Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks
dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan. Pola
penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular
seperti tuberculosis paru, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), malaria, diare, dan
penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes
mellitus dan kanker. Selain itu Indonesia juga menghadapi emerging diseasesseperti
demam berdarah dengue, HIV/AIDS, chikungunya, Severe Acute Respirotary
Syndrome (SARS). Dengan demikian telah terjadi transisi epidemiologi sehingga
Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burdens).
Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang
mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena di samping belum ditemukan obat dan
vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki ”window periode” dan fase
asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal
tersebut di atas menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena gunung es.
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat
meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Tidak ada negara yang tidak
terkena dampak penyakit ini. Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum masih
rendah, tetapi Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang
terkonsentrasi yaitu adanya prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tertentu misalnya
penjaja seks dan penyalahguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya).
Meluasnya HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pembangunan
nasional secara keseluruhan. Tidak hanya berpengaruh terhadap bidang kesehatan tetapi
juga mempengaruhi bidang sosial ekonomi. Oleh karena itu HIV/AIDS harus dapat
dicegah dan ditanggulangani agar pembangunan nasional baik.
Masalah kesehatan kini menjadi fokus penting dalam asuhan kepearwatan komunitas.
Berbagai masalah dari masalah fisik, psikososial, budaya, hingga spiritual dapat menjadi

pg. 1
salah satu sumber masalah di tingkat individu, keluarga, bahkan komunitas. Dalam
proses menentukan masalah yang ada di masyarakat perkotaan, terlebih dahulu mengkaji
dan menganalisis berbagai aspek yang dapat dijadikan data penunjang dalam
menentukan masalah. Sehingga akan dapat diberikan intervensi yang sesuai yang salah
satunya melalui proses pengorganisasian masyarakat untuk menjawab masalah yang ada.
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat
alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui
langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Wahyudi, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan AIDS?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab AIDS?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan komunitas pada klien yang mengalami penyakit
AIDS?
C. TUJUAN PENULIS
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunitas 1
2. Untuk mengetahui definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway serta
penatalaksanaan pada penyakit AIDS
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan komunitas pada klien yang mengalami
penyakit AIDS.

pg. 2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV, dalam
bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh
Dapatan (Zuya Urahman, 2009).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari HIV (SudoyoAru, dkk 2009).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler
dan Brenda G.Bare, 2000 ).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan
dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and
Prevention, 2005).

B. PENYEBAB
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas
yang kuat terhadap limfosit T.

C. KLASIFIKASI
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS
(kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita
AIDS (Zuya Urahman, 2009).

pg. 3
1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam
kategori klinis B dan C.

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.


b. Limpanodenopati generalisata yang persisten (PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty)
c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
b. Kanker serviks inpasif
c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis
f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

pg. 4
i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis intestinal yang kronis
l. Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
q. Pneumonia Pneumocystic Cranii
r. Pneumonia Rekuren
s. Leukoenselophaty multifokal progresiva
t. Septikemia salmonella yang rekuren
u. Toksoplamosis otak
v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien
akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare,
neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang
kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.

pg. 5
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
E. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang
asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan
penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah
sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah,
atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

pg. 6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
2. Serologis
a. Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif,
tapi bukan merupakan diagnosa
b. Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c. Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
d. Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>)
e. T8 (sel supresor sitopatik)
Rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (T8 ke
T4) mengindikasikan supresi imun.
f. P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
g. Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
h. Reaksi rantai polymerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
i. Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf), dilakukan dengan biopsy pada
waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4. Tes Antibodi

pg. 7
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang
uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau
plasma. Tes tersebut, yaitu :
a. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
b. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
c. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
d. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
e. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut
protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk
HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut
lebih besar dari menjadi AIDS.

G. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi

pg. 8
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endocarditis
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia,
keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

pg. 9
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri

H. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang
tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu:

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien
AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :

pg. 10
a. Didanosine
b. Ribavirin
c. Diedoxycytidine
d. Recombinant CD 4 dapat larut

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus


Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
a. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,
hindari stress,gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun.
b. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Asuhan Keperawatan Komunitas

I. PENGKAJIAN
1. Core/ inti komunitas
a. Histori
Histori merupakan suatu gambaran terkait sejarah yang berkaitan dengan
kondisi perkembangan suatu wilayah tertentu yang mencakup semua komponen
yang terdapat dalam wilayah tersebut termasuk di dalamnya adalah perbatasan
wilayah.
b. Demographic
Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk dan
grafein yang berarti menulia. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-
karangan mengenai penduduk.(Mubarak Wahit dan Nurul Chayatin 2009).
Menurut A. Guillard (1985), demografi adalah elements de statistique
humaine on demographic compares. Defenisi demografi antara lain.
1) Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah kependudukan,
terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur dan perkembangan suatu
penduduk.

pg. 11
2) Demografi merupakan studi statistik dan matematis tentang besar, komposisi,
dan distribusi penduduk, serta peruban-perubahannya sepanjang masa melalui
komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, dan mobilitas
sosial.
3) Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran teritorial dan
komponen penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-sebabnya.
c. Ethnicitic
Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok
tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu yang
mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada generasi
berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistim pengklasifikasian
manusia berdasarkan karakteristik visik, pegmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah,
bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan budaya merupakan keyakinan dan
perilaku yang diturunkan atau yang diajarkan manusia kepada generasi
berikutnya. (Efendi ferry dan Makhfudli ,2009).
d. Values and beliefs
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah sesuatu
yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya baik atau buruk.
Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial atau patokan perilaku yang
dianggap pantas. Norma budaya merupakan sesuatu kaidah yang memiliki sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Nilai dan norma yang diyakini
oleh individu tampak di dalam masyarakat sebagai gaya hidup sehari-hari. (Efendi
ferry dan Makhfudli ,2009).

2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Perumahan : rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, dan
kepadatan.
b. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau
merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
c. Ekonomi

pg. 12
Tingkat social ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai dengan upah
minimum regional (UMR), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga upaya
kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuaran untuk konsumsi
jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
d. Transportasi dan Keamanan
Keamanan dan keselamatan lingkungan tempat tinggal : apakah tidak
menimbulkan stress.
e. Politik dan pemerintahan
Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan : apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan diberbagai
bidang termasuk kesehatan.
f. Komunikasi
Sarana komunikasi apa saja yang dimanfaatkan di komuitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, koran atau leaf let yang diberikan kepada komunitas.
g. Education
Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meingkatkan
pengetahuan?
h. Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka dan apakah biayanya terjangkau
oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk
megurangi stress. (R. Fallen & R Budi Dwi K, 2010).
J. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang imbul pada masyarakat tersebut. Berdasarkan
hal tersebut di atas dapat disusun diagnose keperawatan komunitas dimana terdiri dari :
masalah kesehatan, karakteristik populasi, dan karakteristik lingkungan. ( R. Fallen & R
Budi Dwi K, 2010 ).

K. Rencana Keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang
harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan

pg. 13
sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnose
keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan
maka ada 2 faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana
tersebut yaitu sifat masalah dan sumber atau potensi masyarakat seperti dana, sarana,
tenaga yang tersedia.
Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara untuk
berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan masyarakat.
b. Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan
kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok kerja kesehatan
(Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang dibentuk oleh masyarakat secara
bergotong royong untuk menolong diri mereka sendiri dalam mengenal dan
memecahkan masalah atau kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan
kemampuan masyarakat berperan serta dalam pembangunan kesehatan di wilayahya.
c. Tahap pendidikan dan latihan
1) Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
2) Melakukan pengkajian
3) Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
4) Melatih kader
5) Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat
d. Tahap formasi dan kepemimpinan
e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap ahkir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi serta
memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja kesehatan lebih
lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan sebagai
berikut :
1) Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2) Demonstrasi pengolahan dan pemilihan yang baik
3) Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui pemeriksaan
fisik dan laboratorium

pg. 14
4) Bekerja dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan lingkungan atau
komunitas bila stressor dari lingkungan.
5) Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

L. Implementasi
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawat yang dihadapi. Hal-hal yang yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksaan
kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah:
1. Melaksanakan kerja sama lintas program dan linytas sektoral dengan instansi terkait
2. Mengikut sertakan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat dan kelompok dan
kelompok masyarakat dalam menghatasi masalah kesehatannya.
3. Memanfaatkan potensi dan sumbar daya yang ada di masyarakat

Level pencagahan dalam pelaksanaan praktek keperawatan komunitas terdiri atas:

1. Pencegahan primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsian dan diaplikasikannya
kedalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan khusus terhadap penyakit
2. Pencegahan sekunder
Pencagahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat untuk
menghambat proses patologis, sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkatb
keparahan.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau terjadi ketidak mampuan sambil stabil
atau menetap, atau tidak dapat diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi sebagai
pencegahan primer lebih dari upaya penghambat proses penyakit sendiri, yaitu
mengembalikan individu pada tingkat berfungsi yang optoimal dari ketidak
mampuannya.

