Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM

INSTRUMEN ANALISA FARMASI

NAMA : LUTHFI NAURA SALSABILA

NIM : 1900021

KELAS : D3-3A

KELOMPOK : 1 (Satu)

DOSEN PENGAMPU : Apt. Mustika Furi, M.Si

ASISTEN DOSEN : AINUN ALFATMA

ANNISA SHAFIRA

DEAN PRATAMA

REZA AFDA

JADWAL PRATIKUM : Selasa,06-10-2020 (08:00-11:00) ONLINE

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

T.A 2020/2021

luthfinaura@stifar-riau.ac.id / luthfinauras@gmail.com

No HP  082268474063
OBJEK 2

“IDENTIFIKASI PARASETAMOL SECARA KLT (KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS)”

I. TUJUAN
1. Pengenalan metoda pemisahan parasetamol dengan KLT
2. Analisis parasetamol secara KLT

II. PRINSIP PRATIKUM


Memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan
pelarut yang digunakan.

III. TINJAUAN PUSTAKA


Istilah kromatografi berasal dari bahasa Latin chroma berarti warna dan graphien
berarti menulis.Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tswest (1903)
seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tswest dalam percobaannya ia berhasil
memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan
menggunakan serbuk kalsium karbonat (CaCO3) yang diisikan ke dalam kaca dan
petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan
larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat (CaCO3), kemudian dialirkan
pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang
kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan
(Alimin, 2007).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan satu dari banyak teknik kromatografi
yang sering digunakan untuk menganalisis bahan analgesik. Dasar pemisahan pada
KLT adalah perbedaan kecepetan migrasi diantar fasedian yang berupa padatan
(alumina, silika gel, atau selulosa) dan fase gerak yang merupakan campuran solven
(eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut pengembang campur. KLT
menggunakan parameter karakteristik faktor retardasi (Rf) untuk menganalisis baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Nilai Rf merupakan parameter karakteristik suatu
senyawa sehingga secara kualitatif senyawa dapat diidentifikasi dari nilai Rf (Fatah,
1987).

Fase gerak pada KLT biasanya dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dipilih dengan trial dan error. Sitem yang paling sederhana adalah sistem dua pelarut
organik karena daya elusi campuran dari dua pelarut ini dapat dengan mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
kriteria yang harus dipenuhi oleh fase gerak ialah :
1. Fase gerak harus memiliki kemurniaan yang sangat tinggi karena KLT sangat
sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur agar harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
pemisahan yang maksimal
3. Untuk pemisahan senyawa yang polar yang biasanya fase diamnya berupa silika
gel, maka polaritas dari fase gerak sangat menentukan kecepatan elusi atau
pengembangan yang berarti juga akan menentukan nilai Rf (Stahl, 1985).

Parasetamol merupakan derivat aminofenol yang mempunyai aktivitas analgesik


dan antipiretik. Seperti salisilat, parasetamol berefek menghambat sintesa prostaglandin
di otak sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzen yang menurunkan panas saat demam
(Wilmana, 1995).

Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja


menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Analgesik
adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa
memiliki kerja anestesi umum (Darsono, 2002).

Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip
kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan dipisahkan
digunakan suatu penyuntik berukuran mikro. Sampel harus nonpolar dan mudah
menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengorek lapisan vertikal
searah gerakan pelarut. Resolusi KLT jauh lebih tinggi daripada kromatografi lapis tipis
(KLT) karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorbsi. Semua
teknik yang dipakai kromatografi lapis tipis (KLT) juga dapat digunakan untuk
kromatografi lapis tipis ( Khopkar, 2010).
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena
kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran.Untuk memperoleh materi
murni dari suatu campuran maka harus melakukan pemisahan.Berbagai teknik pemisahan
dapat diterapkan untuk memisahkan campuran ( Hendayana, 2010).

IV. ALAT & BAHAN


ALAT :
 Pelat KLT
 Chamber
 Lampu UV
 Pensil
BAHAN :
 Tablet parasetamol dan parasetamol murni (baku pembanding farmakope
Indonesia)
 Larutan NaOH 0,1 N
 Etanol 96%
 Aquadest secukupnya

V. PROSEDUR KERJA
a) Persiapan larutan baku paracetamol
 Timbang paracetamol murni 100 mg
 Larutkan dengan NaOH dalam labu ukur
 Kocok sampai larut
 Ambil 1 ml dari larutan induk
 Buat pengenceran (konsentrasi 10%, 1%) dengan cara mengambil 1 ml
larutan induk dan di encerkan dengan NaOH dalam labu ukur 10 ml.
b) Persiapan larutan sampel
 Timbang tara tablet paracetamol 100 mg
 Gerus tablet paracetamol
 Timbang 78,2 mg dari tablet paracetamol yang digerus
 Larutkan dengan NaOH dalam labu ukur 10 ml
 Kocok sampai larut
 Ambil 1 ml dari larutan induk
 Buat pengenceran (konsentrasi 10%, 1%, 0,1%, 0,01%, 0,001%)
dengan cara mengambil 1 ml larutan induk.

