Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
(K4418031)
Periode modern Cina dibuka dengan kekalahan pertama dari Barat dalam Perang
Candu Pertama pada tahun 1842. Sejak saat itu istana Qing yang diperintah orang-orang
dari etnis Manchu berjuang untuk menahan gangguan asing ke Cina.
Namun, upaya untuk menyesuaikan dan mereformasi metode-metode pemerintahan
tradisional dibatasi oleh budaya pengadilan yang sangat konservatif yang tidak ingin
memberikan terlalu banyak wewenang untuk melakukan reformasi.
Setelah kekalahan dalam Perang Candu Kedua pada tahun 1860, Qing mencoba
memodernisasi dengan mengadopsi teknologi Barat tertentu melalui Gerakan
Penguatan Diri dari tahun 1861. Dalam perang melawan Taiping (1851–64), Nian (1851–
68), kaum muslim Yunnan (1856–68) dan Lautan Barat (1862–1777), pasukan imperial
tradisional terbukti tidak kompeten dan menunjukkan lemahnya pemerintahan
imperial.
Pada tahun 1895, Tiongkok mengalami kekalahan lain selama periode Perang Tiongkok-
Jepang Pertama. Kekalahan ini menunjukkan bahwa masyarakat feodal Cina tradisional
juga perlu dimodernisasi jika ingin mencapai kemajuan teknologi dan komersial.
Kombinasi dari meningkatnya tuntutan-tuntutan imperialis (dari Jepang dan Barat),
frustrasi dengan pemerintahan istana Qing dan keinginan untuk melihat Cina yang
bersatu mendorongnya munculnya geraka-gerakan nasionalisme yang membawa ide-
ide revolusioner.
Ide-ide revolusioner tersebut digaungkan oleh orang Tionghoa yang tinggal di luar
negeri, terutama di Asia Tenggara dan Amerika. Mereka yang pada umumnya
akademisi berpendidikan Barat mulai mendesak baik untuk reformasi atau revolusi
langsung.
1
Kang Youwei dan Liang Qichao muncul sebagai pemimpin mereka yang mengusulkan
pembentukan monarki konstitusional.
Sementara Sun Yat-sen memimpin kelompok campuran yang bersama-sama
membentuk Aliansi Revolusi atau Tongmenghui. Aliansi Revolusioner memiliki misi
untuk mengganti pemerintahan Qing dengan pemerintah republik, Sun sendiri adalah
seorang nasionalis dengan beberapa kecenderungan sosialis.
Baik para pemimpin revolusioner dan orang Cina di luar negeri yang membiayai upaya
mereka berakar di Cina selatan. Aliansi Revolusioner telah melakukan beberapa usaha
pemberontakan melawan Qing di tahun-tahun menjelang revolusi, namun semuanya
berhasil dihentikan oleh tentara Qing.
B. Pecahnya Revolusi
Dr. Sun sendiri berada di Amerika Serikat dalam suatu tur penggalangan dana pada
saat pemberontakan dimulai. Ia bergegas pertama ke London dan Paris untuk
memastikan bahwa kedua negara itu tidak akan memberikan dukungan keuangan atau
militer kepada pemerintah Qing dalam perjuangannya.
Pada saat ia kembali ke China, kaum revolusioner telah mengambil alih Nanjing, bekas
ibukota di bawah Dinasti Ming, dan perwakilan dari provinsi mulai berdatangan untuk
pertemuan nasional yang pertama. Bersama-sama, mereka memilih Dr. Sun sebagai
presiden sementara Republik Tiongkok yang baru berdiri.
2
Revolusi yang Prematur
Mimpi Sun Yat-Sen untuk membentuk Republik China telah tercapai, tetapi proses
konsolidasi pemerintahan baru ini jauh lebih sulit daripada yang diprediksi oleh kaum
revolusioner.
Posisi Sun Yat-sen sebagai Presiden Sementara sendiri tidak banyak berpengaruh pada
stabilitas negara baru. Meskipun Republik telah diproklamasikan pada Januari 1912,
Dinasti Qing tidak melepaskan gelarnya begitu saja dan tidak mengakui pemerintahan
republik sebagai pemerintahan yang sah. Karena tidak ada pengunduran diri resmi,
secara de facto Cina memiliki dua pemerintahan, Republik dan Kekaisaran. Tugas Sun
Yat-sen adalah memimpin Republik Cina sampai Dinasti QIng mengundurkan diri dan
kondisi negara stabil.
Selama revolusi Yuan Shikai muncul sebagai politisi paling kuat di istana kekaisaran.
Ambisi pribadinya membuatnya mengadopsi sikap pragmatis terhadap Qing dan
revolusioner, sehingga ia memilih memainkan peran mediator antara Republik dan
Dinasti Qing.
Namun, Yuan Shikai menyadari bahwa karier politiknya tidak akan bertahan lama jika
ia mengorbankan dirinya untuk Dinasti Qing. Oleh sebab itu, ia kemudian mengubah
strateginya. Ia mencoba memecahkan krisis dengan memastikan transisi yang mulus
dari Kekaisaran ke Republik. Yuan menampilkan dirinya sebagai juru damai dan
pelayan setia negara baru.
