Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring meningkatnya perkembangan suatu daerah dan untuk
meningkatkan taraf hidup serta untuk memajukan perekonomian, diperlukan
prasarana perhubungan yang fungsinya sangat penting dan vital, baik itu
perhubungan darat maupun laut. Jalan raya ialah jalan utama yang
menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Salah satu faktor untuk
mengupayakan percepatan laju pertumbuahan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan sosial masyarakat adalah dengan melaksanakan program
pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur jalan, agar kelancaran
arus lalu lintas barang baik ke dalam maupun ke luar pada suatu daerah dapat
berjalan dengan baik sekaligus dalam pengembangan wilayah khususnya daerah
Simpang Pramuka-Batas Kabupaten Siak Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.
Rekonstruksi atau peningkatan struktur Jalan Simpang Pramuka-Batas
Kabupaten Siak Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru dilakukan karena jalan ini
merupakan salah satu akses jalan alternatif yang sering dilewati kendaraan baik
dari Kota Pekanbaru menuju Kabupaten Siak ataupun sebaliknya. Panjang ruas
Jalan Simpang Pramuka-Batas Kabupaten Siak sadalah 22,95 Kilometer.
Sementara itu, kondisi jalan yang di lalui cukup sempit dan kurang memadai
untuk sebuah jalan antar kabupaten atau kota yang di lintasi oleh kendaraan roda
dua, mobil baik roda empat maupun lebih dari pada empat. Maka dari itu, dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan sarana transportasi lalu
lintas yang layak, maka Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2019 telah
berusaha meningkatkan pelayanan jalan yang ada agar prasarana perhubungan
antara satu daerah dengan yang lainnya dapat berjalan dengan lancar. Upaya
pemerintah Provinsi Riau diwujudkan dengan adanya kegiatan pekerjaan
“Peningkatan Jalan Simpang Pramuka–Batas Kabupaten Siak Rumbai Pesisir
Kota Pekanbaru”.
2

Peningkatan Jalan Simpang Pramuka–Batas Kabupaten Siak ini terletak di


Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru.
Peningkatan jalan ini memiliki pembagian peningkatan, yakni pelebaran dan
penimbunan jalan. Dalam pekerjaan pelebaran jalan dilakukan dengan 2 segmen.
Segmen 1 sepanjang 610 meter berada pada STA 11+135 sampai STA 11+745
dan segmen 2 sepanjang 556 meter berada pada STA 12+950 sampai STA
13+506. Jadi, total panjang pelebaran jalan adalah sepanjang 1.166 meter. Semula
lebar badan jalan adalah 4 meter, kemudian badan jalan akan ditingkatkan
menjadi 6 meter dengan bahu jalan sebelah kanan dan kiri masing-masing adalah
0,2 meter. Maka, penambahan lebar badan jalan adalah 1,2 meter kanan dan 1,2
meter kiri. Sementara untuk pekerjaan penimbunan dilakukan sepanjang 1.334
meter. Dengan sumber dana dari APBD Provinsi Riau tahun anggaran 2019
Nomor kontrak: 620/SPHS-PUPR/TING-SPBKSI/134/2019 dengan tanggal
kontrak 21 Mei 2019, target fisik sepanjang 2500 meter dengan nilai kontrak
sebesar Rp. 13.138.689.009,20 (tiga belas milyar seratus tiga puluh delapan juta
enam ratus delapan puluh sembilaan ribu sembilan rupiah). Dengan jangka waktu
pelaksanaan 210 hari kalender dan jangka waktu pemeliharaan 180 hari kalender.
Adapun pihak yang terlibat sebagai kontraktor adalah PT. DONNY PUTRA
MANDIRI dan pihak yang terlibat sebagai konsultan pengawas adalah CV.
ADHITAMA KARYA.

1.2 Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)


Maksud dilaksanakan Praktek Kerja Lapangan ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami secara langsung tugas dan fungsi seorang ahli Teknik Sipil
dalam suatu pekerjaan jalan sehingga mampu membentuk seorang tenaga ahli
profesional yang mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan
menambah wawasan tentang proses pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan.
Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami tahapan-tahapan proses pekerjaan pada
pelaksanaan pekerjaan Laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).
2. Untuk mengetahui dan memahami standar material dan prosedur
3

pengujian material yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan AC-BC


(Asphalt Concrete-Binder Course).
3. Untuk mengetahui peralatan yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan
Laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).

1.3 Tempat dan Waktu PKL (Praktek Kerja Lapangan)

Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan pada paket pekerjaan


kegiatan Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-Batas Kabupaten Siak tepatnya di
Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru.
Adapun waktu pelaksanaan PKL ini dilakukan selama 2 bulan terhitung mulai
tanggal 22 Juni 2019 sampai dengan tanggal 22 Agustus 2019.

Gambar 1.1 Lokasi Proyek


Sumber: Telah diolah kembali dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi
Riau

1.4 Ruang Lingkup PKL (Praktek Kerja Lapangan)


4

Ruang lingkup pekerjaan yang diikuti selama masa PKL (Praktek Kerja
Lapangan) adalah pekerjaan perkerasan aspal. Dalam pembuatan laporan ini,
penulis membahas tentang pelaksanaan pekerjaan AC-BC (Asphalt Concrete-
Binder Course).

1.5 Metodologi Praktek Kerja Lapangan(PKL)


Metode yang dilakukan pada Praktek Kerja Lapangan ini adalah sebagai
berikut :
1. Persiapan
Yaitu menyelesaikan administrasi atau surat izin dari pihak Fakultas melalui
Tata Usaha pada Program Studi D3 Teknik Sipil, yang kemudian akan
diteruskan pada perusahaan yang bersangkutan.
2. Wawancara
Yaitu mengadakan tanya jawab dengan para ahli, teknisi dan pekerja yang
bekerja pada paket pekerjaan Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-Batas
Kabupaten Siak Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.
3. Observasi
Yaitu dengan melihat dan mengamati secara langsung prosedur pelaksanaan
pekerjaan mulai dari tahapan persiapan sampai dengan tahapan penyelesaian,
yang mana pekerjaan ini akan disajikan penulis sebagai bahan Laporan
Praktek Kerja Lapangan.
4. Tinjauan Pustaka
Yaitu dengan membaca dan memahami beberapa literatur dan buku yang
berhubungan dengan pekerjaan di lapangan, khususnya mengenai pekerjaan
perkerasan jalan.
5. Studi Dokumentasi
Mempelajari buku-buku dan dokumen proyek yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan seperti kontrak, spesifikasi teknis, gambar kerja dan
lain-lain.
5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Umum
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah dan/air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

2.2 Pengertian dan Jenis Konstruksi Perkerasan


Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah
dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Hendarsin,
2000).
Menurut Sukirman (2010), berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi
perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi Perkerasan lentur (flexible pavement)
yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai pengikat, Perkerasan kaku
(rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen portland, Perkerasan
komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku dikombinasi dengan
perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan
kaku di atas perkerasan lentur. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Perkerasan Lentur (flexibel pavement)
Perkerasan Lentur (flexibel pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul
dan menyebarkan beban ketanah dasar. Perkerasan lentur merupakan salah
satu jenis perkerasan yang memakai aspal sebagai bahan pengikatnya.
2. Perkerasan Kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen
sebagai bahan pengikat. Perkerasan kaku ini merupakan salah satu jenis
perkersaan jalan yang menggunakan pelat beton sebagai material
6

perkerasannya (dengan atau tanpa tulangan). Perkerasan kaku ini dapat kita
temui di bandara, misalnya di runway maupun taxiway bandara. Beban lalu
lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton. Perkerasan kaku ini dikenal juga
di masyarakat dengan nama 'Jalan Beton'.
3. Perkerasan Komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau
sebaliknya. Perkerasan komposit merupakan jenis perkerasan yang merupakan
gabungan dari perkerasan lentur dan perkerasan kaku, perkerasan lentur di atas
perkerasan kaku, ataupun sebaliknya.

2.3 Jenis dan Fungsi Konstruksi Perkeraan Lentur


Menurut Sukirman (2010), konstruksi perkerasan lentur adalah perkerasan
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasan bersifat
memikul dan menyebar beban ke tanah dasar. Pada umumnya, perkerasan lentur
baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai sedang,
seperti jalan perkotaan. Lapisan konstruksi perkerasan lentur terdiri dari beberapa
jenis lapisan dan dapat dilihat pada Gambar 2.1 lapisan-lapisan tersebut yaitu :
1. Lapisan Permukaan (Surface Course)
2. Lapisan Pondasi Atas (Base course)
3. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
4. Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)

Lapis Permukaan (Surface Course)


Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis Pondasi Bawah (Sub base Course)

Lapis Tanah Dasar (Sub Grade)

Gambar 2.1 Struktur Lapisan Konstruksi Pekerasan Lentur


Sumber: Telah diolah kembali dari Sukirman (2010)

2.3.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)


7

Menurut Sukirman (2010), lapis permukaan yaitu lapis paling atas dari
struktur perkerasan jalan, yang fungsi utamanya sebagai:
- Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
- Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis aus).
- Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
- Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan di bawahnya.
Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup atau lapis aus
(wearing course) diatas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah
sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air
dan untuk memberikan kekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus
tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas.

2.3.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Menurut Sukirman (2010), lapisan ini terletak diantara permukaan dan
lapisan pondasi bawah. Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai :
- Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
- Bantalan terhadap lapisan permukaan. Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas
ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda.
Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan beberapa
hal antara lain, kecukupan bahan setempat, harga, volume pekerjaan dan jarak
angkut bahan ke lapangan.
Material yang digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya
mengunakan material dengan CBR > 50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan
bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan
kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
Jenis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia adalah:
1. Agregat bergradasi baik, di bagi atas :
8

a) Batu pecah kelas A


Mempunyai gradasi yang lebih kasar dari batu pecah kelas B
b) Batu pecah kelas B
Mempunyai gradasi yang lebih halus dari batu pecah kelas C
c) Batu pecah kelas C
Mempunyai gradasi yang lebih halus dari batu pecah kelas B

2.3.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub base Course)


Menurut Sukirman (2010), lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan
yang terletak di atas lapisan tanah dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis
pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
- Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah
dasar.
- Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
- Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.
- Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat
lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan
pekerjaan.

Lapisan pondasi bawah (sub base course) terletak diantara lapisan pondasi
atas dan lapisan tanah dasar, dan fungsi lapisan pondasi bawah ini antara lain :
1. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
2. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak terkumpul dipondasi.
3. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar
dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan
roda-roda alat besar.
4. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik
ke pondasi atas. Untuk itu lapisan pondasi bawah haruslah memenuhi
syarat filter.
9

Menyebarkan beban roda ketanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat.
6. Efisiensi penggunaan material-material pondasi bawah relative murah.

Menurut SNI–1732–1898–F, Material yang digunakan pada lapisan


pondasi bawah pada umumnya harus cukup kuat, mempunyai CBR ≥ 20% dan
Plastisitas Indeks (PI) <10%.

1. Lapisan pondasi bawah (subbase course) yang menggunakan material


stabilisasi sebagai berikut :
- Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated sub base)
- Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treted sub base)
- Stabilisasai tanah dengan semen (soil cement stbilization)
- Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)

2. Lapisan pondasi bawah (base course) yang menggunakan material agregat


sebagai berikut :
- Abu batu 0 - 5 mm
- Screaning 5 - 10 mm
- Splite 10 - 20 mm
- Splite 20 - 30 mm

2.3.4 Lapisan Tanah Dasar (subgrade)


Menurut Sukirman (2010), lapisan tanah dasar ini dapat berupa tanah asli
yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, dan tanah yang didatangkan dari tempat
lain kemudian dipadatkan jika tanah aslinya kurang baik. Lapisan ini setebal 50–
100 cm dimana akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah
dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah
yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainya. Pemadatan yang baik jika
dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstant
selama umur rencana.
Lapisan tanah dasar dibedakan atas :
10

a. Tanah dasar tanah galian


Jika tanah pada trase jalan yang akan dikerjakan tersebut merupakan medan
yang berbukit maka diadakan penggalian agar medannya tidak terlalu terjal, hasil
penggalian ini disebut dengan hasil galian tanah dasar dari tanah galian. Dapat
dilihat pada gambar 2.4.

a. Tanah Dasar, Tanah Galian


b. Tanah dasar tanah timbunan
Trase pada jalan yang akan dikerjakan terdapat permukaan yang rendah
sehingga diadakan penimbunan, hasil penimbunan ini yang menjadi lapisan tanah
dasar.

b. Tanah Dasar, Tanah Timbunan


c. Tanah dasar tanah asli
Pada tanah yang tidak perlu diadakan penggalian maupun penimbunan dari
tanah lain, sehingga tanah asli dapat dijadikan tanah dasar.

c. Tanah Dasar, Tanah Asli


Gambar 2.4 (a,b,c)Jenis Tanah Dasar Ditinjau dari Muka Tanah Asli
Sumber : Telah diolah kembali dari Sukirman (2010)

2.4 Aspal
11

Menurut Sukirman (2010), aspal didefinisikan sebagai agregat yang


berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat. Jika dipanaskan sampai temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak
atau cair sehingga dapat membungkus partikel agregat. Jika temperatur mulai
turun, aspal mulai mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya.
Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang kesemuanya
terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil pemurnian
minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan minyak bumi
atau derivatnya. (ASTM, 1994)
Fungsi aspal adalah sebagai bahan pengikat aspal dan agregat atau antara
aspal itu sendiri, juga sebagai pengisi rongga pada agregat. Daya tahannya
(durability) berupa kemampuan aspal mempertahankan sifat aspal akibat
pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran aspal dan agregat. Sedangkan
sifat adhesi dan kohesi yaitu kemampuan aspal mempertahankan ikatan yang baik.
Sifat kepekaan terhadap temperaturnya aspal adalah material termoplastik yang
bersifat lunak / cair apabila temperaturnya bertambah.
1. Jenis-Jenis Aspal
Berdasarkan bentuk aspal dapat dibedakan dalam 3 jenis yaitu :
a. Aspal keras (Asphalt Cement)
Aspal keras pada suhu ruang (250 – 300 C) berbentuk padat. AC
dibedakan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasannya). Untuk Aspal
dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas, volume lalu
lintas tinggi sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk
daerah bercuaca dingin, lalu lintas rendah.
b. Aspal cair (Cut Back Asphalt)
Aspal cair adalah campuran antara aspal keras dengan bahan
pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Maka cut back Asphalt
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Aspal cair digunakan untuk
keperluan lapis resap pengikat (prime coat).
c. Aspal emulsi
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
12

pengemulsi. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan di


dispersikan dalam air.
2. Mutu Aspal
Karena aspal sebagai bahan utama pembuatan campuran aspal
beton, oleh karena itu mutunya haruslah dikontrol sedemikian rupa
(Sukirman, 1995). Mutu aspal ini sangat tergantung pada :
a. Kepadatan dan kekentalannya
b. Tingkat Keawetannya
c. Ketahanan terhadap pelapukan akibat cuaca dan ketahanan terhadap
pengaruh air.
Sifat aspal akan berubah panas dan aspal akan menjadi kaku, rapuh
dan akhirnya daya adhesi nya terhadap partikel menjadi berkurang.
Perubahan dapat diatasi atau dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan
dilakukan langkah-langkah yang baik dalam proses pelaksanaan.

2.5 Lapis Resap Pengikat dan Lapis Perekat


Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga (2018), pekerjaan lapis resap
pengikat dan lapis perekat harus mencakup penyediaan dan penghamparan bahan
aspal pada permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan
lapisan beraspal berikutnya. Lapis resap pengikat harus dihampar diatas
permukaan yang bukan beraspal (misalnya lapis pondasi agregat), sedangkan lapis
perekat harus dihampar diatas permukaan yang beraspal seperti lapis penetrasi
macadaon, laston, lastaston dan lain-lain.

2.5.1 Bahan Lapis Resap Pengikat


Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga (2018), bahan aspal untuk Lapis
Resap Pengikat harus memenuhi ketentuan berikut :
a. Aspal emulsi yang mengikat sedang (medium setting) atau yang mengikat
lambat (slow setting) yang memenuhi SNI 4798:2011 untuk jenis kationik
atau SNI 6832:2011 untuk jenis anionik. Umumnya hanya aspal emulsi
yang dapat menunjukkan peresapan yang baik pada lapis fondasi tanpa
13

pengikat yang disetujui. Aspal emulsi jenis kationik harus digunakan pada
permukaan yang berbasis acidic (dominan Silika), sedangkan jenis anionik
harus digunakan pada permukaan yang berbasis basaltic (dominan
Karbonat).
b. Aspal semen Pen.80/100 atau Pen.60/70, memenuhi ASTM D946/ 946M-
15 diencerkan dengan minyak tanah (kerosen). Proporsi minyak tanah
yang digunakan sebagaimana diperintahkan oleh Pengawas Pekerjaan.
Kecuali diperintah lain oleh Pengawas Pekerjaan, perbandingan
pemakaian minyak tanah pada percobaan pertama harus dari 80 - 85
bagian minyak per 100 bagian aspal semen (80 - 85 pph) kurang lebih
ekivalen dengan viskositas aspal cair hasil kilang jenis MC-30).
c. Pemilihan jenis aspal emulsi yang digunakan, kationik atau anionik, harus
sesuai dengan muatan batuan lapis fondasi. Gunakan aspal emulsi kationik
bila agregat untuk lapis fondasi adalah agregat basa (bermuatan negatif)
dan gunakan aspal emulsi anionik bila agregat untuk lapis fondasi adalah
agregat asam (bermuatan positif). Bila ada keraguan atau bila bila aspal
emulsi anionik sulit didapatkan, Pengawas Pekerjaan dapat
memerintahkan untuk menggunakan aspal emulsi kationik.
d. Bilamana lalu lintas diizinkan lewat di atas Lapis Resap Pengikat maka
harus digunakan bahan penyerap (blotter material) dari hasil pengayakan
kerikil atau batu pecah, terbebas dari butiran-butiran berminyak atau
lunak, bahan kohesif atau bahan organik. Tidak kurang dari 98 persen
harus lolos ayakan ASTM / ” (9,5 mm) dan tidak lebih dari 2 persen harus
lolos ayakan ASTM No.8 (2,36 mm).

2.5.2 Bahan Lapis Perekat


Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga (2018), bahan aspal untuk Lapis
Resap Perekat harus memenuhi ketentuan berikut :

1. Aspal emulsi yang mengikat cepat (rapid setting) yang digunakan harus
memenuhi ketentuan SNI 4798:2011 untuk jenis kationik atau SNI
14

6832:2011 untuk jenis anionik.


2. Aspal cair penguapan cepat atau sedang yang digunakan harus
memenuhi ketentuan SNI 4800:2011 dengan viskositas aspal cair jenis
RC-250 atau MC 250. Bilamana disetujui oleh Pengawas Pekerjaan,
aspal keras Pen.60-70 atau Pen.80-100 yang memenuhi ketentuan ASTM
D946/946M-15, dapat diencerkan dengan 30 bagian bensin per 100
bagian aspal (30 pph) untuk RC250, atau 30 bagian minyak tanah per
100 bagian aspal (30 pph) untuk MC250. Proses pencampuran tidak
boleh dilaksanakan diatas nyala api baik langsung maupun tidak
langsung.
a. Aspal emulsi yang digunakan harus aspal emulsi modifikasi yang
mengikat lebih cepat (quick setting) yang mengandung minimum 2,5%
polimer, styrene butadiene rubber latex (SBR latex) atau latex alam yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan Tabel 2.1 dari spesifikasi ini.
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Emulsi Modifikas (PMCQS-1h dan PMQS-1h)
S Metoda
Sifat Pengujian Satuan Nilai
Pengujian pada Aspal Emulsi      
V iskositas Saybolt Furol pada
SNI 03-6721-2002 detik 15-90
25°C
Stabilitas Penyimpanan dalam 24
AASHTO T59-15 % berat Maks.1
jam
Tertahan saringan No. 20 SNI 3643:2012 % berat Maks.0,3
Kadar residu dengan destilasi SNI 03-3642-1994 % berat Min.62*
Pengujian pada Residu Hasil
     
Penguapan
Penetrasi pada 25°C SNI 2456:2011 0,1 mm 40-90
Titik Lembek SNI 2434:2011 °C Min.57
Kadar polimer padat untuk LM C AASHTO T302-
% berat Min.2,5
Q S -1h 15
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018

2.6 Persiapan Pekerjaan Penyemprotan


Menurut Spesifikasi Umum Dinas Bina Marga tahun 2018, Penyedia Jasa
harus melengkapi peralatannya terdiri dari penyapu mekanis dan atau kompresor,
distributor aspal, peralatan untuk memanaskan bahan aspal dan peralatan yang
sesuai untuk menyebarkan kelebihan aspal.
15

Perlengkapan distributor aspal harus meliputi sebuah tachometer


(pengukur kecepatan putaran), meteran tekanan, tongkat celup yang telah dikalib
rasi, sebuah termometer untuk mengukur temperatur isi tangki, dan peralatan
untuk mengukur kecepatan lambat. Seluruh perlengkapan pengukur pada
distributor harus dikalibrasi untuk memenuhi toleransi yang ditentukan dari
spesifikasi ini. Selanjutnya catatan kalibrasi yang teliti dan memenuhi ketentuan
tersebut harus diserahkan kepada Pengawas Pekerjaan .
a. Distributor Aspal-Batang Semprot
1) Distributor aspal harus berupa kendaraan beroda ban angin yang
bermesin penggerak sendiri, memenuhi peraturan keamanan jalan.
Bilamana dimuati penuh maka tekanan ban pada pengoperasian dengan
kecepatan penuh tidak boleh melampaui tekanan yang direkomendasi
pabrik pembuatnya.
2) Alat penyemprot, harus dirancang, diperlengkapi, dipelihara dan
dioperasikan sedemikian rupa sehingga bahan aspal dengan panas yang
sudah merata dapat disemprotkan secara merata dengan berbagai variasi
lebar permukaan, pada takaran yang ditentukan dalam rentang 0,15
sampai 2,4 liter per meter persegi.
3) Distributor aspal harus dilengkapi dengan batang semprot sehingga
dapat mensirkulasikan aspal secara penuh yang dapat diatur kearah
horizontal dan vertikal. Batang semprot harus terpasang dengan jumlah
minimum 24 nosel, dipasang pada jarak yang sama yaitu 10 ± 1 cm.
Distributor aspal juga harus dilengkapi pipa semprot tangan.
b. Peralatan Penyemprotan Aspal Tangan (Hand Sprayer)
Bilamana diizinkan oleh Direksi Pekerjaan maka penggunaan peralatan
aspal tangan dapat digunakan sebagai pengganti distributor aspal.
Perlengkapan umum peralatan penyemprotan aspal tangan harus selalu
dijaga dalm kondisi baik, terdiri atas:
1) Tangki aspal dengan alat pemanas
2) Pompa yang memberikan tekanan kedalam tangki aspal sehingga aspal
dapat tersemprot keluar.
16

3) Batang semprot yang dilengkapi dengan lubang pengatur keluarnya


aspal.
c. Penyiapan Permukaan yang akan disemprot aspal
1) Apabila pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis perekat akan
dilaksanakan pada pemukaan perkerasan jalan yang ada atau bahu jalan
yang ada, semua kerusakan perkerasan maupun bahu jalan harus
diperbaiki.
2) Apabila pekerjaan Lapis Resap Pengikat dan Lapis perekat akan
dilaksanakan pada perkerasan jalan baru atau bahu jalan baru,
perkerasan atau bahu itu harus telah selesai dikerjakan sepenuhnya, dari
spesifikasi ini yang sesuai dengan lokasi dan jenis permukaan yang
baru tersebut.
3) Permukaan yang akan disemprot itu harus dipelihara menurut standar
butir (a) dan butir (b) diatas sebelum pekerjaan pelaburan dilaksanakan.
4) Sebelum penyemprotan aspal dimulai, permukaan harus dibersihkan
dengan memakai sikat mekanis atau kompresor atau kombinasi
keduanya. Bilamana peralatan ini belum dapat memberikan permukaan
yang benar-benar bersih, penyapuan tambahan harus dikerjakan manual
dengan sikat yang kaku .
5) Pembersihan harus dilaksanakan melebihi 20 cm dari tepi bidang yang
akan disemprot dengan kombinasi sapu mekanis (power broom) dan
kompresor atau 2 buah kompresor.
6) Tonjolan yang disebabkan oleh benda-benda asing lainnya harus
disingkirkan dari permukaan dengan memakai penggaruk baja atau
dengan cara lainnya yang telah disetujui atau sesuai dengan perintah
Pengawas Pekerjaan dan bagian yang telah digaruk tersebut haru dicuci
dengan air dan disapu.
7) Untuk pelaksanaan Lapis Resap Pengikat diatas Lapis Pondasi Agregat
Kelas A, permukaan akhir yang telah disapu harus rapi, rapat,
bermosaik agregat kasar dan halus, permukaan yang hanya
mengandung agregat halus tidak akan diterima.
17

