Anda di halaman 1dari 7

SALING MENASIHATI DAN BERBUAT BAIK

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

Akhlak

8. Membiasakan perilaku saling 8.1 Menjelaskan hikmah dan manfaat saling


menasihati dan berbuat baik menasihati dan berbuat baik dalam
dalam kehidupan sehari-hari. kehidupan.
8.2 Menampilkan perilaku saling menasihati
dan berbuat baik dalam kehidupan sehari-
hari.

A. SALING MENASIHATI

1. Pengertian nasehat.
Kata “nasehat” berasal dari bahasa arab, dari kata kerja “Nashaha” yang
berarti “khalasha”, yaitu murni serta bersih dari segala kotoran. Kata “nashaha”
diambil dari “nashahtu al-’asla”, apabila saya menyaring madu agar terpisah
dari lilinnya sehingga menjadi murni dan bersih, mereka mengumpamakan
pemilihan kata-kata agar tidak berbuat kesalahan dengan penyaringan madu
agar tidak bercampur dengan lilinnya.
Nasehat dapat diartikan ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk,
peringatan, teguran) yang baik.
Ditinjau dari segi bahasa, akar kata nasehat berarti madu murni, yaitu madu
yang paling baik yang sudah dipilih diantara madu yang banyak. Sehingga
maksud dari kata nasehat yaitu mencari dan memilah sebuah perbuatan
ataupun perkataan yang mendatangkan maslahat bagi sahabatnya.
Suatu saat seseorang itu merasa dirinya sudah berusaha selalu berbuat bik dan
benar, tetapi tidak selamanya baik dan benarnya itu sesuai dengan ajaran
Islam. Oleh karena itu dibutuhkan kehadiran orang lain untuk dapat
mengingatkan dan memberikan nasehat agar dapat selalu berbuat baik dan
benar sesuai dengan ajaran Islam.
Jika demikian, memberikan nasehat bukanlah hal yang mudah, karena harus
mempertimbangkan dan memilah-milah beberapa hal sehingga nasehat bisa
diterima dengan baik oleh yang menerima dan tidak menimbulkan su’udhon
dan kebencian.
Islam mengajarkan agar dalam memberikan nasehat hendaklah saling
menasehati dalam kebaikan dan dengan kesabaran, seperti dalam firman Allah
QS. Al Ashr ayat 3 :

َّ ِ‫اص ْوا ب‬
ِ‫الصرْب‬ َ ‫اص ْوا بِاحْلَ ِّق َوَت َو‬
َ ‫ َوَت َو‬...
Artinya : dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat
menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr : 3)
Dalam sebuah hadits juga disebutkan bahwa diantara hak seorang muslim
dengan muslim lainnya adalah apabila dimintai nasehat oleh saudaranya

1
tentang sesuatu maka ia harus menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang
baik dan benar. Sebagaimana Hadits Nabi SAW. berikut :

ٌّ ‫ال « َح ُّق الْ ُم ْسلِ ِم َعلَى الْ ُم ْسلِ ِم ِس‬


.» ‫ت‬ َ َ‫ ق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ َّ ‫َع ْن أَىِب ُهَر ْيَر َة أ‬
َ ‫َن َر ُس‬

‫ص ْح لَهُ َوإِ َذا‬ ِ َ ‫ال « إِ َذا لَِقيته فَسلِّم علَي ِه وإِ َذا دع‬
َ َ‫ول اللَّ ِه ق‬ ِ
َ ْ‫ك فَان‬
َ ‫ص َح‬ ْ ‫اك فَأَجْبهُ َوإِ َذا‬
َ ‫اسَتْن‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َُ َ ‫يل َما ُه َّن يَا َر ُس‬
َ ‫ق‬
ِ
َ ‫ض َفعُ ْدهُ َوإِ َذا َم‬
» ُ‫ات فَاتَّبِ ْعه‬ َ ‫س فَ َحم َد اللَّهَ فَ َس ِّمْتهُ َوإِ َذا َم ِر‬
َ َ‫َعط‬

Artinya: “Dari Abi Hurairoh ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda : Hak seorang
muslim atas muslim lainnya ada 6: Apabila berjumpa hendaklah
memberi salam; Jika mengundang dalam sebuah acara maka
datangilah undangannya; Bila dimintai nasehat maka nasehatilah ia;
Jika memuji Allah dalam bersin maka do’akkanlah; Jika sakit
jenguklah ia dan Jika meninggal dunia maka iringilah ke kuburnya”.
(HR. Muslim)

Sikap saling menasehati sangat besar hikmah dan manfaatnya bagi kehidupan
manusia antara lain:

1. Mengingatkan orang lain sekaligus mengingatkan diri sendiri agar terhindar


dari akhlak tercela.

2. Menyadarkan orang lain dan diri sendiri untuk membiasakan berakhlak


terpuji.

3. Dengan saling menasehati bisa menutupi aib dan kekurangan manusia, dan
memberikan banyak keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas
menerimanya.

B. BERBUAT BAIK (IHSAN)

1) Pengertian Ihsan

Secara bahasa, ihsan berasal dari kata Ahsana: memberi kenikmatan


atau kebaikan kepada orang lain. Hal ini seperti yang difirmankan oleh Allah Swt
dalam surat an-Nahl ayat 90. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (an-Nahl [16]:
90).

Dalam ajaran Islam, ihsan adalah tingkatan tertinggi di atas Islam dan Iman.
Ihsan merupakan esensi utama dari sebuah keimanan dan puncak tertinggi

2
dalam hal kepatuhan dan kepasrahan seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam
ihsan tercakup segala perangai indah dan amal kebajikan.

