Akhlak
A. SALING MENASIHATI
1. Pengertian nasehat.
Kata “nasehat” berasal dari bahasa arab, dari kata kerja “Nashaha” yang
berarti “khalasha”, yaitu murni serta bersih dari segala kotoran. Kata “nashaha”
diambil dari “nashahtu al-’asla”, apabila saya menyaring madu agar terpisah
dari lilinnya sehingga menjadi murni dan bersih, mereka mengumpamakan
pemilihan kata-kata agar tidak berbuat kesalahan dengan penyaringan madu
agar tidak bercampur dengan lilinnya.
Nasehat dapat diartikan ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk,
peringatan, teguran) yang baik.
Ditinjau dari segi bahasa, akar kata nasehat berarti madu murni, yaitu madu
yang paling baik yang sudah dipilih diantara madu yang banyak. Sehingga
maksud dari kata nasehat yaitu mencari dan memilah sebuah perbuatan
ataupun perkataan yang mendatangkan maslahat bagi sahabatnya.
Suatu saat seseorang itu merasa dirinya sudah berusaha selalu berbuat bik dan
benar, tetapi tidak selamanya baik dan benarnya itu sesuai dengan ajaran
Islam. Oleh karena itu dibutuhkan kehadiran orang lain untuk dapat
mengingatkan dan memberikan nasehat agar dapat selalu berbuat baik dan
benar sesuai dengan ajaran Islam.
Jika demikian, memberikan nasehat bukanlah hal yang mudah, karena harus
mempertimbangkan dan memilah-milah beberapa hal sehingga nasehat bisa
diterima dengan baik oleh yang menerima dan tidak menimbulkan su’udhon
dan kebencian.
Islam mengajarkan agar dalam memberikan nasehat hendaklah saling
menasehati dalam kebaikan dan dengan kesabaran, seperti dalam firman Allah
QS. Al Ashr ayat 3 :
َّ ِاص ْوا ب
ِالصرْب َ اص ْوا بِاحْلَ ِّق َوَت َو
َ َوَت َو...
Artinya : dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat
menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr : 3)
Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa diantara hak seorang muslim
dengan muslim lainnya adalah apabila dimintai nasehat oleh saudaranya
1
tentang sesuatu maka ia harus menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang
baik dan benar. Sebagaimana Hadits Nabi SAW. berikut :
ص ْح لَهُ َوإِ َذا ِ َ ال « إِ َذا لَِقيته فَسلِّم علَي ِه وإِ َذا دع
َ َول اللَّ ِه ق ِ
َ ْك فَان
َ ص َح ْ اك فَأَجْبهُ َوإِ َذا
َ اسَتْن َ َ َ ْ َ ْ َ َُ َ يل َما ُه َّن يَا َر ُس
َ ق
ِ
َ ض َفعُ ْدهُ َوإِ َذا َم
» ُات فَاتَّبِ ْعه َ س فَ َحم َد اللَّهَ فَ َس ِّمْتهُ َوإِ َذا َم ِر
َ ََعط
Artinya: “Dari Abi Hurairoh ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : Hak seorang
muslim atas muslim lainnya ada 6: Apabila berjumpa hendaklah
memberi salam; Jika mengundang dalam sebuah acara maka
datangilah undangannya; Bila dimintai nasehat maka nasehatilah ia;
Jika memuji Allah dalam bersin maka do’akkanlah; Jika sakit
jenguklah ia dan Jika meninggal dunia maka iringilah ke kuburnya”.
(HR. Muslim)
Sikap saling menasehati sangat besar hikmah dan manfaatnya bagi kehidupan
manusia antara lain:
3. Dengan saling menasehati bisa menutupi aib dan kekurangan manusia, dan
memberikan banyak keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas
menerimanya.
1) Pengertian Ihsan
Dalam ajaran Islam, ihsan adalah tingkatan tertinggi di atas Islam dan Iman.
Ihsan merupakan esensi utama dari sebuah keimanan dan puncak tertinggi
2
dalam hal kepatuhan dan kepasrahan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam
ihsan tercakup segala perangai indah dan amal kebajikan.
Sedang Ihsan menurut istilah bahwa “kamu menyembah Allah seolah-olah kamu
melihat-Nya,tetapi jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat
kamu.”
Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu Iman,Islam, dan Ihsan. Oleh
karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian
dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya.
a. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha
membuat senang Allah yang selalu melihatnya.
b. Orang yang ihsannya kuat akan merasa malu berbuat kejahatan karena dia
selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
c. Ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya.
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan
dalam ihsan.
a) Ibadah
3
dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan
seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw
yang berbunyi,
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang
tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad,
hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
b) Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’
ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
c) Akhlak
4
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal
ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak
ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh
dari hasil maksimal ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam
muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama
manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan
terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw.
mengatakan dalam sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi
menyempurnakan akhlak yang mulia.”
4) Keutamaan Ihsan
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
ihsan.” (QS. An Nahl: 128).
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada Allah,
yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah
dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk
pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat ihsan.” (Al Baqarah:195)
5
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini
mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka
termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan
perbuatan ihasan lain yng diperintahkan oleh Allah. Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan
dalam beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu.. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang
“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan)
di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan
(kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 29)
Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita
berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika
terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap
ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena
dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat
kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya. Ihsan adalah puncak prestasi
dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang
menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar
sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang
lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh
amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat
kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah.
6
7) Contoh Ihsan