8) Pekerjaan penyemprotan aspal tidak boleh dimulai sebelum perkerasan


telah disiapkan dapat diterima oleh Pengawas Pekerjaan.
d. Tekanan dan Temperatur pemakaian Bahan Aspal
1) Penyedia Jasa harus melakukan percobaan lapangan dibawah
pengawasan Pengawas Pekerjaan untuk mendapatkan tingkat takaran
yang tepat (liter per meter persegi) dan percobaan tersebut akan
diulangi, sebagaimana diperintahkan oleh Pengawas Pekerjaan, bila
jenis dari permukaan yang akan disemprot atau jenis dari bahan aspal
berubah. Biasanya takaran pemakaian yang didapatkanakan berada
dalam batas-batas sebagai berikut:
Lapis Resap Pengikat : 0,4 sampai 1,3 liter (kadar residu * 0,22-
0,72 liter) per meter persegi untuk Lapis
Pondasi Agregat tanpa bahan pengikat.
Lapis Resap Perekat : Sesuai dengan jenis permukaan yang akan
menerima pelaburan dan jenis bahan aspal
yang akan dipakai.
2) Temperatur penyemprotan harus sesuai dengan table 2.2, kecuali di
perintahkan lain oleh Pengawas Pekerjaan. Temperatur penyemprotan
untuk aspal cair yang kandungan minyak tanahnya berbeda dari yang
ditentukan dalam daftar, temperatur dapat diperoleh dengan cara
interpolasi.
Tabel 2.2 Temperatur Penyemprotan
Jenis Aspal Rentang Suhu
  Penyemprotan
Aspal cair, MC 250 80± 10°C
Aspal cair RC 250 70± 10°C
Aspal cair, 80 -85 pph minyak tanah (MC-30) 40± 10°C
Aspal emulsi, emulsi modifikasi atau aspal Tidak dipanaskan
emulsi yang diencerkan  
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018

3) Frekuensi pemanasan yang berlebihan atau pemanasan yang berulang-


ulang pada temperatur tinggi harus dihindari. Setiap bahan yang
menurut Direksi Teknis telah rusak akibat pemanasan berlebihan harus
18

ditolak dan harus diganti atas biaya Penyedia Jasa. (Spesifikasi Umum
Bina Marga, 2018)

Tabel 2.3 Takaran Pemakaian Lapis Perekat


  Takaran (liter per meter persegi) pada
Permukaan
Jenis Aspal Baru Permukaan Permukaan
  atau Aspal atau Porous dan Berbahan
  Beton Lama Terekpos Pengikat
  Yang Licin Cuaca Semen
Aspal Cair 0,15 0,15 - 0,35 0,2 - 1,0
Aspal Emulsi 0,20 0,20 - 0,50 0,2 - 1,0
Aspal Emulsi yang
diencerkan 0,20 0,20 - 0,50 0,2 - 1,0
Aspal Emulsi Modifikasi 0,12 0,12 - 0,21 0,12 - 0,60
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018

e. Pelaksanaan Penyemprotan
1) Batas permukaan yang akan disemprot oleh setiap lintasan
penyemprotan harus diukur dan ditandai. Khususnya untuk Lapis Resap
Pengikat, batas-batas lokasi yang disemprot harus ditandai dengan cat
atau benang.
2) Agar bahan aspal dapat merata pada setiap titik maka bahan aspal harus
disemprotkan dengan batang penyemprot dengan kadar aspal yang
diperintahkan, kecuali jika penyemprotan dengan distributor tidaklah
praktis untuk lokasi yang sempit, Pengawas Pekeijaan dapat menyetujui
pemakaian penyemprot aspal tangan (hand sprayer).
3) Alat penyemprot aspal harus dioperasikan sesuai grafik penyemprotan
yang telah disetujui. Kecepatan pompa, kecepatan kendaraan,
ketinggian batang semprot dan penempatan nosel harus disetel sesuai
ketentuan grafik tersebut sebelum dan selama pelaksanaan
penyemprotan.
4) Bila diperintahkan, bahwa lintasan penyemprotan bahan aspal harus
satu lajur atau setengah lebar jalan dan harus ada bagian yang tumpang
tindih (overlap) selebar 20 cm sepanjang sisi-sisi lajur yang
bersebelahan. Sambungan memanjang selebar 20 cm ini harus dibiarkan
19

terbuka dan tidak boleh ditutup oleh lapisan berikutnya sampai lintasan
penyemprotan di lajur yang bersebelahan telah selesai dilaksanakan.
Demikian pula lebar yang telah disemprot harus lebih besar daripada
lebar yang ditetapkan, hal ini dimaksudkan agar tepi permukaan yang
ditetapkan tetap mendapat semprotan dari tiga nosel, sama seperti
permukaan yang lain.
5) Lokasi awal dan akhir penyemprotan harus dilindungi dengan bahan
yang cukup kedap. Penyemprotan harus dimulai dan dihentikan sampai
seluruh batas bahan pelindung tersemprot, dengan demikian seluruh
nosel bekerja dengan benar pada sepanjang bidang jalan yang akan
disemprot.
6) Distributor aspal harus mulai bergerak kira-kira 5 meter sebelum
daerah yang akan disemprot dengan demikian kecepatan lajunya dapat
dijaga konstan sesuai ketentuan, agar batang semprot mencapai bahan
pelindung tersebut dan kecepatan ini harus tetap dipertahankan sampai
melalui titik akhir.
7) Sisa aspal dalam tangki distributor harus dijaga tidak boleh kurang dari
10 persen dari kapasitas tangki untuk mencegah udara yang
terperangkap (masuk angin) dalam sistem penyemprotan.
8) Jumlah pemakaian bahan aspal pada setiap kali lintasan penyemprotan
harus segera diukur dari volume sisa dalam tangki dengan meteran
tongkat celup.
9) Takaran pemakaian rata-rata bahan aspal pada setiap lintasan
penyemprotan, harus dihitung sebagai volume bahan aspal yang telah
dipakai dibagi luas bidang yang disemprot. Luas lintasan penyemprotan
didefinisikan sebagai hasil kali panjang lintasan penyemprotan dengan
jumlah nosel yang digunakan dan jarak antara nosel. Takaran
pemakaian rata-rata yang dicapai harus sesuai dengan yang
diperintahkan Pengawas Pekerjaan menurut Spesifikasi ini, dalam
toleransi berikut.
Toleransi takaran pemakaian:
20

+ 4% dari takaran yang diperintahkan + 1% dari volume tangki


Luas yang disemprot

10) Takaran pemakaian yang dicapai harus telah dihitung sebelum lintasan
penyemprotan berikutnya dilaksanakan dan bila perlu diadakan
penyesuaian untuk penyemprotan berikutnya.
11) Penyemprotan harus segera dihentikan jika temyata ada
ketidaksempumaan peralatan semprot pada saat beroperasi.
12) Setelah pelaksanaan penyemprotan, khususnya untuk Lapis Perekat,
bahan aspal yang berlebihan dan tergenang di atas permukaan yang
telah disemprot harus diratakan dengan menggunakan alat pemadat
roda karet, sikat ijuk atau alat penyapu dari karet.
13) Tempat-tempat yang disemprot dengan Lapis Resap Pengikat yang
menun-jukkan adanya bahan aspal berlebihan harus ditutup dengan
bahan penyerap (blotter material) yang memenuhi Spesifikasi ini
sebelum penghamparan lapis berikutnya. Bahan penyerap (blotter
material) hanya boleh dihampar 4 jam setelah penyemprotan Lapis
Resap Pengikat.
14) Tempat-tempat bekas kertas resap untuk pengujian kadar bahan aspal
pada lokasi yang disemprot dengan distributor aspal harus dilabur
kembali dengan bahan aspal yang sejenis secara manual dengan kadar
yang hampir sama dengan kadar di sekitarnya.

2.7 Laston Asphalt Concrete (AC)


Menurut Sukirman (2003), laston (lapis aspal beton) adalah beton aspal
bergradasi menerus digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat,
laston juga dikenal dengan nama AC (Asphalt Concrete).
Jenis Laston dapat dibedakan berdasarkan suhu percampuran material pembentuk
lapis aspal beton dan fungsi aspal.
Berdasarkan temperatur pada saat mencampur dan memadatkan
campuran,Laston dapat dibedakan menjadi :
a. Lapis aspal beton campuran panas (Hotmix), adalah laston yang material
21

pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140 ̊C.


b. Lapis aspal beton campuran sedang (Warm mix), adalah laston yang
material pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60 ̊C.
c. Lapis aspal beton campuran dingin (Coldmix), adalah laston yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60 ̊C.
Menurut Sukirman (2010), berdasarkan fungsinya Laston dapat dibagi
kedalam 3 macam campuran, yaitu:
a. Laston Lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course, AC-WC)
Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 3,0
cm.
AC-WC merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas dan
berfungsi sebagai lapisan aus. AC-WC merupakan lapis yang bersifat
kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai stabilitas yang tinggi.
b. Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course, AC-
BC)
Laston sebagai lapisan antara, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4,0 cm.
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan
aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course).
c. Laston Lapis Fondasi (Asphalt Concrete-Base, AC-Base)
Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah 5,0 cm.
Laston sebagai lapis pondasi (Asphalt Concrete-Base Course, AC-Base)
adalah beton aspal yang berfungsi sebagai pondasi atas base course).
Lapisan ini tidak perlu terlalu kedap air. Fungsi lapis pondasi adalah untuk
menahan gaya lintang akibat beban roda kendaraan.
Dalam hal ini terdapat aturan-aturan dan ketentuan kadar yang di
perbolehkan dalam campuran Laston AC. Oleh karena itu, campuran Laston AC
tidak boleh tidak memenuhi ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC).
22

Untuk lebih jelasnya, berikut akan di tampilkan rincian mengenai


Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston (AC) yang akan dijelaskan pada tabel di
bawah ini, yaitu pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston (AC)


    Laston  
Sifat-sifat Cam puran Lapis Lapis
  Aus Antara Fondasi
  75   112 (3)
Jumlah tumbukan perbidang
Min.   0,6  
Rasio partikel lolos ayakan 0,075mm Maks   1,2  
dengan kadar aspal efektif Min.   3,0  
Maks
Rongga dalam cam puran (%) (4) .   5,0  
Rongga dalam Agregat (VM A) (%) Min. 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 65 65
1800
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800   (3)
Min. 2   3
Pelelehan (mm) Maks
. 4   6 (3)
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min.   90  
perendaman selama 24 jam, 60 °C (5)        
Rongga dalam cam puran (%) pada Min.   2  
kepadatan membal (refusal) (6)        
Sumber: Bina Marga, 2018

2.7.1 Karakteristik Laston


Menurut Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang
harus dimiliki oleh beton aspal, yaitu sebagai berikut:
1. Tahan tehadap tekanan (stability)
Tahan tehadap tekanan adalah kemampuan dari suatu perkerasan jalan
menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu lintas
yang tinggi dan dominan terdiri dari kendaran berat, membutuhkan suatu
perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat
mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan internal dan
kohesi.
23

2. Keawetan (durability)
Keawetan adalah kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,
seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepampatan dan kedap airnya campuran. Semakin tebal film
aspal akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan
menyebabkan jalan semakin licin.
3. Kelenturan (flexibility)
Kelenturan adalah kemampuan dari beton aspal untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi
atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat repetisi
beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan
yang dibuat di atas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan
mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang
tinggi.
4. Ketahanan terhadap kelelehan (fatigue resistance)
Ketahanan terhadap kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton aspal
untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
kelelehan berupa alur dan retak.
5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance)
Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain itu agregat
yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi
juga harus mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah
menjadi licin akibat repetisi kendaraan.
6. Kedap air (impermeable)
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki oleh
air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
24

menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan


pengelupasan film atau selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat
impermeabilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat
durabilitasnya.
7. Mudah dilaksanakan (workability)
Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipampatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat
kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas
aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur gradasi serta kondisi
agregat.Workability ini dipengaruhi oleh:
a. Gradasi Agregar. Agregat yang bergradasi baik lebih mudah
dilaksanakan dari pada agregat bergradasi lain.
b. Temperatur campuran yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan
pengikat yang bersifat termoplastis.
c. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan
pelaksanaan lebih sulit.

