Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


BATU GINJAL

Dosen Pembimbing :
Iwan, S.Kep., Ns,M.Kes

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

Michael Elpan Lawrence Tadehari Muhammad Saddam


PO7120119019 PO7120119023

Husnul Khotimah Dg Macallo Aldi Gunawan


PO7120119024
PO7120119020
Nurhasanah
Yummitha Viona PO7120119026
PO7120119021
Hasmiati Bidalia
Ega PO7120119027
PO7120119022

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN
PALU – 2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb., alhamdulillah segala puji syukur selalu kami hanturkan atas
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat, serta hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH tentang” Batu Ginjal ”.

Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Iwan,
S.Kep.,Ns,M.Kes selaku dosen mata kuliah KMB yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dalam pembuatan makalah ini. Terimakasih kami kepada orang tua yang selalu mendoakan
kelancaran tugas kami, serta pada tim anggota kelompok 3 yang selalu kompak dan konsisten
dalam penyelesaian tugas ini dan teman teman yang memberikan saran kepada kami.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.

Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami
penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

Wassalamualaikum wr.wb.

Mamboro,29 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. ii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistem Perkemihan....................................................................................................... 2
B. Batu Ginjal ................................................................................................................... 8
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian .................................................................................................................... 16
B. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan .............................................................................. 16
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................ 17
D. Pemeriksaan penunjang ............................................................................................... 17
E. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................ 18
F. Rencana Keperawatan .................................................................................................. 18
G. Evaluasi ........................................................................................................................ 21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 22
B. Saran ............................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup serius, baik di Indonesia
maupun di dunia. Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di
ginjal maupun di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu saluran kemih dapat diketemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra.
Batu ginjal dapat terus menetap dan perlahan-lahan membesar di dalam ginjal sehingga
menyebabkan kerusakan permanen pada ginjal.
Penyakit batu ginjal sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai
salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit
ini dapat menyerang penduduk dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka
kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang,
banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat5-10% penduduknya menderita
penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata -rata terdapat 1-12% penduduk yang
menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak
di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insiden dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia
belum dapat ditetapkan secara pasti. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia pada 2002
adalah 37.636 kasus baru dengan jumlah kunjungan 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien
yang dirawat 19.018 orang, dengan jumlah kematian 378 orang.
B. Tujuan
1. Memahami pengertian, penyebab, jenis, serta tanda dan gejala yang muncul pada
penyakit Batu Ginjal (Urinary calculi).
2. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien
penderita Batu Ginjal (Urinary calculi)
3. Menguraikan prosedur perawatan yang digunakan untuk pasian penderita Batu Ginjal
(Urinary calculi).

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Perkemihan
1. Definisi
Sistem urinal (urinary tract) adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia,
meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra yang berfungsi untuk membersihkan
tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Zat yang diolah oleh sistem ini selalu berupa zat
yang larut dalam air.
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang di dalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam
air dan dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam
tubuh melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah dan
beredar ke seluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang
terdiri atas ginjal, ureter, cesika urinaria, dan uretra (Syaifuddin: 285, 2006).
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas:
a. Ginjal
 Anatomi Struktur Makroskopik
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk seperti biji kacang.
Terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra thorakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Kutup atas ginjal kanan
terletak setinggi kosta 12, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta
11. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena
tertekan kebawah oleh adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritoneum
didepan 2 koska terakhir dan 3 otot-otot besar-transverius abdominis, kuadratus
lumbirum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh
bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak diatas masing-masing ginjal.
Setiap ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12 sampai 13 cm, lebarnya 6
cm dan beratnya antara 120 sampai 150 gram.

