Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT


TINEA CRURIS/KURAP

Oleh :
Nama : Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODISERJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN2019/2020
2

HALAMAN PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama: Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M
dengan Diagnosa Medis Tinea cruris/Kurap di Rumah Sakit.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujuan oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners


3

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama: Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul :Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. Mdengan
Diagnosa Medis Tinea cruris/Kurap di Rumah Sakit.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Mengetahui,


Ketua Program Studi Ners,

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Meilitha Carolina,Ners, M.Kep


4

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn. M dengan Diagnosa Medis Penyakit Medis Tinea cruris/Kurap di Rumah
sakit”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Ariani, S.Kep., Ners selaku coordinator praktikpra klinik
keperawatan II Program Studi Serjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 Oktober 2020

Penyusun
5

DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................ii.
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................iii.
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv.
DAFTAR ISI..........................................................................................................v.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Penyakit........................................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisiologi..............................................................................4
2.1.2 Definisi...............................................................................................4
2.1.3 Etiologi...............................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi........................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways)..................................................................11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)............................................14
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis....................................................................17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.......................................................24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan..................................................................24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................30
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................31
2.2.4 Implementasi Keperawatan..............................................................33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan......................................................................33
BAB 3Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian...............................................................................................34
3.2 Diagnosa..................................................................................................35
3.3 Intervensi.................................................................................................36
3.4 Implementasi...........................................................................................38
6

3.5 Evaluasi...................................................................................................38
BAB 4PENUTUP
4.1 Kesimpulan..............................................................................................42
4.2 Saran........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................44
SUSUNAN ACARA PEMKES.................................................................................

LEAFLET..................................................................................................................

JURNAL....................................................................................................................

LEMBAR KONSULTASI.........................................................................................
7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tinea Cruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha,
bokong, dan kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Penularan tinea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain
melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain, dan penyebaran tidak langsung
melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh pasien seperti
handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung.Spesies ini mudah
berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab,
kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh
pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan
imunitas.Wiederkehr, Michael. (2014).

Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan
perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain.Djuanda, Adhi. (2010). ILMU
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.

Mulyaningsih, Sri. (2014). Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan
paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa,
terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang
berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang
memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.

Dari data beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan
persentase dermatomikosis terhadap seluruh kasus dermatosis bervariasi dari
2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). Di Jakarta menunjukkan tinea kruris
banyak terdapat pada golongan umur 25-45 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien
laki-laki 71,1%, dan berpendidikan rendah 78,9%. Penelitian tersebut juga
mendapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian tinea kruris dengan
8

frekuensi ganti pakaian; persentase tinea kruris pada subyek yang berganti
pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang berganti pakaian 2x sehari
hanya 0,01%.Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun (2016) terdapat
274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis superfisialis, 58 kasus (21,16%)
diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%) adalah tinea kruris. Dari
segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja
dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih
muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak
mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,
banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa mengambil rumusan
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatanpada klien, khususnya
pada Tn. M dengan diagnosa medis Penyakit Tinea Cruris/Kurap di Rumah Sakit.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Penyakit Tinea cruris/Kurap di Rumah Sakit.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa
PenyakitTinea cruris/Kurap.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada pasien dengan diagnosa Penyakit Tinea cruris/Kurap.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan diagnosa Penyakit Tinea cruris/Kurap.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa Penyakit Tinea cruris/Kurap.
9

1.3.2.5 Mahasiswa dapatmengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang


diberikan kepada pasien dengan diagnosa medis Penyakit Tinea
cruris/Kurap.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada pasien dengan diagnosa medis Penyakit
Tinea cruris/Kurap.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi
Serjana Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Penyakit Tinea cruris/Kurapdan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.2Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan diagnosa medisPenyakit Tinea cruris/Kurapmelalui Asuhan Keperawatan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Anatomi Fisiologi

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luas dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit
berbeda-beda dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah
muda pada telapak kaki dan tangan bayi serta warna hitam kecoklatan pada
genetalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya ; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palipebra, bibir dan preputium. Kulit yang
tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa sedangkan kulit yang
tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut
kasar terdapatpada kepala.
11

Kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu :


a.       Lapisan Epidermis
1)      Stratum Korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein.
2)      Stratum Lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, yang merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein.
3)      Stratum Granulosum
Merupakan 2 atau 3 lais sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti diantaranya.
4)      Stratum Spinosum
Disebut pula prickle cell layer terdiri atas beberapa lapis sel-sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
5)      Stratum Basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan
derma-epidermal berbaris seperti pagar.

b.      Lapisan Dermis


Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-
elemen seluler dan folikel rambut. Lapisan ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Pars papilarel, yaitu bagian yang menonjol ke peidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke arah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen,
elastin an retikulin.

c.       Lapisan Subkutis


Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak
ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
12

ADENAKSA KULIT
Adenaksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar, kulit, rambut dan kuku.
a.       Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
1)      Kelenjar keringat (Grandula Suporifera).
Ada 2 macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer dan kelenjar apokrin yang
lebih besar terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
2)      Kelenjar Parit (Grandula Sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan
kaki. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya
terdapat pada lumen akar rambut.
b. Kuku
Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Bagian kuku
yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku. Bagian yang terbuka di atas
dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku dan bagian paling
ujungt yaitu bagian kuku yang bebas.
c.       Rambut
Rambut, terdiri atas bagian yang berada di kulit. Ada 2 macam rambut yaitu
lanugo (rambut halus) biasanya terdapat pada bayi dan rambut terminal (rambut
kasar) yang terdapat pada orang dewasa.

2.1.2 Fisiologi
Kulit dapat mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan
hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang.Fungsi kulit
antara lain :
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi. Hal
tersebut dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisik.
13

b. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak.
c. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa amonia, Nacl, urea,
asam urat.
d. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini
di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
krause di dermis. Terhadap rabaan oleh badak taktil meissner ravier di
epidermis, sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan vacer vaccini
di epidermis.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengurutkan pembuluh darah kulit.
f. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi keratinasi, lapisan epidermis mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosit.
h. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah >
dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Tetapi kebutuhan akan
vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin
D sismetik masik tetap diperkukan.

2.1.3 Definisi Penyakit Tinea Cruris/Kurap


Tinea Cruris adalah penyakit dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk) yang disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita
pada daerah kruris (sela paha, perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya.
14

Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea Cruris :

1
2
3
4
5
6
7

Gambar 2.1.3 Predileksi Tinea Cruris

2.1.4 Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut
Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas Fungi
imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,
namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2014).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2013).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik
masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali,
taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan
penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada medium dengan variasi pH yang
luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan suatu kelainan
apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat
jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada
yang berakhir fatal.
15

Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya


terutama menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang
manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan
jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu reaksi inflamasi yang hebat.
Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan debris keratin yang
mengandung hifa jamur (Graham-Brown, 2012).

2.1.5 Klasifikasi
Dermatofitosis dibagi oleh beberaapa penulis, misalnya SIMINS dan
GOHAR (1954), menjadi dermatomikosis, trikomikosis, dan onikomikosis
berdasarkan bagian tubuh manusia terserang. Pembagian yang lebih praktis dan
dianut oleh para spesialis kulit adalah yangberdasarkan lokasi. Dengan demikian
dikenl bentuk-bentuk :
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokon,
dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 
bentuk 5 tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu :
1. Tinea imbrikata, dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris 
dan disebabkanTrichophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus, dermatofitosis yang terutama disebabkantrichoph
yton schoenleini: secara klinis antara lain terbentuk skutula dan 
berbau seperti tikus (mousyodor).
3. Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan.
4. Tine sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Keenam istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis.
16

2.1.6 Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke
keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi
dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam
lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik,
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga
membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari
epidermis.
3.   Perkembangan respons host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity
(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita.
Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi
primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya
negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan
oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan
dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini,
lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable
terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi
secara spontan menjadi sembuh.
17

WOC KURAP (Tinea Cruris)

Menggunakan pakaian yang terlalu ketat


dan tidak menyerap keringat

Suhu kulit menjadi panas, basah, &


lembab

Berbagai Pemakayan Barang Pribadi

KURAP (Tinea Cruris)

Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Reaksi kuman patogen


Suara napas Reaksi kuman Permeabilitas Prostaglandin Permeabilitas Penurunan
vesikuler patogen kapiler mengiritasi ujung- kapiler nafsu makan
Pengeluaran reseptor
ujung syaraf nyeri
Pola napas Terbentuknya Perpindahan IV ke Perpindahan IV Intake
Nyeri Akut Gatal Mengaktivasi rasa
teratur terowongan IS ke IS berkurang gatal

Reaksi Masuk ke jaringan


Tidak Gangguan pola tidur Melakukan garukan
peradangan Edema Kerusakan lapisan pada kulit
terpasang alat
kulit
bantu napas papule
inflamasi Papul pecah
Risiko
luka
ketidakseimbangan
Garukan elektrolit Terjadi lesi
Suhu tubuh Papule pecah Gangguan citra
meningkat tubuh
Papule pecah Perubahan pigmentasi kulit

Hipertermi Risiko Infeksi Gangguan integritas kulit


18

2.1.7 Manifestasi Klinis


2.1.7.1 Gejalautama tinea cruris:
Gejala utama tinea cruris adalah rasa gatal di selangkangan yang memburuk saat
beraktivitas atau berolahraga, dan perubahan pada kulit di area selangkangan yang berupa:
a) Ruam kemerahan dengan bentuk melingkar seperti pulau, dan bagian tepinya tampak
lebih merah.
b) Kulit pecah-pecah dan terkelupas.
c) Warna kulit menjadi lebih terang atau lebih gelap.
d) Selain gatal, kulit di daerah selangkangan juga terasa perih seperti terbakar.

2.1.7.2 Penyebab Tinea Cruris adalah sebagi berikut:


Tinea cruris disebabkan oleh jamur dermatofita yang tumbuh di daerah selangkangan atau
lipat paha. Jamur selangkangan ini dapat muncul bila:
a) Kulit selangkangan sering mengalami gesekan dengan pakaian.
b) Kulit selangkangan terlalu lembap, akibat keringat yang berlebihan.
c) Kutu air menyebar ke selangkangan.
d) Terdapat kontak fisik dengan kulit penderita secara langsung atau kontak dengan baju
penderita yang belum dicuci.
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang lebih berisiko mengalami tinea cruris,
yaitu:
a. Berjenis kelamin pria.
b. Sering menggunakan celana dalam yang ketat.
c. Banyak berkeringat.
d. Memiliki berat badan berlebih.
e. Menderita diabetes.
f. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita AIDS.

2.1.8 Komplikasi
Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan
dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu, periode
refrakter dan periode involusi.

Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam


jaringan keratin yang mati. Hifa in menghasilkan enzim keratolitik yang kemudian berdifusi
ke epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosis.
19

Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar
dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit
semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

.Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai berat
tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan
mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting
adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui mekanisme hipersensitifitas tipe lambat,
sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan adaanya asam lemak jenuh berantai
panjang dikulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor.

Namun demikian bergantung dari berbagai faktor dapat terjadi pula suatu resolusi
spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamur hidup persisten selama beberapa tahun
dan kambuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai kolerasi dengan reaktivitas kulit
tipe lambat. Derajatnya sesuai dengan sensitisasi olehdermatofita dan sejalan pula dengan
derajat hipersensitivitas tipe lambat (HTL).

HTL dimulai dengan penangkapan antigen jamur oleh sel langerhans yang bekerja
sebagai APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagositosit,
memproduksi IL-1, mengekspresikan antigen, reseptor Fc dan reseptor C3. Sel Langerhans
berkumpul di dalam kulit membawa antigen kedalam pembuluh getah bening dan menuju ke
pembuluh getah bening dan mempertemukan dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel
Langherhans, peran serupa dilakukan oleh sel endotel pembuluh darah, fibroblast dan
keratonitis. Limfosit T yang yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi dan
melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu
membunuh jamur pathogen.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan
langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol
70%.
20

a. Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes
→ tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran
10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang,
maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan
miselium.

b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya
antara 3-6 minggu.

c. Punch biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan


spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah
muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau
hitam.

d. Lampu Wood

Penggunaan lampu woodbisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana


akan tampak floresensi merah bata.

2.1.10 Penatalaksanaan
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek
samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan
sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi
menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal,
intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih
21

dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar
apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.

Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14
alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana
truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Goongan Alynamin
menghambat kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:

1.Golongan Azol

a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena
bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi
dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan
dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis.
Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%,
solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini,
namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi
yang luas dan hinari kontak mata.

b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
22

c.Econazole (Spectazole)

Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas
dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat
dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan
cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak
dengan mata.

d.Ketokonazole (Nizoral)

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum
akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan
sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak
dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

e.Oxiconazole (Oxistat)

Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis
ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk
cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan
orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya
digunakan untuk pemakaian luar.

f.Sulkonazole (Exeldetm)

Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu
menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga
menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan
pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah
yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2.Golongan alinamin

a.Naftifine (Naftin)

Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang
mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
23

pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu
jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. Penggunaan
pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b. Terbinafin (Lamisil)

Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang
merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol
yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan
penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak.
Digunakan selama 1-4 minggu

3.Golongan Benzilamin

a. Butenafine (mentax)

Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur
menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%,
diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak
4kali sehari.

4.Golongan lainnya

a. Siklopiroks (Loprox)

Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA

b.Haloprogin (halotex)

Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan
dioleskan sebanyak 3kali sehari.

c.Tolnaftate

Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
kruris:
24

a. Ketokonazole

Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum


luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.

b. Itrakonazole

Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom
P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput
sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin
dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1
minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh
melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini
dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama
dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.

c.Griseofulfin

Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding
itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize)
PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari.

d. Terbinafine

Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian
secara oral disesuaikan dengan berat badan:12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu; 20-
40kg :125mg/ hari selama 2 minggu; >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu.
25

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
2.3.1.1 Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan
pasien, dan nama penanggungjawab.
2.3.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan gatal-gatal pada daerah paha bagian kiri yang muncul dari 2
minggu yang lalu. Pasien mengakui awal terjadinya gatal yang muncul secara tiba-tiba yang
bermula dari kemerahan pada kulit dengan luas sebesar uang logam. Pasien tidak
mengeluhkan adaanya nyeri. Gatal dirasakan setiap saat dan lebih banyak dirasakan pada saat
sedang berkeringatt. Pasien tidak menderita demam dan tidak ada keluhan penyerta lainnya.

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dengan penyakit Kurap biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
sepertigatal yang muncul secara tiba-tiba yang bermula dari kemerahan pada kulit dengan
luas sebesar uang logam. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang
sama
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
sama
5) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
26

2.3.1.3 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual


1) Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Tinea
Cruris/kurap
2) Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
penyakit Tinea Cruris/kurap akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi
akibat proses penyakit
3) Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
5) Istirahat dan tidur
Akibat penyakit Tinea Crurisyang dialami dan adanya rasa gatal di tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu
oleh orang lain.
7) Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
8) Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien.
9) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya.
27

10) Sosialisasi dan Komunikasi


Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau
temannya.
11) Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya
pekerjaan yang dijalaninya.
12) Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
13) Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya
untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
14) Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi gatal yang dirasakan. Disinilah
peran kita untuk memberikan tindakan yang tepat dan membantu pasien untuk
mengalihkan rasa gatalnya dengan metode pemberian rasa nyaman kepada pasien.

2.3.1.4 Pemeriksaan Fisik


Dalam melaksanakan pengumpulan data tentang informasi pada pasien, perawat melatih
dengan keterampilan dengan cara melakukan pemeriksaan fisik dengan persistem dengan
menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Lama dan kedalaman setiap
pengkajian fisik tergantung pada kondisi pasien sekarang.
Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a)      Keadaan umum
b)      Kulit
c)      Kepala
d)     Mata
e)      Telinga
f)       Hidung
g)      Mulut
h)      Dada
i)        Abdomen
j)        Genetalia
k)      Ekstremitas atas dan bawah
28

