 5.3278 8.13103 14.038 14.0275
70% 0 5.21613 6.21577 9.48621 16.3776 16.3654
Sumber: (Pehitungan Penulis, 2020)

Universitas Indonesia
12

20

40

60
Kedalaman (cm)

80 20%
30%
100 40%
50%
120 60%
70%
140

160

180
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Waktu Detensi (menit)

2.2.5 Grafik Isoremoval

2.2.6 Waktu Detensi


Melihat grafik isoremoval untuk masing – masing %Removal
Tabel 8 Waktu detensi masing – masing %Removal
%Removal Waktu Detensi (mnt)
20% 4.68
30% 7.01
40% 9.35
50% 11.69
60% 14.03
70% 16.36
Sumber : Olah Data Penulis, 2020

Universitas Indonesia
13

2.2.7 Over Flow Rate (OFR)

200cm 1440min 1m
OFR 20% = x x  615,38 m3/hari-m2
4, 68 menit hari 100 cm
Tabel 9 Nilai OFR masing-masing %Removal
%Removal OFR (m3/hari-m2)
20% 615.38
30% 410.84
40% 308.02
50% 246.36
60% 205.27
70% 176.04
Sumber: Olah Data Penulis, 2020
2.2.8 Total Removal

132
TR 60% = 60 + (70  60)  66, 6%
200
Tabel 10 Nilai TR dari masing – masing %Removal
%Removal TR (%)
20% 38.2
30% 50.625
40% 57.425
50% 62.425
60% 66.6
70% -
Sumber: Olah Data Penulis, 2020

Universitas Indonesia
14

OFR vs TR
700.00

600.00

500.00

400.00

300.00

200.00

100.00

0.00
35 40 45 50 55 60 65 70

Gambar 2 Grafik OFR vs Nilai Total Reomal (TR)


Sumber : Olah Data Penulis, 2020

2.3 Soal

2.3.1 Apakah Manfaat dari grafik isoremoval?


Manfaat dari Grafik Isoremoval ialah dapat digunakan untuk mencari besarnya
penyisihan total pada waktu tertentu. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menentukan
lamanya waktu pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan
efisiensi pengendapan tertentu.
2.3.2 Mengapa terjadi perbedaan kekeruhan pada masing-masing kedalaman pada
menit yang sama?
Terjadi perbedaan kekeruhan pada masing-masing kedalaman di menit yang
sama dikarenakan adanya floc yang tidak terbentuk sempurna. Dimana floc yang tidak
terbentuk sempurna yaitu bentuknya kecil, sulit mengendap. Selain itu, Air pada suhu
inlet lebih rendah dibandingkan di dalam basin, atau influent memiliki kekeruhan yang
lebih tinggi daripada biasanya.
2.3.3 Analisis Hasil
Pada praktikum sedimentasi, terdapat data kekeruhan dan data TSS. Dimana
pada data kekeruhan diukur dari kedalaman 20 cm, 60 cm, 100 cm, 140 cm, dan 180 cm.
Dimana pada kedalam tersebut mendapatkan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan
waktu yang tertera. Pada data TSS terdapat waktu yang ditentukan yaitu 0 menit, 3 menit

Universitas Indonesia
15

dan 6 menit serta kedalaman dari 20 cm, 60 cm, 100 cm, 140 cm, dan 180 cm. Pada
perhitungan TSS terdapat nilai TSS yang dihitung dari sebelum dan sesudah
penimbangan cawan dan filter.
2.3.4 Analisis Kesalahan
Pada praktikum ini, terdapat kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dan
dapat mempengaruhi keakuratan hasil praktikum, diantaranya, praktikan kurang teliti
saat menimbang koagulan sehingga menyebabkan berat koagulan bisa menjadi lebih
sedikit atau lebih banyak daripada yang seharusnya. Ini akan berpengaruh pada kinerja
koagulan yang bekerja pada dosis optimum. Pengurangan massa koagulan akibat
dibiarkan beberapa lama di ruang terbuka sebelum dimasukkan ke dalam sampel air
ataupun karena menempel pada kertas (wadah sementara koagulan sebelum
dimasukkan), sehingga tidak benar-benar menggambarkan kemampuan mengikat
pengotor pada dosis yang ditentukan. Saat dilakukan pengocokan sampel, praktikan
kurang kuat dan kurang lama dalam mengocok sehingga sampel dengan koagulan kurang
bereaksi dan sedikit membentuk flok-flok. Selain itu, akibat pengocokan yang kurang
baik ini, sampel yang dimasukkan ke dalam kolom pengendapan tidak homogen, ada
yang bereaksi dengan koagulan dan ada yang belum bereaksi. Praktikan kurang berhati-
hati saat membuka keran untuk mengambil sampel pada titik-titik kedalaman yang telah
ditentukan, sehingga ada keran yang terbuka dengan mendadak dan mengakibatkan ada
air yang tumpah. Kemungkinan air yang tumpah ini akan mempengaruhi jumlah padatan
yang ada di titik itu dan titik-titik lainnya untuk waktu selanjutnya. Praktikan kurang
teliti dalam mengambil sampel untuk uji TSS dalam gelas beaker. Kurang atau lebih dari
volume yang seharusnya akan  berpengaruh dalam jumlah kandungan TSS karena
semakin banyak volume air sampel maka semakin banyak pula kandungan padatan di
dalamnya.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai