Anda di halaman 1dari 14

Makalah Perilaku Organisasional

Kekuasaan dan Politik

Dosen pengampu:
Ninik Probosari, SE.M,Si

Disusun oleh :

Winda Pramudyawardani Wibowo (141180048)


Oktaviana
Benekdita Dara Basaso

EM-B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang   
Study tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi
justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik merupakan sesuatu
yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya
akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat
mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain,
maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan merupakan
kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu.
Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada
organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unitkeluarga.
Politik merupakan suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer,
dan digunakan.
Politik yang dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, maka
kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B.     Tujuan Makalah
Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1.     Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2.     Dapat membedakan kepemimpinan dan kekuasaan
3.     Dapat mengetahui dasar-dasar kekuasaan
4.     Dapat mengetahui pengertian politik
5.     Dapat mengetahui etika berpolitik dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekuasaan

      Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk


memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan
ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan
fungsi ketergantungan (dependency). Apabila Semakin besar ketergantungan B pada A, maka
semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.

Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Kebanyakan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan


tujuan kelompok. Biasanya Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk
memudahkan usaha mereka tersebut. Terdapat Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah
satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Suatu Kekuasaan tidak mensyaratkan
kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua
berkaitan dengan arah pengaruh.
Kepemimpinan biasanya berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut.
Kepemimpinan meminimaliskan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak
demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai
kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas
beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti: Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?
Sampai mana tingkat proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para
pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan biasanya cenderung mencakup bidang
yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
Penelitian tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-
kelompok yang lain.

B. Dasar Kekuasaan

a.        Kekuasaan Formal
          Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal.
1)      Kekuasaan Koersif (Coercive Power)
Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut. Seseorang memberikan
reaksinya terhadap kekuasaan ini karena adanya rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang
mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif biasanya mengandalkan aplikasi, atau
ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustrasi melalui
pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.

2)      Kekuasaan Imbalan (Reward Power)


Kebalikan dari kekuasaan koersif yaitu kekuasaan imbalan (reward power). Orang akan
memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia akan
mendapatkan manfaat yang positif. oleh Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan
atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai tinggi akan memiliki kekuasaan atas orang
lain itu. Imbalan tersebut bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah,
dan bonus; atau bersifat nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang
menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika kita dapat membuang
sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif,
Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika kita dapat memberi seseorang sesuatu yang
bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan
atas orang itu.

3)      Kekuasaan Legitimasi (legitimate power)


Dalam kelompok atau organisasi formal, kemungkinan akses yang paling mudah ditemui
pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini
disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power). Kekuasaan tersebut melambangkan
kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan dapat mencakup kekuasaan koersif dan imbalan.
Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas dibandingkan kekuasaan untuk memaksa dan
memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan tersebut mencakup penerimaan wewenang
suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden
bank, atau kapten tentara berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam
wewenang jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan, biasanya,
mematuhinya.

b.        Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik dan
berasal dari dalam diri. Terdapat dua basis kekuatan pribadi yaitu kekuasaan karena keahlian dan
juga kekuasaan rujukan.
1.      Kekuasaan karena Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan karena keahlian (expert power) merupakan pengaruh yang diperoleh dari
keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber
pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena
pekerjaan semakin terspesialiasi, maka kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk
mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan
dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-saran yang
diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer,
akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri, dan spesialis – spesialis lain mampu untuk
menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

2.      Kekuasaan Rujukan (Referent Power)


Kekuasaan rujukan (referent power) biasanya didasarkan pada identifikasi terhadap
seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya
akan menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan bisa berkembang dari
kekaguman kita terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3.      Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif


Hal yang paling menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa
sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena
keahlian terhadap penyeliaan yaitu komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja mereka,
sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung dengan
hasil semacam ini.

C. Ketergantungan: Kunci Menuju Kekuasaan


Aspek terpenting dari kekuasaan yaitu bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam hal ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai
ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri.

