Anda di halaman 1dari 16

Pemeriksaan intra oral dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui kondisi rongga mulut pasien baik

jaringan keras maupun lunak. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada gigi diantaranya adalah :

Perkusi

Hal yang perlu diperhatikan dan dicatat dalam pemeriksaan perkusi adalah : nyeri terhadap pukulan
(tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan nyaring/solid metalic)

Perkusi  dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari,
kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering
dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias
dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan
mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau
horisontal-bukolingual mahkota.

Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-oklusal menunjukkan kelainan di periapikal
yang disebabkan oleh lesi karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-
bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh kerusakan jaringan periodontal. Gigi
yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya. Ketika melakukan
tes perkusi dokter juga harus memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit (Grossman, dkk, 1995).

Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi yang mengalami
ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang
nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang
lebih nyaring dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong. Sedangkan pada gigi yang
menderita abses periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull sound) dibandingkan gigi yang sehat.
Gigi yang sehat juga menimbulkan bunyi yang redul (dull sound) karena terlindungi oleh jaringan
periodontal. Gigi multiroted akan menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar tunggal
(Miloro, 2004)

Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada area oklusal
atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi
menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap
sondasi pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital (Tarigan,
1994).

Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan alat berupa probe.
Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman
poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman, dkk, 1995).

Tes mobilitas – depresibilitas

Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di sekeliling gigi,
mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas dilakukan dengan
menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau tangkai dua instrumen.
Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status
periodontalnya. Hasil tes mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama
sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm
bahkan bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar dari 1
mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke
arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns dan Cohen, 1994).

Tes vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa
dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum
miller dan tes elektris.

 Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi untuk
menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).

 Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju karbon
dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton
roll maupun rubber da
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.

Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka
menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka
gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes
dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat
terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

 Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan menggunakan berbagai
bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and heat dan instrumen yang dapat
menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering
digunakan dokter gigi pada tes panas. Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa.
Kemudian gutta perca dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso
bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang
tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau
tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang
digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa
sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
(Grossman, dkk, 1995).
 Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes
jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak
dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila
terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk
stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan
dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada
bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang
sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya
memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan
orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau
hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi,
karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga
tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau
restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995).

Sumber:

Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.

Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book, Philadelphia.

Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi kesebelas,
EGC, Jakarta.

Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC Decker Inc Hamilton
London

Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.

Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.

Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta

pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif

     Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting dilakuhkan oleh dokter
gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi ketetapan dan keberhasilan pada pasien. Dalam menegakkan
diagnosis ada 4 tahap yang harus dijaga yaitu disingkat dengan “SOAP” (pemeriksaan subjektif, objektif,
assessmen dan treatmen planning).

 Pemeriksaan subyektif setidaknya ada 7 hal yakni identitas pasien, keluhan utama, present illnes,
riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial.
a.       Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data mortem (dental forensic), data
identitas pasien meliputi :

1.      Nama lengkap panggilan             5. Status pernikahan


2.      Tempat dan tanggal lahir             6. pekerjaan
3.      Alamat tinggal                              7. Pendidikan kewarganegaraan
4.      Golongan darah                            8. No. Telfon pasien

b.      Keluhan utama (Chief Complaint  CC)


Berkaitan dengan keluhan oleh pasien datang kedokter gigi keluhan utama pasien akan berpengaruh
terhadap pertimbangan dokter dalam menentukan tindakan yang akan dilakuhkan kepada pasien. Contoh
rasa sakit ataupun ngilu rasa tidak nyaman, pembengkakan, perdarahan, halitosis, rasa malu karena
penampilan.

c.       Present illness (Present Illness PI)


Mengetahui keluhan utama saja tidak cukup, maka perlu dilakuhkan pengembangan masalah yang ada
dalam keluhan utama dan lain - lain. Mencari tahu kapan pasien merasakan sakit/ rasa tidak nyaman sejak
pertama kali terasa, apakah bersifat berselang atau terus menerus, dilihat apakah terlalu pasien merasakan
sakit, dilihat faktor pemicunya contoh lokasi, faktor pemicu, karakter, keparahan, penyebaran.

d.      Riwayat medik (medikal history/ PMH)


Apakah pasien pernah rawat inap dirumah sakit karena dengan gejala umum demam, penurunan berat badan
serta gejala umum lainnya. Perawatan bedah, radiologi, alergi obat dan makanan, anestesi, dan rawat inap
dirumah sakit karena penyakit riwayat umum. Jika pasien pernah rawat inap.
e.       Riwayat dental (Post Medical History PDH)
Apakah pasien pernah datang kedokter gigi karena akan mempengaruhi seseorang dokter gigi dalam
meninjau tindakan perawatan pada pasien yaitu pasien rutin kedokter gigi apa tidak, sikap pasien datang
kedokter gigi saat dilakuhkan perawatan, keluhan gigi pasien, perawatan restorasi, dll. Jika pasien pernah
datang kedokter gigi.

f.       Riwayat keluarga (Famili History FH)


Ini berkaitan dengan problem herediter yang berkaitan dengan riwayat penyakit keluarga, seperti ayah ibu
pernah rawat inap dirumah sakit, ayah ibu pernah berkunjung kedokter gigi memeriksakan keluhan.

g.      Riwayat sosial (Sosial History SH)


Riwayat sosial yang dapat dipertimbangkan
1.      Apakah pasien masih memiliki keluarga
2.      Keadaan sosial ekonomi pasien
3.      Pasien pergi kekeluar negeri
4.      Riwayat seksual pasien
5.      Kebiasaan merokok, minum alkohol, pengguna obat-obatan
6.      Informasi tentang diet makan pasien

  Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan objektif yang dilakuhkan secara umum ada dua macam yaitu pemeriksaan ekstraoral dan
pemeriksaan intra oral.

a.       Pemeriksaan ekstra oral


1.      Pemeriksaan Limfonodi
2.      Pemeriksaan otot mastikasi
3.      Pemeriksan temporo mandibullar joint (TMJ)
b.      Pemeriksaan Intra oral
1.      Bentuk bibir                                                    5. Palatum (keras dan lunak)
2.      Mukosa labial                                                  6. Ginggiva
3.      Mukosa bukal                                                  7. Gigi Geligi
4.      Dasar mulut an bagian ventral lidah                8. Frenulum
Pemeriksaan obyektif gigi dapat dilakuhkan dengan pemeriksaan beberapa cara antara lain sebagai berikut:
1.      Inspeksi                                               5. Tes mobilitas
2.      Sondasi                                                6. Tes suhu
3.      Perkusi                                                 7. Tes elektrik
4.      Palpasi                                                 8. transimulasi

 Diagnosis
Diagnosis adalah cara menentukan jenis penyaki berdasarkan gejala (simtom) dan tanda (sign) yang ada.
Macam macam diagnosis:
a.       Diagnosis medis, yaitu proses penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala menggunakan cara
dan alat penunjang seperti laboratorium, foto dan klinik.
b.      Diagnosis banding/ differential diagnostik (DD) yaitu diagnosis yang dilakuhkan dengan membandingkan
tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain.

  Pemeriksaan penunjang
a. Radiografi
dental radiografi memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis dan merencanakan perawatan
dan mengevaluasi hasil perawatan untuk melihat keaadaan gigi secara utuh. Dalam mempelajari bidang
radiologi oral ada 2 hal yang peludiketahui, yakni
1. tehnik dan cara mendapatkan hasil yang optimal
2. interprestasi dan menafsirkan radiogram yang telah dibuat
Ada dua macam dalam radiologi kedokteran gigi
1. radiologi intra oral : tehnik periapikal, tehnik bite wing atau saya gigit, tehnik oklusal
2. radiografi ekstra oral : panoramik, oblique lateral, postero anterior PA jaw, reversi town’s projection

Radiografi intraoral dibagi menjadi kedalam 3 kategori, yaitu


1. proyeksi periapikal memperlihatkan gambaran suatu gigi berikut tulang sekitarnya

Radiografi periapikal
Ada dua cara dalam radiografi periapikal yaitu :
a. tehnik kesejajaran (pararel)
b. tehnik bidang bagi (bisecting)

2. proyeksi sayap gigit (bitewing)


Proyeksi ini akan memperlihatkan bberapa mahkota gigi dan mahkota gigi – gigi serta kista alveooralnya.

3. proyeksi oklusal
Menunjukan bagian lengkung gigi relatif luas, sementara diantaranya adalah palatum, dan struktur jaringan
keras pada lateral.
Indikasi
1. mencari dengan tepat letak akar, gigi supernumery, gigi tidak tumbuh dan impaksi
2. mencari benda asing dalam rahang, batu alam duktus glandula sublingualis dan submandibularis.
3. memperlihatkan dan mengevaluasi keutuhan sinus maksilari bagian anterior medial dan lateral
4. membantu pemeriksaan pasien dalam ksus trimus.
5menyediaan informasi tentang lokasi, sifat, perluasan dan perpindahan mandibula maksila yang fraktur
6. menentukan perluasan penyakit kearah media dan lateral
Radiografi ekstra oral
Salah satunya adalah rongsen panoramik memperlihatkan maksila dan mandibula secara luas.

 
Letak pasien
Untuk melihat gambar pada hasil lengkung maksila, kepala pasien ditegakkan dengan bidang sagital arah
vrtikal dan bidang oklusal horisontal. Untuk mandibulla sedikit menengah untuk mengimbangi perubahan
bidang oklusal pada saat bibir atas dab bawah terbuka untuk melihat hasil.

  Prognosis
Prakiraan ramalan tentang jalannya penyakit. (sesudah diberikan pengobatan/ perawatan tertentu). Jenis
prognosis :
1.      Prognosis bona : ramalan baik
2.      Prognosis dubia ad bona : ramalan ragu – ragu condong ke baik
3.      Prognosis dubia ad mala : ramalan ragu – ragu condong keburuk
4.      Prognosis mala : ramalan buruk

  Assessment
Assessment penilan terhadap status yang diperlakuhkan pasien, baik dalam hal ststus gizi dan jaringan
periodontal apakah bisa dirawat apa tidak, melihat pasien dengan kondisi yang bisa mempengaruhi rencana
perawatan dengan situasi dan keadaan pasien apakah bisa dilakuhkan.

  Rencana perawatan
Rencana perawatan sangat perlu oleh seorang dokter gigi untuk membuat jadwal kerja dan prioritas
perawatan. Prinsip rencana perawatan yang dapat diaplikasikan sebagai berikut :
1.      Mengilangkan keluhan pada pasien.
2.      Memberi edukasi
3.      Ekstraksi gigi yang tidak dapat dirawat
4.      Meningkatkan kondisi periodontal
5.      Restorasi gigi yang mengalami karies
6.      Prosedur perawatan yang lebih lanjut : endodontik, prostodontik, orthodontik, dan fase pemeliharaan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi keuntungan dan kekurangan yaitu pasien, dokter, keuangan, faktor
ketersediaan alat dan bahan yang bisa atau dapat untuk digunakan dalam berbagai macam kebutuhan
penaganan.

lasifikasi G.V. Black berdasarkan lokasi karies.


Sebagai dasar untuk restorasi gigi sesuai dengan lokasi karies yaitu:
1) Klas I : pit dan fisur terutama oklusal molar atau premolar, termasuk
juga bukal atau palatal dari fisur selain itu pit dan foramina ceca gigi
anterior (Haesman & Brenna).
2) Klas II : permukaan proksimal molar dan premolar.
3) Klas III : permukaan proksimal insisivus dan kaninus.
4) Klas IV : permukaan proksimal insisivus dan caninus yang meluas
sampai incisal edge.
5) Klas V : kavitas bagian servikal gigi yang mencakup bagian bucal
atau sepertiga gingival dari gigi (Haesman & Brenna).
6) Klas VI : sebagai klasifikasi tambahan, yaitu kavitas pada bagian atas
cusp dari gigi posterior dan kavitas bagian incisal margin gigi anterior
(Haesman & Brenna).

3. KLASIFIKASI G.V BLACK


Untuk memudahkan mendeteksi penyakit
karies gigi, maka telah dilakukan
pengelompokkan atau klasifikasi oleh G.V
Black.Berikut adalah klasifikasi gigi menurut
G.V. Black:
1. Kelas 1: Kavitas pada semua pit dan fissure
gigi, terutama pada premolar dan molar.
2. Kelas 2: Kavitas pada permukaan
approksimal gigi posterior yaitu pada
permukaan halus / lesi mesial dan atau
distal biasanya berada di bawah titik kontak
yang sulit dibersihkan. Dapat digolongkan
sebagai kavitas MO (mesio-oklusal), DO
(disto-oklusal) dan MOD (mesio-oklusaldistal).

3. Kelas 3: Kavitas pada permukaan


approksimal gigi- gigi depan juga terjadi di
bawah titik kontak, bentuknya bulat dan
kecil.
4. Kelas 4: Kavitas sama dengan kelas 3 tetapi
meluas sampai pada sudut insisal
5. Kelas 5: kavitas pada bagian sepertiga
gingival permukaan bukal atau lingual,lesi
lebih dominan timbul dipermukaan yang
menghadap ke bibir/pipi dari pada lidah.
Selain mengenai email,juga dapat mengenai
sementum.
6. Kelas 6: Terjadi pada ujung gigi posterior
dan ujung edge insisal incisive. Biasanya
pembentukkan yang tidak sempurna pada
ujung tonjol/edge incisal rentan terhadap
karies.

KLASIFIKASI KARIES

1. Klasifikasi lesi karies menurut G.J.Mount dan W.R. Hume (1998)


a. Lesi karies berdasarkan letaknya (site)
 Site 1 = pit, fisure, dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior/ permukaan
halus seperti cingulum pada gigi anterior
 Site 2 = enamel pada bagian aproksimal area yang berkontak dengan gigi tetangga
 Site 3 = bagian servikal sepertiga mahkota gigi/ yang disertai resesi gingiva, akar yang
terbuka (sepertiga servikal permukaan bukal dan lingual)

b. Lesi karies dapat dibedakan menjadi 5 ukuran (size)


 Size 0 = belum terjadi lesi, hanya berupa spot berwarna putih

 Size 1 = kavitas permukaan yang minimal, sedikit melibatkan dentin yang mampu
memperbaiki diri dengan remineralisasi itu sendiri (lesi kecil).
Minimal lesion merupakan suatu lesi yang hanya sedikit mengenai daerah remineralisasi

 Size 2 = melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini diperlukan preparasi
kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin dengan cukup baik dan masih mampu
menahan beban oklusi yang normal. Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk mendukung
restorasi (lesi sedang).
Moderate size merupakan suatu kavitas yang lebih besar tapi masih tersedia cukup
struktur gigi guna mendukung restorasi

 Size 3 = karies yang telah mendekati pulpa. Lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang
tersisa cukup lemah. Karies sudah melibatkan cusp/ permukaan insisal atau sudah tidak
mampu menahan beban oklusi. Biasanya kavitas perlu diperbesar sehingga restorasi dapat
dibuat untuk mendukung struktur gigi yang tersisa (lesi besar).
Enlarge size dimana mahkota giginya telah melemah karena kavitas telah meluas
sehingga tonjolan gigi yang masih ada perlu dilindungi agar tidak pecah.

 Size 4 = karies yang luas/ hilangnya beberapa struktur gigi. Contohnya hilangnya semua cusp
gigi/ permukaan insisal (lesi luas)
Extensive dimana sudah terdapat kavitas yang sangat luas (sudah kehilangan 1 tonjol)
c. Klasifikasi karies berdasarkan lokasi
 Karies celah dan fisure
 Karies permukaan halus
- karies proksimal  terbentuk pada permukaan halus
antara batas gigi
- karies akar  pada permukaan akar gigi
- karies tipe 3  terbentuk pada permukaan lainnya
-

2. Klasifikasi karies menurut G.V. Black


G.V Black mengklasifikasikan kavitas dan diberi tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas
diklasifikasikan berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies
 Kelas I = karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior yaitu pada pit dan fisure.
Terdapat pada gigi anterior di foramen caecum
 Kelas II = karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi posterior yang
umumnya meluas sampai bagian oklusal
 Kelas III = karies yang tedapat pada bagian aproksimal dari gigi anterior tapi belum
mencapai 1/3 insisal gigi
 Kelas IV = karies yang terdapat pada bagian aproksimal gigi anterior dan sudah
mencapai 1/3 insisal gigi
 Kelas V = karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi posterior maupun aterior
pada permukaan labial, lingual, palatal, maupun bukal
 Kelas VI = karies yang terdapat pada gigi depan bagian incisal edge dan juga pada gigi
belakang bagian ujung cups

3. Klasifikasi karies menurut WHO


Klasifikasi karies berdasarkan bentuk dan kedalamannnya terbagi atas 4, yaitu :
 D1 = secara klinis terdapat lesi enamel pada permukaan (tidak berlubang)
 D2 = secara klinis terdapat lubang karies sampai sebatas enamel
 D3 = secara klinis terdapat lubang karies yang sudah mengenai dentin
 D4 = lesi karies sudah mencapai pulpa

4. Klasifikasi karies menurut IACDS


Klasifikasi karies berdasarkan kedalamannya menurut IACDS (The International Caries
Detection and assessment System) terbagi sebagai berikut :
 Code 0 = Tidak ada tanda-tanda adanya karies (tidak ada perubahan pada enamel pada saat
gigi dalam keadaan kering). Bila ada kerusakan pada permukaan gigi seperti enamel
hipoplasia, fluorosis, atrisi, abrasi, dan stain harus dicatat. Adanya stain yang tidak
berhubungan dengan karies harus diberi kode 0 dan begitu pula bila ada kerusakan kurang
dari 0,5 mm akan diberi kode 0.
 Code 1 = Kode 1 merupakan tahap awal adanya karies dimana dapat dilihat adanya lesi putih
pada permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
 Code 2 = Apabila enamel kehilangan lagi mineralnya maka akan mengalami demineralisasi
lagi yang membuat lesi pada enamel tampak walaupun gigi dalam keadaan basah.
 Code 3 = Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi
 Code 4 = Pada saat ini lesi email sudah lebih dalam dan tampak bayangan gelap pada dentin
atau kemungkinan lesi sudah mencapai DEJ (dentin enamel junction)
 Code 5 = Lesi telah mencapai dentin dimana sebagian besar lubang pada permukaan gigi
telah mencapai dentin. Pada saat ini tampak jelas kehilangan struktur gigi, kavitas tampak
dalam dan lebar, dan dentin tampak dengan jelas sebagai dasar kavitas.
 Code 6 = Lesi telah mencapai pulpa

KLASIFIKASI DIAGNOSIS
Diagnosis terbaru berdasarkan ENDODONTICS PRINCIPLES and PRACTICE (Mahmoud Torabinejad
dan Richard E Walton) dan TEXTBOOK of ENDODONTICS (Nisha Garg and Amit Garg)