M. Evaluasi

pg. 15
Evaluasi di dilakukan atas respons komunitas terhadap program kesehatan. Hal-hal
yang dievaluasi adalah masukan (input),pelaksanaan (proses),dan akhir akhir (output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun semula .Ada 4 deminsi yang perlu dipertimbangkan
dalam melaksanakan penilaian ,yaitu :Daya guna ,hasil guna , kelayakan ,kecukupan
Adapun dalam evaluasi difokuskan dalam :
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan
b. Perkembangan atau kemajuan proses
c. Efensiensi biaya
d. Efektifitas kerja
e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat/ menurun , dalam rangka waktu
berapa ?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini :

Keterangan:

= peran dari masyarakat

= Peran perawat

Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk mendirikan klien dalam
menanggulangi masalah kesehatan ,pada awalnya peran perawat lebih beser dari pada
klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar dari pada perawat.

Tujuan akhir perawat komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait


lima tugas kesehatan yaitu :mengenal masalah kesehatan ,mengambil keputusan
tindakan kesehatan ,merawat anggota keluarga ,menciptakan lingkungan yang dapat
mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta menfaatkan fasilitas

pg. 16
pelayanaan kesehatan yang tersedia ,sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui proses keperawatan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Data inti komunitas Meliputi :
1. Data Geografi
2. Jumlah Penduduk                    :  529 jiwa
a. Berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin A %
1 Laki-laki 258 49
2 Perempuan 271 51
Total 529 100
Berdasarkan tabel diatas distribusi jenis kelamin, menunjukan bahwa sebagian besar
penduduk berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 271 orang (51%), dan laki-laki 258
0rang ( 49%). Hal ini dikarenakan banyak laki-laki yang bekerja diluar daerah.
b. Berdasarkan kelompok usia
No Umur/ tahun A %
1 Bayi / balita (0-5) 19 4
2 Anak – anak                      60 11
3 Remaja 69 13
4 Dewasa    343 65
5 Lansia 38 7
Total 529 100

- Studi dokumen

pg. 17
Berdasarkan tabel distribusi umur, menunjukkan bahwa kelompok umur
tertinggi yaitu dewasa berjumlah 343 orang (65%) , sedangkan kelompok umur
yang terendah adalah kelompok umur 0-5 tahun berjumlah 19 orang (4%).

3. Ethnicity
Distribusi keluarga berdasarkan ethnicity atau suku
No Suku A %
1 Sunda   450 85
2 Jawa   79 15
Total 529 100
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat A menunjukkan bahwa suku mongondow
450 orang (85%), Jawa 50 orang (9%), Bugis 29 orang (6%)

4. agama
Distribusi penduduk berdasarkan agama
No Agama A %
1 Islam 465 88
2 Kristen 35 7
3 Katolik 29 5
4 Hindu 0 0
5 Budha 0 0
Total 529 100
- Study Dokumen
Berdasarkan hasil study dokumen penduduk berdasarkan agama, menunjukkan bahwa
yang beragama islam yaitu 465 orang (88%) sedangkan yang beragama katolik 29 orang
(5%), Kristen 35 0rang (7%) , hindu, budha tidak ada.
- Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara warga memiliki nilai-nilai dan keyakinan warga menilai
bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang di sebabkan oleh pergaulan bebas, sering bergonta-
ganti pasangan dan ketergantungan pada NAPZA dan harus diasingkan atau dijauhkan dari
lingkungan.

