Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Sutiyah, MP.
Disusun oleh :
Trideo Oktonugraha
193020401039
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, atas berkat dan
kebaikannya untuk kita semua sehingga pada saat ini kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul Lahan Pasang Surut dan dapat diselesaikan dengan
tepat waktu.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas yang
di berikan oleh ibu Dr. Ir. Sutiyah, MP. pada Mata Kuliah Pengelolaan Lahan
Gambut Dan Pasang Surut. Tidak hanya itu, tujuan dari penyusunan makalah ini
sendiri untuk menambah wawasan tentang Lahan Pasang Surut bagi para pembaca
dan juga penulis.
Kami mengucapakan terima kasih banyak kepada ibu Dr. Ir. Sutiyah, MP. untuk
tugas yang diberikan. Ini tidak hanya menjadi tugas semata yang harus kami
kerjakan, namun dari tugas inilah kami bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih
lagi dan tugas ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.
Kemudian pada seluruh pihak yang dengan kerelaan hati telah membagikan
wawasan dan pengetahuannya kepada kami, sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik. Kiranya setiap ilmu yang dibagikan kepada kami dapat menjadi
berkat.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna atau
mungkin masih memiliki banyak sekali kekurangan dan kesalahan, maka dari itu
dengan rela hati, kami siap menerima setiap kritik maupun saran yang diberikan
kepada kami.
Penyusun
Trideo Oktonugraha
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................... 2
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Proses Pembentukan Lahan Pasang Surut dan Faktor Yang
Mempengaruhinya......................................................................... 3
2.2. Karakteristik Lahan Pasang Surut ................................................. 4
2.3. Klasifikasi Lahan Pasang Surut .................................................... 6
2.4. Manfaat Lahan Pasang Surut Pada Bidang Pertanian ................... 10
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................... 13
3.2. Saran .............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Hasil yang diperoleh sangat
tergantung kepada cara pengelolannya. Untuk itu perlu memahami karakteristik dan
sifat dari lahan pasang surut.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan Makalah Lahan Pasang Surut adalah untuk mengetahui
proses pembentukan lahan pasang surut dan faktor yang mempengaruhinya,
karakteristik dan klasifikasi lahan pasang surut serta manfaatnya untuk pertanian.
3
2.1. Proses pembentukan lahan pasang surut dan faktor yang mempengaruhi
Lahan rawa pasang surut berada dibagian muara sungai-sungai besar, berupa
pulau-pulau delta berukuran relatif kecil yang terpisah dari daratan, atau sebagai
pulau-pulau delta besar yang menyambung ke daratan, dan diapit oleh dua sungai
besar. Rawa pasang surut terbentuk karena proses akreasi (accreation), yaitu proses
pelebaran daratan baru ke arah laut yang terjadi secara alami, karena pengendapan
bahan-bahan sedimen yang dibawa sungai (sedimen load) diwilayah bagian muara
sungai besar. Di bagian muara sungai, pada saat air sungai yang bereaksi sekitar
netral (pH 5-6), bertemu dengan air laut yang bereaksi sekitar alkalis (pH 7-9),
maka muatan sedimen sungai yang berupa bahan halus, liat sampai debu halus, akan
"menjojot" yakni membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang mengendap di dasar
laut. Pengendapan yang intensif terjadi selama musim hujan dan terus-menerus
berlangsung selama berabad-abad, lambat laun membentuk "dataran lumpur", atau
"mudflats" yang muncul sebagai daratan tanpa vegetasi sewaktu air surut, dan
tenggelam di bawah air sewaktu air pasang. Sejalan dengan waktu, tumbuhan yang
toleran air asin, khususnya api-api (Avicennia sp.) dan bakau/mangrove
(Rhizophora sp., Bruguiera sp.) akan tumbuh di lumpur, yang menjebak lebih
banyak sedimen, sehingga dataran lumpur terbangun secara vertical semakin tinggi,
dan akhirnya menjadi dataran rawa pasang surut, “tidal marsh”, atau “salt marsh”,
yang ditumbuhi oleh hutan bakau/mangrove.
Pasang surut terbentuk karena gaya tarik semua planet, terutama bulan dan
matahari terhadap bumi (Franco, 1986). Tarikan itu akan menyebabkan badan air
laut bergerak vertikal dan horizontal, sehingga permukaan air laut tidaklah statisk
4
melainkan dinamik dan selalu bergerak (Marchuk dan Kagan, 1983). Untuk
mengetahui karakteristik pasang surut laut, perlu dilakukan pengamatan di
lapangan (Hydrographic Services, 1987), dengan menggunakan alat perekam
pasang surut otomatis, rambu visual (Unesco, 1984) dan bisa juga dengan manual
atau secara digital. Data ini kemudian dihitung agar karakteristik pasang surut laut
dapat diketahui (Hydrographer of the Nurry, 1969) dan dianalisis pengaruhnya
terhadap endapan lumpur di lahan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan lahan pasang surut
antara lain, yaitu: a). Lama dan kedalaman air banjir atau air pasang serta kualitas
airnya; b). Ketebalan, kandungan hara dan kematangan gambut; c). Kedalaman
pirit, kemasaman total dan potensial setiap lahan; d). Pengaruh luapan atau intrusi
air asin atau payau; e). Tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan lahan pasang surut antara
lain, yaitu: a). Lama dan kedalaman air banjir atau air pasang serta kualitas airnya;
b). Ketebalan, kandungan hara dan kematangan gambut; c). Kedalaman pirit,
kemasaman total dan potensial setiap lahan; d). Pengaruh luapan atau intrusi air
asin atau payau; e). Tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan.
4. Tipe D, yaitu wilayah yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang, namun
demikian air pasang mempengaruhi kedalam muka air tanah pada kedalaman
lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
5. Tipe luapan A dan B, sering juga disebut sebagai pasang surut langsung,
sedangkan tipe C dan D disebut sebagai pasang surut tidak langsung.
oleh masih adanya gerakan air pasang dan air surut di sungai. Di daerah tropika
yang beriklim munson, yang dicirikan oleh adanya musim hujan dan musim
kemarau, di musim hujan ditandai oleh volume air sungai yang meningkat,
berakibat bertambah besarnya pengaruh air pasang ke daratan kiri- kanan sungai
besar, dan bertambah jauh jarak jangkauan air pasang ke arah hulu. Limpahan banjir
sungai selama musim hujan yang dibawa air pasang, mengendapkan fraksi debu
dan pasir halus ke pinggir sungai. Pengendapan bahan halus yang terjadi secara
periodik selama ber-abad-abad akhirnya membentuk (landform) tanggul sungai
alam (natural levee), yang jelas terlihat ke arah hulu dan makin tidak jelas terbentuk,
karena pengaruh pasang surut, ke arah hilir dan di muara sungai besar. Di antara
dua sungai besar, ke arah belakang tanggul sungai, tanah secara berangsur atau
secara mendadak menurun ke arah cekungan di bagian tengah yang diisi tanah
gambut. Ke bagian tengah, lapisan gambut semakin tebal/dalam dan akhirnya
membentuk kubah gambut (peat dome). Bagian yang menurun tanahnya di antara
tanggul sungai dan depresi/kubah gambut disebut (sub- landform) rawa belakang
(backswamp). Di musim kemarau, pada saat volume air sungai relatif tetap atau
malahan berkurang, pengaruh air asin/salin dapat merambat sepanjang sungai
sampai jauh ke pedalaman. Pada bulan-bulan terkering, Juli-September, pengaruh
air asin/salin di sungai dapat mencapai jarak sejauh 40-90 km dari muara sungai.
Makin jauh ke pedalaman, atau ke arah hulu, gerakan naik turunnya air sungai
karena pengaruh pasang surut makin berkurang, dan pada jarak tertentu berhenti.
Di sinilah batas zona II, dimana tanda pasang surut yang terlihat pada gerakan naik
turunnya air tanah juga berhenti. Jarak zona II dari pantai, tergantung dari bentuk
dan lebar estuari di mulut/muara sungai dan kelak-kelok sungai dapat mencapai
sekitar 100-150 km dari pantai. Sebagai contoh, kota Palembang di tepi S. Musi,
pengaruh pasang surut masih terasa, tetapi relatif sudah sangat lemah, berjarak
sekitar 105 km dari pantai. Di muara Anjir Talaran di dekat kota Marabahan di
Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, yang berjarak (garis lurus) sekitar 65
km dari muara, pasang surut relatif masih agak kuat. Pencapaian air pasang di
musim hujan dan air asin di musim kemarau pada tiga sungai besar di Sumatera
adalah S. Rokan: 48 dan 60 km, S. Inderagiri: 146 dan 86 km, dan S. Musi 108 dan
10
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang lahan pasang surut dapat disimpulkan
bahwa proses pembentukan lahan pasang surut dimulai dari proses endapan sungai
atau laut sebagai akibat pasang surut air laut. Kemudian terbentuk endapan muda
yang berasal dari pengendapan bahan sungai yang bermuara di daerah tersebut.
Hasil endapan membentuk tanah aluvial yang merupakan jenis tanah yang
terbentuk karena endapan.
Karakteristik lahan pasang surut berdasarkan tipologi terbagi menjadi 2 yaitu
tipologi lahan yang terdapat pada zona pasang surut air payau dan lahan yang
terdapat pada zona pasang surut air tawar. Karakteristik lahan pasang surut
berdasarkan pada tipe luapan air pasang, yaitu tipe luapan A, tipe luapan B, tipe
luapan C, tipe luapan D dan tipe luapan A dan B.
3.2. Saran
Saya berharap pembaca dapat memahami isi dari makalah yang telah susun ini
dan berharap pula pada masukan kepada pihak terkait atas kemajuan dan kritik
untuk makalah saya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Riza, I., Alkasuma. 2008. Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Strategi
Pengembangannya Dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal Sumberdaya
Lahan. 2(2) : 95-104. (www.neliti.com). Diakses Pada 01 Desember
2020.
Kurniawan, A. Y. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis pada
usahatani padi lahan pasang surut di Kecamatan Anjir Muara
Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan. AGRIDES: Jurnal
Agribisnis Perdesaan, 2(1), 9263.
Mulia, Hendra Sahuri., Asmahan Akhmad., & Rini Hazriani. 2011. Evaluasi
Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut Untuk Tanaman Padi Di
Kecamatan Teluk Pakedai Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Sains
Mahasiswa Pertanian. 2(1). (jurnal.untan.ac.id). Diakses Pada 01
Desember 2020.
Nazemi, D., & Hairani, A. (2012). Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Pasang
Surut Melalui Pengelolaan Lahan dan Komoditas. Agrovigor: Jurnal
Agroekoteknologi, 5(1), 52-57.
Suriadikarta, D. A., & Sutriadi, M. T. (2007). Jenis-jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Litbang
Pertanian, 26(3), 115-122.
Susilawati, Ani., Erwan Wahyudi., & Nurimdah Minsyah. 2017. Pengembangan
Teknologi untuk Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut
Berkelanjutan. Jurnal Lahan Suboptimal. 6(1) : 87-94.
(www.jlsuoptimal.unsri.ac.id). Diakses Pada 01 Desember 2020.
Thony, Agoes., Endah Novitarini. 2020. Kajian Usaha Tani PAdi Di Lahan Pasang
Surut Dan Penerapan Teknologi Tepat Guna Di DEsa Banyuurip
Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Jurnal Agribis. 13(2)
: 1502-1513. (jurnal.umb.ac.id). Diakses Pada 01 Desember 2020.