1) Tipe warna kulit manusia


Menanyakan pasien apakah ada perubahan warna pada kulitnya menjadi lebih gelap /
tanning setelah terpapar sinar matahari? Tujuan mementukan skin phototype. Bila ada
perubahan warna, memperhatikan adanya hiperpigmentasi, hipopigmentasi, kemerahan,
kepucatan, kebiruan, dan kekuningan warna kulit.
2) Kelembaban kulit
Menentukan apakah kulit kering ( misalnya hipotiroid), normal, berkeringat atau
berminyak (pada kulit berjerawat)
3) Temperatur/ suhu kulit
Menentukan dengan dorsum manus atau belakang jari kita, memperhatikan suhu kulit
pada daerah kemerahan.Lalu membandingkannya dengan kulit bagian tubuh lain yang
dianggap normal.Adanya termometer kulita akan lebih baik.
4) Tekstur kulit
Menentukan kulit kasar atau halus, dan membandingkannya dengan bagian tubuh lain
yang dianggap normal.
5) Turgor / ketegangan kulit
Mencubit lembut dan menarik ke atas maka kulit akan terangkat.Lalu melepaskan,
kecepatan pulih akan menentukan turgor seseorang.
6) Lesi kulit\
Adanya benjolan atau lesi kehitaman harus diselidiki lebih lanjut. Benjolan bisa
berbentuk kista, lipoma, atau DD lainnya. Adanya lesi kehitaman seperti misalnya
nervus pigmentosus harus diperkirakan apakah jinak atau kemungkinan ganas seperti
melanoma maligna.
7) Inspeksi
Alat : kaca pembesar, di ruangan terang Inspeksi seluruh kulit tubuh pasien, terutama
daerah yang dianggap tidak normal.
Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran penyebaran, batas, dan
efloresesnsi khusus. Bila terdapat kemerahan, ada 3 kemungkinan, eritema, purpura dan
talangiektasis. Cara membedakannya yaitu dengan ditekan dengan jari dan digeser.
Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan warna tersebut akan kembali pada saat
jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi kapiler.Sebaliknya pada purpura tidak
menghilang sebab terjadi perdarahan di kulit, demikian pula pada talangiektasis akibat
pelebaran kapiler yang menetap.
29

Diaskopi : menekan dengan benda transparan ( diaskop ) pada tempat kemerahan


tersebut.Diaskopi positif bila warna merah menghilang (eritema ), dan
negatif bila warna merah tidak menghilang ( purpura atau talangiektasis ). 1
8) Palpasi
Memperhatikan adanya tanda-tanda radang akut ( dolor, kalor, fungsiolaesa), ada
tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun generalisata.
Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok
tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang berbentuk lenting-lenting,
seluruh atapnya harus diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik
(dengan menggunakan mikroskop) secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang
bercabang) yang khas pada infeksi dermatofita.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Kerusakan integritas kulit b/d lembab
2.3.2.2 Gangguan rasa nyaman b/d Penyakit
2.3.2.3 Defisiensi Pengetahuan b/d Tidak familiar dengan sumber informasi

2.3.3 Intervensi Keperawatan


NO NOC NIC

1. Infection Severity Skin Care: Topical Treatments


Setelah dilakukan tindakan  Bersihkan dengan sabun
keperawatan selama 2 x 24 jam antibakterial jika perlu
integritas jaringan: kulit dan  Berikan medikasi dalam
mukosa normal dengan indikator: bentuk serbuk pada pasien, jika
 Bintik – bintik merah pada perlu
kulit  Persiapkan kebersihan toilet,
 Malaise jika perlu
 Penurunan jumlah leukosit  Gunakan topikal antibiotik
 Kelesuan untuk area yang luka
 Gunkan topikal antijamur pada
daerah yang terserang jika
perlu
 Gunakan topikal anti inflamasi
30

untuk area yang luka


 Inspeksi kulit setiap hari
 Dokumentasi tahapan dari
kerusakan kulit
2. Comfort Status: Physical Environtmental Management :
Comfort
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam  Kaji ketidaknyamanan yang
gangguan rasa nyaman teratasi dirasakan oleh klien.
dengan kriteria hasil :  Berikan posisi yang nyaman
pada klien ( meliputi .
 Kontrol Gejala
 Batasi pengunjung saat klien
 Posisi nyaman
beristirahat.
 Tingkat energi
 Beri lingkungan yang nyaman
 Gatal
dan bersih
 Pantau kulit, terkhusus adanya
penonjolan kulit ke permukaan
sebagai tanda dari adanya
iritasi
3. Knowledge : Disease Process Teaching :Disease Process

Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat pengetahuan yang


keperawatan selama 2x24 jam spesifik berhubungan dengan
diharapkan pengetahuan klien proses penyakit
meningkat dengan kriteria hasil:  Diskusikan dengan klien
tentang penyakitnya
 Prosesspesifik penyakit
 Diskusikan pilihan terapindan
 Faktor resiko
pengobatan
 Strategiuntuk
 Diskusikan perubahan gaya
meminimalkan penyebaran
hidup yang mungkin
penyakit
diperlukan untuk mencegah
 Keuntungan manajemen
komplikasi di masa yang akan
punyakit
gating ( rencana diit dan
penggunaan makanan tinggi
serat )
31

 Diskusikan pentingnya
melakukan evaluasi secara
teratur dan jawab pertanyaan
pasien maupun keluarga

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 2005).

