Anda di halaman 1dari 12

Penyakit periodontal adalah masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki

prevalensi cukup tinggi di masyarakat. Prevalensi penyakit periodontal pada semua kelompok
umur di Indonesia adalah 96,58% (Tampubolon, 2010).Penyakit periodontal merupakan
penyakit infeksi yang menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi lainnya, jika tidak
dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Akumulasi bakteri
plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal (Lumentut et al,
2013).
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak terawat bisa berkembang
menjadi periodontitis. Periodontitis merupakan inflamasi pada jaringan periodontal yang
ditandai dengan kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang alveolar. Secara klinis
periodontitis ditandai dengan akumulasi plak baik supragingiva maupun subgingiva yang
berhubungan dengan pembentukan kalkulus, inflamasi gingiva, pembentukan poket,
kehilangan perlekatan periodontal dan tulang alveolar. Gingiva penderita periodontitis
menjadi lebih lunak dan warnanya berubah dari coral pink menjadi merah mengkilat,
stipplingpada gingiva cekat menghilang dan terjadi perubahan margin gingiva yang
membulat atau berbentuk kawah dan disertai dengan resesi gingiva (Carranza et al., 2006).
Periodontitis kronis atau dikenal sebagai periodontitis dewasa merupakan periodontitis
dengan prevalensi paling tinggi dan penyakit ini secara progresif berjalan lambat.
Periodontitis kronis dapat dibedakan menjadi periodontitis kronis lokalisata dan generalisata.
Periodontitis kronis lokalisata terjadi pada kurang dari 30% tempat di permukaan mulut
dibuktikan dengan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang. Periodontitis kronis
generalisata terjadi pada lebih dari 30% permukaan mulut. Kehilangan tulang pada
periodontitis kronis dapat terjadi secara horizontal atau vertikal. Kehilangan tulang horizontal
dihubungkan dengan pembentukan poket supraboni, dan vertikal dihubungkan dengan poket
infraboni.
Poket dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Poket gingiva (pseudopocket/poket semu) adalah pendalaman sulkus gingiva sebagai akibat
dari pembesaran gingiva. Tidak terjadi migrasi epitel jungsional ke apikal atau resorpsi
puncak tulang alveolar, kedua
Poket supraboni adalah pendalaman sulkus gingiva disertai dengan kerusakan serabut gingiva
di dekatnya, ligamen periodonsium, dan puncak tulang alveolar, yang dikaitkan dengan
migrasi epitel jungsional ke apikal. Dasar poket dan epitel jungsional lebih koronal
dibandingkan puncak tulang alveolar. Poket supraboni dihubungkan dengan resorpsi tulang
horizontal, yaitu penurunan ketinggian puncak alveolar keseluruhan, umumnya puncak tulang
dan permukaan akar membentuk sudut siku-siku. Selanjutnya
Poket infraboni adalah pendalaman sulkus gingiva dengan posisi dasar poket dan epitel
jungsional terletak lebih ke apikal dibandingkan puncak tulang alveolar. Poket infraboni
dihubungkan dengan resorpsi tulang vertical (resorpsi tulang angular), yaitu kehilangan
tulang yang membentuk sudut tajam terhadap permukaan akar.
Salah satu gambaran klinik penyakit periodontal adalah terbentuknya poket periodontal
yaitu bertambah dalamnya sulkus gingiva yang terjadi akibat pergerakan epitelium junctional
kearah apikal baik disertai maupun tidak disertai dengan pergerekan tepi gingiva kearah
koronal. Tanda-tanda klinik yang menunjukkan adanya poket periodontal meliputi tepi
gingiva berwarna merah kebiruan, marginal gingiva menebal, perdarahan, supurasi gingiva
dan gigi goyang, pembentukan diastema dan gejala-gejala lain seperti nyeri yang terlokalisir
atau nyeri yang dalam pada tulang (Bulkacz, 2002) Prosedur untuk menghilangkan faktor-
faktor etiogenik pada poket periodontal bisa dilakukan dengan kuretase tertutup dan flap
kuretase untuk menghilangkan adanya lesi. Poket periodontal sering menyertai beberapa
penyakit periodontal, misalnya pada gingivitis ataupun periodontitis kronis. Poket periodontal
yang berisi jaringan patogen dan debris harus segera dihilangkan sehingga tidak meluas
menjadi lebih parah. Perawatan alternatif poket periodontal salah satunya adalah dengan
dilakukan kuretase (Dinyati, 2016).
Dalam perawatan penyakit periodontal terdapat beberapa fase, fase I yaitu fase non
bedah terdiri dari kontrol plak, edukasi pasien, pembuangan kalkulus dan penghalusan akar
seperti scaling and root planing dan kuretase, koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi,
membuang karies pada gigi, terapi antibiotik, oklusal terapi, perawatan orto dan splinting.
Fase II yaitu fase bedah, terdiri dari bedah periodontal seperti kuretase terbuka dan terapi
endodonti. Fase III yaitu fase restoratif restorasi akhir, protesa cekat atau lepasan. Fase IV
yaitu fase maintenance terdiri dari pengecekan secara rutin plak dan kalkulus, kondisi
gingiva, oklusi dan kegoyangan gigi (Newman, 2012).
Kuretase merupakan prosedur bedah tertutup yang dilakukan dibawah anestesi lokal
dan bertujuan untuk mereduksi, mengeliminasi, melekatkan kembali atau membuat
perlekatan baru poket. Kuretase dicapai dengan menghilangkan jaringan granulasi
terinflamasi kronis pada dinding lateral dari poket periodontal. Prosedur ini diindikasikan
untuk poket intraboni dangkal sampai sedang pada area yang masih dapat terakses secara
bedah tertutup (closed surgery). (Newman, 2012). Kuretase juga diindikasikan untuk
periodontitis ringan sampai sedang dengan kedalaman poket kurang dari 6 mm, pada jaringan
oedem dan jaringan inflamasi, sebagai fase inisial dari prosedur bedah lain, pada kehilangan
perlekatan dan tulang alveolar yang progresif serta peningkatan level patogen
mikroorgnanisme. Kontraindikasi dilakukannya kuretase yaitu pada pasien dengan penyakit
sistemik berat, pasien yang memiliki resiko fokus infeksi, jaringan fibrotik, poket yang
dalam, serta keterlibatan furkasi(Carranza et al., 2006).Kuretase tidak mengeleminasi
penyebab inflamasi (bakteri plak dan kalkulus) sehingga kuretase harus dilakukan setelah
proses scaling and root planing.