Keluarga Kekaisaran terbagi antara mereka yang lebih menyukai pengunduran diri dan
mereka yang ingin menekan revolusi. Yuan Shikai menjelaskan kepada keluarga
3
kekaisaran bahwa jika mereka ingin melawan kaum revolusioner, mereka harus
menyiapkan12 juta tael untuk membiayai perang. Akan tetapi perbendaharaan
kekaisaran kosong dan tidak ada pangeran Manchu yang siap mengorbankan kekayaan
pribadinya untuk membayar tentara
Pada tanggal 26 Januari 1912, kabinet kekaisaran bertemu di kediaman Yuan Shikai.
Empat puluh perwira tinggi pasukan Yuan telah mengirim telegram yang mendesak
Manchu untuk turun tahta. Pada malam itu, Liangpi, kepala staf angkatan darat,
dibunuh oleh seorang revolusioner fanatik dalam perjalanan pulang. Setelah
pembunuhan ini, ketakutan akan keamanan melanda keluarga kekaisaran.
Pada 27 Januari, Janda Permaisuri Longyu, istri almarhum Kaisar Guangxu dan ibu
angkat Kaisar Tiongkok terakhir, Puyi, dalam keadaan panik memohon pada deputi
Yuan Shikai untuk menyampaikan kepada jenderal pesan bahwa kaisar dan hidupnya
sendiri berada di tangannya, sehingga ia harus menyelamatkan mereka
Tiga hari kemudian, Longyu membuat keputusan untuk mengakhiri Kekaisaran yang
berusia 2.000 tahun. Ia setuju untuk mengakhiri pemerintahan Dinasti Qing. Kaum
revolusioner, yang ingin menghindari konflik lebih lanjut, memberikan keistimewaan
khusus keluarga kaisar: Kaisar akan mempertahankan gelarnya dan diperlakukan oleh
pemerintah Republik dengan rasa hormat. Di antara hal-hal lain ia akan menerima
anuitas, diizinkan untuk tinggal di istana kekaisaran, dan melakukan ritual keagamaan
tradisional
Pada tanggal 12 Februari 1912 (hari ke-25 bulan ke-12 tahun ke-3 pemerintahan Kaisar
Xuantong), Ratu mengeluarkan Dekrit Abdikasi yang berisi penyerahan kekuasaan
kepada Pemerintahan Republik. Berdasarkan dekrit itu Yuan Shikai memperoleh
wewenang untuk mereorganisasi Cina.
Segera setelah berita tentang pengunduran diri itu, Sun Yat-sen menyatakan
kesediaannya untuk segera mengundurkan diri, sehingga memenuhi sumpahnya
sebagai Presiden Sementara. Tindakan tanpa pamrih ini mendapatkan Sun rasa hormat
4
yang besar di antara orang Cina, tetapi dalam jangka panjang terbukti tindakan itu
kurang bijaksana.
Sun mendesak Yuan Shikai untuk melepaskan kekuasaan yang diberikan kepadanya
oleh Manchu, karena Kaisar tidak berhak untuk memberikan kekuatan semacam itu;
hanya rakyat yang memiliki hak ini. Namun, Sun terlalu naif menerima janji Yuan
Shikai bahwa ia akan melayani dan membela Republik. Sehingga Sun Yat-sen
menyarankan Majelis Nasional di Nanjing untuk memilih Yuan Shikai sebagai Presiden.
Pada pemilu yang diselenggarakan pada Januari 1913 – pemilihan demokratis pertama
dalam sejarah Cina – partai yang baru didirikan Sun Yat-sen, Guomindang, memperoleh
kemenangan. Meskipun terdapat fakta bahwa pemilih hanya terdiri dari laki-laki di atas
21 pembayar pajak dan telah menerima pendidikan sekolah dasar, yang berarti hanya
sekitar 40 juta orang, atau 2% dari populasi, memiliki hak untuk memilih
Pemilu adalah tonggak bersejarah dalam sejarah Tiongkok dan Guomindang muncul
sebagai kekuatan politik paling progresif di negara ini. Partai itu mendapatkan 269 kursi
dari 596 di Dewan Perwakilan Rakyat, dan 123 kursi dari 274 di Senat, sehingga
Guomindang berada dalam posisi terbaik untuk mengatur pemerintahan. Sementara itu,
Yuan Shikai diharapkan mengundurkan diri sehingga parlemen yang terpilih secara
demokratis dapat menunjuk seorang presiden baru.
Namun Sun Yat-sen dan kaum revolusioner yang telah menaruh kepercayaan mereka
pada Yuan Shikai telah membuat kekeliruan. Alih-alih melepaskan jabatan presiden
seperti yang dijanjikannya, Yuan memerintahkan pembunuhan terhadap Song Jiaoren,
salah satu pemimpin paling terkemuka di Guomindang.
Akan tetapi kemarahan publik terlalu besar untuk diabaikan. Karena takut akan
kerusuhan sipil, ia memulihkan Republik, namun tetap memerintah secara diktator
5
sampai kematiannya pada Juni 1916. Setelah berakhirnya pemerintahan Yuan, Republik
China runtuh. Panglima perang merebut kekuasaan, menciptakan kerajaan pribadi di
mana mereka memerintah seperti raja, terlepas dari pemerintah pusat yang hanya
tinggal nama.
Daftar Pustaka
6
7