Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES 1


MODUL KONDUKSI

Disusun Oleh:
Kelompok 10 JA

Elissa Oktaviana K (1806199612)


Kireyna Angela (1806148492)
Muthia Hanun (1806199814)
Sarah Ananta (1806148593)

Program Studi Teknik Kimia


Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Depok
2020
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3


1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 3
1.2 Tujuan Percobaan ..................................................................................................... 3
BAB II: LANDASAN TEORI ................................................................................................. 4
2.1 Pengertian Konduksi ................................................................................................ 4
2.2 Hukum Fourier.......................................................................................................... 4
2.3 Konduktivitas Termal ............................................................................................... 5
2.4 Tahanan Kontak Termal .......................................................................................... 6
2.5 Konduksi Keadaan Tunak ....................................................................................... 8
2.6 Konduksi Keadaan Tak Tunak................................................................................ 9
2.7 Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh .......................................................... 10
BAB III: PENGOLAHAN DATA ........................................................................................ 13
3.1 Data Pengamatan .................................................................................................... 13
3.2 Pengolahan Data Unit 2 .......................................................................................... 14
3.3 Pengolahan Data Unit 3 .......................................................................................... 20
BAB IV: ANALISIS............................................................................................................... 24
4.1 Analisis Alat dan Bahan ......................................................................................... 24
4.2 Analisis Percobaan .................................................................................................. 24
4.3 Analisis Perhitungan dan Grafik ........................................................................... 25
4.4 Analisis Kesalahan .................................................................................................. 28
BAB V: KESIMPULAN & SARAN ..................................................................................... 30
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 30
5.2 Saran......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aplikasi mengenai ilmu perpindahan kalor di berbagai bidang sudah berkembang
dengan sangat pesat pada masa kini, tidak hanya di bidang industri kimia, namun juga di
bidang otomotif bahkan rumah tangga. Kalor merupakan bentuk energi yang dapat
berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Perpindahan kalor
yang terjadi bisa dikatakan sebagai transfer panas karena adanya perbedaan suhu antara dua
benda. Transfer energi panas ini dapat berlangsung melalui konduksi, konveksi, dan radiasi.

Konduksi merupakan perpindahan panas tanpa disertai adanya perpindahan zat


perantaranya. Partikel-partikel pada benda yang dikenai panas akan bergetar dan bergerak
saling menumbuk dengan partikel disebelahnya lagi, sehingga partikel disebelahnya akan
mendapat energi panas dan ikut bergetar, begitulah seterusnya hingga ujung yang lain juga
ikut menjadi panas. Umumnya perpindahan kalor secara konduksi terjadi pada zat padat.

Proses konduksi berlangsung dalam dua kondisi, yaitu kondisi tunak dan kondisi tak
tunak. Pada konduksi tunak energi internal tidak berubah terhadap waktu, Sedangkan
kondisi tak tunak energi internal berubah terhadap waktu serta terjadi aliran kalor yang
tidak langsung setimbang secara termal.

Praktikum perpindahan panas dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman


dalam ruang lingkup perpindahan panas yang terjadi pada setiap elemen kecil dalam sebuah
system yang akan dianalisa. Pada praktikum ini, praktikan akan mensimulasikan proses
perpindahan panas secara konduksi. Pada peristiwa konduksi, koefisien perpindahan panas
dan koefisien kontak merupakan faktor yang penting, yang dalam percobaan ini akan
ditentukan besarnya untuk dua unit yang digunakan dalam percobaan. Dengan adanya
praktikum ini akan sangat membantu mahasiswa untuk lebih memahami penerapan teori
perpindahan kalor yang telah dipelajari sebelumnya.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dilakukannya percobaan konduksi ini antara lain:

• Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k,


dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi tunak dan tak tunak.
• Menghitung koefisien kontak

3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas tanpa disertai perpindahan bagian- bagian zat
perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan dari satu molekul ke molekul lain dari
benda tersebut. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan saja
tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar pada
padatan.

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan
pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah
dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi
terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Pada zat padat, energi kalor tersebut
dipindahkan hanya akibat adanya vibrasi dari atom-atom zat padat yang saling berdekatan.
Hal ini disebabkan karena zat padat merupakan zat dengan gaya intermolekular yang sangat
kuat, sehingga atom-atomnya tidak dapat bebas bergerak, oleh sebab itu perpindahan kalor
hanya dapt terjadi melalui proses vibrasi. Sedangkan proses konduksi pada fluida
disebabkan karena pengaruh secara langsung karena atom-atomnya dapat lebih bebas
bergerak dibandingkan dengan zat padat.

2.2 Hukum Fourier


Besar fluks kalor yang berpindah berbanding lurus dengan gradien temperature pada
benda tersebut. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas termal, didapatkan


persamaan yang disebut Hukum Fourier tentang konduksi kalor. Hukum Fourier merupakan
hukum dari konduksi panas yang menyatakan bahwa kecepatan perpindahan kalor melalui
sebuah material sebanding dengan gradien negatif suhu ke area sudut kanannya. Hukum
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

4
Keterangan :

q = energi panas atau laju perpindahan kalor konduksi (W)


A = luas cross section (m2)
k = konduktivitas material (Wm-1K-1) (konstanta proporsionalitas)
𝑑𝑇
= gradien temperatur ke arah normal terhadap luas A
𝑑𝑥

T = suhu (K)
x = jarak (m)

2.3 Konduktivitas Termal


Konduktivitas termal (k) merupakan suatu konstanta yang dipengaruhi oleh suhu yang
nilainya akan bertambah jika suhu meningkat. Selain memiliki karakteristik yang
dipengaruhi oleh suhu, nilai k juga merupakan suatu besaran yang dapat mengidentifikasi
sifat penghantar suatu benda. Bahan yang memiliki konduktivitas termal yang besar
biasanya dikategorikan sebagai penghantar panas yang baik, dan sebaliknya. Umumnya,
nilai k logam lebih besar daripada nonlogam, dan k pada gas sangat kecil. Unit
konduktivitas termal biasanya dinyatakan dalam Watt/moC atau BTU/jam.ft.oF.

Nilai konduktivitas termal dapat diperoleh dari persamaan umum konduksi, yaitu:

dimana ΔT adalah perbedaan suhu dan x adalah ketebalan permukaan media yang
memisahkan dua suhu Bila perubahan konduktivitas termal (k) merupakan fungsi liner
terhadap perubahan suhu, maka hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai,

Pada zat padat, energi kalor dihantarkan dengan cara getaran kisi bahan. Selain itu,
menurut hukum Wiedemann-Franz, konduktivitas termal zat padat mengikuti
konduktivitas elektrik, dimana pergerakan elektron bebas yang terdapat pada kisi tidak
hanya menghasilkan arus elektrik tapi juga energi panas. Hal ini adalah salah satu penyebab
tingginya nilai konduktivitas termal beberapa jenis zat padat, terutama logam.

5
Untuk kebanyakan gas pada tekanan sedang konduktivitas termal merupakan fungsi
suhu. Pada gas ringan, seperti hidrogen dan helium memiliki konduktivitas termal yang
tinggi. Gas padat seperti xenon memiliki konduktivitas kecil, sedangkan sulfur
hexafluorida, yang berupa gas padat, memiliki konduktivitas termal yang tinggi berdasar
tingginya kapasitas panas gas ini.

Gambar 1. Konduktivitas termal beberapa zat pada fasa (a) gas, (b) cair, dan (c) padat.

Konduksi energi kalor dalam zat cair, secara kualitatif, tidak berbeda dari gas. Namun,
karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, medan gaya molekul
(molecule force field) lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses
tubrukan molekul.

2.4 Tahanan Kontak Termal


Suatu daerah di mana analogi resistansi elektrik yang terabaikan tiba-tiba menjadi
begitu berpengaruh adalah pada interfasa dari dua media penghantar. Tidak ada dua
permukaan padatan yang selamanya memberikan kontak termal sempurna ketika keduanya
6
disambungkan. Adanya faktor kekasaran permukaan, menyebabkan terbentuknya celah
udara yang sempit seperti yang terlihat pada gambar 2(a). Konduksi melalui kontak bagian
padatan ke padatan sangat efektif, tetapi konduksi yang melalui celah udara yang memiliki
nilai konduktivitas termal yang kecil sangat tidak menguntungkan, ditambah lagi dengan
kemungkinan terjadinya radiasi termal pada celah tersebut.

Konduktansi interfasial, hc, ditempatkan pada permukaan kontak secara seri dengan
material penghantar pada sisi-sisinya. Koefisien hc ini analog dengan koefisien perpindahan
kalor. Jika ΔT adalah perubahan suhu yang terjadi pada daerah interfasa, maka Q = AhcΔT,
di mana pada tahanan kontak Q = ΔT/ Rt, dan Rt = 1/(hcA)

Gambar 2. a) Transfer kalor melalui permukaan kontak antara 2 permukaan padatan, (b)
Konduksi melalui 2 unit daerah dengan tahanan kontak

Pada gambar 2(b), dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan (bahan pertama
A, bahan kedua B) diperoleh

dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak termal dan Av untuk celah, serta memberi
Lg untuk tebal celah dan kf untuk konduktivitas termal fluida yang mengisi celah. Luas
penampang total batangan adalah A, maka dapat ditulis:

7
Tabel 1. Beberapa Nilai Konduksi Interfasial pada kisaran Tekanan 1-10 atm (Sumber:
Lienhard, 3rd ed, page 66)

Meskipun belum ada teori yang dapat meramalkan konsep tahanan kontak ini secara
lengkap, beberapa hipotesis dapat diambil:

• Tahanan kontak meningkat jika tekanan gas sekitar diturunkan hingga di bawah
nilai terbesar mean free path karena konduktivitas termal efektif akan menurun pada
keadaan ini.
• Tahanan kontak menurun jika tekanan sambungan ditingkatkan karena akan
memperluas deformasi kontak.

2.5 Konduksi Keadaan Tunak


Pada konduksi tunak, terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian
bersuhu rendah, dimana suhu tidak berubah terhadap fungsi waktu. Berdasarkan arah
pergerakan laju perpindahan kalor, konduksi tunak dibagi atas konduksi tunak dimensi satu
dan konduksi tunak dimensi rangkap.