2
 Struktur Mikroskopik Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga
calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron
terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, loop henle, tubulus distal dan tubulus
urinarius.
Secara spesifik dinyatakan bahwa bila sebuah ginjal kita iris memanjang,
maka akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit
(korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
a. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal
disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan
gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan
malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan

3
menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang
terdapat di dalam sumsum ginjal.
b. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid
dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8
hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran
paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan
pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
c. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing
bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila
renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari
papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke
ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
 Fisiologi Ginjal
a. Fisiologi ginjal menurut Price, yaitu;
1. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285m-osmolaritas dengan
mengubah ekskresi air.
2. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.

4
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan dengan mengeluarkan
H+ dan membentuk kembali HCO3.
4. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein,
terutama urea, asam urat, dan kreatinin
5. Menghasilkan renin, penting untuk pengaturan tekanan darah
6. Menghasilkan eritopoetin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sum-sum tulang
7. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya degradasi insulin
8. Menghasilkan prostaglandin
 Tes Fungsi Ginjal
a. Tes untuk protein
Bila ada kerusakan pada glomerulus atau tubulus, maka protein bocor masuk
ke urin.
a. Mengukur konsentrasi urea darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum, maka ureum darah meningkat
diatas kadar normal 20-40mg/100cc darah karena filtrasi mengukur
glomerulus harus turun sampai 50% sebelum kenaikan kadar urea darah
terjadi
b. Tes konsentrasi
Tes ini dilakukan dalam keadaan puasa selama 12 jam untuk melihat kenaikan
BJ urin.
b. Ureter
 Anatomi Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. berdiameter 3 mm,
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
menyempit pada sambungan pelvis ginjal. Tempat ureter melewati tempat yang
sempit adalah dititik ureter melewati kandunh kemih.

5
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), terdiri dari jaringan ikat/fibrosa
yang memberikan kekuatan bagi jaringan.
2. Lapisan tengah (lapisan otot polos), melakukan kontraksi peristaltik, kontraksi
ini dilakukan setiap 4-5 kali permenit.
3. Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa), menghasilkan mucus yang berfungsi
melindungi sel/jaringan akibat pergerakan peristaltik.
 Fisiologi Ureter
Fungsi ureter adalah untuk menyalurkan urin ke kandung kemih dan aliran
urin ke kandung kemih dilakukan akibat gaya tarik bumi dan peristaltik otot polos
dalam dinding ureter, selain itu lapisan-lapisan dinding ureter tersebut dapat
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam
kandung kemih.
c. Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya dibelakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria mempunyao bentuk, ukuran dan posisi sesuai dengan jumlah cairan di
dalamnya, dengan kata lain vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet. Jika kandung kemih kosong terletak pada pelvis minor dan jika
penuh akan terdorong kedepan memasuki rongga abdomen. Leher kandung kemih
terletak 3-4 cm dibelakng simfisis fubis dan merupakan bagian organ yang paling
rendah dan tetap.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (Tunika muskularis), terdiri dari jaringan penyambung yang
berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf.
2. Lapisan tengah (Tunika submukosa), terdiri dari serat otot polos dan jaringan
elastis yang terdiri dari 3 permukaan, biasanya disebut otot-otot destrusor.
3. Lapisan bagian dalam (Mukosa), terdiri dari lapisan epitel transisional.

6
Vesika urinaria mempunyai 2 sfingter (cincin otot, bila berkontraksi akan
menutup lubang yang bersangkutan), yaitu:
1. Sfingter uretra interna, terdiri dari otot polos, dan bekerja dibawah kontrol
involunter
2. Sfingter uretra eksterna, merupakan lapisan otot rangka yang diperkuat oleh
diafragma pelvis, bekerja dibawah kontrol volunteer.
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang membentang dari orifisium uretra internal yang
terdapat pada kandung kemih hingga orifisium uretra eksternal, yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm dan berfungsi sebagai kanal
komunis untuk sistem reproduksi dan sistem perkemihan.
Terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Urethra pars Prostatica, terletak dari kandung kemih melewati kelenjar prostat
2. Urethra pars membranosa (terdapat spinchter urethra externa), penetrasi dari
pelvis masuk ke penis
3. Urethra pars spongiosa, terletak di sepanjang penis sampai orifisium eksternal.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (menurut Taylor), 3-5 cm
(menurut Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi sistem perkemihan. sfingter
internal urethra bersifat involunter sedangkan sfingter eksternal bersifat volunteer.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos
Merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan
elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa
Lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.