2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
32

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan :Belum Kawin
Alamat : Jl. Gurame ujung, Palangka Raya
Tgl MRS : 14 Oktober 2020
Diagnosa Medis :Tinea Cruris

3.1.2 Riwayat Penyakit


3.1.2.1Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan gatal-gatal pada daerah paha bagian kiri.

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pada tanggal 10 Oktober 2020 Klien ke puskesmas dengan keluhan gatal
dan kemerahan bagian paha kiri dan di berikan obat antibiotik untuk meredakan
gatal. Menurut klien gatal-gatal ini muncul sejak 2 minggu yang lalu, dan gatal
semakin parah pada berkeringat. Untuk mengurangi gatal, klien menaburi tubuh
pasien dengan bedak gatal keluhan dinyatakan dapat berkurang. Pasien tinggal
bersama orang tua dan sodaranya dan tidak jarang pula bertukar tempat tidur dan
peralatan mandi. Tetapi keluhan klien tak kunjung sembuh dan sering kambuh
kembali, klien mengalami gatal semakin parah di paha kiri dan tidak kunjung
sembuh sehingga keluarga pasien mengatarkan pasien untuk melakukan
pemeriksaan di Poli Spesialis Kulit dan kelamin di Rumah Sakit, Setelah
dilakukan pemeriksaan disaran untuk rawat jalan saja dan diberikan resep obat
33

untuk meredakan gatal yang di alami pasien yaitu obat tablet interhistin 3 x 1
Crotamiton dan salep Genfar Creama al 10 %

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi )


Pasien mengatakan Tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan tidak
memiliki riwayat operasi.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya ada menderita penyakit
seperti tinea cruris (kurap) yaitu ayah nya pasien.

3.1.2.5 Genogram Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga

3.1.3 Pemeriksaan fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien Tampak gelisah dengan penyakitnya yang sedang dideritanya, karena
sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.
34

3.1.3.2 Status Mental


Tingkat Kesadaran pasien Compos Mentis, ekspresi wajah Klien Tampak
meringis, Bentuk badan pasien Simetris, cara berbaring/bergerak Semi fowler,
berbicara pasien berbicara jelas, Suasana hati pasien tampak Sedih, Penampilan
cukup rapi menggunakan baju dan celana, Orientasi waktu pasien dapat
membedakan waktu pagi, siang dan malam, Orientasi Orang pasien dapat
membedakan antara perawat dan keluaraga, Orientasi Tempat pasien mengetahui
bahwa dirinya di rawat di RS pasien tidak mengalami halusinasi, proses berpikir
baik, insight baik, mekanisme pertahanan diri adaptif Keluhan lainya tidak ada,
masalah keperawatan tidak ada.
3.1.3.3 Tanda-tanda vital
Pada tanggal 15 Oktober 2020, Suhu/T: 36,00 C di Axilla, Nadi/HR:130x/Menit,
Pernapasan/RR: 22x/Menit, Tekanan Darah/BP:110/80mmHg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan
merokok, pasien tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak
terdapat nyeri, pasien sesak napas, type pernapasanan pasien tampak
menggunakan perut dan dada, irama pernapasan normal dan suara nafas pasien
vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan pada kedua lapang paru. Keluhan
lainnya : Keluarga pasien mengatakan” pasien sesak napas”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.1.3.5 Kardiovaskuler (Blood)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak pucat, klien merasakan pusing, mengalami clubbing finger, sianosis,
klien merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, ada pingsan, capillary refill klien
saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema,
lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien
tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada
mengalami kelainan, keluhan lainnya : Tekanan darah klien menurun.
Masalah keperawatan :Tidak ada
35