2.8 Laston Lapis Antara AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course)


Laston lapis antara AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) sebagai
lapis pengikat menahan beban maksimum akibat beban lalu lintas. Agregat yang
akan digunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi
persyaratan sifat agregat sesuai dengan buku spesifikasi pekerjaan jalan yang
terdapat pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.7. (Sukirman, 2003)
Fungsi dari AC-BC ini adalah sebagai bagian perkerasan yang menerus
dan menyebarkan beban ke konstruksi jalan dibawahnya. Bahan pendukung AC-
BC berupa sirtu hasil pecahan dari mesin pemecah agregat (Crushed Gravel) atau
batu pecah (Crushed Stone) dan aspal pecah.
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan
aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course). Lapisan ini tidak
berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan
kekakuan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu
25

lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu base dan sub grade
(tanah dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
Laston sebagai lapis permukaan antara (Asphalt Concrete-Binder Course) adalah :
a) beton aspal sebagai lapis pondasi dan pengikat (binder)
b) lapis ini lebih kaya aspal (sekitar 5-6%) dibanding dengan lapis
di bawahnya .
c) berfungsi secara struktural sebagai bagian dari lapis perkerasan jalan
d) umumnya bersifat tahan beban 6
e) mampu menyebarkan beban roda kendaraan ke lapisan di bawahnya
f) diusahakan agar kedap air untuk mempersulit air permukaan yang tembus
lewat retak-retak atau lubang-lubang permukaan yang tidak segera
ditambal, hingga air tidak mudah dapat mencapai tanah dasar.
Menurut Sukirman (2010), untuk mendapatkan campuran AC-BC yang
baik, perlu dilakukan perencanaan campuran.Oleh karena itu, diperlukan data
perencanaan yaitu :
a) Mutu agregat,
b) Gradasi agregat,
c) Jenis aspal keras, data
d) Lalu lintas

2.9 Bahan atau Material Campuran AC-BC


2.9.1 Agregat Kasar
1) Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan No.4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,
keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya dan memenuhi ketentuan.

2) Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah dan disiapkan dalam ukuran
nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan.

3) Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan.


Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat
26

agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu
atau lebih berdasarkan uji menurut SNI 7619;2012.

Berikut Ini akan ditampilkan tabel mengenai Ketentuan Agregat Kasar


yang akan digunakan dalam pekerjaan AC-BC.

Tabel 2.5 Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Metoda Nilai


Pengujian
Kekekalan bentuk natrium sulfat Maks.12 %
agregat terhadap
larutan SNI 3407:2008
magnesium sulfat Maks. 18%
Campuran AC Maks. 6%
100 putaran
Modifikasi dan SMA
Abrasi dengan mesin 500 putaran
SNI 2417:2008 Maks. 30 %
Los Angeles Semua jenis campuran aspal
100 putaran Maks 8 %
bergradasi lainnya
500 putaran Maks. 40 %
Kelekatan agregat   SNI 2439:2011 Min. 95 %
terhadap aspal
Butir Pecah pada SMA 100/90 )*
SNI 7619:2012
Agregat Kasar Lainnya 90/95 )*
SMA ASTM D4791- Maks. 5 %
Partikel Pipih dan 10
Lonjong Lainnya Perbandingan Maks. 10 %
1 :5
Material lolos Ayakan   SNI A STM Maks. 1 %
No.200 C117:2012
Sumber: Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018

Tabel 2.6 Ukuran Nominal Agregat Kasar Penampung Dingin untuk Campuran
Beraspal

Ukuran nominal agregat kasar penampang


Jenis Campuran dingin (cold bin) minimum yang diperlukan
5-8 8-11 11-16 16-22
Stone Matrix Asphalt-Tipis Ya Ya    
Stone Matrix Asphalt-Halus Ya Ya Ya  
Stone Matrix Asphalt-Kasar Ya Ya Ya Ya
27

5-10 10-14 14-22 22-30


 
Lataston Lapis Aus Ya Ya    
Lataston Lapis Fondasi Ya Ya    
Laston Aus Ya Ya    
Laston Antara Ya Ya Ya  
Laston Fondasi Ya Ya Ya Ya
Sumber: Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018

2.9.2 Agregat Halus

1) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan
No.4 (4,75 mm ).

2) Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari
agregat kasar.
3) Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok
ke instalasi pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampung
dingin (cold bin feeds) yang terpisah sehingga gradasi gabungan dan
presentase pasir di dalam campuran dapat dikendalikan dengan baik.
4) Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu batas yang
tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran .
Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus
diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu.
Untuk memperoleh agregat halus yang memenuhi ketentuan diatas :
a. bahan baku untuk agregat halus dicuci terlebih dahulu secara mekanis
sebelum dimasukkan ke dalam mesin pemecah batu, atau
b. digunakan scalping screen dengan proses berikut ini :
- fraksi agregat halus yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap
pertama (primary crusher) tidak boleh langsung digunakan .
- agregat yang diperoleh dari hasil pemecah batu tahap pertama
(primary crusher) harus dipisahkan dengan vibro scalping screen
yang dipasang diantara primary crusher dan secondary crusher.
28

- material tertahan vibro scalping screen akan dipecah oleh


secondary crusher, hasil pengayakannya dapat digunakan
sebagai agregat halus.
- material lolos vibro scalping screen hanya boleh digunakan
sebagai komponen material Lapis Fondasi Agregat.
Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan
pada tabel ketentuan agregat halus. Tabel ini terdapat pada Tabel 2.7 sebagai
berikut.

Tabel 2.7 Ketentuan Agregat Halus


Pengujian Metoda Pengujian Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%


Uji Kadar Rongga Tanpa SNI 03-6877-2002 Min. 45
Pemadatan
Gumpalan Lempung dan butir-butir
Mudah Pecah dalam Agregat SNI 03-4141-1996 Maks. 1%

Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117: 2012 Maks. 10%

Sumber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018

2.9.3 Bahan Pengisi (Filler)


1. Bahan pengisi yang ditambahkan (filler added) dapat berupa debu batu
kapur (limestone dust), atau debu kapur pada mata debu kapur magnesium
atau dolomit yang sesuai dengan AASHTO M303-89 (2014 ), atau semen
atau abu terbang tipe C dan F yang sumbernya disetujui oleh Pengawas
Pekeijaan. Bahan pengisi jenis semen hanya diizinkan untuk campuran
beraspal panas dengan bahan pengikat jenis aspal keras Pen. 60-70 .
2. Bahan pengisi yang ditambahkan arus kering dan bebas dari gumpalan
-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI ASTM C136:
2012 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron )
tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.
3. Bahan pengisi yang ditambahkan (fille radded ), untuk semen harus dalam
rentang 1% sampai dengan 2% terhadap berat total agregat dan untuk
bahan pengisi lainnya harus dalam rentang 1% sampai dengan 3%
29

terhadap berat total agregat. Khusus untuk SMA tidak dibatasi kadarnya
tetapi tidak boleh menggunakan semen.

2.9.4 Gradasi Agregat Gabungan


Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditunjukkan dalam
persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas
yang diberikan dalam Tabel 2.8. Rancangan dan Perbandingan Campuran untuk
gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang
diberikan dalam Tabel 2.9. Untuk memperoleh gradasi HRS-WC atau HRS-Base
yang senjang, maka paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2 ,36 mm )
harus lolos ayakan No.30 (0,600 mm). Bilamana gradasi yang diperoleh tidak
memenuhi kesenjangan yang disyaratkan Tabel 2.8 dibawah ini, Pengawas
Pekerjaan dapat menerima gradasi tersebut asalkan sifat-sifat campurannya
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 2.9.

Tabel 2.8 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Beraspal


% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat
Ukuran Ayakan Stone Matrix Asphalt Lataston Laston
(SMA) (HRS) (AC)
ASTM (mm) Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base
1 1/2 ” 37,5 100
1” 25 100 100 90-100
3/4” 19 100 90-100 100 100 100 90 - 100 76-90
1/2” 12,5 100 90-100 50-88 90-100 90-100 75-90 60-78
3/8” 9,5 70-95 50-80 25 -60 75-85 90 -
65-90 77 -90 66-82 52-71
No.4 4,75 30-50 20-35 20 -28 53-69 46 -64 35-54
No.8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 33-53 30 -49 23-41
No.16 1,18 14-21 21-40 18-38 13
No.30 0,600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22
No.50 0,300 10-15 9-22 7-20 6-15
No.100 0,150 6-15 5-13 4-10
No.200 0,075 8-12 8-11 8-11 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7 S

umber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018


30

Tabel 2.9 Contoh Batas-batas “Bahan Bergradasi Senjang ”


Ukuran Ayakan Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4
% Lolos No. 8 40 50 60 70
% Lolos No. 30 paling sedikit 32 paling sedikit 40 paling sedikit 48 paling sedikit 56
% Kesenjangan 8 atau kurang 10 atau kurang 12 atau kurang 14 atau kurang
Sumber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018

2.9.5 Bahan Aspal Untuk Campuran Beraspal


1) Bahan aspal berikut yang sesuai dengan Tabel dibawah ini dapat
digunakan. Bahan pengikat ini dicampur dengan agregat sehingga
menghasilkan campuran beraspal sebagaimana mestinya sesuai dengan
yang disyaratkan mana yang relevan, sebagaimana yang disebutkan dalam
Gambar atau diperintahkan oleh Pengawas Pekerjaan. Pengambilan
contoh bahan aspal harus dilaksanakan sesuai dengan SNI 06-6399-2000
dan pengujian semua sifat-sifat (properties) yang disyaratkan harus
dilakukan. Bilamana jenis aspal modifikasi tidak disebutkan dalam
Gambar maka Penyedia Jasa dapat memilih Aspal Tipe II jenis PG 70.
2) Contoh bahan aspal harus diekstraksi dari benda uji sesuai dengan cara
SNI03-3640-1994 (metoda soklet) atau SNI 03-6894-2002 (metoda
sentrifus) atau AASHTO T164-14 (metoda tungku pengapian). Jika
metoda sentrifitus digunakan, setelah konsentrasi larutan aspal yang
terekstraksi mencapai 200 mm, partikel mineral yang terkandung harus
dipindahkan kedalam suatu alat sentrifugal. Pemindahan ini dianggap
memenuhi bilamana kadar abu dalam bahan aspal yang diperoleh kembali
tidak melebihi 1% (dengan pengapian).Jika bahan aspal diperlukan untuk
pengujian lebih lanjut maka bahan aspal itu harus diperoleh kembali dari
larutan sesuai dengan prosedur SNI 03-6894-2002.
3) Aspal Tipe I harus diuji pada setiap kedatangan dan sebelum dituangkan
ke tangki penyimpan AMP untuk penetrasi pada 25̊ C (SNI 2456:2011).
Tipe II harus diuji untuk stabilitas penyimpanan sesuai dengan ASTM
D5976-00 Part 6.1. Semua Tipe aspal yang baru datang harus ditempatkan
dalam tangka sementara sampai hasil pengujian tersebut diketahui. Tidak
31

ada aspal yang boleh digunakan sampai aspal tersebut telah diuji dan
disetujui.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan aspal keras.
Berikut ini akan ditampilkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penentuan aspal keras. Untuk lebih ringkas dan jelasnya dapat dilihat pada tabel
2.10. Antara lain:
Tabel 2.10 Ketentuan Untuk Aspal Keras
Tipe I Tipe II Aspal
Jenis Pengujian Metoda Pengujian Aspal Modifikasi
Pen.60-70 Elastomer Sintetis
         
   
PG70 PG76
   
Penetrasi pada 25°C (0,1 mm) SNI 2456:2011 60-70 D ilaporkan (1)
Temperatur yang menghasilkan Geser SNI 06-6442-2000 - 70 76
Dinamis (G*/sinS) pada osilasi 10        
rad/detik > 1,0 kPa, (°C)        
Viskositas Kinematis 135°C (cSt) (3) A STM D 2170-10 ≥ 300 ≤ 3000
Titik L embek (°C) SNI 2434:2011 ≥ ≤ 48 D ilaporkan (2)
Daktilitas pada 25 °C, (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100 -
Titik Nyala (°C) SNI 2433:2011 ≥ 232 ≥ 230
Kelarutan dalam Trichloroethylene % AASHTO T44-14 ≥ 99 ≥ 99
         
