Masyarakat
1. Latar Belakang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
dimasyarakat. PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga dilakukan
untuk mencapai Rumah Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup
bersih dan sehat seseorang berhubungan dengan peningkatan kesehatan individu,
keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
Kriteria penilaian/individu rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan
sehat meliputi 10 indikator. Apabila salah satu indiator dari sepuluh kriteria
penilaian/indikator rumah tangga yang berlaku, hidup bersih dan sehat tidak
dilakukan oleh rumah tangga, maka rumah tangga tersebut tidak dapat dikatakan ber
PHBS.
Pada tahun 2015, dari 13.994 rumah tangga yang di pantau, diperoleh hasil
jumlah rumah tangga yang ber-PHBS sebanyak 7.374 rumah tangga atau sebesar
52,70%. Rata-rata rumah tangga yang disurvei tidak memenuhi indikator PHBS
seperti ASI eksklusif, berantas jentik di rumah sekali seminggu, dan tidak merokok
dalam rumah.Bila dibandingkan dengan target sasaran tahun 2015 yakni 70%, maka
angka tersebut belum mencapai target..
2. Permasalahan
Masih banyak ditemui masyarakat, baik orang dewasa ataupun anak-anak
yang tidak paham bagaimana cara atau langkah-langkah perilaku hidup bersih dan
sehat, khususnya ASI ekslusif, berantas jenti dirumah sekali seminggu, dan tidak
merokok di dalam rumah
4. Pelaksanaan
Waktu dan tempat: Jum’at, 5 Juli 2019 pukul 08.15 s/d 09.15 WIB , di Ruang tunggu
Puskesmas Dumai Kota
Peserta: Masyarakat yang akan memeriksakan kesehatan
Proses Pelaksanaan: Kegiatan dimulai dengan pembukaan, lalu diteruskan dengan
pemberian materi PHBS, di lanjutkan sesi tanya jawab.
1. Latar Belakang
. Setiap tahun, bulan Februari dan Agustus disebut sebagai bulan pemberian
kapsul vitamin A, karena pada kedua bulan ini dilakukan pembagian suplementasi
vitamin A pada anak dengan kelompok umur 6 sampai 59 bulan di seluruh Indonesia.
Upaya ini dilakukan untuk memenuhi kecukupan asupan vitamin A pada balita.Saat
ini, cakupan pemberian vitamin A secara nasional belum mencapai 80%. Terdapat dua
jenis kapsul vitamin A, yakni kapsul biru (dosis 100.000 IU) untuk bayi umur 6-11
bulan dan kapsul merah (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan, sedangkan
kapsul merah juga diberikan kepada ibu yang dalam masa nifas. Pemerintah
menyediakan kapsul vitamin A tersebut agar masyarakat dapat memanfaatkannya
tanpa dipungut biaya. Perlu diketahui, kekurangan vitamin A dalam tubuh yang
berlangsung lama dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berdampak pada
meningkatnya risiko kesakitan dan kematian pada Balita. Vitamin A atau retinol
terlibat dalam pembentukan, produksi, dan pertumbuhan sel darah merah, sel limfosit,
antibodi juga integritas sel epitel pelapis tubuh. Vitamin A juga dapat mencegah rabun
senja, xeroftalmia, kerusakan kornea dan kebutaan serta mencegah anemia pada ibu
nifas. Kekurangan vitamin A dapat meningkatkan risiko anak rentan terkena penyakit
infeksi seperti infeksi saluran pernafasan atas, campak dan diare.
Pemberian vitamin A pada Balita dilakukan sejak 1978 dengan tujuan awal mencegah
anak dari kebutaan. Dewasa ini, pemberian suplementasi vitamin A pada balita
diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dari penyakit. Asupan sumber
vitamin A pada anak perlu ditambah dan dicukupi, karena asupan vitamin A dari
sumber sayuran dan buah-buahan sehari-hari belum memadai.
Pemberian vitamin A perlu diiringi dengan pemberian obat cacing agar penyerapan
zat gizi pada balita sempurna dan dapat meningkatkan status gizi masyarakat.
2. Permasalahan
4. Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan dilakukan di TK /PAUD ANNAMIROH di wilayah
kerja Puskesmas Dumai Kota. Pada hari Kamis, 15 Agustus 2019 pukul 10.00 WIB
s/d selesai. Jumlah anak yang datang dalam kegiatan ini berjumlah 128 orang.
Kegiatan ini terdiri atas pemberian materi penyuluhan dan kemudian pemberian
vitamin A, obat cacing dan penjaringan
1. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan
data informasi profil kesehatan Indonesia tahun 2017 dari Kemenkes RI, jumlah
kasus diare seluruh Indonesia adalah sekitar 7 juta, dan paling banyak terjadi di
provinsi Jawa Barat dengan 1,2 juta kasus.
Biasanya diare hanya berlangsung beberapa hari (akut), namun pada
sebagian kasus dapat memanjang hingga berminggu-minggu (kronis). Pada
umumnya, diare tidak berbahaya jika tidak terjadi dehidrasi. Namun, jika disertai
dehidrasi, penyakit ini bisa menjadi fatal, dan penderitanya perlu segera
mendapat pertolongan medis.