VI. HASIL

Diketahui :
 Jarak noda standar = 2,1
 Jarak noda sampel = 2
 Jarak eluen =4

Ditanya : RF……?
Jawab :
Jarak noda 2
RF sampel = = = 0,5
Jarak eluen 4
Jarak standar 2,1
RF standar = = = 0,525
Jarak eluen 4
Jadi, sampel tersebut mengandung paracetamol.

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa apa saja yang
terkandung pada paracetamol dan dapat memilih fase gerak yang sesuai untuk
pemisahan senyawa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa
menjadi beberapa komponen dengan menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase
diam. Pada KLT, digunakan fase diam berupa lapisan tipis yang berada pada
permukaan datar diatas pendukung yang sesuai, biasanya digunakan silika yang mana
sifatnya polar, sedangkan pada fase gerak berupa cairan yang mana akan menaiki fase
diam.

Identifikasi parasetamol dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi


lapis tipis dengan sampel tablet parasetamol. Pemilihan metode kromatografi lapis
tipis ini merupakan satu dari banyak teknik kromatografi yang sering digunakan
untuk menganalisis bahan analgesik. Pelarut yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah NaOH 0,1 N, dan etanol.

Sampel yang sudah ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut berupa etanol.
Digunakannya etanol, karena sampel dapat larut dengan baik dalam etanol. Setelah
dilarutkan, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring, tujuan penyaringan
ini yaitu untuk mendapatkan larutan jernih dari sampel sehingga bisa ditotolkan pada
fase diam. Sebelum dilakukan pengembangan sampel, maka chamber terlebih dahulu
dijenuhkan dengan fase gerak. Tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun
pembanding dapat dipartisi dengan mudah oleh eluen.
Setelah chamber dijenuhkan, dilakukan penotolan sampel pada fase diam.
Pemisahan yang optimal apabila penotolan sampel dilakukan sekecil dan sesempit
mungkin, karena jika terlalu banyak dan lebar maka resolusi akan turun. Selain itu
jika penotolan dilakukan pada tempat yang salah, maka akan menimbulkan bercak
yang menyebar dan puncak ganda..

Sampel yang telah ditotolkan pada fase diam kemudian dilakukan pengembangan
pada chamber yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan fase gerak. Teknik
pengembangan pada KLT dibagi menjadi dua yaitu pengembangan menaik dan
pengembangan menurun..

Setelah proses pengembangan selesai, kemudian dilakukan deteksi bercak. Pada


KLT, bercak yang dihasilkan tidak berwarna, sehingga untuk mengetahui berapa
bercak yang dihasilkan maka dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu cara kimia,
fisika maupun biologis. Pada praktikum yang kami lakukan, cara yang dipakai adalah
dengan cara fisika, yaitu mengetahui bercak dengan menggunakan fluoresensi sinar
ultraviolet. Digunakan fluoresensi sinar ultraviolet karena lempeng yang digunakan
mengandung silika yang mana dapat berfluoresensi pada panjang gelombang emisi
254. Lempeng diamati untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau
bercak yang seragam.

Setelah diamati dibawah radiasi sinar UV, jika lokasi noda sampel sama dengan
jarak noda pembanding dan nilai RF nya tidak jauh berbeda, maka dapat diketahui
bahwa sampel yang digunakan memang mengandung paracetamol. Pengukuran RF
berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut. Semakin besar nilai RF sampel
maka semakin besar jarak bergeraknya senyawa pada plat KLT.

Rf merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan yang ditempuh


fase gerak. Nilai Rf merupakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam.
Nilai Rf yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki daya pisah zat
terhadap solvent pada kondisi maksimum, sedangkan nilai Rf yang kecil menandakan
bahwa solvent memiliki daya pisah zat yang minimum. Bila nilai Rf sama maka
senyawa tersebut memiliki ciri yang sama, sedangkan jika nilai Rf berbeda maka
senyawa tersebut berbeda.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
nilai RF bercorak noda sampel parasetamol sebesar 0,525. Nilai tersebut mendekati
nilai RF dari paracetamol yang menyatakan bahwa sampel memang mengandung
paracetamol.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Alimin, dkk. 2007. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press.
Darsono L. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan parasetamol,
Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Hendayana, sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Bandung,
Penerbit ITB.
Wilmana, P.F., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 , Jakarta : Bagian
Farmakologi FKUI.
Fatah, M.A, 1987, Analisis Farmasi Dahulu dan Sekarang, Yogyakarta : Penerbit
UGM.
LAPORAN SEMENTARA

Anda mungkin juga menyukai