7
3. Lapisan mukosa.
Ginjal mengeluarkan sekret urine; ureter mengeluarkna urine dari ginjal ke
kandung kemih; kandung kemih bekerja sebagai penampung urine; dan uretra
mengeluarkan urine dari kandung kemih (Nursalam: 3, 2008).
B. Batu Ginjal
1. Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah
timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
poinefrosis, urosepsis, abses ginjal ataupun pielonefritis (Muttaqin dan Sari: 108, 2011)
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi
didalam urine. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri dari kalsium oksalat, asam
urat, magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino (Nursalam: 65,
2008).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).

2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu
sebagai berikut;
a. Penyebab dan faktor predisposisi:
 Hiperkalemia dan hiperkalsiuria disebabkan oleh bebrapa kelebihan terkait
reabsorpsi kalsium dari tulang (hiperparatiroidisme), asidosis tubulus ginjal, dan
kelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali.
 Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas.
 Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia dan gout)
 Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris)
 Sumbatan kronis dimana urine tertahan akibat benda asing dalam saluran kemih.
 Kelebihan absorpsi oksalat dalam penyakit inflamasi usus
b. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urin.
c. Lamanya kristal terbentuk didalam urin dipengaruhi oleh mobilisasi rutin

8
d. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urin
e. Infeksi saluran kemih
f. Kurangnya asupan air dan diet tinggi purin mengandung zat penghasil batu
g. Idiopatik (Muttaqin dan Sari; 108, 2011)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu:
a. Faktor intrinsik, meliputi:
 Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
 Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
 Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Lelaki dikatakan memiliki risiko dua hingga empat kali lebih besar dibandingkan
perempuan. Dari penelitian Chen, hal ini dipengaruhi oleh reseptor hormon
androgen yang ada pada lelaki.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
 Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
 Iklim dan temperatur.
 Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
 Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.
 Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
3. Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya terlampaui.
Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi
sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh.
Namun, jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah
kristalisasi.
Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan
konsentrasi didalam plasma. Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan
absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang. Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh
kelainan metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absropsinya di
usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebihan, sintesis baru yang meningkat,
atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi jika pemebentukan purin
sangat meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat dihambat.

9
Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan eksresi
ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Pelepasan ADH menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui
peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat
mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut dalam urine yang alkalis.
Faktor lain yang juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah
terbentuk tetap berada di dalam urine yang sangat jenuh.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kali kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal mempengaruhi timbulnya batu ginjal.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan
turun ke ureter menjadi batu ureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelaianan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi diureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum
kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosespsis, abses ginjal, abses perinefritik, abses paranefritik
ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut terjadi kerusakan ginjal dan jika
mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.(Muttaqin dan Sari;110,
2011)
4. Teori Terbentuknya Batu
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian
dijadikan dalam beberapa teori:
a. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai
inti antara lain mukopolisakarida dan muhoprotein yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori super saturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin, asam
urat dan kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi
Perubahan pH pada urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, piropospat

