Oleh :
Nama : Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978
HALAMAN PERSETUJUAN
Pembimbing Akademik
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING PRAKTIK
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn. M dengan Diagnosa Medis Penyakit Medis Tinea cruris/Kurap di Rumah
sakit”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Ariani, S.Kep., Ners selaku coordinator praktikpra klinik
keperawatan II Program Studi Serjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 Oktober 2020
Penyusun
5
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................ii.
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................iii.
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv.
DAFTAR ISI..........................................................................................................v.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisiologi..............................................................................4
2.1.2 Definisi...............................................................................................4
2.1.3 Etiologi...............................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi........................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..................................................................11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)............................................14
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis....................................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.......................................................24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................30
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................31
2.2.4 Implementasi Keperawatan..............................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................33
BAB 3Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian...............................................................................................34
3.2 Diagnosa..................................................................................................35
3.3 Intervensi.................................................................................................36
3.4 Implementasi...........................................................................................38
6
3.5 Evaluasi...................................................................................................38
BAB 4PENUTUP
4.1 Kesimpulan..............................................................................................42
4.2 Saran........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
SUSUNAN ACARA PEMKES.................................................................................
LEAFLET..................................................................................................................
JURNAL....................................................................................................................
LEMBAR KONSULTASI.........................................................................................
7
BAB I
PENDAHULUAN
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan
perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.Djuanda, Adhi. (2010). ILMU
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.
Mulyaningsih, Sri. (2014). Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan
paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa,
terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang
berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang
memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.
Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan
persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari
2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). Di Jakarta menunjukkan tinea kruris
banyak terdapat pada golongan umur 25-45 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien
laki-laki 71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga
mendapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan
8
frekuensi ganti pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti
pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari
hanya 0,01%.Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun (2016) terdapat
274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari
segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja
dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih
muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak
mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,
banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi
Serjana Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Penyakit Tinea cruris/Kurapdan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.2Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan diagnosa medisPenyakit Tinea cruris/Kurapmelalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luas dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit
berbeda-beda dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah
muda pada telapak kaki dan tangan bayi serta warna hitam kecoklatan pada
genetalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya ; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palipebra, bibir dan preputium. Kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa sedangkan kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut
kasar terdapatpada kepala.
11
ADENAKSA KULIT
Adenaksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar, kulit, rambut dan kuku.
a. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
1) Kelenjar keringat (Grandula Suporifera).
Ada 2 macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer dan kelenjar apokrin yang
lebih besar terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
2) Kelenjar Parit (Grandula Sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan
kaki. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya
terdapat pada lumen akar rambut.
b. Kuku
Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Bagian kuku
yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku. Bagian yang terbuka di atas
dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku dan bagian paling
ujungt yaitu bagian kuku yang bebas.
c. Rambut
Rambut, terdiri atas bagian yang berada di kulit. Ada 2 macam rambut yaitu
lanugo (rambut halus) biasanya terdapat pada bayi dan rambut terminal (rambut
kasar) yang terdapat pada orang dewasa.
2.1.2 Fisiologi
Kulit dapat mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan
hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang.Fungsi kulit
antara lain :
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi. Hal
tersebut dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisik.
13
b. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak.
c. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa amonia, Nacl, urea,
asam urat.
d. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini
di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
krause di dermis. Terhadap rabaan oleh badak taktil meissner ravier di
epidermis, sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan vacer vaccini
di epidermis.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengurutkan pembuluh darah kulit.
f. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi keratinasi, lapisan epidermis mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosit.
h. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah >
dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Tetapi kebutuhan akan
vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin
D sismetik masik tetap diperkukan.
1
2
3
4
5
6
7
2.1.4 Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut
Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas Fungi
imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,
namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2014).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2013).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik
masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali,
taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium dengan variasi pH yang
luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan
apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat
jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada
yang berakhir fatal.
