Anda di halaman 1dari 8

Kerajaan-Kerajaan Maritim Islam di Nusantara

Setelah masuknya Islam, kerajaan-kerajaan maritim Islam akhirnya menggantikan kerajaan


Hindu-Buddha yang pernah jaya. Kehidupan maritim yang merajai masa itu tentunya menarik
untuk diikuti. Squad ingin tahu? Sekarang, kita simak, yuk penjelasan di bawah ini.

1. Samudra Pasai

Squad tahu apa pulau paling barat di Indonesia? Yap, Sabang. Pulau Sabang ada di Aceh, lokasi
kerajaan Islam pertama di Nusantara. Nama kerajaannya Samudra Pasai. Berdiri sekitar abad
ke-13 dan terletak di pantai timur Sumatra, Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan
maritim karena didukung kawasan Selat Malaka yang strategis. Nggak heran, hal ini membuat
Samudra Pasai banyak dijadikan tempat singgah dan menetap oleh banyak pedagang.

Wilayah kerajaan Samudra Pasai.

Ternyata Squad, bukan hanya Sriwijaya saja yang jadi pusat belajar agama Buddha. Samudra
Pasai juga menjadi pusat studi Islam di Asia Tenggara ada awal abad ke-14 Para elite kerajaan
menjadikan lingkungan kerajaan sebagai tempat diskusi ulama dengan elite atau antarulama.

Perdagangan merupakan bagian dari kehidupan ekonomi Samudra Pasai yang cemerlang.
Untuk mendukung perekonomian, masyarakat Samudra Pasai menggunakan alat tukar berupa
koin dinar emas dan keueh dari timah. Nilai 1 dinar sama dengan 1.600 keueh.

Meski berjaya, peran Samudra Pasai sebagai pusat dagang di Selat Malaka mulai digantikan
oleh pelabuhan-pelabuhan baru di Semenanjung Malaya. Hal ini menyebabkan kemunduran
ekonomi Samudra Pasai, ditambah kedatangan Portugis yang menguasai dan memonopoli
Malaka.
Foto naskah surat Sultan Zainal 'Abidin yang saat ini terdapat di Museum Negeri Aceh, Banda
Aceh.

2. Aceh Darussalam

Selain Samudra Pasai, di wilayah Aceh juga berdiri kerajaan lainnya. Namanya Aceh Darussalam
dan didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada abad ke-16. Pusat kerajaannya berada di
ujung utara Sumatra yang kini merupakan Kabupaten Aceh Besar. Kerajaan Aceh berkembang
menjadi kerajaan besar sejak Portugis menguasai Malaka dan banyak pedagang Muslim
berpindah ke Aceh. Merasa akan dikalahkan, Portugis kemudian berusaha menaklukan Aceh.
Usaha mereka gagal pada tahun 1521 karena dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Pada
tahun 1524 pun, pasukan Aceh berhasil menguasai Samudra Pasai.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam mencapai kejayaan. Wilayah
kekuasaan Aceh mencapai wilayah-wilayah yang saat ini berada di Sumatera Utara, Riau,
hingga Jambi. Kekuatan angkatan laut Aceh yang tangguh ketika masa Sultan Iskandar Muda
mengkhawatirkan Belanda dan Inggris yang ingin menguasai Selat Malaka.
Pemimpin Kesultanan Aceh, Sultan Iskandar Muda.

Bagai kehilangan induknya, Aceh mengalami kemunduran setelah Sultan Iskandar Muda wafat.
Pengaruh Belanda dan Inggris mulai mengusik Aceh, dengan menguasai wilayah-wilayah
kerajaan Aceh. Pada tahun 1873 Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Kegigihan rakyat
Aceh mampu menahan serangan Belanda hingga awal abad ke-20. Belanda akhirnya berhasil
mengurangi kekuatan Aceh dan pada tahun 1903, Sultan Muhammad Daud Syah menyerah.

Salah satu tinggalan Kesultanan Aceh, Masjid Raya Baiturrahman. Dibangun oleh Sultan
Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M.

3. Demak

Tahukah kamu kalau Demak merupakan kerajaan maritim Islam pertama di Jawa? Demak
berdiri di abad ke-15 dan menguasai seluruh pantai utara Jawa. Demak memanfaatkan
kemunduran Majapahit untuk membuat daerah-daerah pesisir melepaskan diri dari Majapahit
dan bergabung dengan Demak.
Masjid Agung Demak merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Demak.

Portugis yang menguasai Malaka sejak tahun 1511 menjadi ancaman bagi perkembangan
Demak. Demak kemudian melakukan ekspansi ke Selat Malaka yang dipimpin Adipati Unus
(Pangeran Sabrang Lor) pada tahun 1512-1513. Sayangnya, ekspansi tersebut belum berhasil
karena dikalahkan Portugis yang memiliki armada lebih kuat, dan kurangnya perbekalan
pasukan Demak.

Demak di masa Sultan Trenggana memperluas kekuasaannya hingga ke seluruh Jawa Tengah
dan Jawa Timur, serta memantapkan penguasaan pesisir Jawa. Hampir seluruh Jawa berada di
bawah kekuasaan Demak, lho. Kerajaan Demak juga mengirim Fatahillah untuk menyerang
Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon pada 1522. Serangan tersebut bertujuan untuk
memutuskan pengaruh Portugis di Pajajaran.

Pada tahun 1527, pasukan Demak berhasil merebut Sunda Kelapa setelah mengalahkan
kekuatan Portugis. Fatahillah kemudian mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Ini
dia asal-usul nama Jakarta, Squad.

Baca juga: Sejarah Kerajaan Maritim Hindu-Buddha (Kutai, Tarumanegara, Kalingga)

4. Banten

Di ujung barat Pulau Jawa, Kerajaan Banten berdiri sekitar tahun 1552. Wilayah kekuasaannya
meliputi bagian barat Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat. Kemunculan
kerajaan ini berhubungan dengan pengaruh Demak.

Squad masih ingat dengan Sultan Trenggana dari Demak? Beliau memberi hadiah berupa
wilayah kerajaan kepada Maulana Hasanuddin (putra Fatahillah). Banten kemudian menjadi
kerajaan yang mandiri seiring melemahnya Demak. Lokasi Banten strategis karena di sekitar
Selat Sunda dan Laut Jawa, sehingga memungkinkan munculnya pelabuhan-pelabuhan besar
untuk perdagangan. Banten menjadi kerajaan maritim yang terbuka, dengan kedatangan para
pedagang asing dari Arab, Turki, Tiongkok, India, Melayu, Portugis, dan Belanda.

Komoditas penting yang diperdagangkan di kerajaan Banten adalah lada. Lada banyak
dihasilkan di Lampung dan Sumatra Selatan yang merupakan vassal kerajaan Banten. Adapun
Kalimantan Barat merupakan penghasil berlian. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
mencapai puncak kejayaan. Kejayaan Banten juga dapat menandingi VOC dalam perdagangan
di Selat Sunda dan Laut Jawa.

Masjid Agung Banten merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Banten di kawasan Banten
Lama.

5. Ternate

Pernah lihat Pattimura di uang kertas seribu rupiah, Squad? Coba kamu lihat gambar di
baliknya. Itu dia Pulau Ternate dan Tidore. Ternate terletak di barat Halmahera dan di utara
Tidore. Saat menjadi kerajaan Islam di wilayah Ambon Utara, Ternate merupakan pemasok
cengkeh untuk para pedagang dari Jawa, Banten, Melayu, Makassar, dan Bugis.

Di Ternate, pernah terjadi pertempuran dengan Kesultanan Tidore. Ternate memimpin Uli Lima
untuk bersaing dengan Tidore yang memimpin Uli Siwa. Persaingan itu semakin buruk ketika
Portugis dan Spanyol datang berebut rempah-rempah di Maluku. Portugis semakin ingin
menguasai Ternate setelah Spanyol pergi dari Maluku akibat Perjanjian Saragosa.

Sultan Baabullah berhasil membuat Ternate berjaya. Kora-kora sebagai kapal armada
perangnya berhasil memperluas kekuasaan Ternate. Wilayah kekuasaan Ternate meliputi
Maluku Utara, Pulau Buru, Seram, Sulawesi Utara, dan sekitar Teluk Tomini.
Pembagian wilayah Uli Lima dan Uli Siwa.

6. Gowa-Tallo (Makassar)

Kerajaan Gowa berawal dari penyatuan sembilan distrik yang disebut bate salapang oleh
Pancalaya (ketua dewan adat), kemudian didirikan kerajaan dengan raja pertama bernama
Tumanurung. Islam masuk ke Gowa pada masa Raja Gowa X, Karaeng Tunipallangga Ulaweng.
Adapun Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin) merupakan raja
pertama yang beragama Islam.

Peran orang Makassar dalam pelayaran di Nusantara berlangsung sejak abad ke-16. Gowa
dengan Somba Opu sebagai pelabuhannya adalah kerajaan dagang yang kuat. Kerajaan ini
memperdagangkan rempah-rempah untuk ditukarkan dengan komoditas dari Jawa dan
Malaka, seperti beras, tekstil, sutra, dan porselen.
Wilayah Kerajaan Gowa-Tallo

Kemajuan perdagangan bebas Makassar mengancam VOC yang sedang berusaha memonopoli
rempah-rempah Nusantara. VOC tidak mau Makassar menandingi perdagangan VOC di Ambon
dan Batavia, sehingga menyebabkan Perang Makassar (1666-1669). Perang ini akhirnya
meruntuhkan politik dan ekonomi Kerajaan Gowa-Tallo.

Anda mungkin juga menyukai