5. Pendidikan
No Pendidikan Frekuensi Persen
%

pg. 18
1 Tidak tamat SD 80 15
2 SD 180 34
3 SMP 100 19
4 SMA 115 22
5 Tidak tamat D1,D2,D3 10 1,8
6 Tamat S1 24 4,5
7 >S1 1 0,1
8 Belum sekolah 19 3,5
Total 529 100
- Study Dokumen
Berdasarkan table distribusi study dokumen tingkat pendidikan terakhir diketahui
bahwa tingkat pendidikan terakhir tertinggi yaitu SD sebanyak 180 orang (32%), sedangkan
yang terendah yaitu >S1 sebanyak 1 orang (0,1%).
- Wawancara
Dari hasil wawancara ternyata warga masyarakat belum pernah mendapatkan
informasi tentang penyakit HIV AIDS baik dari tenaga kesehatan maupun melalui leaflet.
Pada daerah tersebut belum pernah diadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit HIV
AIDS.
- Angket
Berdasarkan hasil angket bahwa 70% warga memiliki pengetahuan buruk tentang
HIV/ AIDS.
Data Sub Sistem Komunitas
1. Lingkungan Fisik
a. Wawancara
Berdasarkan Hasil wawancara sumber air masyarakat didapat dari sumur dan
kualitas air tercampur oleh limbah pabrik, Rumah berdempetan dan berada di
kawasan industry.
b. Observasi
Berdasarkan hasil observasi setelah di periksa ternyata air terlihat kotor dan
tercampur oleh limbah.
2. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
a. Studi Dokumen
Dari hasil studi dokumen didapatkan data remaja yang menggunakan narkoba
jenis suntik, ada yang bekerja sebagai psk, Tki di hongkong, dan sebagian ada
yang menggunakan tato, terdapat 2 orang yang terdata di puskesmas yang

pg. 19
Positif terkena Hiv/Aids, sementara ada 1 orang yang tidak terdata karena
tidak pernah melakukan pemeriksaan ke puskesmas.
b. Wawancara
Dari hasil wawancara sudah terdapat puskesmas tetapi tenaga VCT terlatih da
alat di puskesmas yang masih terbatas.
c. Observasi
Akses pelayanan kesehatan seperti alat VCT terhadap HIV yang minimal.
3. Ekonomi
a. Wawancara
Dari hasil wawancara sebagian besar pekerjaan warga adalah buruh
seperti supir truk, bekerja sebagai TKI di hongkong dan Taiwan, bekerja di
pabrik dengan gaji dibawah UMR dan tidak dapat memenuhi ekonomi
keluarga.
b. Angket
Berdasarkan hasil angket bahwa 70% warga mempunyai ekonomi yang
rendah.
c. Observasi
Dari hasil observasi rumah penduduk ada pada kawasan lokasi
industry, terlihat warga keluar masuk pabrik dengan bebas.

4. Transportasi Keamanan
a. Wawancara
Dari hasil wawancara warga berangkat kerja dengan menggunakan
angkot, sepeda motor dan sebagian mengguanakn bus angkutan pabrik.
b. Angket
Dari hasil angket 65% bahwa warga tidak mempunyai kendaraan
pribadi.
c. Observasi
Dari hasil observasi warga terlihat berangkat kerja dengan
menggunakan angkot, bus jemputan pabrik dan sepeda motor.

pg. 20
5. Politik dan Pemerintah
a. Wawancara
Dari hasil wawancara Rt dan Rw berperan aktif dalam masyarakat, dan
puskesmas pelayanan posyandu.
b. Observasi
Dari hasil observasi terlihat adanya peran aktif Rt Rw dan kader dalam
masyarakat, terdapat adanya layanan posyandu walaupun kader dan petugas
puskesmas tidak memberikan pelayanan yang baik.

6. Komunikasi
a. Wawancara
Dari hasil wawancara hampir semua rumah warga mempunyai alat
komunikasi hp, tv, radio dan internet.
b. Angket
Dari hasil angket bahwa 80% warga mempunyai alat komunikasi.
c. Obsrevasi
Setelah dilakukan pemeriksaan hampir semua rumah mempunyai alat
komunikasi hp, tv, radio dan internet seperti menonton youtube tentang hal-hal
yang berbau seks. tetapi tidak terlihat adanya media atau leaflet atau brosur
tentang kesehatan.

7. Pendidikan
a. Study Dokumen
Berdasarkan study dokumen tingkat pendidikan terakhir diketahui
bahwa tingkat pendidikan terakhir tertinggi yaitu SD sebanyak 180 orang
(32%), sedangkan yang terendah yaitu >S1 sebanyak 1 orang (0,1%).

b. Wawancara
Dari hasil wawancara ternyata warga masyarakat belum pernah
mendapatkan informasi tentang penyakit HIV AIDS baik dari tenaga
kesehatan maupun melalui leaflet. Pada daerah tersebut belum pernah
diadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit HIV AIDS.

pg. 21
c. Angket
Berdasarkan hasil angket bahwa 70% warga memiliki pengetahuan
buruk tentang HIV/ AIDS.
d. Observasi
Dari hasil observasi rata-rata warga tidak biasa menulis dan membaca dan
tidak memiliki pengetahuan tentang bahayanya pergaulan bebas, seks bebas
dan bergonta-ganti pasangan.