15
2.1.5 Klasifikasi
Dermatofitosis dibagi oleh beberaapa penulis, misalnya SIMINS dan
GOHAR (1954), menjadi dermatomikosis, trikomikosis, dan onikomikosis
berdasarkan bagian tubuh manusia terserang. Pembagian yang lebih praktis dan
dianut oleh para spesialis kulit adalah yangberdasarkan lokasi. Dengan demikian
dikenl bentuk-bentuk :
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokon,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk
bentuk 5 tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :
1. Tinea imbrikata, dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris
dan disebabkanTrichophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus, dermatofitosis yang terutama disebabkantrichoph
yton schoenleini: secara klinis antara lain terbentuk skutula dan
berbau seperti tikus (mousyodor).
3. Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan.
4. Tine sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Keenam istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis.
16
2.1.6 Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke
keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi
dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam
lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik,
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga
membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari
epidermis.
3. Perkembangan respons host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity
(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita.
Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi
primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya
negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan
oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan
dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini,
lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable
terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi
secara spontan menjadi sembuh.
17
2.1.8 Komplikasi
Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan
dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu, periode
refrakter dan periode involusi.
Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar
dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit
semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
.Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai berat
tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan
mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting
adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui mekanisme hipersensitifitas tipe lambat,
sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan adaanya asam lemak jenuh berantai
panjang dikulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor.
Namun demikian bergantung dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi
spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun
dan kambuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai kolerasi dengan reaktivitas kulit
tipe lambat. Derajatnya sesuai dengan sensitisasi olehdermatofita dan sejalan pula dengan
derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL).
HTL dimulai dengan penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja
sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagositosit,
memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel Langerhans
berkumpul di dalam kulit membawa antigen kedalam pembuluh getah bening dan menuju ke
pembuluh getah bening dan mempertemukan dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel
Langherhans, peran serupa dilakukan oleh sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan
keratonitis. Limfosit T yang yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan
melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu
membunuh jamur pathogen.
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes
→ tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran
10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang,
maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan
miselium.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya
antara 3-6 minggu.
c. Punch biopsi
d. Lampu Wood
2.1.10 Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek
samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan
sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal,
intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
21
dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar
apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana
truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin
menghambat kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
1.Golongan Azol
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena
bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi
dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan
dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis.
Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%,
solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini,
namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi
yang luas dan hinari kontak mata.
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
22
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas
dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat
dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan
cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak
dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum
akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan
sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis
ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk
cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan
orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya
digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu
menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga
menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan
pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah
yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang
mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
23
pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu
jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. Penggunaan
pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang
merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol
yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan
penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.
Digunakan selama 1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur
menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%,
diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak
4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan
dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
kruris:
24
a. Ketokonazole
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom
P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput
sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin
dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1
minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh
melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini
dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama
dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding
itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize)
PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari.
d. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian
secara oral disesuaikan dengan berat badan:12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu; 20-
40kg :125mg/ hari selama 2 minggu; >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu.
25
Diskusikan pentingnya
melakukan evaluasi secara
teratur dan jawab pertanyaan
pasien maupun keluarga
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
32
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan :Belum Kawin
Alamat : Jl. Gurame ujung, Palangka Raya
Tgl MRS : 14 Oktober 2020
Diagnosa Medis :Tinea Cruris
untuk meredakan gatal yang di alami pasien yaitu obat tablet interhistin 3 x 1
Crotamiton dan salep Genfar Creama al 10 %
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skla 1,
patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1,
serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1. Keluhan lainnya : pasien
mengatakan “ nyeri pada bagian dada saast batuk skala nyeri 5 (0-10) , pasien
batuk, sesak napas, sputum pasien tampak sedikit darah”
Masalah keperawatatan :Tidak ada
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5
x 24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria,
tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak
hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada, Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.8 Eliminasi Akvi (Bowel)
Bibir pasien tampak lembab, gigi lengkap, gusi tampak kemerahan mukosa
baik, tidak ada peradangan fese kunung pasien BAB 3xsehari konsistensi lembek
tidak ada nyeri tekan rectum tidak ada keluhan: dan masalah keperawatan : tidak
ada
3.1.3.9 Tulang-otot-integument (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji
kekuatan otot klien ekstermitas atas 5/5, ekstermitas bawah 5/5 tidak ada
peradangan, perlukaan dan patah tulang, tulang belakang klien normal.