Yang akan dibahas pada makalah ini hanyalah konduksi tunak satu dimensi, yang terbagi
menjadi :

8
➢ Sistem Tanpa Sumber Kalor
Pada aliran kalor satu dimensi dalam keadaan tunak, dimana tidak terdapat
pembangkitan kalor, persamaan umum yang berlaku adalah

Dalam koordinat silindris persamaan ini menjadi

Dengan pengaplikasian persamaan Fourier, pada dinding datar berlaku persamaan

Jika dalam system terdapat lebih dari satu macam bahan (komposit), aliran kalor
dapat ditulis

➢ Sistem Dengan Sumber Kalor


Pada beberapa proses perpindahan kalor, misalnya pada reaktor nuklir, konduktor
listrik, maupun sistem reaksi kimia, terdapat situasi di mana kalor dibangkitkan dari
dalam. Untuk sistem tunak yang disertai adanya kalor yang dibangkitkan, maka
digunakan persamaan umum,

Pada dinding datar dengan sumber kalor berlaku persamaan

2.6 Konduksi Keadaan Tak Tunak


Pada konduksi tak tunak, temperatur merupakan fungsi dari waktu dan jarak. Atau
dengan kata lain, perpindahan kalor konduksi tunak terjadi jika suhu tidak berubah terhadap
waktu dan konduksi tunak terjadi jika suhunya berubah terhadap waktu, sehingga pada
persamaan perpindahan kalor konduksi tak tunak terdapat suku dT/dt. Persamaan
perpindahan kalor konduksi tak tunak dapat dituliskan secara umum
9
dimana α merupakan difusifitas termal.

Untuk keadaan tidak tunak atau terdapat sumber kalor di dalam benda, maka perlu
dibuat neraca energi.

Sehingga persamaan konduksi tak tunak satu dimensi menjadi

Untuk aliran yang lebihd ari 1 dimensi, kita hanya perlu memperhatikan kalor yang
dihantarkan kedalam dan keluar satuan volume itu dalam ketiga arah koordinat. Neraca energi
disini menghasilkan

2.7 Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh


Panas dapat ditransfer melalui tahanan yang komposit, di mana pada satu sisi terdapat
fluida panas A dan pada sisi lainnya fluida B yang lebih dingin. Untuk kasus gabungan
seperti ini dapat digunakan koefisien perpindahan kalo menyeluruh, U, yang
diformulasikan sebagai

10
Pada gambar 3 (a) perpindahan kalor dinyatakan oleh

Gambar 3 (a) Perpindahan Kalor menyeluruh melalui dinding datar, (b) jaringan tahanan
analog (a)
Perpindahan kalor menyeluruh, yang terjadi secara konveksi dan konduksi, dihitung
dengan jalan membagi beda suhu menyeluruh dengan jumlah tahanan termal,

Sesuai persamaan diatas, koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah

Pada silinder bolong yang terkena lingkungan konveksi di permukaan bagian dalam dan
luarnya, luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida karena tergantung diameter
dalam tabung dan tebal dinding.

Gambar 4. Analogi tahanan untuk silinder bolong dengan kondisi batas konveksi
11
Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan persamaan,

Besaran Ai dan Ao merupakan luas permukaan dalam dan luar tabung dalam. Koefisien
perpindahan kalor menyeluruh dapat didasarkan atas bidang dalam atau luar tabung,
sehingga

12
BAB III
PENGOLAHAN DATA
3.1 Data Pengamatan
Unit 2
Percobaan Laju air (ml)
1 35
2 50

Percobaan 1 Percobaan 2
Node T1 air T1 Logam T2 air
T2 Logam (mV)
(˚C) (mV) (˚C)
1 33.3 0.61 32.8 0.71
2 32.6 0.78 32.8 0.82
3 32.5 0.95 32.7 1.05
4 31.9 1.2 32.7 1.27
5 31.7 1.43 32.2 1.51
6 31.3 1.71 32.1 1.83
7 31.2 1.84 32 2.09
8 30.6 2.38 31.9 2.57
9 29.9 2.72 31.8 2.75
10 29.6 3.05 31.7 3.15

Unit 3
Percobaan 1 Percobaan 2
Node
T1 air (˚C) T1 Logam (mV) T2 air (˚C) T2 Logam (mV)

1 30.3 2.95 28.7 3

2 29.3 2.74 29.3 2.8

3 31.3 2.5 28.3 2.6

4 31.4 2.33 28.8 2.4

5 30.9 2 30.2 2.2

6 31.4 1.85 29.5 2

7 31.5 1.57 28.8 1.8

8 31.1 1.39 28.6 1.6

9 32.3 1.1 30.9 1.4

13
10 32.5 0.87 29.1 1.2

3.2 Pengolahan Data Unit 2


1. Mengubah T1 dan T2 yang satuannya mV menjadi satuan ºC, dengan
menggunakan persamaan:
𝑇(℃) = [24.82 × 𝑇(𝑚𝑉)] + 29.74

Selain itu, juga dihitung Tavg node dan Tavg air untuk setiap node, sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:

2. Menghitung laju alir massa


Laju alir massa diperoleh sebagai berikut

Percobaan Laju air (ml/s)


1 78
2 80

Rata-rata laju alir = 79 ml/s


Lalu menghitung laju alir massa 𝑚̇ dengan menggunakan ρ = 1000 kg/m3
𝑚̇ = 𝑄. 𝜌
𝑚̇ = (79 × 10−6 𝑚3 ⁄𝑠). (1000 𝑘𝑔⁄𝑚3 )
𝑚̇ = (79 × 10−3 𝑘𝑔⁄𝑠).
3. Menghitung nilai konduktivitas

Nilai k untuk masing-masing bahan penyusun node dengan menggunakan


azas Black yaitu kalor yang diterima sama dengan kalor yang dilepaskan,
secara matematis ditunjukkan oleh persamaan berikut:
𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎

14
Dengan:
• 𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 = konstanta perpindahan panas (4200 J/(kg.ºC))
• 𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑜𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 = perbedaan temperatur air di tiap node
• 𝐴 = luas permukaan logam (7.9 x 10-4 m2)
• 𝑑𝑇𝑎𝑣𝑔 = beda suhu logam pada tiap node
• 𝑑𝑥 = jarak antar node
Berdasarkan data dan perhitungan :
• 𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 = 28˚𝐶
• Cp = 4200 J/kg,
• Diameter = 3.18 cm
• Luas permukaan (A) unit 2 = 0.000794 𝑚2

Nilai k untuk masing-masing node dapat dihitung dengan menggunakan cara berikut:
a. kavg baja = k node 1-2
b. kavg alumunium = (k node 3-4 + k node 4-5 + k node 5-6)/3
c. kavg magnesium = (k node 7-8 + k node 8-9 + k node 9-10)/3

Maka nilai k rata-rata untuk tiap bahan adalah:

k avg
Node Bahan k (W/moC)
(W/moC)
1-2 Baja 1608,52 1608,52
3-4 6405,57
Aluminium 6937,23
4-5 5219,84

15
5-6 9186,28
7-8 3473,19
8-9 Magnesium 7532,42 6563,46
9-10 8684,76

4. Menghitung presentase kesalahan relative (%KR)

Dengan nilai k yang didapatkan diatas, kita dapat mencari nilai rata-rata k
untuk tiap jenis bahan pada node untuk dibandingkan dengan nilai k
literaturnya.
Nilai kesalahan literatur dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

|𝑘𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 |
𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟

Nilai kesalahan literatur untuk setiap node pun didapatkan sebagai berikut:

5. Membuat profil suhu node (Tavg) dan profil suhu air keluaran (Tavg air) terhadap
L (jarak node terhadap pemanas unit 2)

16
6. Menghitung nilai koefisien kontak (hc) pada Unit 2

Dengan asumsi bahwa fluida yang terperangkap di dalam ruang kosong


adalah udara, sehingga harga kf sangat kecil jika dibandingkan dengan
nilai kA dan kB.

Maka nilai hc dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

dengan satuan m2 oC/watt, dimana

Lg : Tebal ruang kosong antara A dan B (Lg = 5µm)


kf : Konduktivitas fluida dalam ruang kosong (udara = 1)
A : Luas penampang total batang
Ac : Luas penampang batang yang kontak (Ac = 0,5A)
Av : Luas penampang batang yang tidak kontak

17
Bahan Keterangan hc
hc stainless steel dan alumunium Perhitungan 485533771

hc stainless steel dan alumunium Literatur 10716058,39

hc alumunium dan magnesium Perhitungan 1253908232

hc alumunium dan magnesium Literatur 17846213,64

Dengan rumus kesalahan literature


|𝑘𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 − 𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟 |
𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟

Sehingga diperoleh kesalahan literatur masing-masing logam yang kontak adalah:


• KR hc stainless steel dan alumunium (hc literatur = 10716058,39) =
4430,899%
• KR hc alumunium dan magnesium (hc literatur = 17846213,64) =
6926,186%

7. Menghitung nilai dari 𝑸𝒂𝒊𝒓 , 𝑸𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 , dan 𝑸𝒍𝒐𝒔𝒔


Berdasarkan persaamaan di bawah ini :

𝑄𝑎𝑖𝑟 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 . 𝑐𝑝 𝑎𝑖𝑟 . ∆𝑇 = 𝑚𝑎𝑖𝑟 . 𝑐𝑝 𝑎𝑖𝑟 . (𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑛)

𝑚𝑎𝑖𝑟 . 𝐶𝑝 𝑎𝑖𝑟 . (𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑛 )


𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 =
𝑑𝑥
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 − 𝑄𝑎𝑖𝑟

Informasi-informasi yang harus kita ketahui antara lain :


• 𝑚𝑎̇ 𝑖𝑟 = 79 × 10−3 𝑘𝑔⁄𝑠.

• 𝑐𝑝 𝑎𝑖𝑟 = 4200
• 𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑛 = 28℃
• diameter (D) logam sebesar 3,18 cm
• Luas permukaan (A) = 0,000792 𝑚2
18
• Node 1-2 (𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 32,88℃)
• Node 3-6 (𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 32,14℃)
• Node 7-10 (𝑇𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡 = 31,09℃)

Grafik 2. Suhu node rata-rata terhadap k

8. Menghitung nilai ko dan b


Membuat grafik k vs T node avg (menggunakan metode least square) dengan
menggunakan data k dan T nodeavg dari aluminium dan magnesium berdasarkan
rumus:

19
Dari grafik diperoleh persamaan sebagai berikut:
• Alumunium → y = -2011,3x + 25375
• Magnesium → y = -3781,9x + 28157
Sehingga nilai 𝑘0 dan 𝛽 untuk Alumunium dan Magnesium adalah sebagai berikut:
• Alumunium (Al) • Magnesium (Mg)
𝑐 = 𝑘0 = 25375 𝑐 = 𝑘0 = 28157
𝑚 = 𝑘0. 𝛽 = −2011,3 𝑚 = 𝑘0. 𝛽 = −3781,9
𝛽 = -0,079 𝛽 = -0,134

3.3 Pengolahan Data Unit 3


Mengkonversi nilai T1 dan T2 dari satuan mV menjadi satuan ˚C
𝑇(˚𝐶) = 24.82 × 𝑇(𝑚𝑉) + 29.74

Node T1 node (mV) T2 node (mV) T1 node (oC) T2 node (oC)