Berat Jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0 -
Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan ASTM D 5976-00      
Titik L embek (°C) P art 6.1 dan - ≤ 2,2
  SNI 2434:2011      
Kadar Parafin Lilin (% ) SNI 03-3639-2002 <2    
Pengujian residu hasil TFO T (SNI-06-2440-1991) Ru RTFO T (SNI-03-6835-2001):
Berat yang Hilang (% ) SNI 06-2441-1991 < 0,8   < 0,8
Temperatur yang menghasilkan Geser
Dinamis (G*/sinS) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 70 76
rad/detik > 2,2 kPa, (°C)
Penetrasi pada 25°C (% semula) SNI 2456:2011 > 54 > 54 > 54
Daktilitas pada 25 °C (cm) SNI 2432:2011 > 50 > 50 > 25
Temperatur yang menghasilkan Geser
Dinamis (G*sinS) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 31 34
rad/detik < 5000 kPa, (°C)
Sumber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018
32

Catatan :
1. Pengujian semua sifat-sifat harus dilaksanakan sebagaimana yang disyaratkan
pada Pasal 6.3.2.6).a). Sedangkan untuk pengendalian mutu di lapangan,
ketentuan untuk aspal dengan penetrasi > 50 adalah } 4 (0,1 mm) dan untuk
aspal dengan penetrasi < 50 adalah } 2 (0,1 mm), masing-masing dari nilai
penetrasi yang dilaporkan pada saat pengujian semua sifat-sifat aspal keras.
2. Pengujian semua sifat-sifat harus dilaksanakan sebagaimana yang disyaratkan .
Sedangkan untuk pengendalian mutu di lapangan, ketentuan titik lembek
diterima adalah } 1°C dari nilai titik lembek yang dilaporkan pada saat
pengujian semua sifat-sifat aspal keras.
3. Viskositas diuji juga pada temperatur 100°C dan 160°C untuk tipe I, untuk tipe
II pada temperatur 100 °C dan 170 °C untuk menetapkan temperatur yang akan
diterapkan.
4. Jika untuk pengujian viskositas tidak.

2.9.6 Bahan Anti Pengelupasan


Bahan anti pengelupasan hanya digunakan jika Stabilitas Marshall Sisa
(IRS-Index 0f Retained Stability) atau nilai Indirect Tensile strength Ratio (ITSR)
campuran beraspal sebelum ditambah bahan anti pengelupasan lebih besar dari
yang disyaratkan. Jika bahan anti pengelupasan harus digunakan maka sebelum
bahan anti pengelupasan ditambahkan kedalam campuran, Stabilitas Marshall sisa
(setelah direndam 24 jam 60°C) haruslah min. 75%.
Stabilitas bahan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan
dalam bentuk cairan ditimbangan aspal AMP dengan menggunakan pompa
penakar (dozing pump) sesaat sebelum dilakukan proses pencampuran basah di
pugmil. Penambahan bahan anti pengelupasan kedalam ketel aspal hanya
diperkenankan atas persetujuan Pengawas Pekerjaan. Kuantitas pemakaian
aditifan striping dalam rentang 0,2%-0,4% terhadap berat aspal. Bahan anti
pengelupasan harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh
digunakan pada aspal modifikasi yang bermuatan positif.
33

Berikut akan ditampilkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bahan anti


pengelupasan dan kompabilitas dengan aspal sehingga bahan-bahan tersebut dapat
memberikan hasil yang baik..
Untuk lebih jelas dan ringkasnya dapat dilihat pada tabel 2.11 dan tabel
2.12.
Tabel 2.11 Ketentuan Bahan Anti Pengelupasan Mengandung Amine
Jenis Pengujian Metoda Pengujian N ilai
Titik Nyala (Claveland Open Cup), °C SNI 2433 : 2011 min.180
Viskositas, pada 25°C (Saybolt Furol), detik SNI 03-6721-2002 >200
Berat Jenis, pada 25°C, SNI 2441:2011 0,92 - 1,06
Bilangan asam (acid value),mL KOH/g ASTM D664-17 < 10
Total bilangan amine (amine value), mL
A STM D2073-07 150 - 350
HCl/g
Sumber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018

Tabel 2.12 Kompabilitas Bahan Anti Pengelupasan dengan Aspal

Jenis Pengujian   Metoda Pengujian Nilai


Uji pengelupasan dengan air mendidih (boiling ASTM D3625/
min.80
water test), %   D3635M -12
Stabilitas penyimpanan campuran beraspal dan
SNI 2434:2011 maks.2,2
bahan anti pengelupasan, °C  
Stabilitas pemanasan (Heat stability). Pengon- ASTM D3625/
min.70
disian 72 jam, % permukaan terselimuti aspal D3635M -12
Homogenitas (homogeneity), % |Bbottom -   ASTM D3625/
< 10
Btop|   D3625M -12
Sumber : Speksifikasi Umum Bina Marga, 2018
Catatan :
1. Modifikasi prosedur pengujian tentang persiapan benda uji meliputi ukuran
dan jenis agregat, kadar aspal dan temperatur pencampuran antara aspal,
agregat dan bahan anti pengelupasan.
2. Perbedaan nilai Titik Lembek (SNI 2434:2011).
3. Persyaratan berlaku untuk pengujian menggunakan agregat silika.
4. Perbedaan nilai uji boiling test contoh aspal yang diambil di bagian atas dan
bawah.

2.10 Peralatan dalam Proses Pencampuran dan Penghamparan AC-BC


34

Dalam pelaksanaan pekerjaan AC-BC tentunya dibutuhkan peralatan dan


bahan untuk memperlancar proses pekerjaan. Peralatan yang dipakai merupakan
peralatan untuk pendistribusian bahan-bahan yang dibutuhkan. Peralatan yang
dipakai dalam pengerjaan AC-BC antara lain sebagai berikut:
1. Peralatan pencampuran aspal di AMP
Peralatan yang dipakai merupakan peralatan untuk produksi bahan-bahan
yang dibutuhukan untuk pekerjaan aspal dilapangan. Peralatan yang berperan
dalam memproduksi aspal AC-BC yaitu:
a. AMP ( Asphalt mixing plant)
AMP (Asphalt mixing plant) adalah seperangkat peralatan mekanik dan
elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur dengan
aspal untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang memenuhi
persyaratan tertentu.AMP adalah alat yang dapat menghasilkan hotmix
seperti AC-BC, HRSS, HRS, AC dan lain sebagainya dapat terletak di
lokasi yang permanen atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Bagian-bagian penting dari AMP adalah:
1.      Bin dingin (cold bins)
2.      Pintu pengatur pengeluaran agregat dari bin dingin (cold feed gate)
3.      Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator)
4.      Pengering (dryer)
5.      Pengumpul debu (dust collector)
6.      Cerobong pembuangan (exhaust stack)
7.      Sistem pemasok agregat panas (hot elevator)
8.      Unit ayakan panas (hot screening unit)
9.      Bin panas (hot bins)
10.  Timbangan Agregat (weigh box)
11.  Pencampur (mixer atau pugmill)
12.  Penyimpanan bahan pengisi (mineral filler storage)
13.  Tangki aspal (hot asphalt storage)
14.  Sistem penimbangan aspal (aspal weigh bucket)
b. Whell Loader
35

Wheel Loader adalah alat yang digunakan untuk mengangkut dan


memasukkan campuran material aspal kedalam bak pencampur aspal yang
terdapat pada AMP. Fungsi utamanya adalah untuk memuat material ke
dalam alat pengangkut dimana hampir sama dengan dozer shovel yang
berfungsi untuk mengangkut dari stock pile ke atas dump truck, mengisi
hopper pada AMP, Batching plant dan Crushing Plant. Penggunaannya
pada areal yang datar.
2. Peralatan Lapangan
Peralatan yang digunakan dilapangan untuk pekerjaan aspal mulai dari
pengangkut material, pembersihan, penyemprotan,penghamparan dan pemadatan,
antara lain:
a. Dump Truck
Dump Truck, digunakan untuk mengangkut material AC-BC dari AMP ke
lokasi pekerjaan.
b. Air Compressor
Air Compressor digunakan untuk proses pembersihan semua kotoran yang
ada pada permukaan base A.
c. Asphalt Sprayer
Asphalt sprayer ini digunakan untuk proses penyemprotan lapis resap
pengikat atau Prime Coat atau menyemprotkan aspal cair ke media jalan.
d. Asphalt Finisher
Asphalt finisher adalah alat untuk menghamparkan campuran aspal hot
mix yang dihasilkan dari alat produksi aspal yaitu Asphalt Mixing Plant
[AMP] pada permukaan jalan yang akan dikerjakan. Terdapat dua jenis
Asphalt Finisher yaitu jenis crawler yang menggunakan track dan jenis
roda karet (Wheeled). Pada Asphalt Finisher jenis track,
penghamparannya lebih halus serta lebih datar dibandingkan Asphalt
Finisher yang menggunakan roda karet dengan ukuran yang sama.
e. Tandem Roller
Tandem Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan aspal setelah
aspal dihamparkan terlebih dahulu.
36

f. Pneumatic Tyre Roller


Pneumatic Tire Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan aspal
setelah dipadatkan terlebih dahulu oleh Tandem Roller. Alat ini juga
berfungsi untuk meratakan permukaan aspal yang telah dilalui Tandem
Roller.
g. Sekop, garuk dan alat bantu lainnya.

2.11 Pelaksanaan Penghamparan AC-BC


Sebelum melaksanakan penghamparan, terlebih dahulu melakukan
persiapan lapangan. Permukaan yang akan dilapisi AC-BC telah memenuhi
ketentuan sebagai berikut;
1. Bentuk permukaan kearah memanjang dan melintang telah dipersiapkan
sesuai dengan rencana.
2. Permukaan telah bebas dari bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti debu
dan bahan-bahan lepas lainnya.
3. Permukaan yang tidak menggunakan bahan pengikat dan cukup lembab,
tetapi permukaan yang menggunakan bahan pengikat telah dalam keadaan
kering.
4. Permukaan yang tidak menggunakan bahan pengikat, diberi lapis resap
pengikat (Prime Coat), sebanyak 0,6-1,5 1/m2, sesuai dengan Buku Peraturan
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya Nomor 01/ST/BM.
5. Permukaan yang menggunakan bahan pengikat telah diberi lapis pengikat
(Track Coat), sebanyak maksimum 0,5 l/m2, sesuai dengan Buku Peraturan
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya Nomor 01/ST/BM.
Setelah persiapan lapangan selesai, dilanjutkan dengan proses produksi
campuran. Pada saat proses produksi campuran, perlu diperhatikan bahan
campuran sesuai dengan rencana. Kemudian temperatur saat pencampuran
telah baik dan rata, kemudian agregat dipanaskan 175 ̊C. Temperatur aspal <
temperatur agregat (minimum 150 ̊C), temperatur campuran 90 ̊C-120 ̊C.
Pencampuran dilakukan di Asphalt Mixing Plant (AMP), saat berlangsungnya
pencampuran, dilakukan tahapan pengendalian mutu yaitu kegiatan-kegiatan
37