Keluhan lain : Pasien mengeluh gatal pada bagian tubuhnya, Pasien menggaruk
kulitnya yang gatal, Kemerahan pada kulit, Lesi kurnikulus pada sela-sela paha
dan terasa perih.
Masalah keperawatan :Gangguan Integritas kulit
klien, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku
simetris. Keluhan lainnya : tidak ada, Masalah keperawatan : tidak ada
Pengelihatan klien normal dan tidak ada masalah dalam pengelihatan, dan
kekuatan pengelihatan masih tajam.
BB sekarang : 54 Kg
BB Sebelum sakit : 55 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 55
(155)²
= 22,4 ( normal)
3.1.5 Sosial-Spiritual :
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi :
Pasien dapat berbicara dan menceritakan masalahnya
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari :
Bahasa yang digunakan pasien yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga :
Hubungan pasien dengan kelurga baik tidak ada masalah karena kelurga
mendukung kesembuhan pasien.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehtan/orang lain :
Hubungan pasien dengan teman baik dan juga dengan petugas kesehatan
dan orang lain.
3.1.5.5 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Pasien mengatakan menggunakan waktu luang untuk jualan online.
31.5.6 Kegiatan beribadah :
Pasien mengatakan beribadah seperti biasa sesuai dengan keyakinannya.
40
Mewan Tony
NIM: 2018.C.10a.0978
ANALISIS DATA
NO DATA KEMUNGKINAN MASALAH
41
PENYEBAB
PRIORITAS MASALAH
42
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat :-
Dx I : Gangguan rasa nyaman Tujuan : Setelah diberikan 1. Memonitor lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui kualitas nyeri
berhbungan dengan sensasi gatal tindakan selama 2x24 jam durasi, frekuensi, kualitas, intensitas 2. Nyeri merupakan respon
ditandai dengan terdapat ruam asuhan keperawatan gangguan nyeri subjekstif yang dapat diukur.
disela sela paha kanan. rasa nyaman teratasi 2. Identifikasi skala nyeri 3. Perubahan frekuensi jantung TD
3. Identifikasi faktor yang memperberat menunjukan bahwa pasien
Kriteria hasil :
dan memperingan nyeri mengalami nyeri, khususnya bila
1. Klien mengatakan lebih 4. Berikan teknik nonfarmakologis alasan untuk perubahan tanda
nyaman. untuk mengurangi rasa nyeri vital telah terlihat.
2. Klien mengatakan gatal kompres hangat/dingin, terapi 4. Tindakan non analgesik
berkurang. bermain) diberikan dengan sentuhan
5. Control lingkungan yang lembut dapat menghilangkan
memperberat rasa nyeri ketidaknyamanan dan
44
pada kulit
3. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembapan
kulit
4. Klien tampak rileks
5. Klien merasa lebih tenang
pemulihan pasien.
4. Mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan
47
TD = 110/80 mmHg
RR = 22 x/menit
S = 36º0 C
49
N = 130 x/menit.
P :Lanjutkan Intervensi(3,4)
P : Intervensi di hentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pasien mengeluh gatal-gatal yang dirasakan tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu di
bagian pinggul sebelah kiri yang berawal dari kemerahan kecil dan meluas menimbulkan
skuama. Gatal dirasakan lebih beraat saat berkeringat. Bentuk dari lesi tersebut adalah central
healing dengan tepi yang lebih aktif. Sebelumnya tidak ada riwayat penyakit yang sama dan
tidak ada riwayat pengobatan untuk keluhan saat ini. Pasien memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus, tidak ada riwayat alegrgi apapun dan tidak ada menderita penyakit yang
sama di keluarga. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan pasien menderita tinea
kruris.
4.2 Saran
Pasien disarankan menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan
kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang telah
lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan
infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat. Untuk menghindari
penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga
oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa itu
penyakit kurap
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai Kurap
B. Tujuan
1 TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Kurap
2 TujuanKhusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
C. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Penyakit Kurap
2. Tanda dan Gejala Penyakit Kurap
3. Komplikasi Penyakit Kurap
4. Penanganan Penyakit Kurap
D. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan tentang
Dakriosistisis pada pasien dan juga keluarga:
1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar.