2.1 Penyakit Periodontal


Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai
penyangga gigi yang terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis.Bentuk
penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi
jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang,keadaan ini dikenal
dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses
penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau
sementum, keadaan ini disebut dengan periodontitis.
Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor primer dan
faktor sekunder. Faktor primer adalah iritasi bakteri dimana ini erat kaitannya dengan
pembentukan plak dan kalkulus, sedangkan faktor sekundernya dibagi menjadi lokal dan
sistemik. Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi,
sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.Faktor
lokal antara lain restorasi gigi yang kurang baik, gigi tiruan dengan desain yang kurang baik,
dan susunan gigi yang berjejal. Faktor sistemik antara lain penyakit Diabetes Mellitus,
penyakit darah, dan faktor hormonal.
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada
permukaan gigi dan gingiva, lunak,dan tidak terkalsifikasi. Berdasarkan letak huniannya, plak
dibagi atas supra gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang
berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus
gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan
dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik. Bakteri dapat
menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh, mengurangi pertahanan jaringan tubuh, dan menggerakkan
proses immuno patologi.
Secara mikroskopis, untuk dapat menimbulkan penyakit maka bakteri berkolonisasi
pada leher gingiva dengan menyerang pertahanan hospes, merusak barier krevikuler epitelial,
dan memproduksi substansi yang merusak jaringan. Beberapa enzim produk bakteri seperti
kolagenase, hialuronidase, protease mampu mendegradasi jaringan ikat dengan menguraikan
fibril dan serabut kolagen. Adapun bakteri penyebab periodontitis kronis, yaitu
Porphiromonas gingivalis (P.gingivais), Prevotellaintermedia (P.intermedia),
Capnocytophaga, A.actinomycetemcomitans(A.a), Eikenellacorrodens, Campylobacter
rectus(C.rectus).
Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama terjadinya penyakit
periodontal,akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya yang merupakan
multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas
daya tahan tubuh.Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang
mengalami kalsifikasi, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah baik supragingiva
maupun subgingiva. Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat
diperberatoleh keadaan sistemik.