2. Permasalahan
1) Masyarakat masih banyak mengalami diare.
2) Kurangnya pengetahuan umum pasien terhadap penyebab penyakit diare
3) Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan makanan yang dikonsumsi.
4. Pelaksanaan
Kegiatan dilakukan di poli Anak Puskesmas Dumai Kota. Pada hari Jum’at, 30
Agustus 2019 pukul 08.00 WIB s/d selesai. Jumlah peserta 2 orang.
1. Latar Belakang
Masalah kesehatan lingkungan khususnya pada jamban keluarga merupakan
masalah yang perlu mendapatkan prioritas. Fasilitas jamban keluarga
dimasyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena
menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitanya dengan
perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama
kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit
brbasis lingkungan menyumbang lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi
dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan
kualitas intervensi kesehatan lingkungan.
Jamban sehat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam
rumah tangga. Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban untuk
buang air besar dan buang air kecil sehingga menjaga lingkungan bersih, sehat
dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya dan tidak
mengundang lalat atau serangga yang menjadi penularan penyakit diare, kolera,
disentri, tifoid, cacingan, penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit, dan
keracunan.
2. Permasalahan
1) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya jamban sehat.
2) Masih banyak yang menggunakan sungai sebagai tempat BAB.
3. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
3) Pelaksanaan
Kegiatan dilakukan di kelurahan laksamana wilayah kerja Puskesmas Dumai
Kota. Pada hari Jum’at, 26 Juli 2019 pukul 09.00 WIB s/d selesai.
4) Monitoring dan Evaluasi
1) Konseling berjalan dengan lancar.
2) Adanya komunikasi dua arah.
3) Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengertian jamban sehat.
4) Meningkatkan pengetahuan terhadap jenis-jenis jamban sehat.
5) Meningkatkan pengetahuan pasien terhadap manfaat jamban sehat, dan
syarat-jamban sehat.
6) Masyarakat tahu bagaimana cara memelihara dan menggunakan jamban
sehat.
.
Jenis Kegiatan : F3 – Upaya kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta
Keluarga Berencana (KB)
Judul Lap. Kegiatan : Memberikan Stimulasi Sejak Dini, Kunci Anak Cerdas
dan berbakat
1. Latar Belakang
Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan
sebaiknya sejak janin usia enam bulan) untuk merangsang semua sistem indra (pendengaran,
penglihatan, perabaan, pembauan, dan pengecapan). Stimulasi dini hendaknya dilakukan
setiap hari. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir secara terus menerus tersebut dapat
memacu kecerdasan anak dalam berbagai aspek. Mulai dari logika matematika, kematangan
emosi, kemampuan berkomunikasi dan berbahasa, kecerdasan musikal, gerak, visuospasial,
seni rupa, dan lain-lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joshua Jeong dan rekan-
rekannya mengungkapkan bahwa stimulasi yang diberikan orangtua dapat meningkatkan
perkembangan anak. Kecerdasan anak dapat dipengaruhi oleh kecerdasan dari orang tuanya.
Menurut seorang dokter spesialis anak di Indonesia, dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi,
kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh dua faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor
keturunan dan faktor lingkungan.Seorang anak yang memiliki orangtua cerdas akan menjadi
anak yang cerdas juga apabila didukung oleh faktor lingkungan yang memadai, misalnya
pendidikan formal di sekolah. Terpenuhinya kebutuhan pokok seorang anak seperti
kebutuhan fisik biologis, kasih sayang, dan stimulasi dini juga sangat berpengaruh. Ketiga
kebutuhan pokok tersebut tentunya harus diberikan dan dipenuhi sejak bayi hingga nantinya
bertumbuh besar menjadi anak-anak.
2. Permasalahan
Masih banyak ibu yang belum mengetahui bagaimana cara menstimulasi dini
yang tepat agar anak cerdas.
Judul Lap. Kegiatan : Mengenal Stunting, Kondisi Tubuh Anak Pendek yang
ternyata berbahaya
1. Latar Belakang
Stunting adalah suatu kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak
kurang jika dibandingkan dengan umur. Atau mudahnya, stunting adalah kondisi di mana
anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek
ketimbang teman-teman seusianya. Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda
dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Terlebih lagi, jika stunting
dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan
segera dan tepat. Pasalnya, stunting adalah kejadian yang tak bisa dikembalikan seperti
semula jika sudah terjadi. Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi
badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang
satu ini biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO. Tubuh pendek
pada anak yang berada di bawah standar normal, merupakan akibat dari kondisi kurang gizi
yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat
pertumbuhan tinggi badan anak terhambat, sehingga mengakibatkan dirinya tergolong
stunting. Jadi singkatnya, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami
stunting. Pasalnya, stunting hanya bisa terjadi ketika kurangnya asupan nutrisi harian anak,
sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.