1 2.95 3 102.96 104.200
2 2.74 2.8 97.75 99.236
3 2.5 2.6 91.79 94.272
4 2.33 2.4 87.57 89.308
5 2 2.2 79.38 84.344
6 1.85 2 75.66 79.380
7 1.57 1.8 68.71 74.416
8 1.39 1.6 64.24 69.452
9 1.1 1.4 57.04 64.488
10 0.87 1.2 51.33 59.524

Membuat tabel perhitungan suhu rata-rata

T1 node T2 node T1 out air T2 out air


Node o o
T node avg (oC) o o
T out air avg (oC)
( C) ( C) ( C) ( C)
1 102.96 104.200 103.58 30.3 28.7 29.5
2 97.75 99.236 98.49 29.3 29.3 29.3
3 91.79 94.272 93.03 31.3 28.3 29.8
4 87.57 89.308 88.44 31.4 28.8 30.1
5 79.38 84.344 81.86 30.9 30.2 30.55
6 75.66 79.380 77.52 31.4 29.5 30.45

20
7 68.71 74.416 71.56 31.5 28.8 30.15
8 64.24 69.452 66.85 31.1 28.6 29.85
9 57.04 64.488 60.77 32.3 30.9 31.6
10 51.33 59.524 55.43 32.5 29.1 30.8

Menghitung luas setiap node

Pada unit 3, terjadi pengurangan besar jari-jari node. Dari referensi, diketahui diameter
awal yaitu 5.04 cm dan diameter akhir yaitu 2.55 cm.
𝑟𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑑𝑟 = = 0.00138
𝑑𝑥

Node dr (m) r (m) A (m2)


1 0.00138 0.013 0.00050
2 0.00138 0.014 0.00061
3 0.00138 0.015 0.00074
4 0.00138 0.017 0.00088
5 0.00138 0.018 0.00103
6 0.00138 0.019 0.00119
7 0.00138 0.021 0.00137
8 0.00138 0.022 0.00155
9 0.00138 0.024 0.00175
10 0.00138 0.025 0.00196

Menghitung nilai k

Nilai k didapatkan dari penurunan azas Black:

𝑄𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎

𝑚̇ ∙ 𝐶𝑝 ∙ (𝑇𝑜𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 ) = 𝑘 ∙ 𝐴 ∙ (𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑖 − 𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑖−1 )

𝑚̇ ∙ 𝐶𝑝 ∙ (𝑇𝑜𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 − 𝑇𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟 )


𝑘=
𝐴 ∙ (𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑖 − 𝑇𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑖−1 )

Diketahui m = 0.006007 kg/s, Cp = 4200 J/kg, dx = 0.025, maka nilai k dapat dihitung
sebagai berikut:

21
dT1 dT2 dT node avg T node avg
Node dT air A avg k k avg
(oC) (oC) (oC) (oC)
1-2 5.21 4.964 5.0881 1.4 101.04 0.00055 314.07
2-3 5.96 4.964 5.4604 1.6 95.76 0.00067 265.75
3-4 4.22 4.964 4.5917 2.0 90.74 0.00081 331.96
4-5 8.19 4.964 6.5773 2.3 85.15 0.00095 234.17
5-6 3.72 4.964 4.3435 2.5 79.69 0.00111 327.25 246.82
6-7 6.95 4.964 5.9568 2.3 74.54 0.00128 190.47
7-8 4.47 4.964 4.7158 2.0 69.20 0.00146 183.23
8-9 7.20 4.964 6.0809 2.7 63.81 0.00165 170.96
9-10 5.71 4.964 5.3363 3.2 58.10 0.00186 203.50

Maka diperoleh nilai kavg sebesar 246.82 W/m.oC

Menghitung kesalahan relative dari k perhitungan

Nilai konduktivitas tembaga menurut literatur adalah 385 W/m.oC, sedangkan nilai
konduktivitas yang didapatkan dari percobaan adalah 246.82 W/m.oC. Berikut adalah
nilai kesalahan dari percobaan unit 3:

𝐾𝑎𝑣𝑔 − 𝑘𝑙𝑖𝑡
%𝐾𝑅 = | | × 100%
𝑘𝑙𝑖𝑡

266.82 − 385
%𝐾𝑅 = | | × 100% = 𝟎. 𝟏𝟕%
385

Menghitung nilai k0 dan β dengan membuat grafik k vs. T node avg (metode least
square) dengan menggunakan data k dan T node avg

𝑘 = 𝑘0 (1 + 𝛽𝑇)

𝑘 = 𝑘0 + 𝑘0 𝛽𝑇

dimana nilai k menjadi sumbu y dan T menjadi sumbu x.

22
T node avg vs k
350,00
y = 3,3174x - 17,844
300,00 R² = 0,5635
250,00

200,00
k

150,00

100,00

50,00

0,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
T node avg

𝑐 = 𝑘0 = −17.844

𝑚 = 𝑘0 ∙ 𝛽 = 3.3174

𝑚 3.3174
𝛽= = = −0.1859
𝑘0 −17.844

23
BAB IV
ANALISIS
4.1 Analisis Alat dan Bahan
Pada percobaan modul Konduksi dibutuhkan alat-alat yaitu unit 2 dan 3 konduksi,
thermometer digital, steel milivoltmeter, serta tabung pengukur volume air. Percobaan
dilakukan menggunakan peralatan konduksi yang telah diinstalasi dengan sumber panas,
aliran air pendingin, dan dilengkapi dengan pembacaan temperature tiap node dalam
milivoltmeter. Untuk pembacaan temperature air keluar di tiap node digunakan
thermometer digital. Steel milivoltmeter berfungsi mengukur suhu setiap node dari 1-10.
Pengukuran air yang keluar dari setiap unit digunakan tabung pengukur volume air. Unit
2 terdiri dari gabungan 3 logam yang saling berhubungan yaitu Fe – Alumunium, Al –
Magnesium, dan Mg. Untuk node 1-2 adalah Fe, 3-6 adalah Al, 7-10 adalah Mg. Unit 3
hanya tembaga yang terhubung dengan sumber pemanas.