8. Rekreasi
a. Wawancara
Dari hasil wawancara belum terdapat taman rekreasi, karena
masyarakat tinggal di kawasan industry.
b. Angket
Dari hasil angket di dapatkan bahwa 70% warga jarang menyempatkan
untuk rekreasi karena dengan alasan sibuk bekerja dan ekonomi yang rendah.
c. observasi
Dari hasil observasi didapatkan data bahwa banyak warga pendatang
yang masuk dan menetap di tempat tersebut, ada interaksi yang bebas seperti
banyaknya jual beli narkoba jenis suntik, pemakaian tato , dan sebagainya.

Data Persepsi

1. Persepsi Perawat
Berdasarkan hasil FGD menyatakan bahwa terdapat angka kesakitan akibat
HIV/AIDS.

pg. 22
B. ANALISA DATA

No Data Masalah
1. - Studi Dokumen Defisiensi kesehatan
Dari hasil studi dokumen terdapat 2 komunitas
orang yang terdata positif HIV/AIDS di
puskesmas, sementara ada 1 orang yang
tidak terdata HIV/AIDS karena tidak
pernah melakukan pemeriksaan ke
puskesmas.
- Wawancara
 Berdasarkan hasil wawancara
warga memiliki nilai-nilai dan
keyakinan warga menilai bahwa
HIV/AIDS adalah penyakit yang
di sebabkan oleh pergaulan
bebas, sering bergonta-ganti
pasangan dan ketergantungan
pada NAPZA dan harus
diasingkan atau dijauhkan dari
lingkungan.
 Dari hasil wawancara sudah
terdapat puskesmas tetapi tenaga
VCT terlatih puskesmas yang
masih terbatas.

- Angket
Berdasarkan hasil angket bahwa 70%
warga memiliki pengetahuan buruk
tentang HIV/ AIDS.
- Observasi
Akses pelayanan kesehatan terhadap

pg. 23
HIV yang minimal.

2. - Studi Dokumen Perilaku Kesehatan


 Berdasarkan study dokumen Beresiko
tingkat pendidikan terakhir
diketahui bahwa tingkat
pendidikan terakhir tertinggi yaitu
SD sebanyak 180 orang (32%),
sedangkan yang terendah yaitu
>S1 sebanyak 1 orang (0,1%).
 Berdasarkan hasil FGD
menyatakan bahwa terdapat
angka kesakitan akibat
HIV/AIDS.
- Wawancara
Dari hasil wawancara ternyata warga
masyarakat belum pernah mendapatkan
informasi tentang penyakit HIV AIDS
baik dari tenaga kesehatan maupun
melalui leaflet. Pada daerah tersebut
belum pernah diadakan penyuluhan
kesehatan tentang penyakit HIV AIDS.
- Observasi
Dari hasil observasi rumah
penduduk ada pada kawasan lokasi
industry, terlihat warga keluar masuk
pabrik dengan bebas.

pg. 24
C. INTERVENSI

DATA DIAGNOSIS NOC (HASIL) NIC (INTERVENSI)


KEPERAWAT
AN
Studi Kasus Defisiensi PREVENSI PREVENSI
1.Dari hasil studi dokumen kesehatan PRIMER PRIMER
terdapat 2 orang yang komunitas - meningkatkan Mengembangkan
terdata di puskesmas, kompetensi program :
sementara ada 1 orang yang masyarakat Adanya pelatihan
tidak terdata karena tidak - meningkatkan penggunaan alat VCT
pernah melakukan derajat kesehatan atau perawat
pemeriksaan ke puskesmas. masyarakat komunitas untuk
pelayanan HIV/AIDS.
Angket PREVENSI PREVENSI
1. Berdasarkan hasil angket SEKUNDER SEKUNDER
bahwa 70% warga memiliki Tingkat 1. Skrining kesehatan
pengetahuan buruk tentang kekerasan Deteksi dini untuk
HIV/ AIDS. masyarakat. kelompok yang
beresiko dengan
Control terhadap penggunaan VCT
Observasi kelompok yang bekerja sama
1.Akses pelayanan beresiko: dengan petugas
kesehatan terhadap HIV penularan (HIV). puskesmas.
yang minimal 2. Konsultasi :
Efektifitas Mengunjungi
Wawancara Program rumah penderita
1.Berdasarkan hasil masyarakat. HIV/AIDS untuk
wawancara warga memiliki mengontrol
nilai-nilai dan keyakinan masalah Psikologi
warga menilai bahwa terhadap stigma
HIV/AIDS adalah penyakit masyarakat.
yang di sebabkan oleh 3. Tindak Lanjut

