Anda di halaman 1dari 5

PENTINGNYA ETIKA DALAM BERORGANISASI

Muhammad Arif Syihabuddin


Email: arifmuhammad599@gmail.com

Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial, yang selalu membutuhkan
lingkungan dalam proses interaksinya dengan makhluk lain.
Lingkungan yang dibutuhkan sangat beragam, mulai lingkungan kecil
keluarga, sampai lingkungan masyarakat luas. Proses interaksi yang
dilakukan oleh manusia memerlukan kearifan dan pengetahuan, agar
terjadi interaksi yang baik.
Salah satu kearifan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh
manusia dalam melakukan interaksi adalah nilai-nilai etika. Kajian
tentang pentingnya etika menjadi salah satu topik yang menarik untuk
terus didiskusikan. konsep tentang nilai-nilai etika ini juga telah banyak
dirumuskan oleh para tokoh. Karena konsep tentang nilai-nilai etika
dipandang sebagai salah satu elemen penting dalam bersosial.
Lingkungan tempat manusia berinteraksi ada kalanya berupa
organisasi. Lingkungan organisasi menjadi tempat manusia bersosial,
menumbuh kembangkan potensi diri, sekaligus mengaktualisasikan
diri. Interaksi manusia dalam lingkungan organisasi ini harus dilandasi
dengan kearifan dan pengetahuan tentang nilai-nilai etika. Sebab, etika
yang ada pada diri seseorang akan sangat berpengaruh terhadap
lingkungan organisasi, baik terhadap iklim, eksistensi, perkembangan
dan lain sebaginya.

Etika
Etika pada dasarnya mengarah pada keberadaan satu aturan
yang erat kaitannya dengan keberadaan moral yang tidak dapat terlepas
dari keberadaan budaya yang berada di sekitarnya. Nilai sopan santun,
toleransi dan menolong yang erat dengan gambaran menghormati
individu lain, mengarahkan pada harmoni serta pemenuhan kebutuhan
orang lain.
Pembelajaran nilai-nilai etika yang erat kaitannya dengan moral
oleh individu pertama kali tidak terlepas dari orangtua atau keluarga.
Keberadaan orang tua sebagai agen sosialisasi dan enkulturasi bagi
individu dalam hal ini berperan dalam proses transmisi budaya yang
bersifat vertical. Proses pembelajaran mengenai satu nilai maupun
aturan dalam satu masyarakat atau budaya yang selanjutnya setelah
orangtua dalam perkembangannya dipengaruhi oleh keberadaan
lingkungan sekitar (teman, masyarakat, keluarga luas, dan lain-lain).
Etika berasal dari bahasa yunani “ethes’’ artinya adat. Etika
adalah ilmu yang meyelidki baik dan buruk dengan memperhatikan
perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran. Sedangkan
moral berasal dari Bahasa Latin “mores” yang berarti kebiasaan.
Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas
masalah baik dan buruk tingkah laku manusia. Perbedaannya terletak
pada dasarnya sebagai cabang filsafat, etika bertitik tolak dari pikiran
manusia. Sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Etika dalam Bahasa arab disebut dengan akhlak. Akhlak berasal
dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya “khuluqun” yang berari
budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan menurut
istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk
(benar dan salah), mengatur pergaulan manusia, dan menentukan
tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya.
Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu
dengan perilaku atau perbuatan. Jika perilaku yang melekat itu buruk,
maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah. Sebaliknya,
apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah. Akhlak tidak
terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan
pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan
ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik.
Akhlak merupakan perilaku yang tampak ( terlihat ) dengan
jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang memotivasi oleh
dorongan karena Allah. Namun demikian, banyak pula aspek yang
berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah
yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu pola perilaku kepada Allah,
sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam.
Akhlak yang islami adalah akhlak yang bersumber pada ajaran
Allah dan Rasulullah. Akhlak islami ini merupakan amal perbuatan yang
sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah
seorang muslim yang baik atau buruk. Akhlak ini merupakan buah dari
akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar, akhlak ini erat
kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq (pencipta) dan makhluq
(yang diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq (manusia)
dengan khaliq (Allah Ta’ala) dan hubungan baik antara makhluq dengan
makhluq.
Kata “menyempurnakan” berarti akhlak itu bertingkat,
sehingga perlu disempurnakan. Hal ini menunjukan bahwa akhlak
bermacam-macam, dari akhlak sangat buruk, buruk, sedang, baik, baik
sekali hingga sempurna. Rasulullah sebelum bertugas
menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna.

Etika dan organisasi


Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki setumpuk
keinginan dan berbagai macam kebutuhan. Silih berganti keinginan dan
kebutuhan merasuki alam pikiran dan kehidupan manusia. Ketika satu
keinginan menjelma menjadi kebutuhan. Dengan berbagai cara,
seseorang berhasil memenuhi kebutuhan tersebut sehingga muncul
keinginan dan kebutuhan baru. Demikian seterusnya, seolah-olah
manusia tidak pernah merasa puas meski kebutuhan-kebutuhannya
telah terpenuhi. Kondisi inilah yang menyebabkan manusia sering
dijuluki sebagai the wanting creature. Julukan ini menyiratkan bahwa
keinginan, kebutuhan, dan upaya untuk mencapai titik kepuasan
merupakan kodrat manusia yang selalu melekat pada diri seseorang.
Dorongan dan motivasi seseorang untuk melakukan berbagai macam
tindakan sering kali dilandasi oleh kodrat tersebut.
Selain sebagai makhluk individu, manusia pada dasarnya adalah
makhluk soisal (social being). Manusia, menurut pandangan ini, tidak bisa
melepaskan ketergantungannya pada orang lain. Namun, harus diakui
pula munculnya kerja sama tersebut tidak terjadi semata-mata bersifat
alamiah, tetapi karena keterbatasan masing-masing individu. Oleh
sebab itu, kerja sama antara dua orang atau lebih sesungguhnya
bertujuan agar di antara mereka bisa saling membantu untuk mencapai
tujuan (baca: memenuhi kebutuhan) meski tujuan mereka bukan tidak
mungkin berbeda. Gambaran ini menunjukkan bahwa perbedaan
tujuan sesungguhnya tidak menghalangi mereka menjalin kerja sama
selama mereka bisa memenuhi kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Jika katakanlah ikatan kerja sama ini dianggap efektif, sangat boleh jadi
bentuk kerja sama yang semula bersifat temporer kemudian diatur
dengan pola kegiatan yang lebih tersistem, terstruktur, dan masing-
masing memiliki tanggung jawab sesuai dengan peran yang terlebih
dahulu mereka sepakati. Pola kerja sama semacam ini sering disebut
sebagai organisasi.
Penjelasan di atas secara tidak langsung menegaskan bahwa
ketika seseorang atau sekelompok orang mendirikan organisasi tujuan
akhirnya bukan sekadar berdiri kokohnya organisasi tersebut,
melainkan agar orang-orang yang terlibat di dalamnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Dengan alasan tersebut, semakin banyak
dan semakin variatif kebutuhan seseorang, semakin ia terlibat pada
berbagai macam organisasi berbeda, mengingat setiap organisasi hanya
mampu memenuhi kebutuhan tertentu. Karena itu pula, tidak jarang
seseorang terlibat dalam berbagai macam organisasi pada waktu
bersamaan.
Dari sekian banyak kajian tentang organisasi, salah satu kajian
yang menarik adalah etika dalam berorganisasi. Etika yang dimiliki
setiap individu ini harus berlandaskan pada nilai-nilai dan norm-norma
yang ada pada lingkungan tempat organisasi itu berada. Maka segala
sesuatu yang terkait dengan tingkah laku dan aktifitas seseorang dalam
lingkunganorganisasi harus berlandaskan dan disesuaikan dengan
tujuan akhir organisasi tersebut.
Konsep etika sangatlah luas, salah satunya adalah etika terhadap
diri sendiri antara lain:
1. Setia (al-Amanah), yaitu sikap pribadi yang setia, tulus hati dan
jujur dalam melaksanakan sesuatu yang dipercayakan
kepadanya, baik berupa harta, rahasia, kewajiban, atau
kepercayaan lainnya.
2. Benar (as-Shidqatu), yaitu berlaku benar dan jujur baik dalam
perkataan maupun perbuatan.
3. Adil (al-‘adlu), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
4. Memelihara kesucian (al-Ifafah), yaitu menjaga dan memelihara
kesucian dan kehormatan diri dari tindakan tercela, fitnah dan
perbuatan yang dapat mengotori dirinya.
5. Malu (al-Haya), yaitu malu terhadap Allah dan diri sendiri dari
perbuatan melanggar perintah Allah
6. Keberanian (as-Syajaah), yaitu sikap mental yang menguasai
hawa nafsu dan berbuat semestinya.
7. Kekuatan (al-Quwwah), yaitu kekuatan fisik, jiwa atau semangat
dan pikiran atau kecerdasan.
8. Kesabaran (ash-Shabrul), yaitu sabar ketika ditimpa musibah
dan dalam mengerjakan sesuatu.
9. Kasih Sayang (ar-Rahman), yaitu sifat mengasihi terhadap diri
sendiri, orang lain dan sesama makhluk.
10. Hemat (al-iqtishad) yaitu tidak boros terhadap harta, hemat
tenaga dan waktu.
Kemudian etika terhadap masyarakat antara lain:
1. Memuliakan tamu
2. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
3. Saling menolong dalam melakukan kebajikan takwa.
4. Menganjurkan anggota masyarakat berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat.
5. Memberi makan fakir miskin.
6. Bermusyawarah dalam segala urusan kepentingan bersama.
7. Menunaikan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat
kepada kita.
8. Menepati janji.
Beberapa poin diatas merupakan nilai-nilai etika secara umum. Jika
Dalam organisasi menginginkan tujuan utamanya dapat tercapai,
tentunya juga memegang teguh pada Nilai-nilai etika tersebut. Setiap
individu yang memiliki peran dan pengaruh dalam sebuah organisasi
hendaknya selalu memperhatikan dan mengimplementasikan nilai-nilai
etika, minimal etika pada diri sendiri. Karena tujuan organisasi bukanlah
tujuan perorangan melainkan tujuan Bersama.

Anda mungkin juga menyukai