1. Normal/ Dentinal Sensitivity


Dentinal sensitivity merupakan suatu bentuk ketidaknyamanan pada jaringan pulpa. Sakitnya
biasanya digambarkan cepat, tajam dan merespon pada saat ada rangsangan panas, dingin, manis, dan asam.
Hal ini bukanlah suatu kelainan patologis. Sensitivitas yang terjadi dapat bertambah dengan adanya resesi
gingiva atau pada pasien yang telah menjalani prosedur bedah periodontal. Pada penderita dalam keadaan
seperti ini, tes termal, EPT, perkusi, dan radiografi semuanya normal. Perawatan yang dapat dilakukan
adalah dengan memberikan desensitizing agent seperti strontium chloride, fluoride, potassium nitrat, dan
sebagainya.

2. Pulpitis Reversibel
Merupakan suatu peradangan pada jaringan pulpa yang bereaksi saat adanya stimulus (dingin, manis)
diberikan. Akan tetapi saat stimulus dihilangkan, rasa sakit masih ada selama 1-2 detik dan kemudian hilang
dan akan kembali normal. Penyebab dari pulpitis reversible adalah adanya karies, kesalahan restorasi, dan
trauma. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Apabila pasien dengan pulpitis
reversible merasa sensitive saat diperkusi, maka harus dicek apa ada bruxism atau hiperoklusi. Perawatan
yang dilakukan pada pasien dengan pulpitis reversible adalah menghilangkan faktor penyebabnya misalnya
dengan melakukan penumpatan. Sedangkan jika keradangan jaringan pulpa telah mencapai ruang pulpa,
maka harus dilakukan perawatan saluran akar.

3. Pulpitis Ireversibel
Pasien dengan pulpitis ireversibel mempunyai riwayat sakit spontan dan bereaksi terhadap panas
dingin walaupun rangsangan sudah dihilangkan. Pulpitis ireversibel memiliki pulpa yang vital maupun
sebagian vital. Perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah perawatan saluran akar yaitu menghilangkan
semua jaringan pulpa

4. Nekrosis Pulpa
Merupakan kelanjutan dari inflamasi pulpa. Nekrosis pulpa merupakan jaringan pulpa yang mengalami
kematian karena inflamasi pulpa yang tidak dirawat sehingga tidak mempunyai fungsi reparatif lagi.
Biasanya pada kasus ini, penderita juga memiliki lesi periapikal. Bila kasus ini terjadi pada gigi berakar
lebih dari satu, maka akar yang satunya bisa nekrosis sebagian dan yang satunya bisa non vital. Perawatan
yang dilakukan adalah perawatan saluran akar.
Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Penyakit pulpa dan periapikal


Kondisi normal 
Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat
yang bersifat sementara terhadap stimuli pulpal thermal dan electric, dan (c) respon segera reda ketika
rangsangan tersebut dihilangkan. (d) Gigi dan bagian perlekatannya tidak menimbulkan reaksi yang
menyakitkan saat perkusi dan palpasi. 

Apakah yang dimaksud penyakit pulpa atau periapikal? 


Gangguan yang terlibat dalam pulp, atau jaringan periapikal.

Klasifikasi penyakit pulpa


 Pulpitis reversibel
Pulpa mengalami inflamasi sejauh rangsangan termal yang menyebabkan respon cepat, tajam,
hipersensitif, yang segera mereda ketika stimulus dihilangkan.
Pulpitis reversibel bukanlah penyakit tetapi hanya gejala. Jika penyebabnya dihilangkan, pulpa kembali
ke kondisi yang tidak terinflamasi dan gejala mereda. Sebaliknya, jika penyebabnya tetap, gejala bisa
bertahan, dan inflamasi bisa menjadi lebih luas, dan akhirnya menyebabkan pulpitis ireversibel. 
Penyebab: setiap iritan yang dapat mempengaruhi pulpa dapat menyebabkan pulpitis reversibel seperti
karies, termal, scaling periodontal dan root planing yang dalam. 

 Membedakan pulpitis reversibel dari ireversibel: 


 Respon rasa sakit yang tajam terhadap rangsangan termal. 
 Rasa sakit spontan. 
 Pengobatan pilihan:
Sedative dressing, atau disebut restorasi sementara dengan pemberian bahan sedatif, seperti zinc oxide.

 Pulpitis ireversibel 
Pulpitis ireversibel dapat bersifat akut, subakut, atau kronis, dan mungkin parsial dan total. Secara klinis,
pulpitis ireversibel yang akut bersifat simptomatik, sedangkan kronis yang asimptomatik. Pada tahap ini,
perubahan dinamis dalam pulpa selalu terjadi.