1.      Postulat Umum tentang Ketergantungan


Apabila semakin besar ketergantungan B kepada A, maka semakin besar kekuasaan A
atas B. Ketika Anda sudah memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda
seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda
dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, suatu ketergantungan berbanding terbalik dengan
sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya sangat banyak, kepemilikan
atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas, kecerdasan sebagai
suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian jugs, diantara orang-orang
super kaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan.

2.      Penyebab Ketergantungan
Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang Anda kendalikan itu
penting, langka, dan tak tergantikan.

·         Nilai Penting
Jika tak ada seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda
tidak akan tercipta. Oleh Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda
kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif
berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan individu atau kelompok
yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa
sumber daya yang penting.

·         Kelangkaan
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah sangat banyak,
kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus
bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Hal Ini dapat
membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki
pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang
disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka tersebut dalam hal ini, pengetahuan
yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga dapat membantu
menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain tampak tidak logis ,
seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana suatu pekerjaan
ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau bahkan untk
menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut, menciptakan
bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain untuk memahami pekerjaan
mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit
dibanding yang sebenarnya.
Hubungan antara kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan
yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang telah memiliki jabatan di mana
persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-
paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya
banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen bahasa
Inggris. Sebaliknya pasar untuk para guru teknik komputer sangat ketat: permintaan
memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih
rendah, dan tunjangan lainnya.

·         Keadaan Tak Tergantikan


Semakin sedikitnya pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar
kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi
sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada banyak
tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat mengatakan
bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi terbalik
dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak pengakuan
yang diterima oleh seorang tenaga pengajar tersebut melalui publikasi karyanya, semakin
leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas yang lain menginginkan tenaga pengajar
yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar
tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja tenaga kerja juga turut mengubah hubungan ini
dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru
sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas
paling kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan mereka.

D. Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah suatu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam
tindakan-tindakan tertentu. Di bagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik yang
populer untuk digunakan dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang lain.
Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu :
 Legitimasi
Mengandalkan posisi kewenangan atau kekuasaan seseorang atau menekankan bahwa sebuah
permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
 Persuasi rasional
Menyajikan argumen-argumen yang logis (masuk akal) dan berbagai bukti faktual untuk
memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
 Seruan inspirasional
Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara-cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,
harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
 Konsultasi
Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara
melibatkannya dalam mengabil keputusan atau memutuskan bagaimana rencana atau perubahan
akan dijalankan.
 Tukar pendapat
Memberikan imbalan atau hadiah kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain
sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
 Seruan pribadi
Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
 Menyenangkan orang lain
Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat akrab sebelum membuat permintaan.
 Tekanan
Yaitu dengan cara menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman.
 Koalisi
Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran (target) atau menggunakan dukungan
orang lain sebagai alasan agar si sasaran tersebut setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus
kebanyakan bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi
cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan yang lebih sering menjadi
bomerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Kita juga dapat meningkatkan
kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat
yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda itu selaras. Sebagai
contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun legitimasi dapat
meminimalisir reaksi negatif yang mungkin akan timbul akibat “didikte” oleh atasan.

E. Pelecehan seksual (ketidak seimbangan kekuasaan di tempat kerja)


Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas atau kegiatan yang bersifat seksual yang tidak
diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang
tak nyaman. Pelecehan seksual biasa didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat seksual yang
tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana keerja
yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi tersebut dengan
menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi pelecehan seks adalah
apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya akan dianggap, dan memang
dipandang tak menyenangkan ataupun merendahkan. Pada umumnya organisasi telah
membuat kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk pelecehan seks terbuka selama
dasawarsa silam. Hal Ini mencangkup sentuhan fisik yang tidak diinginkan, permintaan kencan
yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak berminat, dan ancaman
disertai kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia menolak ajakan
berhubungan seks
Pelecehan seksual merupakan masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba
mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan berbuat tidak
senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi aturan atau hukum. Namun anda
bisa memahami pelecehan seksual muncul ke permukaan dalam organisasi jika anda
menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah dijelaskan.
Bagaimana pelecehan seksual tersebut dapat mengakibatkan kehancuran sebuah
organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager perusahaan
dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager bisa
melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai
berikut:
1.    Pastikan adanya sebuah kebijakan yang sangat tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan
pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena melakukan
pelecehan seksual semacam itu kepada karyawan lain, dan yang menetapkan prosedur untuk
menyampaikan keluhan.
2.    Yakinkanlah karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.
3.      Selidikilah setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.
4.      Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5.  Adakan seminar internal untuk bisa membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar
pelecehan seksual dan pelecehan.