2.2 Periodontitis
Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang
disebabkan oleh bakteri, sehingga terjadi kerusakan pada ligamen periodontal dan tulang
alveolar yang ditandai dengan pembentukan poket maupun resesi. Tanda klinis periodontitis
yaitu perubahan warna, kontur, dan perdarahan saat probing pada gingiva, hilangnya
perlekatan disertai pembentukan poket periodontal, serta perubahan kerapatan dan tinggi
tulang alveolar (Newman et al, 2012). Klasifikasi penyakit periodontal menurut American
Dental Association/American Academy of Periodontology (1986):
1. Tipe I: Gingivitis
Tidak ada kehilangan perlekatan, perdarahan saat probing mungkin terjadi.
2. Tipe II: Periodontitis ringan
Kedalaman poket atau kehilangan perlekatan 3-4 mm, perdarahan saat probing
mungkin terjadi, resesi gingiva pada area tertentu, keterlibatan furkasi derajat I.
3. Tipe III: Periodontitis sedang
Kedalaman poket atau kehilangan perlekatan 4-6 mm, perdarahan saat probing,
keterlibatan furkasi derajat I atau II, mobilitas kelas I.
4. Tipe IV: Periodontitis berat
Kedalaman poket atau kehilangan perlekatan >6 mm, perdarahan saat probing,
keterlibatan furkasi derajat II atau III, mobilitas kelas II atau III
5. Tipe V: Periodontitis refraktori dan juvenile
Refraktori: Periodontitis tidak merespon terapi konvensional atau segera kambuh
setelah perawatan
6. Juvenile: Bentuk juvenile pada periodontitis.

Klasifikasi periodontitis menurut America Academy of Periodontology (1999):


1. Chronic periodontitis
a. Localized: <30% jaringan periodontal yang terlibat
b. Generalized: >30% jaringan periodontal yang terlibat
c. Ringan: 1-2 mm clinical attachment loss
d. Sedang: 3-4 mm clinical attachment loss
e. Berat: >5 clinical attachment loss
2. Aggresive periodontitis
a. Localized: proximal attachment loss pada setidaknya 2 gigi, salah satu gigi adalah
gigi molar pertama.
b. Generalized: proximal attachment loss pada setidaknya 3 gigi selain gigi molar
pertama dan insisivus.
3. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik
a. Hematologik: Acquired neutropenia, leukimia
b. Genetik: Familial dan cyclic neutropenia, Down syndrome, sindrom defisiensi adhesi
leukosit, Papillon-Lefevre syndrome, Chediak-Higashi syndrome, Histiocytosis
syndrome, penyakit penyimpanan glikogen, Agranulositosis infantil, Cohen
syndrome, Ehlers-Danlos syndrome (tipe IV dan VIII AD), Hipofosfatasia (Newman
et al, 2012).

2.3 Kuretase
Pada pasien dengan periodontitis dilakukan scalling dan kuretase. Kata kuretase
digunakan dalam periodontik untuk menjelaskan pembersihan dinding gingiva poket
periodontal untuk menghilangkan jaringan lunak patologis. Ada 2 jenis kuretase, yakni
Kuretase Gingiva, terdiri dari pembersihan jaringan lunak terinflamasi di bagian lateral
dinding poket. Kuretase Subgingiva, merupakan prosedur yang membersihkan kebagian
apical sampai keperlekatan epitel, merusak perlekatan jaringan ikat, sampai kepuncak tulang.
Ada juga kuretase yang dilakukan tanpa disengaja, pada saat scaling dan root planing,
kuretase ini biasa disebut inadvertent curretage.

Kuretase bertujuan untuk menghilangkan jaringan granulasi terinflamasi kronis yang


terbentuk di dinding lateral poket periodontal sehingga terbentuk perlekatan baru /
reattachment. Kuretase juga mengeliminasi semua atau kebanyakan epitel yang melapisi
dinding poket dan underlying junctional ephitelium. Berikut adalah indikasi dilakukan
kuretase :
a. Kuretase dapat dilakukan sebagai bagian dari usaha pembentukan perlekatan baru pada
poket infraboni dengan kedalaman sedang (moderate), yang terletak di area yang
mudah diakses, dimana closed surgery dianjurkan.
b. Kuretase dapat dilakukan sebagai prosedur nondefinitif untuk mereduksi inflamasi yang
lebih utama dibanding eliminasi poket dengan metode lain, atau pasien yang kontra
indikasi dengan teknik bedah yang lebih agresif (misalnya flap), karena alasan usia,
sistemik, psikologi, dll
c. Kuretase juga seringkali dilakukan pada kunjungan berikutnya sebagai metode
pemeliharaan untuk area terinflamasi dan poket yang telah dirawat. Khususnya setelah
pembedahan reduksi poket.

Kontraindikasi kuretase:
a. Adanya infeksi akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
b. Pembesaran fibrous pada gingiva seperti hiperplasia karena phenytoin
c. Perluasan dasar poket ke apikal mucogingival junction
d. Pasien dengan kondisi sistemik tertentu, manfaat dibandingkan resiko dari prosedur
bedah dipertimbangkan secara hati-hati sebelum prosedur dilakukan kepada pasien
Ada dua jenis kuret :
1) Kuret universal  dapat beradaptasi dengan semua permukaan gigi.
Kedua cutting edges dapat digunakan.
2) Kuret area-specific  hanya dapat beradaptasi dengan area yang
spesifik atau permukaan gigi yang spesifik. Hanya satu cutting edge yang
digunakan. Contoh : satu set kuret Gracey
Untuk gracey curettes yang double-ended pengaturan penggunaannya sebagai berikut :
- Graceynomor 1-2 dan 3-4, digunakanuntukgigi anterior
- Gracey nomor 5-6, digunakan unutk gigi anterior dan premolar
- Gracey nomor 7-8 dan 9-10, digunakan untuk gigi posterior pada permukaan fasial dan
lingual
- Gracey nomor 11-12, digunakan untuk permukaan mesial gigi posterior
- Gracey nomor 13-14, digunakan pada permukaan distal gigi posterior

Kuretase tidak mengeliminasi penyebab inflamasi (seperti bakteri plak dan deposit).
Sehingga kuretase harus selalu di dahului dengan scaling dan root planing, yang merupakan
prosedur dasar terapi periodontal. Langkah-langkah kerjanya:
1. Pilih instrumen (kuret) yang sesuai.
2. Masukkan instrument untuk dapat menarik lapisan terdalam dinding poket dan
membawa jaringan lunak, biasanya dengan menggunakan tekanan horizontal.
3. Dinding poketdisokongdengantekanan jari lembut pada permukaan eksternalnya.
4. Kuret kemudian diletakkan dibawah cut edge of the junctional ephitelium untuk
membersihkannya secara perlahan
Padakuretasesubgingiva:
1. Perlekatan jaringan antara bagian bawah poket dan alveolar crest, dilepaskan dengan
gerakan sekop sampai ke permukaan gigi.
2. Area tersebut diirigasi untuk membersihkan debris dan jaringannya diadaptasikan
dengan gigi melalui tekanan jari lembut.
3. Terkadang penjahitan dan pemasangan periodontal pack diperlukan
Setelah dilakukan kuretase, gumpalan darah mengisi daerah poket, yang sama sekali
atau sebagian tanpa lapisan epitel. Perdarahan juga terjadi di dalam jaringan dengan
pembesaran kapiler dan kemudian terdapat banyak leukosit polimorfonuklear muncul di
permukaan luka, hal ini diikuti oleh proliferasi cepat dari jaringan granulasi dengan
penurunan jumlah pembuluh darah kecil sebagai jaringan yang dewasa. Perbaikan dan
epitelisasi dari sulkus umumnya memerlukan waktu 2 sampai 7 hari, dan perbaikan
junctional epithelium terjadi paling cepat 5 hari setelah perawatan. Pembentukan serat
kolagen yang belum matang terjadi dalam waktu 21 hari. Serat gingival yang sehat secara
tidak sengaja terputus dari gigi, dan kerusakan epitel yang terjadi akan diperbaiki dalam
proses penyembuhan (Caranza,1996).

Segera setelah scalling dan kuretase gingival muncul perdarahan dan berwarna merah
terang. Setelah satu minggu tampilan gingival berkurang atau menurun karena pengurangan
ketinggian untuk pergeseran apical pada posisi margin gingival. Gingiva juga sedikit lebih
merah dari biasanya tapi lebih baik dari hari sebelumnya.Setelah dua minggu dan dengan
kebersihan mulut yang tepat oleh pasien, warna normal, konsistensi, tekstur permukaan, dan
kontur dari gingival tercapai dan margin gingival ini juga disesuaikan dengan gigi
(Caranza,1996).

PEMBAHASAN
Periodontitis kronis dapat disebabkan karena faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor
lokal yaitu akumulasi plak pada gigi dan permukaan gingiva tepatnya pada dentogingival
junction. Kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang alveolar dihubungkan dengan
peningkatan proporsi bakteri gram negatif pada biofilm plak subgingival. Faktor sistemik
yaitu penyakit sistemik seperti DM tipe 2, perokok, stres emosional 1. Etiologi penyakit
periodontitis kronis pada pasien ini kemungkinan adalah akumulasi plak dan kalkulus pada
sub dan supragingiva. Perawatan yang tepat adalah menghilangkan penyebab, sehingga perlu
dilakukan scaling and root planing serta kuretase untuk membersihan permukaan akar dan
gingiva dari plak, kalkulus dan endotoxin .
Kuretase harus diawali dengan scaling and root planing. Scaling bertujuan untuk
membuang plak dan kalkulus serta stain dari permukaan mahkota dan akar, root planing
bertujuan menghaluskan permukaan akar. Penghalusan akar dapat mengurangi kedalaman
poket, meningkatkan perlekatan klinis, serta menghambat progresivitas penyakit 7.Tanpa akar
yang bersih dan halus, hasil kuretase akan sangat terbatas karena akar yang kasar akan
menjadi pusat penumpukkan plak sehingga mencegah perlekatan epitel. Bakteri pada plak
dan kalkulus menghasilkan endotoxin. Endotoxin merupakan lipopolisakarida dari bakteri
gram negatif yang ditemukan pada permukaan superfisial sementum yang dapat menghalangi
reattachment jaringan epitel dan regenerasi connective tissue permukaan akar. Karena hal ini,
permukaan akar harus halus sampai sementum sehat3.
Segera setelah dilakukan kuretase, bekuan darah mengisi area poket llining epithelial.
Perdarahan juga terbentuk disertai dengan dilatasi kapiler dan munculnya banyak PMN ke
area luka. Hal ini diikuti proliferasi segera dari daerah jaringan granulasi yang telah dibuang.
Proses penyembuhan jaringan epitel pada poket setelah kuretase bisa 5-12 hari atau 2-7 hari
pertama5. Segera setelah scaling dan kuretase, gingiva tampak merah terang dan berdarah 1.
Setelah 6 hari, gingiva akan tampak merah namun terjadi pengurangan edema 6. Setelah satu
minggu, gingiva mengalami pengurangan ketinggian karena perubahan posisi bagian apikal
margin gingiva. Warna gingiva juga menjadi merah agak gelap dari normal, namun lebih
sedikit dari hari sebelumnya. Setelah 9 hari, gingiva akan berwarna merah muda dengan
keratinisasi pada permukaan6. Setelah 2 minggu, dibantu dengan OH yang baik, terbentuklah
warna, konsistensi, tekstur, dan kontur gingiva yang normal dan margin gingiva yang
beradaptasi dengan baik pada gigi1.
Pengurangan kedalaman poket yang terjadi pada kasus ini dapat disebabkan beberapa
hal. kuretase dapat mereduksi kedalaman poket dengan membentuk perlekatan baru pada
jaringan dan penyusutan jaringan. Penelitian lain menyebutkan bahwa kuretase dapat
membuat jaringan melekat kembali5. kuretase dapat membuat perlekatan jaringan dengan
mereduksi kehilangan perlekatan periodontal.
Pemberian metronidazole gel pada sulkus sebagai kombinasi kuretase dan scaling and
root planing serta pemberian antibiotik dapat meningkatkan efektifitas perawatan
periodontal7. Gel metronidazol bersifat bakteriostatis sangat efektif untuk mengurangi sakit
dan mempercepat proses penyembuhan4. Metronidazole merupakan antibiotik unik karena
efektif melawan bakteri anaerob yang merupakan penyebab utama periodontitis kronis namun
hanya memiliki sedikit pengaruh untuk bakteri fakultatif dan bakteri aerob. Gel metronidasol
akan berubah menjadi semisolid setelah berkontak dengan cairan sulkus sampai akhirnya
menjadi bahan dengan konsentrasi paling tinggi pada sulkus. Metronidazol menembus
membran sel bakteri dan meruska DNA sehingga terjadi kematian sel yang sangat cepat.
dalam 24 jam, metronidazol akan membunuh bakteri patogen periodontal8.
Antibiotik ini memperlihatkan hasil yang baik untuk pasien periodontitis berat,
apalagi jika dikombinasikan dengan antibiotik lain4. Kontrol plak harus selalu dilakukan
setiap kunjungan, karena tidak ada perawatan periodontal yang berhasil tanpa kontrol plak
yang baik. Penentuan daerah yang sering menjadi sumber plak dapat diketahui melalui RKP.

KESIMPULAN
Perawatan kuretase ditambah dengan pemberian metronidasol gel dan sistemik pada pasien
periodontitis kronis dapat memberikan hasil perawatan yang efektif dan baik terhadap
pengurangan kedalaman poket dan peningkatan perlekatan.

PENGELOLAAN PASIEN HIPERTENSI UNTUK PERAWATAN DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI

Poerwati Soetji Rahajoe

Pada jurnal ini dibahas mengenai penyakit hipertensi, mekanisme kerja


vasokonstriktor dalam anestesi lokal, serta didiskusikan tentang pengelolaan pasien dengan
hipertensi yang memerlukan perawatan gigi. Dalam bidang kedokteran gigi tujuan pengelolaan
dan pencegahan hipertensi adalah memberikan perawatan dengan strategi preventif dan kuratif
yang tepat dengan kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien dalam menerima dan merespon
perawatan sehingga komplikasi lebih lanjut akibat hipertensi selama perawatan gigi dapat
dihindari.

Terdapat dua strategi perawatan gigi pada pasien dengan hipertensi yaitu preventif dan
kuratif (tabel 1), serta perhatian yang sangat besar harus diberikan khususnya adanya
kemungkinan komplikasi terjadinya hipertensi akut/crisis hypertension/emergency hipertensi
yang terjadi selama perawatan gigi (tabel 2). Strategi preventif meliputi seluruh tindakan untuk
mengontrol tekanan darah pasien dan semua tindakan preventif dalam bidang kedokteran gigi
sendiri seperti kontrol plak, fluoridasi, dan lain-lain. Tindakan preventif yang efektif untuk
mengontrol tensi pasien meliputi seluruh tindakan menghilangkan penyebab yang dapat
meningkatkan tekanan darah pasien, meliputi kontrol kecemasan atau stress, pemilihan
anestesi, bahan anestesi, dan kontrol sakit setelah tindakan selesai.

Prosedur dental yang lama dan stressful sebaiknya dihindarkan. Pemberian sedatif


peroral (benzodiazepine 5 mg malam sebelum tidur, dan 1 jam sebelum tindakan perawatan)
cukup membantu mengurangi stress. Penggunaan sedasi dengan Nitrous Oxide (N2O) dapat
menurunkan tekanan darah sistole dan diastole sampai 10-15 mmHg kira-kira 10 menit setelah
pemberian dan selanjutnya dapat dilakukan anestesi lokal dengan atau tanpa vasokonstriktor.
Anestesi lokal merupakan pemilihan terbaik untuk pasien dengan hipertensi dibanding anestesi
umum. Pemberian anestesi harus pelan dan penyuntikan intravaskular harus dihindari.

Bahan vasokonstriktor yang menjadi kontra indikasi pasien hipertensi adalah noradrenalin dan


levonordefrin, karena akan meningkatkan tekanan darah secara dramatis, akibat merangsang
reseptor β1 lebih banyak dan sedikit aktivitas di reseptor β2. Adrenalin lebih aman digunakan
untuk pasien dengan hipertensi (konsentrasi 1:80.000 – 1:200.000), karena tidak akan
meningkatkan tekanan darah secara dramatis akibat perangsangan pada reseptor β1 dan β2
yang hampir sama, selain itu waktu paruh adrenalin kurang lebih 1 menit dan akan dieliminasi
kira-kira 10 menit, oleh karena itu pengaruhnya cenderung hanya sesaat. Felypressin adalah
satu-satunya vasokonstriktor nonsimpatometik yang tidak memiliki efek pada dan mungkin lebih
aman untuk pasien-pasien hipertiroid, hipertensi, namun kemampuan mengontrol hemostasis
rendah.

American society of anaesthesiologists (ASA) mengklasifikasikan status risiko pasien menjadi:


ASA I, ASA II, ASA III, dan ASA IV. Untuk pasien ASA I, dengan tekanan darah normal 120/80 –
130/89 mmHg, tidak ada penyakit sistemik), perawatan gigi rutin dapat diberikan. Pasien ASA II,
dengan hipertensi tahap 1, dengan tekanan darah 140/90- 159/99, stabil secara medis, tidak ada
pembatasan aktivitas fisik, perlu pemantauan tekanan darah setelah anestesi lokal yang
mengandung adrenalin, perawatan gigi rutin bisa dilakukan. Pasien hipertensi tahap 2, dengan
tekanan darah 160/100-179/109 mmHg, tidak stabil secara medis dan toleransi aktivitas fisik
terbatas (ASA III), perlu pembatasan vasokonstriktor dalam anestesi lokal yang digunakan.
Pasien hipertensi tahap 2, dengan tekanan darah 180/110-209/119 mmHg, tidak stabil secara
medis dan aktivitas fisik sangat terbatas (ASA IV), berisiko untuk perawatan dengan anestesi
lokal yang mengandung vasokonstriktor hanya perawatan gigi darurat nonstressful  yang dapat
diberikan. Pasien hipertensi tahap 2, dengan tekanan darah 210/120 mmHg atau lebih tidak
dapat menerima stress fisik maupun emosional, biasanya pasien hipertensi yang langsung
mengancam kehidupan (ASA IV), semua tindakan dental darurat harus dipertimbangkan bahwa
terapi gigi memang benar-benar menguntungkan dibanding komplikasi yang timbul akibat
hipertensinya.

