Anda di halaman 1dari 4

SOSIAL POLITIK DAN OTONOMI DAERAH

Dosen pengampu :

Drs.Irzal Anderson,M.Si

Di Susun Oleh :

ANNISA FEBRIDIANTI (A1A319065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI
Analisis tentang sistem perwakilan (DPR) Indonesia yg terjadi pada saat 2 fraksi menolak UU
Omnibuslaw yaitu Fraksi PKS yg menolak sejak awal pembahasan RUU tsb dan Fraksi
Demokrat yang Walk Out

Sumber : Jihad Akbar

  DPR RI telah mengesahkan  omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja


menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Wakil Ketua DPR
Azis Symasuddin mengetuk palu sebagai tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan
dari semua peserta rapat.  Rapat paripurna ini terbilang kilat dan mengejutkan banyak pihak.
Pasalnya, rapat tersebut hanya berjarak dua hari sejak pengesahan tingkat I pada Sabtu
(3/10/2020) lalu. Dalam rapat paripurna, sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan
pandangan mereka soal RUU Cipta Kerja.  Hanya dua dari sembilan fraksi yang tetap menolak
seluruh hasil pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai
Demokrat.  Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi UU, karena mayoritas fraksi di
DPR dan pemerintah sepakat. Baca juga: Disahkan, Ini Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta
Kerja yang Menuai Sorotan Berikut adalah fakta-fakta soal rapat paripurna
pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja yang ditayangkan di akun YouTube DPR RI: Dihadiri
318 dari 575 anggota dewan Rapat paripurna dibuka dan dipimpin Wakil Ketua DPR Azis
Syamsuddin. Rapat itu dihadiri secara fisik oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR
Rachmat Gobel, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco ahmad. Sementara itu, Wakil Ketua DPR
Muhaimin Iskandar tak terlihat hadir secara fisik dalam rapat paripurna tersebut.

  Menurut Azis, total anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut adalah sebanyak
318 dari 575 anggota dewan, baik secara fisik maupun virtual Supratman mengatakan
pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan sebanyak 64 kali pertemuan, yaitu terdiri atas 2 kali
rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi
(Timsin). Ia menyebut pembahasan ini dilakukan mulai dari Senin hingga Minggu, dari pagi
hingga malam, bahkan saat masa reses. RUU Cipta Kerja yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal
ini disusun dengan metode omnibus law. Oleh karena itu, pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut
akan berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar
inventarisasi masalah. Supratman mengatakan pembahasan RUU ini dilakukan secara intensif,
dimulai dari tanggal 20 April hingga persetujuan pada 3 Oktober lalu.
Kemudian, tawaran kedua, pandangan-pandangan fraksi akan dapat disampaikan
setelah pemaparan Airlangga. Interupsi pun diajukan anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K.
Harman. "Sesuai dengan mekanisme, sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan konvensi
yang berlaku di dewan dan apa yang telah disepakati. Kami mohon biarkan kesempatan
diberikan kepada fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangan dan sikapnya," kata Benny. "Ini
RUU yang kami anggap sangat penting dan juga ingin supaya publik tahu paling tidak mengapa
fraksi kami menyatakan penolakannya terhadap RUU ini. Setelah itu, Menko mewakili Presiden
berkenan menyampaikan pandangan dan sikapnya," lanjutnya. Namun, usul tersebut tidak
langsung disetujui oleh sejumlah peserta dan pimpinan rapat. "Kami tahu majority pasti
menghendaki menyetujui kehendak penguasa. Semua sudah tahu itu, tetapi kami punya hak
juga untuk menyampaikan sikap dan pandangan kami. Kasih kami kesempatan untuk
membacakan sikap kami. Supaya publik tahu penolakan kami," ujar Benny. Setelah itu,
pimpinan dan peserta rapat pun menyepakati penyampaian pandangan oleh setiap fraksi
selama 5 menit.

Marwan Cik Asan, yang mewakili Partai Demokrat mengungkapkan pembahasan RUU
Cipta Kerja terlalu cepat dan terburu-buru, sehingga pembahasan pasal per pasal tidak
mendalam. "RUU Cipta Kerja harus bersifat jangka panjang," tegasnya. Ia menyebut RUU ini
berpotensi meminggirkan kepentingan pekerja dan mengesampingkan Pancasila sila ke-5. "Oleh
karenanya, Fraksi Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja dan harus dibahas ulang dan
mendalam," lanjutnya.  Penolakan juga disampaikan oleh perwakilan PKS, Amin AK. "Secara
substansi, Fraksi PKS menilai beberapa hal dalam RUU Cipta Kerja bertentangan dengan
konstitusi," jelas Amin. Ia mengungkapkan RUU Cipta Kerja memuat substansi liberalisasi
sumber daya alam dan substansi yang merugikan tenaga kerja.

"Setelah seluruh fraksi menyampaikan pendapatnya, disadari bahwa banyak penolakan


terhadap RUU Cipta Kerja. Kenapa RUU ini terlalu terburu-buru disahkan?" kata Irwan, anggota
Fraksi Partai Demokrat. Interupsi pun terus berusaha diajukan oleh anggota Fraksi Partai
Demokrat lainnya. "Coba kita lihat keluar, hari ini penolakan sangat dahsyat dari publik. Kaum
buruh dan pekerja. Apakah bijak jika tetap mengambil keputusan untuk disahkan?" tambah
Didi, anggota Fraksi Partai Demokrat lainnya.  Setelah itu, Benny pun kembali mengajukan
interupsi sebelum dilanjutkan agenda selanjutnya, yaitu penyampaian pandangan dari
pemerintah. Namun, pimpinan rapat tidak menyetujui interupsi dan permintaan tersebut.
Menanggapi keputusan itu, Benny menegaskan Partai Demokrat memutuskan untuk  walk out
dari rapat paripurna. "Kalau demikian maka kami Fraksi Demokrat menyatakan walk-out dan
tidak bertanggung jawab atas RUU Cipta Kerja!," tegas Benny.
Airlangga Hartarto. Tak lama setelah itu, Azis selaku pimpinan rapat mengetok palu
sebagai tanda pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU. "Berdasarkan yang telah kita simak dan
kita dengar bersama. Maka sekali lagi saya memohon persetujuan, untuk di dalam forum rapat
paripurna ini. Bisa disepakati

Anda mungkin juga menyukai