yang telah dilaksanakan guna menjamin hasul pelaksanaan pekerjaan yang


baik dan memenuhi perencanaan. Pengendalian mutu juga dapat dilaksanakan
pada saat penghamparan. Adapun tahapan pengendalian mutu di AMP antara
lain:
1. Kualitas bahan-bahan, keadaan peralatan, suhu pemanas bahan-bahan,
suhu campuran dan hasil campuran.
2. Pengambilan contoh dilakaukan minimum satu kali setiap hasil produksi.
Sedangkan untuk kegiatan pengendalian mutu pada saat penghamparan
antara lain:
a. Lapisan pengikat telah diperiksa jumlah dan peralatannya.
b. Pemeriksaan kerataan, kemiringan, sambungan-sambungan, lebar
hamparan, dan suhu hamparan yang akan dipadatkan.
c. Pengawasan suhu setiap tahap pemadatan.
Setelah dilakukan proses pencampuran AC-BC akan didistribusikan
dengan menggunakan Dump Truck dengan bak yang terbuat dari metal, rapat,
bersih, dan telah disemprotkan dengan air sabun, fuel oil, paraffin oil atau larutan
kapur, untuk melindungi penurunan suhu dari pengaruh cuaca.
Setelah pencampuran AC-BC sampai dilokasi, selanjutnya dilakukan
penghamparan. Penghamparan hendaknya dimulai dari posisi terjauh dari
kedudukan unit pencampuran. Setelah proses penghamparan selesai dilaksanakan,
selanjutnya dilaksanakan proses akhir yaitu pemadatan. Pemadatan merupakan
pekerjaan akhir dai serangkai kegiatan pembuatan lapisan konstruksi jalan.
Adapun urutan dari pekerjaan pemadatan jalan antara lain:
a. Pamadatan awal (break down rolling) dilakukan pada temperature 90 ̊C
dengan menggunakan Tandem Roller dengan banyak lintasan 12 kecepatan 3-
4 km/jam.
b. Sesudah pemadatan awal selesai, segera dilakukan pemadatan antara
(intermediate rolling) dengan menggunakan mesin gilas roda karet
(pneumatic tired roller) pada kecepatan 4-5 km/jam.
c. Pemadatan Akhir (Finishing Rolling) menggunakan Tandem Roller langsung
sesudah pemadatan antara berakhir temperatur minimum 60 ̊C atau sedikit
38

diatas titik leleh aspal yang digunakan dengan lintasan sebanyak 12 dengan
kecepatan 6-8 km/jam.
d. Pekerjaan pemadatan selesai setelah kepadatannya mencapai 95% dari
kepadatan laboratorium.
Pada saat pemadatan ada beberapa tipe jalan yang akan dihadapi, sehingga
diperlukan cara pemadatan yang baik. Antara lain:
1. Pada jalan lurus, pemadatan dimulai dari tepi perkerasan as jalan menuju
kebagian tengah.
2. Pada tikungan, pemadatan dimulai dari bagian yang rendah sejajar as
jalan menuju kebagian tengah.
3. Pada bagian tanjakan dan turunan, pemadatan dimulai dari bagian yang
rendah sejajar as jalan menuju kebagian yang tinggi.
4. Roda penggerak mesin gilas pada lintasan pertama ditembatkan dimuka.
5. Pada waktu pemadatan, roda mesin gilas harus dibasahi dengan air agar
aspal tidak lengket atau menempel pada roda mesin gilas.
(Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010)
39

BAB III
TINJAUAN UMUM PROYEK

3.1 Data Umum Proyek


Proyek Pekerjaan Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-Batas Kabupaten
Siak ini merupakan kegiatan yang menggunakan sistem kontrak. Data-data proyek
dibuat berdasarkan pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-
Batas Kabupaten Siak, adapun data-data tersebut adalah sebagai berikut:
Nama Kegiatan : Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-Batas
Kabupaten Siak
Lokasi Proyek : Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan
Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru
Panjang : 2500 meter
Konsultan Pengawas : CV. ADHITAMA KARYA
Kontraktor : PT. DONNY PUTRA MANDIRI
Kontrak Induk
a. Nomor : 620/SPHS-PUPR/TING-SPBKSI/134/2019
b. Tanggal : 21 Mei 2019
c. Nilai : Rp. 13.138.689.009,20 (tiga belas milyar
seratus tiga puluh delapan juta enam ratus
delapan puluh sembilaan ribu Sembilan
rupiah)
d. Waktu Pelaksanaan : 210 Hari Kalender.
Sumber Dana : APBD Provinsi Riau.
Waktu Pemeliharaan : 180 Hari Kalender

3.2 Tugas dan Wewenang Unsur-unsur Proyek


40

1. Pengguna Jasa (Owner)


Pengguna jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan

layanan jasa konstruksi. (Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017). Sebagai


pemilik proyek adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi
Riau. Tugas pemilik proyek (Owner) antara lain:
- Mengadakan pelelangan (proses tender) untuk klasifikasi kontrak.
- Membuat kesepakatan dan persetujuan dalam perjanjian kontrak dengan
kontraktor yang telah dipilih/ditetapkan dalam proses tender.
- Melaksanakan rapat-rapat koordinasi dalam upaya pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
- Menunjuk kontraktor yang sesuai dan memenuhi persyaratan seperti yang
diajukan serta dianggap mampu untuk melaksanakan pekerjaan yang
dimaksud, dengan baik dan benar serta penuh tanggung jawab.
- Memilih dan menetapkan konsultan pengawas atau manajemen konstruksi
untuk mewakilinya dalam melakukan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan secara langsung di lapangan.
- Menyetujui dan menerima hasil/produk pekerjaan yang telah selesai
dilaksanakan oleh kontraktor, setelah terlebih dahulu mengadakan
evaluasi dan disimpulkan mencapai sasaran seperti yang digariskan.
- Memberikan gambaran – gambaran, pedoman dan konsultasi kepada
konsultan perencana yang akan dibuat, dalam batas teknis dan
administrasi yang ada, termasuk kemampuan finansial.
- Berhak meminta interpretasi pelaksanaan pekerjaan kepada pihak
kontraktor utama dan interpretasi perencanaan kepada konsultan
perencana demi kejelasan dan kepastian akan hasil-hasil pekerjaan.
- Menyediakan dan menetapkan suatu lahan yang memiliki kekuatan
hukum, sebagai lokasi untuk mendirikan proyek yang dibuatnya.
- Menerima pekerjaan – pekerjaanyang sudah selesai (pekerjaan yang
mencapai sasaran dan ketentuan yang ada) dari kontraktor utama.
41

- Bersama-sama dengan konsultan pengawas, memonitor laju pelaksanaan


dan perkembangan pekerjaan yang dilakukan kontraktor.
- Menyediakan dan membayar seluruh dana yang sesuai dengan harga
kontrak untuk mewujudkan dan menjaga kelancaran proyek.
- Menetapkan harga kontrak, yang disesuaikan dengan estimasi Rencana
Anggaran Biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana.
- Memberikan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada kontraktor untuk dapat
memulai aktifitas dan rutinitas pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
- Berhak mengklaim (menghentikan sementara) pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan oleh kontraktor jika tidak sesuai dan menyimpang dari
batasan, spesifikasi teknis atau rencana kerja atau syarat-syarat (RKS).
- Berhak membatalkan perjanjian kontrak dengan kontraktor, mengatasi
permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan demi tercapainya
target pekerjaan seperti yang telah direncanakan dan disepakati bersama
dalam perjanjian kontrak tersebut.
2. Konsultan Perencana
Tugas Konsultan Perencana adalah:
- Mengumpulkan data lapangan, lingkungan, dapn penyelidikan tanah
- Membuat perencanaan dan menyusun dokumen lelang, dokumen
pelaksana serta hasil penelitian dan pengujian anggaran pelaksanaan
konstruksi fisik.
- Membuat gambar kerja serta perhitungannya.
- Membuat gambar detail, rencana kerja dan syarat-syarat rencana
anggaran biaya program pelaksanaan.
3. Pengawas Konstruksi (Konsultan Pengawas)
Pengawas Konstruksi adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha
yang memiliki keahlian professional dibidang pengawasan jasa konstruksi dari
awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan serah terima. (Undang-
Undang Nomor 02 Tahun 2017). Yang bertugas sebagai konsultan pengawas pada
proyek ini adalah CV. ADHITAMA KARYA, tugas konsultan pengawas adalah:
42

- Memimpin atau membimbing dan mengadakan pengawasan pada


pelaksanaan proyek.
- Mengatur, meneliti dan memeriksa pembayaran angsuran biaya
pelaksanaan proyek.
- Membuat gambar-gambar tambahan apabila diperlukan.
- Memeriksa dan menyutujui gambar kerja yang dibuat oleh kontraktor.
- Menyusun laporan kemajuan proyek (Laporan Harian, Mingguan,
Bulanan).
- Menyiapkan dan menghitung kemungkinan adanya penambahan atau
pengurangan pekerjaan.
- Mengawasi dan menguji kualitas atau mutu bahan-bahan bangunan
yang dipakai dalam pekerjaaan.
- Menilai pekerjaan yang akan diselesaikan.
- Menyiapkan dan menyusun berita acara pekerjaaan.

4. Pelaksana Konstruksi (Kontraktor)


Pelaksana Konstruksi adalah pemberi jasa oleh orang pribadi atau badan
usaha yang dinyatakan ahli yang professional dibidang pelaksanaan jasa
konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu
hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik (Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017). Dalam pelaksanaan proyek ini yang bertindak sebagai
kontraktor pelaksana adalah PT. DONNY PUTRA MANDIRI, untuk pekerjaan
struktur dan pekerjaan finising. Tugas dan kewajiban kontraktor sebagai
pelaksana pekerjaan yaitu:
- Melaksanakan gambar-gambar pelaksanaan sesuai dengan dokumen
tender (Bestek).
- Memberitahukan kepada konsultan pengawas/manajemen konstruksi
jika terdapat adanya kesalahan dalam spesifikasi teknis, Rencana Kerja
dan Syarat-syarat (RKS) demi prestasi dan kepentingan kerja.
- Melakukan perhitungan revisi atau pekerjaan tambah kurang sesuai
dengan pelaksanaan pekerjaan.
43

- Bertanggung jawab kepada pemilik proyek tentang pelaksanaan dan


laju perkembangan pekerjaan secara tepat waktu sesuai batas waktu
yang telah ditetapkan.
- Bertanggung jawab kepada pemilik proyek tentang pelaksanaan
pekerjaan dan hasil-hasil pekerjaan yang diberikan kepada sub-
kontraktor.
- Malakukan koordinasi dan konsolidasi baik teknis maupun manajemen
kepada semua pihak yang berada dalam naungan organisasinya untuk
bekerja se-profesional mungkin demi kualitas dan prestasi kerja.
- Berhak meminta penjelasan secara teknis pada konsultan pengawas
untuk pekerjaan yang kurang lengkap, kurang jelas dan meragukan.
- Membuat dan memberikan laporan harian tentang proses pelaksanaan
pekerjaan proyek termasuk leporan-laporan lain yang menunjukkan
kualitas dan kuantitas pekerjaan pada pihak manajemen konstruksi.
- Berkewajiban untuk malakukan koordinasi dan konsolidasi dalam
menjalin hubungan kerja yang baik, dinamis dan bertanggung jawab.
Berikut adalah Struktur Organisasi dari PT DONNY PUTRA MANDIRI

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Proyek PT. DONNY PUTRA MANDIRI


Peningkatan Jalan Simpang Pramuka-Batas Kabupaten Siak.
Sumber: Telah diolah kembali dari PT. DONNY PUTRA MANDIRI
44

5. Direktur Utama
Tugas dan kewajiban direktur utama adalah sebagai berikut:
- Mengkoordinasikan dan mengendalikan
kegiatan – kegiatan dibidang administrasi keuangan, kepegawaian dan
kesekretariatan.
- Mengkoordinasikan dan mengendalikan
kegiatan pengadaan dan peralatan perlengkapan.
- Merencanakan dan mengembangkan sumber
– sumber pendapatan serta pembelajaran dan lekayaan perusahaan.
- Memimpin rapat umum dalam hal untuk
memastikan pelaksanaan tata tertip keadilan dan kesempatan bagi
semua untuk berkontrbusi secara tepat, menetukan urutan agenda,
mengarahkan diskusi kearah konsesnsus.
- Mewakili peseroan baik didalam maupun
diluar pengadilan.
- Bertangung jawab penuh dalam menjalankan
tugas untuk kepentingan perseroan sesuai ketentuan yang berlaku
- Menetapkan struktur organisasi dan uraian
tugasnya.
6. General Superintendent
Tugas general superintendent adalah sebagai berikut:
- Mengkoordinir seluruh pelaksanaan pekerjaan dilapangan.
- Bertangung jawab atas seluruh pelaksanaan pekerjaan dilapangan.
- Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan kontrak.
- Memotivasi seluruh stafnya agar bekerja sesuai dengan ketentuan dan
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
7. Pengawas Lapangan
Tugas dan tanggung jawab pengawas lapangan antara lain:
- Memberi pengarahan kegiatan pada personil pelaksana di
lapangan.
45