4.2 Analisis Percobaan


Praktikum ini bertujuan untuk menentukan koefisien perpindahan panas logam (k) dan
pengaruh suhu terhadap nilai k. Untuk setiap percobaan, praktikan melakukan pengukuran
laju alir volumetric dari air pendingin yang melewati peralatan konduksi. Praktikan juga
melakukan pengukuran temperature aliran air pendingin yang masuk dan keluar dari
peralatan konduksi. Pengukuran laju alir volumetric dan temperature ini berfungsi untuk
menunjang perhitungan kalor sensible yang diterima air pendingin yang nanti selanjutnya
akan digunakan dalam penentuan laju konduksi.

Percobaan pertama yaitu pada unit 2. Percobaan dilakukan untuk mengetahui


kemampuan masing-masing logam dalam menghantarkan panas secara konduksi. Hal
yang dilakukan praktikan pertama kali adalah mencolokkan peralatan ke sumber listrik
dan disambungkan ke kabel milivoltmeter. Praktikan mengatur pointer milivoltmeter ke
DC. Saklar utama unit 1-2 dan 3-4 dinyalakan, lalu memilih unit 2 sebagai objek
pengamatan. Suhu pada unit 2 diatur dan dicatat volumenya setiap 10 detik sebanyak 3
kali yang kemudian dirata-ratakan serta hasilnya dapat menjadi laju alir massa. Dari data
tegangan yang didapat, dapat dikonversikan menjadi suhu agar suhu di tiap node dapat
dianalisa. Pengambilan data di tiap node harus menunggu 5 menit dikarenakan harus dalam
keadaan steady. Kemudian, praktikan mengukur suhu air dengan thermometer digital dan

24
mengganti suhu pemanas lalu menunggu selama 15 menit. Percobaan pada unit 2 ini
dilakukan sebanyak 2 kali untuk perbandingan data percobaan pertama dan kedua.

Percobaan kedua yaitu pada unit 3. Tujuan percobaan ini adalah agar praktikan mampu
menjelaskan pengaruh dari luas permukaan bidang kontak terhadap laju perpindahan panas
konduksi untuk logam yang sama (Cu). Langkah pertama yaitu mencatat volume air yang
keluar unit dalam 10 detik sebanyak 3 kali (hasilnya akan dirata-ratakan untuk data
praktikum dan dihitung sebagai laju alir massa). Plat pemanas untuk pembangkit kalor
terdapat dibawah logam Cu (dekat dengan node 1). Di logam Cu dipasang 10 node yang
berhubungan dengan luas permukaan kontak yang berbeda. Di node-node tersebut
dipasang milivoltmeter agar mengetahui tegangan di masing-masing node. Data tengangan
dapat dianalisa suhu tiap nodenya. Sama seperti percobaan 1 harus menunggu 5 menit
dikarenakan harus dalam keadaan steady. Percobaan dilakukan 2 kali untuk perbandingan
data percobaan pertama dan kedua.

4.3 Analisis Perhitungan dan Grafik


Unit 2
Data hasil yang diperoleh dari percobaan menunjukkan bahwa adanya pengaruh node
dan temperature, dimana semakin besarnya node maka temperature akan semakin rendah.
Adapun penyebabnya dikarenakan jarak antar node dengan heater. Heater yang berfungsi
sebagai pemanas terlebih dahulu akan mengalirkan panas ke node 1, lalu dialirkan ke node
2 dan seterus nya hingga node ke 10. Aliran panas ini bergantung pada nilai koefisien
konduksi logam masing-masing node, yang disimbolkan dengan sebagai k.
Nilai k merupakan konstanta perpindahan laju kalor konduksi pada suatu bahan
material. Bahan material logam unit 2 adalah stainless steel, aluminium, dan magnesium.
Untuk memperoleh nilai k, digunakan perhitungan dengan menggunakan
metode Asas Black dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap
sama dengan kalor dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu kontak
antar dua permukaan (yakni air dan logam). Dari percobaan yang dilakukan pada unit 2,
dihasilkan nilai konduktivitas termal setiap logam dimana konduktivitas termal
percobaan untuk steel adalah 1608,52; konduktivitas termal percobaan untuk
alumunium adalah 6937,23; dan konduktivitas termal percobaan untuk magnesium
6563,46. Dengan demikian, konduktivitas termal yang terbesar sampai terkecil adalah
konduktivitas termal alumunium, magnesium, dan steel. Meskipun perbedaannya cukup
besar tetapi hal ini sesuai dengan nilai konduktivitas termal literatur. Benda yang
memiliki nilai konduktivitas termal yang tinggi menunjukkan bahwa benda tersebut
memiliki kemampuan menghantarkan panas yang tinggi pula.