pg. 25
pergaulan bebas, sering melalui telepon:
bergonta-ganti pasangan Membentuk group
dan ketergantungan pada Whatsapp.
NAPZA dan harus
diasingkan atau dijauhkan PREVENSI PREVENSI
dari lingkungan. TERSIER TERSIER
2.Dari hasil wawancara Program Pencatatan insidensi
sudah terdapat puskesmas Efektifitas kasus
tetapi tenaga VCT terlatih Komunitas. Buku pencatatan
puskesmas yang masih Rujukan.
terbatas. Pembentukan WPA
Membentuk peer
group.

Studi Dokumen Perilaku PREVENSI PREVENSI


1.Berdasarkan study Kesehatan PRIMER PRIMER
dokumen tingkat pendidikan Beresiko Pengetahuan : Pendidkan Kesehatan
terakhir diketahui bahwa Perilaku Mengenai HIV/AIDS.
tingkat pendidikan terakhir kesehatan terkait
tertinggi yaitu SD sebanyak HIV/AIDS.
180 orang (32%),
sedangkan yang terendah PREVENSI PREVENSI
yaitu >S1 sebanyak 1 orang SEKUNDER SEKUNDER
(0,1%). Kepatuhan Modifikasi perilaku :
2. Berdasarkan hasil FGD Perilaku 1. Lakukan
menyatakan bahwa terdapat pembinaan kader
angka kesakitan akibat Pemulihan dalam kemampuan
HIV/AIDS. penyalahgunaan penemuan kasus
seksual. dan penanganan
HIV/AIDS.
Observasi Pemulihan stigma
Dari hasil observasi rumah masyarakat Manajemen

pg. 26
penduduk ada pada kawasan terhadap Penularan Penyakit:
lokasi industry, terlihat HIV/AIDS. Mengajarkan kader
warga keluar masuk pabrik agar mengetahui cara
dengan bebas. penularan HIV/AIDS.

Manajemen
Wawancara Lingkungan.
Dari hasil wawancara Pengembangan
ternyata warga program untuk
masyarakat belum mengalihkan
pernah mendapatkan masyarakat dengan
informasi tentang melakukan kegiatan
penyakit HIV AIDS yang positif, seperti
baik dari tenaga membersihkan
kesehatan maupun lingkungan, program
melalui leaflet. Pada (mingsih), kegiatan
daerah tersebut belum spiritual.
pernah diadakan
penyuluhan kesehatan PREVENSI PREVENSI
tentang penyakit HIV TERSIER TERSIER
AIDS. Penggunaan
sumber yang ada Rujukan, Konsultasi
4. di komunitas telepon &Tindak
lanjut telepon
(Membentuk group
whatsapp para kader,
tim institusi dan tim
puskesmas).

BAB IV

pg. 27
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari HIV.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan pada bab sebelumnya didapatkan
banyaknya kejadian HIV/AIDS pada orang dewasa di desa A dengan pengetahuan
masyarakat yang rendah, maka masalah yang mucul yaitu :
1. Defisiensi kesehatan komunitas
2. Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain yaitu
memberikan pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan untuk :
1. Masyarakat
Peran serta dari masyarakat untuk lebih ditingkatkan terus dalam berbagai
kegiatan dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
seoftimal mungkin. Anatara lain warga sering berkonsultasi dan memeriksa
perkembangan kesehatannya.
2. Puskesmas
Diharapkan puskesmas lebih giat lagi untuk mengecek keadaan masyarakat.

pg. 28
DAFTAR PUSTAKA

_____.____https://id.scribd.com/doc/114527474/LP-HIV-AIDS
Diakses pada tanggal 14 Oktober 2017.
Riasmini M.N, Sahar J, Dkk, Panduan Asuhan Keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas dengan modifikasi nanda, ICNP, NOC,NIC, Jakarta, 2017.

pg. 29

Anda mungkin juga menyukai