 Pulpitis ireversibel simptomatik


 Jenis pulpitis ini ditandai dengan rasa sakit hebat secara spontan yang intermiten (sebentar) atau
terus-menerus.
 Rasa sakit dapat disebabkan oleh perubahan suhu secara tiba-tiba yang berkepanjangan.
 Rasa sakit disebabkan oleh stimulasi dingin dapat dikurangi dengan panas, dan sama halnya, rasa
sakit akibat panas dapat dikurangi dengan dingin. 
 Bahkan mungkin terjadi respon yang menyakitkan untuk kedua rangsangan dingin dan panas juga.
 Rasa sakit juga bisa disebabkan oleh perubahan posisi tubuh. 
 Rasa sakit mungkin terlokalisir atau referred (misalnya berasal dari molar mandibula ke arah
telinga atau naik sampai ke daerah temporal).
 Pada tahap lanjut, sedikit penebalan pada ligamen periodontal dapat terlihat melalui gambaran
radiografi. 
 Suatu pulpitis ireversibel simptomatik bisa didiagnosis melalui dental history, pemeriksaan visual,
tes termal dan radiografi.

 Pulpitis ireversibel asimptomatik
Pulpitis ireversibel jenis ini asimptomatik karena eksudat inflamasi dengan cepat keluar. 
Hal ini dapat berkembang melalui konversi dari yang bergejala menjadi keadaan tanpa gejala.
Hal ini juga dapat disebabkan oleh iritasi pulpa (lesi karies) derajat rendah dan berkepanjangan,
cedera traumatik.
Ada tiga jenis pulpitis asimptomatik.
 Pulpitis hiperplastik 
Secara klinis, pertumbuhan jaringan pulpa yang berlebihan seperti kembang kol (cauliflower)
berwarna kemerahan melalui dan di sekitar karies. Hal ini khas ditemukan pada remaja (usia
muda) karena vaskularisasi pulpa yang baik. 
 Resorpsi internal
Keadaan ini adalah resorpsi dentin dari pulpa bagian luar, yang sering disebabkan oleh trauma
atau pulp capping. Hal ini biasanya dapat didiagnosis melalui radiografi.

 Kalsifikasi saluran akar
Sejumlah besar dentin reparatif menghasilkan deposit sepanjang sistem saluran akar yang
disebabkan oleh perawatan periodontal, abrasi, trauma dll.

Nekrosis
 Kematian pulpa dapat berasal dari suatu pulpitis ireversibel yang tidak dirawat atau mungkin terjadi
segera setelah cedera traumatik yang mengganggu suplai darah ke pulpa. Nekrosis mungkin terjadi
secara parsial atau total, dan sebagian mungkin menunjukkan beberapa gejala pulpitis ireversibel.
Kadang-kadang pada gigi anterior, mahkota akan menjadi gelap.

Klasifikasi Kelainan Periapikal


 Periodontitis apikal akut
- Keadaan ini menggambarkan inflamasi di sekitar apeks. Gigi dengan periodontitis apikal akut peka
terhadap perkusi.
- Gigi mungkin karies.
- Secara radiografi ligamentum periodontal apikal mungkin tampak sedikit melebar atau normal.
Penyebab:
- Perluasan penyakit pulpa ke dalam jaringan periapikal.
- Prosedur endodontik seperti pengisian saluran akar melewati foramen apikal.
- Trauma oklusal yang berasal dari restorasi yang ketinggian atau bruxism kronis.

 Abses apikal akut.


- Keadaan ini menimbulkan rasa sakit, eksudat purulen di sekitar apeks.
- Cepat timbul rasa sakit dan pembengkakan yang ringan sampai parah, dan rasa sakit terhadap
perkusi, dan mungkin terjadi mobilitas.
- Perbedaan abses apikal akut dari abses periodontal lateral dan dari abses phoenix
Untuk abses periodontal
Tes pulpa termal dan elektrik menunjukkan pulpa vital; terdapat poket periodontal; gigi mungkin normal.
Untuk abses phoenix
Semua gejala abses apikal akut ditambah radiolusensi di sekitar apeks gigi.

 Periodontitis apikal kronis


- Periodontitis apikal kronis menunjukkan inflamasi asimptomatik yang lama di sekitar apeks.
Meskipun periodontitis apikal kronis cenderung asimptomatik, mungkin terdapat sedikit nyeri
berkala terhadap palpasi dan perkusi. Hanya pemeriksaan biopsi dan mikroskop yang dapat
mengungkapkan apakah lesi apikal ini merupakan dental granuloma, abses, atau kista. Diagnosis
dikonfirmasi dengan adanya radiolusensi yang mungkin difus atau berbatas jelas, tidak adanya
vitalitas pulpa, dan saluran sinus (sinus tract).

 Abses phoenix
Sebuah abses phoenix adalah periodontitis apikal kronis yang tiba-tiba menjadi simptomatik.
Gejalanya identik dengan yang terjadi pada abses apikal akut, perbedaan utama bahwa abses phoenix
didahului oleh kondisi kronis.