25
Konduktivitas termal aluminium yang tinggi disebabkan oleh densitas molekul alumunium
yang lebih rendah dibandingkan magnesium dan steel. Dengan adanya densitas
alumunium yang rendah, kerapatan alumunium tersebut juga akan rendah sehingga jarak
antar partikel lebih besar dibandingkan magnesium dan steel. Jarak partikel yang
lebih besar tersebut menyebabkan partikel akan bergerak lebih bebas. Selain itu,
densitas yang rendah menandakan jumlah molekul yang lebih sedikit untuk massa yang
sama dibandingkan material yang lain. Artinya, jika sebuah molekul aluminium bervibrasi,
ia akan dengan mudah bergerak dan berkontakan sambil menghantarkan panas ke molekul
yang lain, dan hambatan panas akan kecil karena jumlah molekul yang menghantarkan
panas tidak begitu banyak.
Nilai hc yang diperoleh cukup jauh dari nilai hc secara literature, sehingga kami
memiliki kesalahan literatur yang cukup besar. Nilai hc yang dihasilkan pada percobaan
pada logam stainless steel-alumunium dan alumunium magnesium secara berurutan yaitu
485533771 𝑚20 C/Watt dan 1253908232 𝑚20 C/Watt. Sedangkan berdasarkan literatur
pada logam stainless steel-alumunium dan alumunium-magnesium secara berurutan yaitu
10716058,39 𝑚20 C/Watt dan 17846213,64 𝑚20 C/Watt. Kesalahan literatur untuk logam
stainless steel-alumunium dan alumunium-magnesium secara berurutan yaitu 4430,899%
dan 6926,186%

Perhitungan nilai 𝛽 adalah untuk mengetahui hubungan nilai konduktifitas kalor


(k) terhadap suhu. Nilai koefisien 𝛽 untuk setiap bahan percobaan dapat diperoleh dari plot
data ke grafik antara nilai k dan Tnode average dengan metode leastsquare, persamaan yang
digunakan yaitu;

Persamaan yang diatas dapat diturunkan dari persamaan regresi grafik yang telah
diplot sebelumnya, dimana nilai k sebagai sumbu y, 𝑘0 sebagai intersept sedangkan
𝑘0 . 𝛽 sebagai slope. Nilai β akan berpengaruh terhadap nilai k yang terpengaruh oleh
suhu. Apabila nilai β makin besar maka nilai k yang terpengaruh oleh suhu juga akan besar.
Nilai β yang negatif menunjukkan bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil daripada
kpada suhu standar.
Pada grafik suhu node rata rata terhadap k terlihat bahwa nilai k akan semakin turun
seiring dengan kenaikan suhu. Penurunan grafik atau nilai k dapat menunjukan bahwa
terjadinya kontak termal terhadap logam magnesium karena perpindahan panas hanya
dalam arah aksial sehingga terjadi penurunan suhu tiba-tiba. Pada grafik alumunium juga
mengalami hal yang sama, yaitu akibat adanya tahanan kontak termal yang cukup besar.
Tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara
alumunium dan magnesium sehingga terdapat fluida yang terperangkap di dalam ruangan
yang kosong antara kedua logam sehingga penghantaran panas antar logam terdapat
gangguan.

26
Unit 3
Dari hasil percobaan yang telah didapatkan, menunjukkan bahwa semakin besar
node maka temperature akan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh jarak antar node
dengan heater, dimana heater sebagai pemanas akan mengalirkan panas ke node 1 terlebih
dahulu lalu dialurkan ke node 2, dan seterusnya hingga node ke-10. Aliran panas ini
bergantung pada nilai k atau koefisien konduksi logam masing-masing node.
Untuk memperoleh nilai k, dilakukan perhitungan dengan metode Azas Black
dimana kalor yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor
dilepas logam yang terjadi akibat dari adanya perbedaan suhu kontak antar dua permukaan
(yakni air dan logam). Nilai k atau koefisien konduksi logam menunjukkan kemampuan
dalam menghantarkan panas secara konduksi, dimana semakin mudah dalam
menghantarkan panas dan jumlah kalor yang dipindahkan juga akan semakin banyak.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nlai k sebesar 246.82 W/m.oC. Baik nilai k dari
hasil perhitungan maupun literatur, nilai k tembaga termasuk cukup besar. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan logam tembaga dalam menghantarkan panas baik. Pada
unit 3 ini tidak terdapat koefisien kontak (hc) dikarenakan hanya terdapat satu bahan.
Selanjutnya, nilai  dihitung untuk mengetahui hubungan nilai konduktifitas kalor
(k) terhadap temperature. Nilai ini dapat diperoleh untuk setiap bahan percobaan dengan
memplot antara nilai k dan suhu node rata-rata dengan metode least square. Persamaan
yang digunakan adalah:
𝑘 = 𝑘0 + 𝑘0 𝛽𝑇

Dari grafik didapatkan nilai  sebesar -0.8519 dari pembagian nilai gradien dengan
intercept persamaan garis linear. Nilai β yang negative menunjukkan bahwa terjadi
penyusutan luas penampang logam, yang dapat terjadi akibat korosi pada logam. Korosi
tersebut menyebabkan logam menjadi keropos, dimana juga bisa disebabkan oleh
pengotor-pengotor logam tersebut.