- Melakukan pengawasan secara berkala terhadap pelaksanaan


pekerjaan di lapangan terutama kesesuaian konstruktif dengan rencana
kerja dan syarat-syarat (RKS).
- Mewakili kepala proyek jika berhalangan di tempat.
- Melakukan pemeriksaan berkala bangunan.
- Memantau dan mengevaluasi setiap hasil kemajuan pekerjaan di
lapangan.
- Mengidentifikasi dan mencari penyelesaian permasalahan yang
timbul di lapangan.
8. Staf Administrasi
Tugas dan tanggung jawab Staf Administrasiantara lain:
- Kuantity/mutu material yang di pesan (order) sesuai dengan catatan
yang diterima baik, jika tidak sesuai dengan pesanan maka material
dikembalikan ke suplayer berdasarkan jumlah yang di pesan (order).
- Memberi tanda material dengan membuat stock card pada masing-
masing material sesuai dengan tipenya.
- Melakukan pengecekan dalam setiap akhir bulan, untuk menentukan
ada tidaknya stock.
- Setiap permintaan material dari subcond ke gudang dibuatkan
formulir permintaan yang telah disetujui oleh supervisor yang
bersangkutan.
- Pihak gudang membuat data pengeluaran material yang diterima
oleh sipenerima material sesuai data tersebut.
- Kemudian pengeluaran material di masukkan ke dalam sebuah data
sesuai dengan material yang diminta.
9. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor terpenting dalam menyelesaikan pekerjaan
tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Memilih tenaga
kerja harus mengutamakan keahlian dan kemampuannya masing-masing dalam
melakukan suatu pekerjaan. Selain itu, pengerahan tenaga kerja harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai ketenaga kerjaan,
46

yaitu tenaga kerja harus dilengakapi dengan K3 dan dilindungi dengan asuransi
ketenagakerjaan.
Tenaga kerja pada kegiatan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Tenaga kerja tetap, Konsultan dan Kontraktor baik
dalam bidang teknis maupun dalam bidang administrasi.
2. Tenaga kerja tidak tetap, yaitu tenaga kerja harian.
Untuk lebih jelasnya secara umum tugas dan wewenang unsure-unsur
proyek dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Bagan Alir Manajemen Proyek


Sumber: Alfian Malik, Bahan Ajar Manajemen Konstruksi 2018

3.3 Peralatan dan Perlengkapan yang digunakan Untuk Keseluruhan


Pekerjaan
Sesuai dengan Kontrak Nomor 620/SPHS-PUPR/TING-SPBKSI/134/2019
Tanggal 21 Mei 2019, maka peralatan yang digunakan dalam pekerjaan ini secara
keseluruhan adalah :

a.         Asphalt Mixing Plant 60 Ton/Jam : 1 Unit


b.        Asphalt Finisher 60 Ton : 1 Unit
c.         Asphalt Sprayer 800 Liter : 1 Unit
d.        Excavator 0.93 M3 : 2 Unit
e.         Motor Grader > 100 HP : 2 Unit
f.         Wheel Loader 1,5 M3 : 2 Unit
47

g.        Tandem Roller 7,5 Ton : 1 Unit


h.        Tire Roller 10 Ton : 1 Unit
i.          Dump Truck 6 Ton : 20 Unit
j.          Water Tanker 3000-4500 Liter : 1 Unit
k.        Vibratory Roller 5-8 Ton : 2 Unit
l.          Concrete Mixer 500 Liter : 1 Unit
m.      Concrete Vibrator 5,5 HP : 1 Unit

3.4 Ruang Lingkup Pekerjaan


Ruang lingkup pekerjaan keseluruhan meliputi sebagai berikut
(Kontrak) :

1 DIVISI I UMUM    
  Kode 1.2 Mobilisasi : 3 Minggu
  Kode 1.20(1)a Pengeboran,termasuk STP dan Laporan : 1 Minggu
2 DIVISI II DRAINASE    
  Kode 2.1(1) Galian untuk Selokan Drainase dan Saluran Air : 5 Minggu
3 DIVISI III PEKERJAAN TANAH    
  Kode 3.1(1a) Galian Biasa : 5 Minggu
  Kode 3.1(3) Galian struktur dengan ketebalan 0-2 m : 2 Minggu
  Kode 3.2(1a) Timbunan biasa dari sumber galian : 14 Minggu
  Kode 3.2(2a) Timbunan pilihan dari sumber pilihan : 10 Minggu
  Kode 3.3(1) Penyiapan Badan Jalan : 7 Minggu
  Kode 3.4(1) Pembersihan dan Pengupasana Lahan : 3 Minggu
  Kode 3.4(5)Pemotongan Pohon Pilihan diameter >75 cm : 3 Minggu
  Kode 3.5(2a) Geotekstil Seperator Kelas 1 (Non Woven) : 14 Minggu
  Kode 3.5(3) Geotekstil Stabilisator Kelas 1 (Woven) : 14 Minggu
4 DIVISI V PERKERASAN BUTIR    
  Kode 5.1(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A : 5 Minggu
  Kode 5.1(2) Lapis Pondasi Agregat Kelas B : 5 Minggu
5 DIVISI VI PERKERASAN ASPAL    
  Kode 6.1(1)(a) Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair : 2 Minggu
  Kode 6.1(2)(a) Lapis Perekat-Aspal Cair : 2 Minggu
  Kode 6.3(5a) Laston Lapis Aus (AC-WC) : 2 Minggu
  Kode 6.3(6a) Laston Antara (AC-BC) : 2 Minggu
6 DIVISI VII STRUKTUR    
  Kode 7.1(7)a Beton mutu sedang fc’20 Mpa (K-250) : 5 Minggu
  Kode 7.1(8) Beton mutu rendah fc’15 Mpa : 1 Minggu
  Kode 7.1(10) Beton mutu rendah fc’10 Mpa : 2 Minggu
48

  Kode 7.3(1) Baja Tulangan U 24 Polos : 5 Minggu


  Kode 7.6(1) Fondasi Cerucuk Penyediaan dan : 2 Minggu
Pemancangan Cerucuk
7 DIVISI VIII PENGEMBALIAN KONDISI DAN    
  PERANCANGAN MINOR
  Kode 8.1(1) Lapis Pondasi Agregat Kelas A untuk : 2 Minggu
  Pekerjaan Minor
Kode 8.1(5) Campuran Aspal Panas untuk Pekerjaan Minor : 1 Minggu
  Kode 8.4(1) Marka Jalan Termoplastik : 3 Minggu
8 DIVISI X PEKERJAAN PEMELIHARAAN RUTIN    
Kode 10.1(2) Pemeliharaan Rutin Bahu Jalan : 29 Minggu

3.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Pada pelaksanaan suatu proyek K3 sangat penting diperhatikan oleh pihak
pengelola proyek demi kelancaran selama masa pelaksanaan proyek. Berdasarkan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970, Bab III Pasal
3 : Syarat-Syarat Keselamatan Kerja dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja,
baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi, dan penularan;
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;
49

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,


cara, dan proses kerjanya;
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
15. Mengamankan dan memeliharasegalajenisbangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar proses bongkar-muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Bab V Pasal 9 : Pembinaan
(1). Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerja
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerja
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2). Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di
atas.
(3). Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(Sumber : UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja).

3.6 Jadwal Pekerjaan (Time Schedule)


Perencanaan waktu adalah pengalokasian waktu dalam penjabaran
perencanaan proyek menjadi urutan langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan untuk
50

mencapai sasaran. Perencanaan waktu diharapkan menjadi skala prioritas pada


tiap tahap dan bila terjadi perubahan waktu pelaksanaan kegiatan, segera bisa
diperkirakan akibatnya sehingga keputusan yang diperlukan bisa diambil.
Tujuan perencanaan waktu dalam penyelenggaraan proyek adalah untuk
menekan tingkat ketidakpastian dalam waktu pelaksanaan selama
penyelenggaraan proyek. Manfaat lain dari perencanaan waktu ini adalah cara
kerja yang efisien bisa diselenggarakan sehingga waktu penyelenggaraan juga
menjadi efisien. Adapun fungsi dari time schedule adalah:
1. Sebagai pedoman dan penuntun bagi kontraktor dalam melaksanakan
pekerjaan.
2. Sebagai kontrol bagi pengawas proyek dalam menilai prestasi kerja.

BAB IV
PELAKSANAAN PEKERJAAN ASPHALT CONCRETE
BINDER COURSE (AC-BC) PADA KEGIATAN
PENINGKATAN JALAN SIMPANG PRAMUKA-BATAS
KABUPATEN SIAK RUMBAI PESISIR

4.1 Persiapan Pekerjaan


Sebelum pelaksanaan pekerjaan Laston Lapis Antara (AC-BC) ada
beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya :
51

1. Pemasangan rambu-rambu dilokasi pekerjaan


2. Pengecekan kondisi alat berat yang digunakan
3. Pengecekan peralatan tangan yang akan digunakan
4. Pengamanan lalu lintas

4.2 Material Yang Digunakan


Material yang digunakan pada pekerjaan Laston Lapis Antara (AC-BC) di
datangkan dari Pangkalan, Batu Bersurat, dan Padang. Material ini dipilih setelah
dilakukan pengujian dilaboratorium ternyata cocok dengan spesifikasi yang
dipakai pada pekerjaan ini yaitu Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 revisi 3.
a. Agregat campuran yang tersiri dari:
1. Batu Pecah 1-2
2. Medium Agregat (MA)
3. Abu Batu
4. Semen
b. Komposisi Campuran
Komposisi campuran yang digunakan untuk Laston Lapis Antara (AC-BC)
di tentukan dari hasil pengujian yang telah ditetapkan pada Job Mix Formula
(JMF).
Komposisi campuran yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Batu Pecah 1-2 : 26%


2. Medium Agregat (MA) : 35%
3. Abu Batu : 37%
4. Semen : 2%
Laston Lapis Antara (AC-BC):
1. Bulk Density : 2,326 Gr/cm2
2. Kadar Aspal : 5,60 %
3. Stability : 1143 kg
4. Kadar Rongga : 4,06 %
5. Marshall Quatient : 3,30 Kg/mm
52

6. Peresapan Aspal : 0,476 %


7. Kelekatan Agregat terhadap Aspal : > 95%
8. Keausan Abrasi : 22,16 %
Hasil pengujian material terdapat dalam Job Mix Formula (JMF) yang
terlampir pada lampiran 11.

4.3 Peralatan yang digunakan pada pekerjaan Asphalt Concrete-Binder


Course (AC-BC)
1. AMP (Asphalt Mixing Plant)
AMP (Asphalt Mixing Plant) adalah alat yang digunakan untuk
menghasilkan campuran beraspal panas. AMP yang digunakan sebanyak 1 unit
dan merupakan milik PT. Riau Muda Bersaudara berlokasikan di Rimbo Panjang
Kabupaten Kampar.
Gambar alat Asphalt Mixing Plant (AMP) akan ditunjukkan pada gambar
4.1 dan 4.2

Gambar 4.1 Unit Produksi AMP


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja
Lapangan
53

Gambar 4.2 Tinjauan di AMP


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Volume produksi AC-BC adalah 1987 Ton


Masa pelaksanaan pekerjaan AC-BC selama 3 hari
1987 ton
Jadi, = 662,3 ton/hari
3 hari
Produksi volume harian AC-BC adalah 662,3 ton/hari
Kapasitas produksi AMP adalah 60 ton/jam.
662,3ton/hari
Maka, untuk produksi perhari = 11 jam
60 ton/ jam
Maka, AMP beroperasi Laston AC-BC untuk volume sehari selama 11
jam/hari

2. Asphalt Sprayer
Asphalt Sprayer adalah alat yang digunakan dalam pekerjaan
penyemprotan lapis resap pengikat (Prime Coat) dan lapisan perekat
(Tack Coat). Asphalt Sprayer Gambar 4.3 yang digunakan sebanyak 1
unit, kapasitas Asphalt Sprayer yaitu 800 liter dan merupakan milik PT.
Riau Mas Bersaudara
(RMB).
54

Gambar 4.3 Asphalt Sprayer


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
3. Dump Truck
Dump Truck adalah alat yang berfungsi untuk mengangkut aspal dari AMP
ke lokasi pekerjaan. Gambar 4.4 Dump Truck yang digunakan untuk
mengangkut AC-BC adalah Dump Truck 6 ton dengan kapasitas 12 ton
merupakan milik PT. Riau Mas Bersaudara.