Pada tahun 2017 angka stunting di kota dumai 30%. Pemantauan Status Gizi (PSG)
2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas
batasan yang ditetapkan WHO (20%). Penelitian Ricardo dalam Bhutta tahun 2013
menyebutkan balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di
dunia dan menyebabkan 55 juta anak kehilangan masa hidup sehat setiap tahun.
Untuk menekan angka tersebut, masyarakat perlu memahami faktor apa saja yang
menyebabkan stunting. Hasil Riskesdas 2013 menyebutkan kondisi konsumsi makanan ibu
hamil dan balita tahun 2016-2017 menunjukkan di Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7
dari 10 ibu hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 Balita kurang kalori, serta 5 dari 10
Balita kurang protein. Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada
ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan
hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi
dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
2. Permasalahan
1. Latar Belakang
malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak.
2. Permasalahan
balita merupakan kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi.
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang
dan gizi buruk
4. Pelaksanaan
dilaksanakan di Rumah Pasien di wilayah Puskesmas Dumai Kota
1. Latar Belakang
2. Permasalahan
4. Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan dilakukan di SDN 26 di wilayah kerja Puskesmas Dumai
Kota. Pada hari Senin, 12 Agustus 2019 pukul 10.00 WIB s/d selesai. Jumlah anak
yang datang dalam kegiatan ini berjumlah 53 orang. Kegiatan ini terdiri atas
pemberian materi penyuluhan dan kemudian pemberian melakukan imunisasi
campak..
Judul Lap. Kegiatan : Edukasi pada Pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe II
1. Latar Belakang
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal. Terdapat beberapa
tipe DM yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks
antara kompleks genetik) lingkungan dan gaya hidup. Bila hal ini dibiarkan tidak
terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka
panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
2. Permasalahan
Menurut data dinas kesehatan Kota Dumai tahun 2016, dilakukan pemeriksaan pada
masyarakat semua golongan umur berjumlah 14.411 ditemukan pasien Diabetes Melitus
tidak tergantung insulin berjumlah 111 atau 0,77%.
Berdasarkan data dari pasien yang datang ke Poli Usila Puskesmas Dumai kota
dengan keluhan badan mudah lelah, kaki dan tangan sering kesemutan, sering buang air
kecil, sering haus, dan sering lapar.
1. Melakukan anamnesa
2. Melengkapi pemeriksaan fisik sederhana dan pemeriksaan penunjang terhadap pasien
3. Menyampaikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
4. Menyampaikan hasil diagnosa dan rencana terapi
5. Edukasi mengenai pengetahuan dasar mengenai penyakit, pencegahan, dan
pengendalian penyakit.
4. Pelaksanaan
Dilakukan di Poli Puskesmas Dumai kota.
Monitoring
Evaluasi
1. Latar Belakang
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang
akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Tanpa
darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada sebagian
area otak akan mati.Ketika sebagian area otak mati, bagian tubuh yang dikendalikan oleh area
otak yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik. Stroke adalah keadaan darurat medis
karena sel otak dapat mati hanya dalam hitungan menit. Penanganan yang cepat dapat
meminimalkan kerusakan otak dan kemungkinan munculnya komplikasi. Menurut riset
kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2013, di
Indonesia terdapat lebih dari 2 juta penduduk, atau 12 dari 1000 penduduk, menderita stroke
dengan persentase terbesar berasal dari provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, stroke juga
merupakan pembunuh nomor 1 di Indonesia, lebih dari 15% kematian di Indonesia
disebabkan oleh stroke. Stroke iskemik memiliki kejadian yang lebih sering dibandingkan
dengan stroke hemoragik, namun stroke hemoragik membunuh lebih sering dibandingkan
dengan stroke iskemik. Hipertensi yang diikuti dengan diabetes dan kolesterol tinggi
merupakan kondisi yang paling sering meningkatkan risiko terjadinya stroke di Indonesia.
2. Permasalahan
Kurang nya pengetahuan pasien tentang penyakit stroke, gelaja stroke, dan
pencegahan nya
4. Pelaksanaan
Dilakukan penyuluhan tentang stroke di Puskesmas Dumai kota pada tanggal 18 juli 2019
pukul 09.00 WIB
Evaluasi
1. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda,
di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
masih banyak kasus belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula
dapat dikendalikan muncul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas-batas
daerah maupun batas antar negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit
tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta penyakit-
penyakit degeneratif.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan
kematian dini, hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit
cerebrovaskuler. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang,
sering disebut sebagai
the killer disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap
hipertensi. Penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi.
2. Permasalahan
Menurut data dinas kesehatan kota dumai tahun 2015, dilakukan pemeriksaan pada
masyarakat berjumlah 47,789 orang atau 100% ditemukan penderita hipertensi berjumlah
6.589 orang atau 13,79%. Penderita hipertensi pada tahun 2015 masuk urutan ke 3 dari 10
besar penyakit tidak menular di puskesmas
4. Pelaksanaan
Dilakukan di Poli Usila Puskesmas Dumai kota
Monitoring
Evaluasi