Kesimpulannya yaitu bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk melindungi
karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu
melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak akan menyadari bahwa salah
seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi hal itu mungkin tidak akan
melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum meyakini bahwa seorang
manager sudah tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung jawabnya, baik
si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab. 

Politik: Kekuasaan Beraksi

Dimensi Perilaku Politik


Kemunculan suatu politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik
di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut yang membuka ruang yang besar bagi individu
dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot telah merinci 6
dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu: 
1.      Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir
kemampuannya dalam menerapkan pengaruh dengan tujuan mempromosikan keinginannya;
2.      Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pengambilan keputusan
membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia
berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan daya saing
organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang memungkinkan untuk memunculkan
perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih
prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam
merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi.
3.      Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, maka semakin ia percaya pada organisasi
berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang.
Kepuasan yang ia dapatkan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu memelihara
status quo. Jika kepuasannya kurang maka itu akan membawa individu bertindak dalam rangka
mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi.
4.      Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik.
Semakin besar keinginan untuk mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan
ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang tinggi, maka ia
juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak hanya
mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang
tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya.
5.      Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat di antara satu individu dengan individu lainnya di
lokasi kerja akan membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di
mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
6.      Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan dan ide, perilaku dan kebiasaan politik dari
tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya).
Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja pada umumnya mahir pula dalam
berpolitik.
2.    Praktik politik dalam organisasi
Setiap aktor termasuk manajer akan menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi aktor
lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa taktik
yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:
·         Membentuk koalisi dengan pihak yang lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya.
·         Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk suatu persepsi dan perilaku
orang-orang sesuai dengan peran dan fungsinya
·         Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan mengubah
persepsi dan tindakan pihak lain
·          Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita untuk
mendapatkan perhatian yang lebih luas
·         Melakukan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan
kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi.

F. Factor-faktor yang berkontribusi terhadap politik


1. Factor individu. Para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat keperibadian tertentu,
kebutuhan, dan beberapa factor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang.
Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para karyawan yang mempu merefleksi diri secara baik
(high self-monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki kebutuhan
yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku
politik. Orang yang mampu merefleksi diri secara baik lebih sensitive terhadap berbagai tanda
social, mampu menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam berperilaku politik
daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self monitor). Selain itu investasi
seseorang dalam organisasi, alterbatir-alternatif yang diyakininya ada, dan harapan akan
kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mmama ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik
yang tidak sah.
2. Factor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik
organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan individu. Tanpa menafikan peran yang mungkin
dijalankan oleh perbedaan-perbedaan individual dalam menumbuhkembangkan prose politisasi,
bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Selain
itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, system
evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan hangus
karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara demikartis, tekanan yang tinggi atas
kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi
politisasi.
Bila kultur sebuah organisasi semakin menekankan pendekatan zero-sum atau menang-kalah
dalam kebijakan alokasi imbalannya, karyawan akan semakin termotivasi untuk melibatkan diri
dalam politisasi. Terakhir, ketika pada karyawan melihat orang-orang yang ada di puncak terlibat
dalam perilaku politik, khususnya ketika mereka berhasil melakukannya dan mendapatkan
imbalan atas keberhasilan itu, terceiptakan sebuah suasana yang mendukung politisasi. Politisasi
dalam pengertian tertentu, membuka jalan bagi mereka yang memiliki kedudukan lebih rendah
dalam organisasi untuk juga bermain politik sembari member kesan bahwa perilaku semacam ini
dapat diterima dan wajar.
Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi?
Kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku
politiknya tetapi sebagian besar orang yang keterampilan politiknya biasa-biasa saja atai tidak
mau bermain politik hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik cenderung
meningkatkan kecemasan dan stress kerja. Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa, dengan tidak
terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan kepada orang lain yang aktif bermain
politik; atau sebaliknya. Lantaran ada tekanan tambahan yang dirasakan oleh individu-individu
karena masuk ke dan bersaing dalam arena politik.
Dari kesimpulan di atas penjelasan menarik telah disampaikan, antara lain:
1. Hubungan politik – kinerja tampaknya dimoderatkan oleh pemahaman individu tentang
“bagaimana” dan “mengapa” politik organisasi itu.
2. Ketika politik dipandang sebagai ancaman dan senantiasa direspon secara defensive, akhirnya
yang muncul adalah hasil yang negative.
Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang tak jarang akan
meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) - perilaku reaktif dan protektif untuk
menghindari aksi, disalahkan, atau perubahan.
G. Mengelola Kesan

Kita tahu bahwa orang senantiasa berkepentingan dengan bagaimana orang lain memamdang dan
menilai mereka. Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam
organisasi. Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi
distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan individu untuk
mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut Pengelolaan atau
Manajemen Kesan (impression management). Kebanyakan studi penelitian dilakukan menguji
keefektifan teknik-teknik MK yaitu :

1. Kesuksesan wawancara
Ketika para peneliti mempertimbangkan kualifikasi para pelamar, mereka menyimpulkan bahwa
teknik-teknik MK itu sendirilah yang mempengaruhi para pewawancara. Para peneliti telah
membandingkan para pelamar yang menggunakan teknik-teknik MK yang terfokus pada promosi
pencapaian seseorang (promosi diri) dengan para pelamar yang menggunakan teknik-teknik yang
terfokus untuk menyenangkan pewawancara dan menemukan wilayah kesepakatan (menjilat).
Menjilat juga berjalan dengan baik dalam wawancara, yang berarti bahwa para pelamar yang
menyenangkan pewawancara, setuju dengan pendekatan-pendekatannya, dan menekankan hal-
hal yang bersesuaian ternnyata lebih baik daripada mereka yang tidak.

2. Evaluasi kinerja

Dalam hal ini peringkat kinerja, gambarannya sangat berbeda. Menjilat dikaitkan secara positif
dengan peringkat kinerja, yang berarti bahwa mereka yang menjlat para penyelia mendapatkan
evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Menjilat selalu berhasil karena setiap setiap orang senang
diperlakukan dengan baik.

H. Etika dalam Perilakun Berpolitik


Menyimpulkan pembahasan mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk
berperilaku positif, meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan antara politik Etis dan
tidak Etis. Terkadang secara tidak sadar kita terlibat dalam perilaku politik karena alasan kebil
yang baik. Kebohongan yang terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrem dari pengaturan
kesan, tetapi banyak di antara kita telah mendistorsi informasi menjadi sebuah kesan yang
menyenangkan.
Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standard
kesetaraan dan keadilan. Terkadang sulit untuk menimbang biaya dan manfaat dari sebuah
tindakan politik, tetapi keetisannya jelas. Adanya pandangan like and undislike terhadap
penilaian hasil kinerja. Ketika dihadapkan pada dilemma etika menyangkut politik organisasi,
cobalah pertimbangkan isu-isu yang pernah ada sebelumya (apakah bermain politik sepadan
resikonya dan akankah membahayakan orang lain dalam prosesnya).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi tersebut
mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan
ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan
fungsi ketergantungan (dependency). apabila Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin
besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal biasanya didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan diri sendiri untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan
kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis
kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan juga kekuasaan rujukan.
Taktik Kekuasaan merupakan cara-cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan
kedalam tindakan-tindakan tertentu. Ada Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya
legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi,
menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.
            Ketergantungan akan meningkat apabila sumber-sumber daya yang dikendalikan itu
penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan sebuah kelompok informal yang diikat
bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil terdiri dari
anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu yang
menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya. 
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-
faktor yang berpengaruh atau berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan
faktor organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior, Buku 2
Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.
http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2013/03/definisi-politik-organisasi.html
http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html

Anda mungkin juga menyukai