Tabel 1. Strategi preventif dan kuratif perawatan gigi pada pasien hipertensi

Tekanan darah Strategi

120/80 mmHg atau kurang Catat tekanan darah setiap kali kunjungan
Perawatan gigi rutin
– Tekanan darah optimal

– Risiko status I

130/85 mmHg atau kurang Catat tekanan darah setiap kali kunjungan
– Tekanan darah normal Perawatan gigi rutin

– Risiko status I

130/85 – 130/89 mmHg Catat tekanan darah setiap kali kunjungan


– Tekanan darah tinggi-normal (prehipertensi) Perawatan gigi rutin

– Risiko status I

140/90 – 159/99 mmHg Catat tekanan darah setiap kali kunjungan


– Hipertensi tahap 1 Perawatan gigi rutin

– Risiko status II – Catat tekanan darah setelah anestesi lokal dengan


adrenalin (dengan pembatasan)
A. Stabil secara medis
Rujuk medis secara rutin
B. Ada pembatasan aktivitas fisik

160/100 – 179-109 mmHg Catat tekanan darah setiap kali kunjungan


– Hipertensi tahap 2 Perawatan gigi selektif

– Risiko status III – Catat tekanan darah setelah anestesi lokal dengan
adrenalin (dengan pembatasan)
A. Tidak stabil secara medis
Rujuk medis secara rutin
B. Ada pembatasan aktivitas fisik

180/110 – 209/119 mmHg Catat tekanan darah setiap kali kunjungan


– Hipertensi tahap 2 Perawatan gigi emergensi

– Risiko status – Monitor tekanan darah selama perawatan

A. Tidak stabil secara medis – Penggunaan anestesi lokal tanpa


ephineprine/adrenalin
B. Sangat terbatas dalam toleransi aktivitas fisik
Rujuk medis secara rutin
 

210/120 mmHg atau lebih Catat tekanan darah setiap kali kunjungan
– Hipertensi tahap 2 Perawatan gigi emergensi

– Risiko status IV – Monitor tekanan darah selama perawatan

A. tidak toleransi terhadap aktivitas fisik – Penggunaan anestesi lokal tanpa


ephineprine/adrenalin
B. Hipertensi mengancam kehidupan Rujuk medis secara rutin

Tabel 2. Diagnosis dan perawatan krisis hipertensi dalam perawatan gigi

Gejala dan Tanda Perawatan

Lemas Kepala dinaikkan


Pemberian oxygen ( 6 liter per menit)
Wajah Kemerahan
Pemberian nitroglyserin (0,4 mg) sublingual/spray
Sakit kepala
Aktifkan medical emergency
Pusing
Monitor tanda vital
Trinitus

Tekanan darah >180-110 mmHg

Perubahan status mental

Sakit pada dada

Penggunaan bahan vasokonstriktor dalam bahan anestesi lokal pada pasien hipertensi masih
merupakan suatu perdebatan, meskipun sudah ada bukti-bukti penelitian bahwa penggunaan
bahan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor khususnya adrenalin dalam dosis yang
dianjurkan, yaitu dosis maksimal 0,2 mg untuk pasien sehat tiap kali kunjungan dan 0,04 mg
direkomendasikan untuk pasien dengan hipertensi. Lidocaine comp 2% dengan kadar adrenalin
0,025 mg per ampul dapat diberikan untuk pasien dengan hipertensi maksimal dosis sebanyak
1,5 ampul.

Anda mungkin juga menyukai