2 Tanyajawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses ataukegiatan.
E. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Dakriosistisisini meliputi:
1 Leaflet
F. WaktuPelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Rabu, 21 Oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/dSelesai
3 AlokasiWaktu : 30menit
5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawabsalam
2 menit
perhatianpeserta
2. Mengucapkan salampenutup
G. TugasPengorganisasian
1 Moderator : Mewan Tony
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau
pendiskusianmasalah.
Tugas :
1. Membuka acarapenyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggotakelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akandisampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktupresentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2 Penyaji : Mewan Tony
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materipenyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telahdisampaikan
3. Mengucapkan salampenutup
3 Fasilitator : Mewan Tony
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannyakegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai denganakhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4 Simulator : Mewan Tony
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
: Kamera
Materi Penyuluhan
1. Pengertian Kurap
Tinea Cruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha, bokong, dan kadang
sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Penularan tinea kruris
terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain,
dan penyebaran tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh
pasien seperti handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung.Spesies ini mudah
berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab, kebersihan diri
yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh pejamu, antara lain
hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan imunitas.Wiederkehr, Michael.
(2014).
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau bahkan meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang
lain.Djuanda, Adhi. (2010). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.
Mulyaningsih, Sri. (2014). Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak
di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur
ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan
sekitar yang kotor dan lembab.
2. Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah
golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat
mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999),
dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat
pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Trichophyton
verrucosum (Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan
kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis (Boel, 2003).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik masih banyak
sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan
zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada
medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa
menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada
keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit
bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya terutama
menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur
hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan
terjadinya suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak
dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur (Graham-Brown, 2002).
3. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
4 Komplikasi
Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan
dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu,
.Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai berat
tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan
mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting
adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui mekanisme hipersensitifitas tipe lambat,
sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan adaanya asam lemak jenuh berantai
panjang dikulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor.
Penyebab Kurap (Tinea Cruris)
APA ITU KURAP? Kurap disebabkan oleh infeksi
KUDIS (TINEA CRURIS) jamur pada kulit. Jamur ini dapat
menular melalui kontak langsung
Penyakit kulit kurap adalah adalah dengan penderita atau kontak tidak
langsung dengan benda atau tanah
suatu infeksi jamur pada kulit.
yang terkontaminasi.
ditemukan pada kulit kepala, kuku,
Udara panas dan lembap, berbagi
lipat lengan, lipat paha atau kaki. pemakaian barang pribadi, dan
memakai pakaian yang ketat bisa
Disusun Oleh : membuat seseorang lebih rentan
terkena kurap.
Mewan Tony
2018.C.10a.0978
adalah suatu infeksi jamur pada kulit. ditemukan pada kulit kepala, kuku, lipat lengan, lipat paha atau kaki.
PRODI S 1 KEPERAWATAN
Abstrak
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur pada kulit yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita. Faktor yang mempengaruhi penyakit jamur adalah kondisi kebersihan lingkungan
yang buruk dengan udara lembab, lingkungan rawa-rawa yang selalu basah, daerah pedesaan
yang padat, kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab. Penelitian World Health
Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi penyakit jamur pada kulit menyatakan 20%
orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi dermatofitosis. Prevalensi
penyakit jamur kulit di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara masih tinggi yaitu
(22,06%).Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik rumah dan
personal hygiene terhadap kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan tanah
pasir Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik
dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasi berjumlah 150 orang dan
sampel diambil 50 orang secara random, analisis data menggunakan uji chi-square dan regresi
logistik berganda. Hasil penelitian variabel pencahayaan, kebersihan kulit, kebersihan pakaian,
kebersihan tangan dan kuku, kebersihan rambut ada hubungan signifikan terhadap kejadian
dermatofitosis. Sedangkan variabel kelembaban dan suhu tidak ada hubungan signifikan terhadap
kejadian dermatofitosis. Di sarankan bagi Puskesmas Kecamatan Tanah pasir untuk
meningkatkan penyuluhan terkait kejadian dermatofitosis agar menurunkan kasus penyakit
dermatofitosis, dan pemeriksaan kesehatan kulit secaraberkala.
Abstract
METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Survei Analitik. Penelitian ini dilaksanakan di daerah
pesissir dalam kcematan tanah pasir Kabupaten Aceh Utara pada bulan Maret 2019. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di daerah pesisir yang bejenis
kelamin laki-laki dan perempuan pada wilayah kerja puskesmas tanah pasir Kabupaten Aceh
Utara yang berjumlah 150 orang .Dengan kriteria: a) Kriteria Inklusi: masyarakat yang bersedia
dijadikan sampel penelitian dan mengikuti semua proses penelitian, b) Kriteria Eksklusi:
masyarakat yang tidak hadir saat penelitian berlangsung, masyarakat yang tidak mengisi kuisioner
dengan lengkap. Besar sampel minimal yang akan diteliti pada waktu penelitian adalah 50 orang
di lakukan secara acak (tekhnik random sampling) Metode analisis data yang dilakukan adalah
analisis univariat danbivariat.
1. Karakteristik umurresponden
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan umur pada
masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 sedikit lebih
besar pada umur 26-45 tahun yaitu 40%.
2. Karekteristik pendidikanresponden
SD 3 6
SLTP 17 34
SMA 30 60
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa penduduk sudah banyak berpendidikan tinggi
SMA dan PT dimana yang berpendidikan SMA dan PT mencakup60%.
3. Lingkungan fisikrumah
3.1 Kelembapan
Tabel 3 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kelembaban Rumah di Kecamatan
Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Kelembaban Jumlah Persentasi(%)
Tidak memenuhi syarat 35 70
Memenuhi syarat 15 30
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 3 di atas diperoleh bahwa kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat lebih
besar dari pada rumah yang memenuhi syaat yaitu 70%.
3.2 Suhu
3.3 Pencahayaan
4. Personalhygiene
4.1 Kebersihankulit
Kurangbaik 26 52
Baik 24 48
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 6 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan kulit kurang baik yaitu
sebesar 52%.
4.3 KebersihanPakaian
Kurangbaik 32 64
Baik 18 36
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 8 di atas diperoleh bahwa kebersihan pakaian kurang baik lebih besar dari
kebersihan pakian baik yaitu sebesar 64%.
4.4 KebersihanRambut
KejadianDermatofitosis
Tidak Total
N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat18 62,1 11 37,9 29 100
0,467
Memenuhisyarat 10 47,6 11 52,4 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Total 50 100 100
KejadianDermatofitosis
Tidak Total
N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat18 62,1 11 37,9 29 100
0,467
Memenuhisyarat 10 47,6 11 52,4 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa suhu yang tidak memenuhi syarat. Dengan
kejadian Dermatofitosis lebih berat terkena dermatofitosisyaitu sebesar 62,1%, %, sedangkan
pada suhu yang memenuhi syaratsebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%. Namun
secara hasil ujistatistik diperoleh nilai p=0,467 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan suhu dengan kejadiandermatofitosis.
1.2 Pencahayaan
Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Pencahayaan Dermatofitosis Dermatofitosis P
N % n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 21 2,4 8 27,6 29 100
0,014
Memenuhi syarat 7 33,3 14 66,7 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
KebersihanKulit Dermatofitosis
Dermatofitosis P
N % n % n %
Kurang baik 20 76,9 6 23,1 26 100
0,005
Baik 8 33,3 16 66,7 24 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa kebersihan kulit yang kurang baik dengan kejadian
dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 76,9%, sedangkan pada kebersihan
kulit yang baik juga lebih banyak tidak dermatofitosis yaitu 66,7%. Namun secara hasil uji
statistik diperoleh nilaip=0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit
dengan kejadiandermatofitosis.
Kejadian Dermatofitosis
Kebersihan tangan Total
Tidak
Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan tangan dan kuku yang kurang baik
denga kejadian dermatofitosis sebagian besar dermatofitosis yaitu 69,0%, sedangkan pada
kebersihan tangan dan kuku yangbaik lebih banyak tidak dermatofitosis yaitu 61,9%. Namun
secara hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,060 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis.