Sedang Ihsan menurut istilah bahwa “kamu menyembah Allah seolah-olah kamu
melihat-Nya,tetapi jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat
kamu.”

Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu Iman,Islam, dan Ihsan. Oleh
karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya
sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian
dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya.

Lalu bagaimana caranya? Dalam mengejawantahkan ihsan bagi mahluk sosial


seperti manusia, khususnya kaum muslim ialah dengan cara berbuat baik.
Karena dengan pemahaman ihsan ini kita merasa selalu diawasi oleh Allah Yang
Maha Melihat, dengan begitu kita tidak akan mau melakukan perbuatan buruk,
kalaupun sampai terbersit maka tetap saja kita tidak akan mau mengerjakannya
disebabkan Ihsan tadi. Selain berbuat baik Ihsan juga merupakan salah satu cara
agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-
olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang
Maha Melihat selalu melihat kita.

2) Manfaat dan Hikmah Ihsan

a. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha
membuat senang Allah yang selalu melihatnya.
b. Orang yang ihsannya kuat akan merasa malu berbuat kejahatan karena dia
selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
c. Ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya.

3) Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan
dalam ihsan.

a) Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan


semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan
cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi
dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan
kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia
merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya,
karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut

3
dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan
seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw
yang berbunyi,

“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,


dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang
tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad,
hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

b) Muamalah

Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’
ayat 36, yang     berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun     dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”

Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada


Allah dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak
dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas
ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya.
Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:

a. ihsan kepada kedua orang tua


b. ihsan kepada karib kerabat
c. ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
f. ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. ihsan dalam hal muamalah
h. ihsan dengan berlaku baik kepada binatang

c) Akhlak

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan


muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya
apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan
Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu
menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat

4
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal
ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak
ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.

Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh
dari hasil maksimal ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam
muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama
manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan
terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw.
mengatakan dalam sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi
menyempurnakan akhlak yang mulia.”

4) Keutamaan Ihsan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam QS An-Nahl ayat 128 :

‫ين ُهم حُّمْ ِسنُو َن‬ ِ َّ ِ َّ ِ


َ ‫إ َّن اهللَ َم َع الذ‬
َ ‫ين َّات َق ْوا َوالذ‬

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
ihsan.” (QS. An Nahl: 128).

Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada Allah,
yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah
dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk
pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan

‫ين ُهم حُّمْ ِس نُو َن‬ ِ َّ


Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari firman Allah
َ ‫ ( َوالذ‬dan
orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan
niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk yang telah
dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.[6]

Dalam ayat lain Allah berfirman dalam QS AL-Baqarah ayat 195 :

ِ ِ ُّ ِ‫َح ِس نُوا إِ َّن اهللَ حُي‬ ِ ِ ِ ِ


‫ني‬
َ ‫ب الْ ُم ْحس ن‬ ْ ‫َوأَنف ُق وا يِف َس بِ ِيل اهلل َوالَ ُت ْل ُق وا بِأَيْدي ُك ْم إِىَل الت‬
ْ ‫َّهلُ َك ة َوأ‬

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat ihsan.” (Al Baqarah:195)

5
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini
mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka
termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan
perbuatan ihasan lain yng diperintahkan oleh Allah. Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan
dalam beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu.. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang

ٌ‫َح َس نُوا احْلُ ْس ىَن َو ِزيَ َادة‬ ِِ


yang Allah terangkan dalam firman-Nya
َ ‫“ للَّذ‬Bagi orang-orang yang
ْ ‫ين أ‬
berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ta’ala)”
(QS Yunus: 26) Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta
menolongnya dalam setiap urusannya.

Allah Ta’ala juga berfirman,:

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫وإِن ُكن َّ تُِر ْد َن اهلل ورسولَه والد‬


‫يما‬ ْ ‫َّار اْألَخَر َة فَِإ َّن اهللَ أ ََع َّد ل ْل ُم ْحسنَات من ُك َّن أ‬
ً ‫َجًرا َعظ‬ َ َ ُ ُ ََ َ ‫نُت‬ َ

“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan)
di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan
(kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 29)

5) Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan

Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita
berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika
terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap
ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena
dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat
kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya. Ihsan adalah puncak prestasi
dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang
menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar
sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang
lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh
amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat
kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah.

6) Cara Penghayatan Ihsan Dalam kehidupan :

-  Menyembah dan beribadah kepada Allah


-  Memelihara kesucian aqidah tidak terbatal
-  Mengerjakan ibadah fardhu ain dan sunat
-  Hubungan baik dengan keluarga,tetangga dan masyarakat
-  Melakukan perkara-perkara yang baik
-  Mengamalkan sifat-sifat mahmudah
-  Bersyukur atas nikmat Allah SWT.

6
7) Contoh Ihsan

Seorang Muslim yang sedang mendapatkan amanah jabatan publik di


wilayah eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, ia penuhi amanah tersebut
dengan semaksimal mungkin agar betul-betul mampu
mempersembahkan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat dan
bangsa di wilayah pekerjaannya tersebut. Amanah dan profesionalitas
merupakan ciri utama dari pejabat Muslim tersebut. Karena disadarinya,
semuanya akan dipertanggungjawabkan kepada konstituennya di dunia
ini dan terutama kepada Allah SWT kelak kemudian hari, dan selalu
berusaha menjauhi sifat khianat.

Anda mungkin juga menyukai