27
T node avg vs k
350,00

300,00
y = 3,3174x - 17,844
250,00 R² = 0,5635
200,00
k
150,00

100,00

50,00

0,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
T node avg

Dari grafik plot suhu node rata-rata dengan koefisien perpindahan panas, secara
linear menunjukkan bahwa nilai k berbanding lurus dengan suhu. Hal ini menyatakan
hubungan bahwa semakin besar suhu node maka nilai k akan semakin besar pula. Hanya
saja pada grafik data percobaan yang diperoleh, garis yang ditunjukkan tidak terlalu linear.
Fluktuasi ini kemungkinan terjadi dikarenakan luas permukaan logam tembaga di setiap
node berbeda, sehingga dalam percobaan ini, perhitungan k tidak hanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu, namun juga perubahan luas penampang. Dari hasil perhitungan yang
didapatkan, sedikit terlihat bahwa hubungan antara luas penampang dengan nilai k
berbanding terbalik, dimana semakin besar luas penampang, maka nilai k semakin kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas penampang, maka semakin sulit pula
pendistribusian suhu.
Dalam percobaan ini, diperoleh nilai kesalahan relative yang kecil, yaitu 0.17%.
Hal ini mengindikasikan alat percobaan yang digunakan cukup berhasil memberikan
insulasi yang baik untuk mencegah adanya heat loss.

4.4 Analisis Kesalahan


Percobaan unit 2 ini menghasilkan kesalahan relatif yang cukup besar. Ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam percobaan ini antara lain
kemungkinan terjadi kesalahan pada alat (termocouple) yang digunakan sehingga data
yang diperoleh kurang akurat. Selanjutnya, rentang waktu yang cukup singkat saat
perubahan node dapat mengakibatkan suhu node belum stabil. Selain itu, kesalahan juga

28
dapat dilakukan oleh praktikan pada saat waktu pemanasan, yaitu kurang lama dari
ketentuannya sehingga diperkirakan alat belum siap digunakan. Faktor lain adalah kurang
tepatnya asumsi perhitungan yang digunakan, dimana diasumsikan system tertutup
sempurna, sehingga tidak diperhitungkan adanya heat loss, sedangkan dalam keadaan
sebenarnya sangat mungkin terdapat heat loss.

Percobaan unit 3 ini menghasilkan hasil dengan kesalahan literatur yang cukup
kecil, yaitu 0.17%. Ada beberapa factor yang mungkin dapat menjadi penyebab terjadinya
kesalahan pada pratikum ini. Rentang waktu yang singkat sekitar 1 menit saat pergantian
node dalam pengambilan data, sehingga perpindahan panas yang diperoleh kurang tepat,
dimana keadaan keluaran belum steady. Pengambilan data saat belum tercapai kondisi yang
steady, dimana terlihat dari ketidakkonsistenan termokopel dalam menampilkan data suhu,
dapat menjadi factor kesalahan, dimana menyebabkan data kurang akurat. Selain itu,
adanya kemungkinan kesalahan pada alat termokopel yang menyebabkan
kekurangakuratan data. Faktor lain adalah kurang tepatnya asumsi perhitungan yang
digunakan, dimana diasumsikan system tertutup sempurna, sehingga tidak diperhitungkan
adanya heat loss, sedangkan dalam keadaan sebenarnya sangat mungkin terdapat heat loss.

Selain itu, kesalahan dapat terjadi dikarenakan teori Joseph Black yang menyatakan
bahwa kalor yang diterima oleh suatu benda sama dengan kalor yang dilepas oleh suatu
benda tersebut (Asas Black) tidak terpenuhi karena air yang belum maksimal untuk
menyerap kalor dari logam-logam, ataupun heat loss yang tidak diketahui pasti sehingga
mempengaruhi dalam perhitungan.

29
BAB V
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
• Hubungan antara Tavg dan k bersifat fluktuatif karena k dipengaruhi variable lain
seperti M Cp, Dx, dan Tair
• Konduksi adalah fenomena perpindahan kalor secara molecular dari partikel
berenergi lebih tinggi ke partikel berenergi lebih rendah sebagai hasil interaksi
antarpartikel tanpa disertai perpindahan partikel
• Laju perpindahan panas konduksi berbanding lurus dengan konduktivitas termal,
luas permukaan, dan perbedaan temperature serta berbanding terbalik dengan jarak
• Konduktivitas termal merupakan besaran intensif yang bergantung pada jenis
material dan temperature. Pada logam, nilai konduktivitas termal berbanding
terbalik dengan kenaikan suhu. Ketika suhu diturunkan, maka konduktivitas termal
logam akan meningkat, dan sebaliknya.
• Pada peristiwa konduksi melewati benda yang mengalami perubahan luas
permukaan, nilai perubahan temperature bebanding terbalik dengan luas
permukaan

5.2 Saran
Dalam pencarian nilai A, pada unit ke 3 data nilai D atau r awal dan akhir pada tiap
node mungkin disediakan untuk menghindari asumsi serta memperbaikin insulasi pada
masing-masing unit untuk meminimalisir terjadinya heat loss yang berpengaruh pada
keakuratan data dan hasil perhitungan

30
DAFTAR PUSTAKA

Frank Kreith, Raj M. Manglik, Mark S. Bohn, “Principles of Heat Transfer”, Seventh Edition,
Cengage Learning, Inc, 2011.
J. P. Holman, “Heat Transfer, Tenth Edition”, McGraw-Hill Companies, Inc, 2010.
Yunus A. Cengel, “Heat Transfer: A Practical Approach”, Second Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc.
J.P. Holman, “Perpindahan Kalor, Edisi 6”, Penerjemah, Ir. E. Jasjfi, Erlangga, 1995.
Theodore L. Bergman, Adrienne S. Lavine, Frank P. Incropera, David P. Dewitt,
“Fundamentals of Heat and Mass Transfer”, Seventh Edition, John Wiley & Sons, Inc, 2011
Incropera, Frank P. 1976. Fundamentals of Heat and Mass Transfer 7th Edition. US:John
Wiley and Sons

31

Anda mungkin juga menyukai