 Osteosklerosis periapikal
Osteosklerosis periapikal adalah mineralisasi tulang yang berlebihan di sekitar apeks yang
disebabkan oleh inflamasi pulpa tingkat rendah, relatif asimptomatik, kronis yang paling sering
ditemukan pada usia muda.

Penyebab
Meskipun banyak faktor yang dapat menyebabkan endodontitis yang selanjutnya berkembang menjadi
periodontitis apikal, bakteri adalah salah satu penyebab yang paling umum.
Faktor-faktor lain meliputi:
 Trauma
 Thermal
 Elektrik statis
 Laser
 Bahan pengisian
 Bahan adhesif atau etsa
 Obat untuk pembersihan saluran akar
 Aspek imunologis

Rencana perawatan
Apabila gigi telah dikonfirmasi mengalami pulpitis ireversibel atau kelainan apikal, perawatan endodontik
harus dilakukan. Sebelum anda memutuskan untuk melakukan perawatan endodontik perlu anda
pertimbangkan hal berikut:
 Evaluasi fisik
Hal ini terutama yang berkaitan tentang kondisi sistemik (penyakit) seperti penyakit jantung, gangguan
perdarahan, diabetes, kanker, AIDS, kehamilan, alergi, terapi steroid, penyakit menular, dll.
 Evaluasi psikologis
Seorang pasien yang menunjukkan tidak adanya dorongan (motivasi) untuk menjaga oral hygiene yang
baik atau orang yang tidak dapat memenuhi jadwal perawatan, bukanlah calon pasien yang baik untuk
terapi endodontik. 
 Evaluasi gigi
 Morfologi
Panjang tidak normal
Bentuk tidak normal
Jumlah (akar atau saluran akar) tidak normal
Resorpsi
Kalsifikasi
 Perawatan sebelumnya
Penyumbatan saluran akar
Birai
Perforasi
 Lokasi gigi
Aksesibilitas
Jarak ke struktur lain
Restorability
Status periodontal

Bentuk saluran akar: apeks yang terbuka membutuhkan teknik penutupan apeks (apical closure) sebelum
obturasi.
Jarak ke struktur lain
Foramen mentalis

Sinus maksila

Restorability
Kerusakan ke arah furkasi mungkin membuat gigi tidak dapat dirawat
4. Rencana perawatan
Urutan dan proses umum rencana perawatan
 Penanganan rasa sakit pulpa atau periodontal akut.
 Oral surgery untuk ekstraksi gigi yang tidak dapat dirawat.
 Kontrol lesi karies yang dalam yang mungkin merusak pulpa.
 Prosedur periodontal untuk penanganan jaringan lunak.
 Prosedur endodontik untuk gigi asimptomatik dengan pulpa nekrotik dan perawatan bedah atau re-
treatment pada saluran akar yang gagal.
 Prosedur restoratif dan prostetik.
Perawatan saluran akar satu kali kunjungan

Apa yang kita ketahui sekarang?


Apakah pulpitis atau apikal periodontitis?
Apa saja gejala untuk kedua penyakit ini?
Pentingnya klasifikasi klinis?
Apa yang perlu dipertimbangkan ketika Anda tentang melakukan perawatan endodontik?

 
A.PENYAKIT PULPA

1. Pulpa Normal

–          Gejala klinis: Pulpa respon terhadap tes vitalitas pulpa dan gejala yang ditimbulkan dari tes tersebut
ringan, tidak menyebabkan pasien merasa linu. Respon pulpa terhadap tes akan segera hilang dalam
beberapa detik.

–          Radiografi: Tidak ada gambaran resorpsi, karies, atau pulpa yang terekspos secara mekanik.

–          Perawatan: Tidak ada perawatan endodontic

1. Pulpitis Reversibel

–          Gejala Klinis: Rasa tidak nyaman (seperti rasa linu) akan segera hilang bila penyebabnya
dihilangkan. Respon dari pulpa berupa rasa yang menusuk yang singkat. Faktor penyebabnya adalah karies,
dentin yang terekspos, perawatan gigi terakhir, restorasi yang rusak.

–          Radiografi: Tidak ada gambaran pulpa yang terekspos, Tidak ada pelebaran membrane periodontal.

–          Perawatan : Restorasi biasa tanpa perawatan endodontic

1. Pulpitis Irreversibel
a. Pulpitis Irreversibel  Simptomatik

Gigi didiagnosa sebagai pulpitis irreversible bila terdapat gejala rasa sakit spontan atau berdenyut.  Rasa
sakit yang ditimbulkan biasanya diperparah dengan perubahan temperature (khususnya stimulus dingin),
rasa sakitnya pun berlangsung cukup lama walaupun penyebab rasa sakit telah dihilangkan. Rasa sakit yang
timbul dapat terasa menusuk atau tumpul, terlokalisasi ataupun menyebar.

Pada radiografi  terlihat perubahan minimal pada tulang periradicular , namun terkadang gambaran
radiografinya pun dapat terlihat normal. Apabila pulpitis irreversible ini semakin parah maka akan
menyebabkan gambaran ligament periodontal semakin tebal.

Diperlukan perawatan endodontik, dapat berupa perawatan pulpotomi atau pulpektomi. Apabila pulpitis
irreversible tidak dirawat maka gigi akan nekrosis.

b. Pulpitis Irreversibel  Asimptomatik

Pada  beberapa kasus  karies yang dalam tidak menimbulkan gejala, walaupun secara klinis dan radiologis
terlihat karies yang telah sampai kedalam pulpa. Apabila gigi tidak dirawat maka kondisi akan semakin
parah menjadi pulpitis irreversibel simptomatik sampai menjadi nekrosis, sehingga perlu dilakukan
perawatan  endodontik segera sebelum pulpitis irreversibel menimbulkan gejala sakit yang berat.

1. Nekrosis Pulpa

Saat pulpa nekrosis (pulpa non vital), suplai darah ke pulpa sudah tidak ada dan saraf pulpa pun tak
berfungsi.  Setelah pulpa nekrosis, penyakit gigi menjadi asimptomatik  sampai akhirnya akan menimbulkan
gejala yang ditimbulkan dari penyebaran penyakit ke jaringan periradikular. Dengan pulpa nekrosis , gigi
tidak akan respon terhadap tes elektris dan tes dingin. Nekrosis pulpa dapat terjadi sebagian atau
keseluruhan dan dapat tidak meliputi seluruh akar pada gigi dengan akar lebih dari satu, sehingga gejala
yang ditimbulkan gigi seringkali membingungkan, saat dilakukan tes vitalitas pulpa disalah satu sisi
responnya negative dan pada sisi akar  lainnya responnya dapat positif.  Gigi ini dapat menimbulkan gejala
seperti pulpitis irreversibel simptomatik.

Setelah pulpa nekrosis, bakteri akan tumbuh dalam saluran akar. Apabila bakteri atau toksin bakteri
menyebar kedalam ligamen periodontal , gigi dapat berespon positif terhadap tes perkusi dan dapat
menimbulkan sakit spontan. Dalam keadaan ini gigi biasanya hipersensitif terhadap panas dan sakit mereda
bila diberi dingin.

Perubahan Radiografi  dapat terlihay dari perubahan ketebalan membrane periodontal sampai lesi periapikal
yang radiolusen. Dibutuhkan perawatan endodontik nekrosis pulpa.

B. PENYAKIT PERIAPIKAL

1. Jaringan Apikal yang Normal

Dalam kategori ini, gigi tidak menimbulkan gejala sakit. Tes perkusi dan tes palpasi hasilnya normal. Pada
gambaran radiografi terlihat laminadura yang masih baik dan membran periodontal disekeliling akar tidak
melebar.

1. Periodontitis Apikalis Simptomatik

Gigi dengan periodontitis apikalis simptomatik akan memiliki gejala sakit akut pada saat menggigit atau
perkusi. Gigi ini dapat respon ataupun tidak respon terhadap tes vitalitas pulpa.

1. Periodontiti s Apikalis Asimptomatik

Gigi dengan periodontitis apikalis asimptomatik umumnya tidak memiliki gejala klinis. Gigi ini tidak respon
terhadap tes vitalitas pulpa, dan hasil radiografi terlihat gambaran radiolusen di apikalnya. Gigi ini
umumnya tidak sensitif terhadap tekanan menggigit tetapi mungkin terasa berbeda pada pasien saat
diperkusi.

1. Abses Apikal Akut

Gigi dengan abses apikal akut memiliki rasa sakit yang sangat akut untuk menggigit, perkusi, dan palpasi.
Gigi ini tidak respon terhadap tes vitalitas pulpa dan dapat terjadi mobiliti dalam berbagai grade. Pada
gambaran radiografi terlihat pelebaran membran periodontal sampai radiolusen di apikal. Pembengkakan
dapat terlihat di intraoral atau ekstraoral. Biasanya disertai dengan demam dan palpasi pada kelenjar limfe
cervical dan submandibular menunjukkan adanya pembesaran.

1. Abses Apikal Kronis

Gigi dengan abses apikal kronis umumnya tidak memiliki gejala klinis. Gigi ini tidak respon terhadap tes
vitalitas pulpa dan pada gambaran radiografinya terlihat gambaran radiolusen di apikal. Gigi umumnya tidak
sensitive terhadap tekanan menggigit tetapi mungkin dapat terasa berbeda pada pasien saat diperkusi.
Dibedakan dengan periodontitis apikalis asimptomatik dengan fistul yang terlihat disekitar gigi yang abses.

Anda mungkin juga menyukai