Gambar 4.4 Dump Truck


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
4. Asphalt Finisher
Asphalt Finisher adalah alat yang digunakan untuk menghamparkan aspal dengan
ketebalan 6 cm. Asphalt Finisher yang digunakan sebanyak 1 unit, Gambar 4.5
merupakan milik PT. Riau Mas Bersaudara (RMB).
Kapasitas produksi (V)
55

Gambar 4.5 Asphalt


Finisher
Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
Kapasitas Produksi (V) 60 ton/jam
Tebal Ac-BC (t) 0,06 m
BJ aspal (ɣ) 2,3 t/m3
Faktor efisiensi alat (Fa) 0,83
ton
60 x 0,83
VxFa jam
Kapasitas produksi perjam = = =
ɣ t
2,3 x 0,06 m
m3
Luas Jalan
Kapasitas produksi total = =
Kapasitas produksi perjam

5. Tandem Roller
Tandem Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan aspal yang
telah dihamparkan. Tandem Roller yang digunakan sebanyak 1 unit, jenis
Tandem Roller Gambar 4.6 digunakan yaitu merek dengan berat statis 7,5
ton dan merupakan milik PT. Riau Mas Bersaudara (RMB).
56

Gambar 4.6 Tandem Roller


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

6. Tire Roller
Tire Roller adalah alat yang digunakan untuk pemadatan aspal setelah
dipadatkan oleh Tandem Roller. Tire Roller yang digunakan sebanyak 1
unit, jenis Tire Roller Gambar 4.7 digunakan yaitu dengan berat statis 10
ton merek dan merupakan milik PT. Riau Mas Bersaudara (RMB).

Gambar 4.7 Tire Roller


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
4.4 Tenaga Kerja
Selama pelaksanaan pekerjaan Lapis Antara AC-BC ini, dibuthkan tenaga
kerja manusia,antara lain :
1. Pelaksana
Pelaksana yang bekerja pada Pekerjaan Lapis Antara AC-BC ini yaitu
1 orang.
2. Mandor
Mandor yang bekerja pada Pekerjaan Lapis Antara AC-BC ini yaitu
sebanyak 1 orang
3. Supir
Supir yang bekerja pada Pekerjaan Lapis Antara AC-BC , ini adalah
untuk dump truck
57

4. Operator
Operator yang bekerja pada Pekerjaan Lapis Antara AC-BC ini
adalah sebanyak 4 orang.
5. Pekerja
Pekerja yang membantu selama Pekerjaan Lapis Antara AC-Bc ini
berjumlah

4.5 Pelaksanaan Pekerjaan AC-BC (Asphalt Concrete –Binder Course)


Langkah kerja dalam pekerjaan pengaspalan sebagai berikut.
1. Pembersihan Lokasi dan Penyemprotan Aspal Cair Panas
Pembersihan Lokasi AC-BC dapat dilakukan agar permukaan jalan bebas dari
kotoran dan debu. Lalu, pekerjaan penyemprotan aspal cair panas dilakukan
dengan menggunakan alat Asphalt Sprayer. Lapis resap Pengikat (Prime Coat)
berfungsi sebagai lapisan oengikat antaralapisan pondasi atas dengan AC-BC ,
Suhu penyemprotan Prime Coat berkisar antara 110oC dan takaran pemakaian
Prime Coat 0,4-1,3 L/m3 seperti pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Proses


Penyemprotan
Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
2. Pengangkutan AC-BC
Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) yang telah diproduksi di AMP
kemudian diangkut menggunakan Dump Truck menuju lokasi pekerjaan
Gambar 4.9 dengan jarak ± 52 Km, sebelum berangkat Dump Truck
58

ditimbang untuk mengetahui muatannya dan dicatat pada tiket. Sampuran Hot
Mix dibawa dari AMP dengan suhu 155 oC dan pada saat perjalanan
mengalami kehilangan suhu 0,5oC per Km.
3. Penghamparan AC-BC
Sebelum penghamparan dengan Asphalt Finisher dilapangan melakukan
persiapan dengan membentuk permukaan memanjang dan melintangnsesuai
gambar rencana, pastikan permukaan bersih dan dalam keadaan kering,
barulah dimulai pekerjaan penghamparan sesuai ketebalan yang direncanakan
yaitu 6 cm. Langkah-langkah penghamparan dilapangan dapat dilihat pada
Gambar dapat dilihat pada gambar 4.10 dan 4.11. Kemudian Pada saat
penghamparan dilakukan pengecekan ketebalan aspal menggunakan stick
seperti pada gambar 4.12 dan pengecekan suhu seperti Gambar 4.13.

Gambar 4.9 Laston AC-BC dimasukkan kedalam Asphalt Finisher


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Gambar 4.10 Penghamparan Laston AC-BC


59

Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Gambar 4.11 Merapikan Penghamparan Laston AC-BC


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Gambar 4.12 Pengecekan ketebalan Laston AC-BC dengan Stick


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
60

Gambar 4.13 Pengecekan Suhu di lapangan


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

4. Pemadatan
Setelah pekerjaan penghamparan selesai, selanjutnya dilakukan
pemadatan.
Pekerjaan pemadatan dilakukan dalam tiga tahap :
1. Pemadatan tahap awal (break down roller) dilaksanakan dengan
menggunakan Tandem Roller kecepatan alat pada saat pemadatan yaitu
4 km/jam dengan banyak lintasan 2 atau 4 kali pulang-pergi (passing).
Gambar 4.14.
2. Pemadatan tahap antara (intermediate rolling) dilaksanakan dengan
menggunakan Tire Roller kecepatan alat pada saat pemadatan yaitu 10
km/jam, pemadatan tahap antara dilaksanakan sebanyak 9 kali passing
atau 18 kali penggilasan. Gambar 4.15.
3. Pemadatan tahap akhir (finishing rolling) dilaksanakan dengan
menggunakan Tandem Roller kecepatan alat pada saat pemadatan yaitu
4 km/jam, pemadatan tahap akhir dilaksanakan sebanyak 1 kali
passing atau 2 kali penggilasan. Gambar 4.16.

Gambar 4.14 Pemadatan tahap awal dengan menggunakan Tandem


Roller
Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
61

Gambar 4.15 Pemadatan tahap antara dengan menggunakan Tire Roller


Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Gambar 4.15 Pemadatan tahap akhir dengan menggunakan Tandem


Roller
Sumber : Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan

Volume Pekerjaan AC-BC


Diketahui :
Panjang Jalan = 1.166 m
Tebal AC-BC dalam keadaan padat = 6 cm = 0,06 m
Lebar Jalan =6m
Berat Jenis Aspal (ɣ) = 2,3 t/ m3 (γ )
Volume 1 Dump Truck (w) = 12 ton
62

Volume AC-BC yang dibutuhkan adalah:


Volume pekerjaan = panjang jalan x lebar jalan x tebal jalan
= 1.166 m x 6 m x 0,06 m
= 420 m3
Aspal yang dibutuhkan = Volume pekerjaan x berat jenis aspal
= 420 m3 x 2,3 t/ m3 (γ )
= 966 Ton
Volume total pekerjaan AC-BC dengan panjang jalan 1.166 meter adalah 432 m 3
dan aspal yang dibutuhkan adalah Ton, Pada Time schedule
volume Lapis Laston Antara yaitu Ton.

4.6 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Laston Lapis Antara AC-BC


Divisi 6. Perkerasan Aspal terdapat pada Lampiran 6 ditinjau yaitu Lapis
Resap Pengikat – Aspal Cair (Prime Coat) dan Laston Lapis Antara (AC-BC)
1. Lapis Resap Pengikat – Aspal Cair (Prime Coat)
Masa pelaksanaan dilakukan 4 hari terhitung 20 Agustus 2019 sampai 23
Agustus 2019 dengan volume L
2. Laston Allpis Antara (AC-BC)
Masa Pelaksanaan dilakukan 3 hari terhitung 21 Agustus 2019 sampai 23
Agustus 2019 dengan volume.

4.7 Kontrol Kualitas di Lapangan


Kontrol kualitas di lapangan adalah Test Core Drill. Test ini adalah pengujian
yang dilakukan untuk menentukan atau mengambil sampel perkerasan
dilapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk
mengetahui karakteristik campuran perkerasan (Asphalt Concrete).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan struktur
dari suatu konstruksi jalan, jenis perkerasan, tebal perkerasan, komposisi,
persentase susunan, dan untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan.
Peralatan yang digunakan antara lain :
1. Mesin Core Drill
63

2. Pompa Air
3. Alat untuk menutup lobang bekas pengeboran.

4.8 Pelaksanaan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)


Peralatan keselamatan kerja yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan
Laston Lapis Antara (AC-BC) antara lain :
a. Helm :3
b. Sarung Tangan : 3 pasang
c. Sepatu Boots (Safety Shoes) : 5 pasang
d. Kacamata Pelindung :-
e. Masker :5
f. Rompi :4
Persentase Perhitungan K3 pekerjaan AC-BC yang ditinjau dilapangan,
yaitu :
a. Helm/Topi : 3/20 x 100 % = 15 %
b. Sarung Tangan : 3/20 x 100 % = 15 %
c. Sepatu Bots (Safety Shoes) : 5/20 x 100 % = 25 %
d. Kacamata Pelindung :-
e. Masker : 5/20 x 100 % = 25 %
f. Rompi : 4/20 x 100 % = 20 %
15+15+25+25+20
Rata-rata = = 16,7 %
6
Pada Kenyataan dilapangan ada beberapa pekerja tidak memakai peralatan K3
dikarenakan memang tidak adanya persediaan alat k3 dari pihak kontraktor,
padahal Peralatan K3 sangat berpengaruh pada keselamatan pekerja tersebut.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dalam pelaksanaan selama praktek kerja
64

lapangan pada paket pekerjaan Pengaspalan Hotmix di Pembangunan Jalan Akses


Simpang Pramuka – Batas Kabupaten Siak Rumbai Pesisir, penulis
menyimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Material yang digunakan untuk campuran lapis antara AC-BC telah lulus
pengujian di laboratorium dan telah memnuhi peersyaratan dari yang
ditetapkan Bina Marga 2018.
2. Pekerjaan lapis antara AC-BC terdiri dari bebrapa tahap yaitu ; pembersihan
lokasi, penyemprotan aspal cair panas, pengangkutan, pemindahan,
penghamparan dan pemadatan.
3. Pada pekerjaan lapis antara AC-BC dilakukan pengecekan suhu pada saat
material tiba di lapangan dimana suhunya adalah 150oC.
4. Pemakaian perlengkapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
proyek Pembangunan Jalan Akses Simpang Pramuka – Batas Kabupaten Siak
Rumbai Pesisir masih belum terlalu di perhatikan, seperti sepatu safety, helm
dan masker.
5. Jumlah Pekerja dalam pekerjaan lapis antara AC-BC adalah orang, terdiri
dari:
a. Pelaksana : 1 Orang
b. Tenaga Kerja : 5 Orang
c. Operator Asphalt Finisher : 1 Orang
d. Operator Asphalt Sprayer : 1 Orang
e. Operator Tire Roller : 1 Orang
f. Operator Tandem Roller : 1 Orang
g. Supir Dump Truck : 15 Orang
6. Jumlah Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan lapis antara AC-BC
adalah unit, terdiri dari:
a. Asphalt Mixing Plant : 1 Unit
b. Asphalt Finisher : 1 Unit
c. Asphalt Sprayer : 1 Unit
d. Tire Roller : 1 Unit
e. Tandem Roller : 1 Unit
65

f. Dump Truck :15 Unit

5.2 Saran
Dalam laporan ini penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Saat melaksanakan pekerjaan perlengkapan K3 harus diperhatikan.
2. Pihak pengawas diharapkan lebih memperhatikan pekerja yang sedang
dilaksanakan dan disesuaikan dengan metode pelaksanaan pekerjaan yang
tertera pada kontrak.

DAFTAR PUSTAKA
Bina Marga Direktorat Jenderal. (2018). Spesifikasi Umum
Bina Marga, Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
66

Peraturan Pemerintah No. 34. (2006). Tentang Jalan. Jakarta:


Pemerintah Republik Indonesia.
PT. Riau Mas Bersaudara. (2019). Daftar Peralatan
Sukirman, Silvia. (2010). Perencanaan Tebal Struktur
Perkerasan Lentur, Bandung: NOVA
Undang-Undang No. 38. (2004). Tentang Jalan, Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai