Anda di halaman 1dari 4

Kasus Tinjauan Aspek Ganti Kerugian dalam Bantaran Sungai Deli

Kasus Pelurusan,
Penimbunan, Dan Penembokan
Sungai Deli Bantaran

Secara Geografis
Kelurahan Kampung Baru dan
Kelurahan Sungai Mati terletak di
Kecamatan Medan Maimun. Sebelah
barat bersebelahan dengan Bandara Polonia (Kelurahan Suka Damai), dan sebelah timur
besebelahan dengan Kelurahan Sitirejo serta Pasar Merah Darat. Kumuh, Padat, dan tanpa
sanitasi yang baik adalah gambaran tersendiri dari pemukiman masyarakat Kelurahan Sungai
Mati dan Kampung Baru. Dengan luas daerah yang hanya mencapai 1,50 km kedua kelurahan
tersebut didiami oleh 27293 jiwa.

Miskin dan tanpa pendidikan yang memadai merupakan gambaran lain dari kehidupan
masyarakat Sungai Mati dan Kampung Baru. Dari segi pendidikan mayoritas masyarakat Sungai
Mati dan Kampung Baru hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, dan wajar saja jika mayoritas
dari mereka bekerja disektor informal; Pengemudi Becak, Buruh Bangunan, Pedagang Kaki
Lima, Kerajinan Rumah Tangga, Sopir Bajai, Tukang Kayu dan lain sebagainya.

Kekumuhan serta situasi perekonomian dan pendidikan masyarakat yang rendah


kemudian letak geografis yang strategis; dipusat kota dan besebelahan dengan Bandara Polonia
yang sebentar lagi (2010) akan dijadikan Central Business Districk. Menurut amatan walhi
sumut menjadikan areal Kampung Baru dan Sungai Mati memiliki nilai tersendiri bagi
Pemerintah Kota Medan dan juga pengusaha sector perumahan dan Department Store. Untuk
daerah perluasan Central Business Districk misalnya tidak ada wilayah yang paling
memungkinkan kecuali Sungai Mati dan Kampung Baru, sebab selain wilayahnya berdekatan,
geografi tanah yang landai dan padat pemukiman serta rawan bajir menyebab harga tanah di
Sungai Mati dan Kampung Baru masih sangat rendah jika dibandingkan dengan harga di lokasi
lain ; Monginsidi, Suka Damai, Pasar Merah Darat, dan lain-lain.

Berhitung besarnya keuntungan libido bisinis PT Eka Kesuma Wijaya dan Kastil
Kencana naik sampai kekepala. Demi libido bisnis yang haus penyaluran tersebut PT Eka
Kesuma Wijaya dan PT Kastil Kencana membeli dan melakukan penimbunan di Kampung Baru
dan Sungai Mati, bahkan PT Kastil Kencana telah mengantongi Izin dari Dinas Pengairan
Sumatera Utara Untuk melakukan pelurusan Sungai Deli guna menunjang proyek yang tengah
mereka kerjakan. Walaupun Pemerintah Kota Medan mengakui bahwa proyek PT Kastil
Kencana dan PT Eka Kesuma Wijayah tersebut belum mengantongi Amdal dan IMB (Izin
Mendirikan Bangunan), penimbunan dan penembokan terus dilakukan oleh Kastil Kencana dan
Eka Wijaya Kesuma.
Implikasinya adalah penderitaan masyarakat Sungai Mati dan Kampung Baru.
Meningkatnya frekuensi banjir dan hilangnya fasilitas umum adalah indicator dari penderitaan
itu. Yang lebih memperhatinkan dari semua penderitaan tersebut adalah keterlibatnya aparat
Pemerintahan Kota Medan (Lurah dan Kepala Lingkungan) dan aparat keamanan (Polisi) dalam
melakukan intimidasi terhadap masyarakat. Penjara dan jalur hijau selalu dijadikan tameng untuk
mendesak masyarakat menjual murah tanah yang mereka miliki kepada deplover, dan wajar saja
jika kemudian sebagian kecil masyarakat terutama masyarakat Sungai Mati telah meningalkan
pemukiman mereka dengan mendapatkan ganti rugi yang tidak memadai.

Dengan penderitaan yang dialami masyarakat sebenarnya tidak tinggal diam, mereka
telah melaporkan kasus ini kepada pihak yang terkait : Pemerintah Kota Medan, DPRD Kota
Medan, DPRD Provensi, dan pemerintah Provensi Sumatera Utara. Namun seperti mencari air di
padang pasir, tidak satupun instansi terkait yang mau dan secara serius menyahuti persoalan yang
dialami masyarakat. Hampir semua instansi yang terkait tidak mau mengambil tanggung jawab
atas persoalan tersebut meskipun mereka juga mengakui bahwa proyek penimbunan,
penembokan, dan pelurusan Sungai Deli cacat secara hukum (tidak Memiliki AMDAL, dan
IMB).
Aparat Kepolisian ambil bagian dalam sejumlah kekerasan dan intimadasi dalam rangka
mengamankan proyek developer. Mereka secara langsung maupun tidak langsung melakukan
penangkapan dan penahaan terhadap masyarakat. Hak-hak social, politik, ekonomi masyarakat
seakan-akan ternafikan. Proyek terus dijalankan, dan tuntutan masyarakat dianggap angin lalu.
Padahal kementerian lingkungan hidup telah membuat pernyataan, pelarang pelurusan sungai
dan penimbunan jalur hijau. Bukannya mengindahkan pernyataan kementerian lingkungan
hidup, malah aparat Pemko Medan setingkat Lurah dan Kepling (Kepala Lingkungan), justru
memberikan dukungan yang kuat pada developer, dengan alasan jalur hijau, aparat negara
tersebut mendesak dan mengintimidasi masyarakat untuk segera menjual tanah dan pindah
kelokasi_yang_lain.

Sejauh ini baik depelover maupun pemerintah Kota Medan tidak ada yang mengaku akan
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat sebagai dampak dari kehadiran
proyek, padahal proyek penimbunan dan penembokan dan pelurusan sungai telah dimulai sejak
tahun 2000. Aparat pemerintah sekan-akan membiarkan tindakan depelover yang terus
merugikan, dan membuat kerusakan di pemukiman masyarakat. Padahal Operasi proyek tersebut
jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum, dan sepenuhnya layak dihukum sebab mereka
(depelover) sampai laporan ini dibuat belum mengantongi AMDAL baik fisik maupun social,
serta izin mendirikan bangunan (IMB).

Kesan lempar tangung jawab muncul kepermukaan, menatap persoalan penimbunan DAS
Sungai Deli dan Pemindahan Sungai Bebatuan di Kampung Baru yang dilakukan oleh PT Eka
Wijaya Kesuma yang menyebakan aliran sungai terganggu dan menghantam pemukiman
masyarakat Misalnya; Pemko Medan berkeras soal sungai adalah tanggung jawab Provinsi,
sedangkan Dinas Pengairan Provinsi Sumatera Utara justru menyalahkan Pemko Medan yang
tidak melakukan pengawasan terhadap penimbunan. Selang seminggu tim Pemko turun dan
meninjau lapangan, dari hasil peninjauan didapat kesimpulan bahwa penimbun tidak
mengantongi izin. Hasil temuan ini memunculkan pernyataan yang baru bahwa aparat kecamatan
lamban mengawasi persoalan yang ada, dan jika saja mereka bertindak secara pro aktif maka
penimbunan tersebut tidak akan terjadi. Begitu juga soal pelurusan Walikota dan Kepala dinas
Pengairan Medan mengatakan bahwa Pemko Medan tidak pernah mengeluarkan izin dan tidak
akan pernah mengeluarkan izin penimbunan DAS dan pelurusan Sungai Deli. Sementara itu
Gindo Hasibuan (wakil Kepala Dinas Pengairan) mengatakan bahwa Pemko Medan telah
mengelurkan izin pelurusan kepada PT Kastil Kencana melalui rekomendasi Walikota Medan
Abdilah Ak. MBA pada tahun 2000 dan mendapatkan persetujuan dari ketua DPRD Medan Tom
Adlin_Hajar.

Untuk persoalan ganti rugi juga demikian, Director Oprasional PT Kastil Kencana
Bernad Situmorang mengatakan bahwa mereka telah memberikan ganti rugi yang memadai pada
masyarakat khususnya masyarakat Sungai Mati (Gang Nasional, Perwira, dan Satria). Padahal
mereka hanya memberikan ganti rugi pada tuan tanah, sedangkan masyarakat yang penyewa
tanah dan pemilik bangunan tidak diperhatikan secara layak. Ambiguitas sikap pemerintah kota
ini meyebabkan developer merasa diatas angin, bukan hanya penimbunan, penembokan, serta
pelurusan sungai yang mereka lakukan. Pencaplokan tanah dan fasilitas umum, intimidasi
terhadap warga, juga mereka lakukan untuk mempercepat penyelesain proyek.

Anda mungkin juga menyukai