10
5. Klasifikasi Batu Ginjal
Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal
adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-amonium fosfat
30%), serta xantin atau sistin.
1. Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urine yang rendah, kadar
kalsium urine tinggi, oksalat urine tinggi, dan sitrat urin rendah.
Pembentukan batu ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan:
 Hiperkalsiuria keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan
absorpsi di usus, yang dapat menyebabkan hiperparatiroidisme primer.
 Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi dikolon
pada penyakit ileus, atau kelainan metabolism bawaan.
 Hipositraturia keadaan ini timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang
menyebabkan kelebihan metabolisme sitrat pada motokondria.
2. Batu Asam Urat
Natrium urat bersifat relative tidak larut dalam pH asam. Sebagian kasus bersifat
idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin
asam. Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat
alkali akibat diare, ileotomi, atau penyalahgunaan laksan. Penyebab sekundernya
meliputi kelainan metabolisme purin bawaan turnover atau kematian sel yang cepat,
terutama selama kemoterapi kanker.
3. Batu Sistin
Sistin bersifat relatif tidak larut, terutama pada pH asam. defek resesif autosomal
pada transporter asam amino dibasic menurunkan reabsorpsi sistin di tubulus,
sehingga menyebabkan sistinuria.
4. Batu Struvit (Infeksi)
Batu ini sering kali merupakan batu cetak (staghorn) besar yang mengandung
magnesium amonium fosfat dan kalsium fosfat. Infeksi, biasanya akibat Proteus sp,
menghasilkan urease yang memecah ureum menjadi ion amonium. Peningkatan pH
memacu kristalisasi kalsium fosfat dan amonium membentuk kristal dengan
magnesium dan fosfat .(O’Callaghan; 105, 2007)
6. Manifestasi Klinik
a. Nyeri pinggang yang berat, seringkali menyebar ke selangkangan
b. Gejala gastrointestinal: meliputi mual, muntah, diare, dan perasaan tidak nyaman di
perut berhubungan dengan refluks renointestinal dan penyebaran saraf antara ureter
dan intestin.

11
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal
serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik :
 Batu ureter yang besar menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke
ureter (kolik uretra)
 Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitits.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih:
suhu tubuh naik dan menggigil.
e. Obstruksi meregangkan kapsul ginjal, menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan
produksi prostaglandin ginjal.
f. Aliran urine tiba-tiba terhenti, dengan nyeri pada penis atau perineum.
7. Komplikasi
a. Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang
disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat.
Hal ini terjadi akibat sumbatan yang lama menyebabkan iskemik ginjal dan jika
dibiarkan menyebabkan gagal ginjal (Nursalam; 67, 2008).
b. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangan
mikroorganisme akibat adanya obstruksi. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal (Nursalam; 67, 2008).
c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk
diginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
d. Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi
kematian jaringan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat,
kreatinin, dan ureum serta serum,
b. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu
c. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea
d. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
e. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
f. Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar,
bentuk batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan

12
g. Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui
mokroskop polarisasi , difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah (Muttaqin dan
Sari; 113, 2011)
9. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan menurut klasifikasi pembentukan batu ginjal:
a. Batu Kalsium: asupan cairan ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein
hewani dikurangi.
b. Batu Asam Urat: mengurangi asupan purin dan diet, meningkatkan volume urin dan
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat atau kalium sitrat.
c. Batu Sistin: meningkatkan asupan cairan yang baik dan alkalinisasi dengan natrium
bikarbonat.
d. Batu Infekai: pengangkatan batu, antibiotik, dan skrining predisposisi pembentukan
batu.(O’Callaghan; 105, 2007)
10. Penatalaksaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan
menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G . Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik. bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun
demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah
diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini
juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk
memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
 Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
 Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi

13
 Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
 Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih
11. Pencegahan Batu Ginjal
Beberapa tindakan yang dapat mencegah terjadinya batu ginjal adalah sebagai berikut :
a. Minumlah air yang cukup, setidaknya 2 liter air sehari atau satu gelas setiap jamnya
(lebih banyak bila cuaca panas atau saat banyak beraktivitas fisik). Dengan minum
banyak air, urin akan bertambah sehingga mengurangi konsentrasi garam dan
mineral.
b. Minumlah sepanjang hari. Bila minum hanya di pagi hari, maka air tersebut akan
dibuang melalui kencing dalam dua jam berikutnya sehingga konsentrasi garam dan
mineral di siang hari meningkat. Jadi harus membiasakan minum lebih sering.
c. Pilih makanan yang kaya vitamin A. Asupan vitamin A sebesar 5000 IU per hari
(setara 60 gram wortel) menyehatkan fungsi sistem urin dan mencegah pembentukan
batu ginjal. Makanan yang kaya vitamin A adalah brokoli, melon, ikan, dan hati.
Namun, berhati-hatilah jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan bervitamin A
dari sumber hewani, karena kelebihan vitamin A justru menyebabkan masalah
kesehatan lain.
d. Kurangi garam dalam makanan. Dengan mengurangi garam maka akan mengurangi
kadar kalsium dalam urin.
e. Jangan berlebihan mengkonsumsi susu dan produk susu (keju, yogurt, es krim, dll)
yang berkalsium tinggi. Kelebihan kalsium akan dibuang oleh tubuh melalui urin
sehingga meningkatkan risiko batu ginjal.
f. Jangan berlebihan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium oksalat tinggi
seperti cokelat, kacang, bayam, anggur, merica, teh dll.
g. Jangan berlebihan mengkonsumsi vitamin C dan D karena dapat mempermudah
pengkristalan kalsium oksalat. Konsumsi 3 atau 4 gram vitamin Cdan 400 IU vitamin
D setiap hari sudah memenuhi kebutuhan sebagian besar orang.
h. Perbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung magnesium dan vitamin B6
karena dapat mengurangi kadar kalsium oksalat dalam air seni.
i. Mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan tersebut menyebabkan
meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.
j. Kembangkan pola hidup aktif. Kalsium adalah unsur pembentuk tulang. Dengan
hidup aktif maka akan membantu pembentukan kalsium menjadi tulang. Sebaliknya,
gaya hidup kurang gerak mendukung kalsium untuk beredar dalam darah dan berisiko
menjadi kristal.
k. Kurangi juga makanan mengandung asam urat terlalu tinggi seperti kangkung,
bayam, kembang kol dan olahan melinjo.

14
l. Konsumsi buah semangka, karena buah ini memiliki manfaat yang sangat bagus bagi
tubuh khususnya ginjal. Bahkan buah ini sering disebut sebagai pencuci darah alami.
m. Jangan mengkonsumsi vitamin C secara berlebihan. Untuk orang dewasa, batas
vitamin C yang disarankan maksimal 2.000 mg per hari
n. Jangan memanaskan olahan sayur bayam, sebab ini termasuk salah satu pembentuk
batu ginjal.

15
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama
antara perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai kesehatan yang optimal
(Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk, 2000):
A. Pengkajian
1. Identitas
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam aktivitas atau yang
menggangu saat ini
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
4. Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.
B. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1. Aktifitas/Istirahat.
Riwayat : pekerjaan,dehidrasi,infeksi,imobilisasi
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada lingkungan
bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/immobilisasi sehubungan dengan
kondisi sebelumnya.
2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal jantung), Kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
3. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan
haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih.
4. Makan dan Minum
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau
fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal, penurunan atau takadanya bising usus, dan muntah

16
5. Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri,skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun
berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya. Apakah nyeri sampai menimbulkan kokik atau tidak.
6. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
Respon emosi : cemas
7. Pengetahuan tentang penyakitnya
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: klien biasanya lemah, kesadaran komposmetis, adanya perubahan TTV
sejunder dari nyeri kolik.
2. Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat dingin,
dan nausea.
3. Inspeksi: pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya kolik menyebabkan pasien terlihat mula dan muntah
4. Palpasi: palpasi ginjal dilakukan untuk mengindentifikasi massa. Dapat teraba ginjal pada
sisi sakit pada beberapa kasus, seperti pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan
hidronefrosis.
5. Perkusi: perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri, tanda gagal ginjal dan retensi urin.
6. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan
urosepsis (Muttaqin dan Sari; 112, 2011).
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat, kreatinin,
dan ureum serta serum, pemeriksaan ini diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.
2. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu
3. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea
4. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
5. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
6. Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar, dan
bentuk batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan
7. Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui mokroskop
polarisasi, difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah

17
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal
saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal
2. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih.
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.
4. Kecemasan b/d prognosis pembedahan, tindakan invasive diagnostic.
5. Kurang informasi b/d rencana pembedahan, tindakan diagnostik invasif (ESWL),
perencanaan pasien pulang.
F. Rencana Keperawatan
1. Nyeri b/d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya batu pada ginjal.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-4
- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
- ekspresi pasien rileks
Intervensi Rasional
Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala Membantu evaluasi tempat obstruksi dan
1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul
non verbal seperti: peningkatan TD dan sering menyebar ke punggung, lipat paha,
DN, gelisah, meringis, merintih, genitalia sehubungan dengan proksimitas
menggelepar pleksus saraf dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan
hebat dapat menimbulkan gelisah,
takut/cemas
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologidan noninvasif dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Lakukan menejemen nyeri keperawatan:
- Istirahatkan pasien -
Istirahat akan menurunkan kebutuhan
O2 jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke jaringan
- Manajemen lingkungan tenang dan batasi- Menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan
pengunjung menjaga kondisi O2 di ruangan

18
- Beri kompres hangat pada pinggang - Vasodilatasi dapat menurunkan spasme
otot dan kontraksi otot pinggang sehingga
menurunkan stimulasi nyeri
- Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam - Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder
- Ajarkan tehnik distraksi pada saat nyeri - Menurunkan stimulus internal sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
- Pengetahuan yang akan dirasakan
- Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-
membantu mengurangi nyeri dan
sebab nyeri dan menghubungkan berapa
membantu kepatuhan klien terhadap
lama nyeri akan berlangsung
rencana teraupetik
Kolaborasi pemberian obat sesuai program
terapi:
- Analgetik - Analgetik (gol. narkotik) biasanya
diberikan selama episode akut untuk
menurunkan kolik ureter dan
meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat
menurunkan kolik dan nyeri.

- Antispasmodik - Mungkin digunakan untuk menurunkan


edema jaringan untuk membantu gerakan
batu.

- Kortikosteroid - Mencegah stasis/retensi urine,


menurunkan risiko peningkatan tekanan
ginjal dan infeksi.

2. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi
saluran kemih.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi pasien
Kriteria hasil :
- Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam
- Pasien mampu minum 2000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang
mengiritasi kandung kemih
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih dan cata produksi urine Mengetahui pengaruh iritasi kandung
tiap 6 jam kemih dengan frekuensi miksi
Anjurkan pasien untuk minum 2000cc/hari Mempertahankan fungsi ginjal, pemberian

19
air secara oral adalah pilihan terbaik untuk
mendukung aliran darah renal dan
membilas bakteri dari traktus urinarus
Hindari minuman kopi, the, kola, dan Menurunkan iritasi dengan menghindari
alcohol minuman yang bersifat mengiritasi saluran
kemih
Pantau hasil pemeriksaan Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit
laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin) menjukkan disfungsi ginjal
1. Berikan obat sesuai indikasi:
- Asetazolamid (Diamox), Alupurinol- Meningkatkan pH urine (alkalinitas)
(Ziloprim) untuk menurunkan pembentukan batu
asam.

- Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril),- Mencegah stasis urine dan menurunkan


Klortalidon (Higroton) pembentukan batu kalsium.

- Amonium klorida, kalium atau natrium- Menurunkan pembentukan batu fosfat


fosfat (Sal-Hepatika)

- Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)- Menurunkan produksi asam urat.

- Antibiotika
- Mungkin diperlukan bila ada ISK
- Natrium bikarbonat
- Mengganti kehilangan yang tidak dapat
teratasi selama pembuangan bikarbonat
dan atau alkalinisasi urine, dapat
mencegah pemebntukan batu.
- Asam askorbat
- Mengasamkan urine untuk mencegah
berulangnay pembentukan batu alkalin.