2.3 KebersihanPakaian
KejadianDermatofitosis
Dermatofitosis
n % N % n %
Kurang baik 23 71,9 9 28.1 32 100
0,007
Baik 5 27,8 13 72,2 18 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Berdasarkan Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan pakaian yang kurang baik dengan
kejadian dermatofitosis sebagian besar dermatofitosis yaitu sebesar 71,9%, sedangkan pada
kebersihan pakaian yang baik lebih besar tidak dermatofitosis yaitu 72,2 Namun secara hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0,007 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit
dengan kejadian dermatofitosis.
PEMBAHASAN
1. Karakteristik MasyarakatNelayan
Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara yang berada didaerah pesisir sebagaian besar
penduduk berprofesi sebagai nelayan.Penduduk yang bekerja sebagai nelayan tersebut banyak
menderita kelainan kulit seperti tinea cruris, tinea corvoris (kurap), tinia vityriasis visicolor
(panu), dan tinea pedis (kutu air).
2. Lingkungan FisikRumah
2.1.Hubungan Kelembaban terhadap KejadianDermatofitosis
Hasil pengukuran rumah responden yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian
dermatofitosis sebagian besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 54,3%, pada kelembaban
yang memenuhi syarat juga sebagian besar tidak terjadi dermatofitosis yaitu sebesar 40,0%.
Sehingga diperoleh hasil tidak ada hubunganantara kelembaban dengan kejadian dermatofitosis
pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.
Penelitian lain oleh Permatasari (2011) terdapat menunjukkan ada pengaruh kelembaban udara
terhadap kejadian dermatofitosis di Poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Sudiran
MSWonogiri.6
2.2. Hubungan Suhu terhadap Kejadiandermatofitosis
Hasil pengukuran suhu rumah responden yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian
dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 62,1%, sedangkan pada suhu
yang memenuhi syarat hanya sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%.
Sehingga didapat tidak ada hubungan antarasuhu dengan kejadian dermatofitosis pada
masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Menurut
Suyono (2010) secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.
Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah terutama suhu kamar yang
memenuhi syarat kesehatan adalah antara 220C-30ºC dan yang tidak memenuhi syarat adalah <
220C atau >300C. Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagipenghuninya.7
2.3. Hubungan Pencahayaan Rumah terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis.Hal
ini disebabkan rata-rata rumah dilokasi penelitian sangat rapat dan berjajaran sehingga rumah
tidak ada ventilasinya akibatnya pencahayaan dalam rumah kurang terang dan tidak memenuhi
syarat kesehatan. Menurut Suyono (2010) Pencahayaan rumah yang memenuhi syarat sebesar
60 –120 lux, perlu diperhatikan didalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat
langsung masuk kedalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup, jalan cahaya (jendela) luasnya sekurang-
kurangnya 10% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah.7
2.4. Hubungan Kebersihan Kulit terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatofitosis.
Hal ini sejalan dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang bermakna antara
kebersihan kulit responden dengan keluhan penyakit kulit. Menurut Djuanda, (2013) tingkat
kebesihan diri berperan dalam penularan jamur karena dapat melalui kontak langsung dengan
kulit penderita ataupun melalui perantara secara tidak langsung seperti peralatan mandi dan
pakaian.8,9
2.5. Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap Kejadian Dermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 tidak ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian
dermatofitosis. Kebersihan tangan dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita
memiliki kebersihan tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan
perkembangan kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi, dermatofitosis
dapat menular secara langsung melalui kontak langsung dengan penderita atau secara tidak
langsung melalui barang atau benda yang telahterinfeksi.10
2.6. Hubungan Kebersihan Pakaian terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan pakaian dengan kejadian
dermatofitosis belum terlaksananya kebersihan perorangan yang dilakukan oleh paranelayan.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang bermakna
antara kebersihan pakaian dengan keluhan penyakit kulit.Pakaian banyak menyerap keringat
dan kotoran yang di keluarkan oleh badan.8
2.7. Hubungan Kebersihan Rambut terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan rambut dengan kejadian
dermatofitosis.Hal ini dikarenakan masyarakat nelayan jarang mandi apalagi membersihkan
rambut diakibatkan mereka melaut berhari-hari bahkan sampai sebulan lamanya.Mereka mandi
saat melaut hanya membersikan badan dengan air laut tanpa memakai sabun. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Isro’in dan Andarmoyo (2012) kurangnya kebersihan rambut
seseorang akan membuat penampilan tampat kusut, kusam, dan tidak rapi selain itu dapat
menimbulkan permasalahan atau gangguan kesehatan.11
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bedasarkan pemeriksaan terhadap masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Aceh Utara tahun 2019 diperoleh hasil yaitu sebanyak 56% masyarakat nelayan
mengalami dermatofitosis.
2. Ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan
kuku, kebersihan pakaian dan kebersihan rambut dengan kejadiandermatofitosis.
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban, suhu dan kebersihan tangan dan
kuku dengan kejadiandermatofitosis.
Saran
1. Bagi masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir agar menjaga lingkungan fisik
rumah dengan mengatur kelembaban, suhu dan pencahayaan dalam rumah dengan
baik yaitu dengan membuat ventilasi atau jendela agar matahari dapat masuk kedalam
kedalam ruanganrumah.
2. Masyarakat juga perlu menjaga personal hygiene dengan cara menjaga kebersihan
kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan rambut.
sehingga mengurangi resiko terjadinya penyakitdermatofitosis.
3. Bagi petugas kesehatan perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pencegahan penyakit dermatofitosis, petugas puskesmas sebagai tenaga kesehatan
yang terdepan dan paling dekat dengan masyarakat hendaknya member penyuluhan
tentang lingkungan fisik rumah dan personal hygiene terhadap kejadiandermatofitosis.
4. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara agar menyediakan spesialis penyakit
kulit di Puskesmas Kecamatan Tanah Pasir khususnya dan Puskesmas Kecamatan
yanglain.
RERERENSI
1. Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. 2012. Superficial Fungal infections.
Mustansiriya MedicalJournal
2. Budimulja, 2010. Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan mahasiswa
kedokteran. FKUI .Jakarta
3. Barakbah. J., Poh.S.S,.Sukanto. H., Martodihardjo. S., Agusni. I., Limintang. H., Suyoso.
S., Hoetomo.M. (2008).Atlas Kulit Dan Kelamin. Bag./RSU Dr. Soetomo
Surabaya.Airlangga University Press.Surabaya
4. Depkes.RI.2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.Ditjend PPM dan PL,Jakarta.
5. Dinkes Propinsi Aceh, 2011. Profil Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2012, BandaAceh.
6. Permatasari, Devita (2011). Pengaruh Suhu Dan Kelembaban Udara Terhadap Kejadian
Dermatofitosis Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr.Soediran MS Wonogiri Pada
Periode Januari - Desember 2010. Skripsi Thesis, Universitas MuhammadiyahSurakarta.
7. Suyono, dan Budiman. 2010.Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Kontek Kesehatan
Lingkungan. Jakarta.EGC.
8. Sajida, Agsa, dkk. 2012. Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan
Keluhan Penyakit Kulit Di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Tahun 2012 (Jurnal). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Medan.
9. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,2013. Imu penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
KedoktoranUniversitas Indonesia,Jakarta.
10. Lakshmipathy TD, Kannabiran K. 2013. Review on dermatomycosis: pathogenesis
and treatment. Natural Science. Tersedia pada :http://www.scirp.org/journal/NS/.
11. Isro’in, L dan Andarmoyo, S., 2012.Personal Hygiene; Konsep, Proses dan Aplikasi
Praktik Keperawatan, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978
Tingkat / Prodi : II-B / S1 Keperawatan
Pembimbing :Rimba Aprianti ,S Kep, Ners
https://zoom.us/j/99928750158?
pwd=K3dWMEpUZDNmNHAwaS9
WRlgyeXdoZz09Meeting ID: 999
2875 0158
Passcode: 1HMf6k
2 Jumat, 23 1. Melaksanakan Bimbingan
Askep
Oktober 2020
2. Perhatikan sistematika
Pukul 13.30 penulisan
3. Perbaiki Askep (Keluhan
Wib
utama, Riwayat penyakit
Pertemuan sekarang masukkan PQRST,
lengkapi data pengkajian,
Pertama (2)
perhatikan prioritas masalah,
perbaiki intervensi sesuai
dengsan acuan SIKI)
Sarjana Keperawatan 3B is inviting
you to a scheduled Zoom meeting.
Passcode: fE948D