Anda di halaman 1dari 5

1.

Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan Subjektif
b. Pemeriksaan Objektif
a. Perkusi
Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan perkusi adalah nyeri
terhadap pukulan (tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan
nyaring/solid metalic). Perkusi untuk melihat apakah adanya peradangan
pada jaringan periodontal. Perkusi  dilakukan dengan cara memberi
pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari,
kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari
pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung
instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan
membingungkan penegakan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada
tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-
mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau horisontal-
bukolingual mahkota.
Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi vertikal-
oklusal menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh lesi
karies. Gigi yang memberikan respon nyeri terhadap perkusi horisontal-
bukolingual menunjukkan kelainan di periapikal yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan periodontal. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi
gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya. .
b. Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara
menggerakkan sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek
apakah ada suatu kavitas atau tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada
gigi menunjukkan ada vitalitas gigi atau kelainan pada pulpa. Jika gigi
tidak memberikan respon terhadap sondasi pada kavitas yang dalam
dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut nonvital.
c. Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal
dengan menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan
memasukan probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur
kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit.
d. Tes Mobilitas – Depresibilitas
Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui apakah gigi terikat kuat
atau longgar pada alveolusnya. Tes mobilitas dilakukan dengan
menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan
jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya.
Hasil tes mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan.
Derajat pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya, derajat
kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan bisa bergerak
dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih
besar dari 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes
depresibilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam
soketnya menggunakan jari atau instrumen
e. Tes Vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes
vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes
jarum miller dan tes elektris.
 Tes termal merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi
panas dan dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas
terhadap perubahan termal.
o Tes dingin dapat dilakukan dengan menggunakan etil
klorida, dengan cara menyemprotkan etil klorida pada
cotton pellet dan mengoleskan cotton pellet pada sepertiga
servikal gigi.
o Tes panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan
yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and
heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas
dengan baik.
 Tes kavitas , bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan
cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan
cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil
vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit
 Tes jarum miller Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi
yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes
jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller
hingga ke saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka
hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah
nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi
masih vital
 Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes
vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh.
Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes
elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan
dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada
bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan
lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan
diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak
tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Gigi dikatakan
vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi
dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat
dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak
dapat melewati akrilik, keramik, atau logam.
2. Penyakit Pulpa dan Periapikal
a. Penyakit Pulpa
i. Pulpa Normal
Pulpa normal adalah suatu keadaan dimana tidak ada
simptom pada gigi dan respon normal terhadap tes vitalitas
pulpa tanpa adanya inflamasi. Pada gambaran radiografi tidak
ada gambaran resorpsi, karies, atau pulpa yang terekspos
secara mekanik.
ii. Pulpitis Reversibel
Merupakan suatu inflamasi ringan pada jaringan
pulpa yang bereaksi saat adanya stimulus (dingin, manis)
diberikan. Respon dari pulpa berupa rasa sakit yang tajam
dan bersifat sementara, akan tetapi saat stimulus
dihilangkan, rasa sakit masih ada selama 1-2 detik dan
kemudian hilang dan akan kembali normal. Penyebab dari
pulpitis reversible adalah adanya karies, kesalahan
restorasi, dan trauma.
iii. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel merupakan kondisi inflamasi
yang presisten pada pulpa dapat bersifat akut, subakut, atau
kronis. Kondisi pulpa masih dalam keadaan vital namun
tidak dapat di kembalikan pada keadaan normal dan
keadaan ini harus dirawat dengan melakukan pulpektomi.
1. Pulpitis Ireversibel Simptomatik
Terjadi bila terdapat gejala rasa sakit spontan
atau berdenyut.  Rasa sakit yang ditimbulkan biasanya
diperparah dengan perubahan (khususnya stimulus
dingin), rasa sakitnya pun berlangsung cukup lama
walaupun penyebab rasa sakit telah dihilangkan. Rasa
sakit yang timbul dapat terasa menusuk atau tumpul,
terlokalisasi ataupun menyebar.
2. Pulpitis Ireversibel Asimptomatik
Pada  beberapa kasus  karies yang dalam tidak
menimbulkan gejala, walaupun secara klinis dan
radiologis terlihat karies yang telah sampai kedalam
pulpa. Apabila gigi tidak dirawat maka kondisi akan
semakin parah menjadi pulpitis irreversibel simptomatik
sampai menjadi nekrosis,
iv. Nekrosis Pulpa
Saat pulpa nekrosis (pulpa non vital), suplai darah
ke pulpa sudah tidak ada dan saraf pulpa pun tak berfungsi. 
Setelah pulpa nekrosis, penyakit gigi menjadi asimptomatik
sampai akhirnya akan menimbulkan gejala yang
ditimbulkan dari penyebaran penyakit ke jaringan
periradikular. Pulpa nekrosis menyebabkan gigi tidak akan
respon terhadap tes vitalitas. Kematian pulpa dapat berasal
dari pulpitis ireversibel yang tidak dirawat atau mungkin
terjadi segera setelah cedera traumatik yang mengganggu
suplai darah ke pulpa. Nekrosis mungkin terjadi secara
parsial atau total.

b. Penyakit Periapikal
i. Jaringan Apikal yang Normal
Dalam kategori ini, gigi tidak menimbulkan gejala
sakit. Tes perkusi dan tes palpasi hasilnya normal. Pada
gambaran radiografi terlihat laminadura yang masih baik
dan membran periodontal disekeliling akar tidak melebar
ii. Periodontitis Apikalis Akut
Keadaan ini menggambarkan inflamasi di sekitar
apeks. Gigi dengan periodontitis apikal akut peka terhadap
perkusi. Penyebabnya dikarenakan oleh trauma, penyebaran
bakteri dari gigi yang terinfeksi dan over instrumen pada
saat perawatan saluran akar. Simptom pada periodontitis
apikal akut pada saat menggigit gigi terasa sakit (perkusi
+).
iii. Periodontitis Apikalis Kronis
Periodontitis apikal kronis juga disebut dengan
periapikal granuloma dimana jaringan granulasi yang
terbentuk karena adanya inflamasi yang berlangsung secara
kronis disekitar apeks gigi yang nekrosis. Gigi dengan
periodontitis apikalis kronis umumnya tidak memiliki rasa
sakit atau asimptomatik, dan dapat menjadi sakit apabila
dalam keadaan eksaserbasi akut.
iv. Abses Apikal Akut
Gigi dengan abses apikal akut ditandai dengan
terbentuknya pus pada apeks gigi yang nekrotik dan
menimbulkan rasa sakit yang hebat. Gigi ini tidak respon
terhadap tes vitalitas pulpa dan dapat terjadi mobiliti dalam
berbagai grade.

v. Abses Apikal Kronis


Gigi dengan abses apikal kronis umumnya tidak
memiliki gejala klinis (asimptomatik). Gigi ini tidak respon
terhadap tes vitalitas pulpa (-) atau gigi non vital, palpasi
positif (+), perkusi (-) dan pada gambaran radiografinya
terlihat gambaran radiolusen difus pada area apeks gigi
yang nekrosis. Dibedakan dengan periodontitis apikalis
asimptomatik dengan fistul yang terlihat disekitar gigi yang
abses.
vi. Kista Radikular
Kista radikular disebabkan karena karies, trauma,
maupun iritasi oleh bahan restorasi. Kista ini bersifat
asimptomatik dan dijumpai setelah dilakukan permeriksaan
radiografi pada gigi yang nekrosis. Kista ini akan
menghasilkan pembengkakan yang besar secara lambat dan
dapat mencapai ukuran besar

3. Interpretasi Radiografi
4. Teknik Preparsi Crown Down
Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown-down bertujuan
untuk menghasilkan bentuk
Diperkenalkan oleh Marshall dan Pappin, yang disebut preparasi
Crown-down tanpa tekanan. Menggunakan Glidden-Gate dan file yang
lebih besar di sepertiga koronal dari saluran akar (dari orifice) dan file
semakin kecil yang digunakan dari 'mahkota ke bawah' sampai panjang
yang diinginkan tercapai. Tujuan utama teknik crown down untuk
meminimalkan atau menghilangkan sejumlah jaringan nekrotik yang
terekstrusi ke arah foramen apikal selama instrumentasi. Juga akan
mencegah ketidaknyamanan karena kurang bersihnya saat instrumentasi
dan debridement karena adanya debris di arah foramen apikal dan
menyebabkan penyempitan secara biokompatibel. Keuntungannya ter dari
bebas dari kendala atau masalah dari melebarnya apikal karena
instrumentasi.
Perbedaan metode step-back dengan crown down yaitu, stepback
diawali dengan instrumen yang paling kecil sedangkan stepdown diawali
dengan instrument terbesar. Stepback preparasinya dimulai pada 1/3 apikal
menggunakan hand instrument dan stepdown pada 1/3 koronal
menggunakan instument.

Anda mungkin juga menyukai