3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat
- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

20
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat Memvalidasi dan menetapkan derajat
badan, dan derajat penurunan berat badan, masalah untuk menetapkan pilahn
integritas mukosa mulut, kemampuan intervensi yang tepat
menelan, riwayat mual/muntah dan diare
Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang Memperhitungkan keinginan individu dapat
disukai klien (sesuai indikasi) memperbaiki asupan nutrisi
Pantau intake dan output, anjurkan untuk Mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
timbang berat badan secara periodic (sekali cairan.
seminggu)
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tidak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan, serta makanan atau bau obat yang dapat
pemeriksaan peroral merangsang pusat muntah
Fasilitasi klien memperoleh diet sesuai Intake minuman mengandung kafein
indikasi dan anjrkan menghindari asupan dihindari karena merupakan stimulant
dari agen iritan sistem saraf pusat yang meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi pepsin.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan
menetapkan komposisi dan jenis diet yang nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
tepat peningkatan kebutuhan energy dan kalori
Kolaborasi dalam pemberian anti-emetik Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal
dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi
dan cairan peroral.

G. Evaluasi
Tahapan akhir untuk mengakhiri dalam suatu diagnosa, perencanaan, dan sampai
pelaksanaan, serta apakah ada hasil atau tetap dengan evaluasi, sebagai berikut:
1. Penurunan keluahan dan respon nyeri
2. Terjadi perubahan pola miksi
3. Peningkatan asupan nutrisi
4. Penurunan tingkat kecemasan
5. Terpenuhinya informasi tentang rencana pembedahan, tindakan diagnostic invasif
(ESWL), dan perencanaan pasien pulang.

21
BAB IV
PENUTUP
C. Kesimpulan
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih
oleh kristalisasi dari substansi ekskresi didalam urine.
Penyebab batu ginjal antara lain, dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan
imobilitas, diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin, gangguan reabsorpsi ginjal
dan gangguan aliran urin, infeksi saluran kemih. Dengan manifestasi klinik yang muncul
antara lain, nyeri pinggang yang berat, gejala gastrointestinal, batu kandung kemih
menimbulkan gejala yang mirip sistitits, suhu tubuh naik dan menggigil, nyeri hebat dengan
peningkatan produksi prostaglandin ginjal, aliran urine tiba-tiba terhenti, dengan nyeri pada
penis atau perineum.
Penatalaksanaan medis untuk betu ginjal berupa terapi medis dan simtomatik, terapi
mekanik (Litotripsi), dan Tindakan bedah. Mencegah lebih baik daripada mengobati untuk
itu berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terbentuknya batu
ginjal yaitu, minumlah air yang cukup, setidaknya 2 liter air sehari, pilih makanan yang kaya
vitamin A, kembangkan pola hidup aktif, kurangi makanan mengandung asam urat terlalu
tinggi, jangan berlebihan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium oksalat tinggi,
jangan berlebihan mengkonsumsi susu dan produk susu, dan kurangi garam dalam makanan.
D. Saran
Penyakit batu ganjil dapat dicegah jika melakukan pencegahan sejak dini, membiasakan
perilaku hidup sehat akan sangat mungkin untuk mencegah penyakit ini terjadi.
Pola konsumsi makanan dan minuman juga akan sangat berpengaruh untuk mencegah
penyakit ini terjadi.
Jika telah muncul tanda awal dari batu ginjal segeralah memeriksakan diri agar dapat di
antisipasi sedini mungkin sehingga tidak akan menimbulkan efek jangka panjang yang
mungkin akan lebih buruk.

22
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC


Muttaqin & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam & Baticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
O’Callaghan. (2007). At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Purnomo, BB (2000), Dasar-Dasar Urologi, Jakarta: Sagung Seto
Syaifuddin. (2006). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

23

Anda mungkin juga menyukai