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien
merasakan nyeri muka dan tangan kanan, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak
aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan
tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
1) Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-
bauanseperti : minyak kayu putih atau alcohol.
2) Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3) Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
4) Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
5) Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
6) Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
7) Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
8) Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya.
9) Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
10) Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
11) Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
12) Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan
tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep
36

kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skla 1,
patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1,
serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1. Keluhan lainnya : pasien
mengatakan “ nyeri pada bagian dada saast batuk skala nyeri 5 (0-10) , pasien
batuk, sesak napas, sputum pasien tampak sedikit darah”
Masalah keperawatatan :Tidak ada
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5
x 24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria,
tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak
hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada, Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.8 Eliminasi Akvi (Bowel)
Bibir pasien tampak lembab, gigi lengkap, gusi tampak kemerahan mukosa
baik, tidak ada peradangan fese kunung pasien BAB 3xsehari konsistensi lembek
tidak ada nyeri tekan rectum tidak ada keluhan: dan masalah keperawatan : tidak
ada
3.1.3.9 Tulang-otot-integument (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji
kekuatan otot klien ekstermitas atas 5/5, ekstermitas bawah 5/5 tidak ada
peradangan, perlukaan dan patah tulang, tulang belakang klien normal.
Keluhan lain : Pasien mengeluh gatal pada bagian tubuhnya, Pasien menggaruk
kulitnya yang gatal, Kemerahan pada kulit, Lesi kurnikulus pada sela-sela paha
dan terasa perih.
Masalah keperawatan :Gangguan Integritas kulit

3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut


Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan
lainnya. Suhu kulit pasien teraba halus, warna kulit sawo matang, turgor baik,
tekstur kasar, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut di kaki
bagian dekat mata kaki pasien, tangan kanan, pantat, kaki kiri dan kaki kanan
37

klien, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku
simetris. Keluhan lainnya : tidak ada, Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.11 Penginderaan (tidak terkaji)


1. Mata/pengelihatan

Pengelihatan klien normal dan tidak ada masalah dalam pengelihatan, dan
kekuatan pengelihatan masih tajam.

Masalah keperawatan : tidak ada


2. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak
tuli.
Masalah keperawatan : tidak ada
3. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi,
tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Tidak ada Keluhan lainnya
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Sistem Reproduksi Laki-laki
Bagian reproduksi pasien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal
gatal, Penisbaik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge, srotum
normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya, tidak ada masalah
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.4 Pola fungsi kesehatam


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Pasien tidak ada program diet, klien merasa mual, tidak ada muntah,
mengalami kesukaran menelan dan ada merasa haus.
TB : 154 Cm
38

BB sekarang : 54 Kg
BB Sebelum sakit : 55 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 55
(155)²
= 22,4 ( normal)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekeunsi/hari 2x/hari 3x/hari
Porsi 2 porsi sedang 3 porsi sedang
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi , ikan, sayur Nasi , ikan, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 1800 cc/hari 1800 cc/hari
jam
Kebiasaan Makan Pagi dan malam Pagi , siang dan malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan Lainnya :Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.1.4.3 Pola istirahat dan Tidur :
Sebelum sakit : Pasien mengatakan “dirumah biasanya tidur jam 10 malam
sampai jam 6 pagi. Pasien tidur sehari selama 8 jam pasien tidak mengalami
gangguan napas dan jantung”
Sesudahsakit : Pasien mengatakan tidur seperti biasa , tidur terasa nyenyak.
Masalah Keperawatan : Gangguan rasa nyaman
3.1.4.4 Kognitif :
Pasien mengatakan “kurang mengetahui penyakit yang diderita saat ini.
Masalah keperawatan: Defisit Pengetahuan
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) :
Ideal Diri Pasien ingin cepat sembuh dan pulang, Identitas Diri,Klien ingin
cepat sembuh dan pasien tau dia adalah Seorang laki dan seorang anak
Peran: pasien menjadi terganggu karena sakit , dan ingin cepat sembuh dan turun
sekolah.
39

Masalah Keperawatan : Tidak ada


3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari :
Sebelum sakit pasien beraktivitas dengan bebas , setelah sakit keluarga
pasien mengatakan"aktivitas seperti biasa”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada
3.1.4.7 Koping –toleransi terhadap stress:
Ketika dilakukan tindakan pasien siap saja.
Masalah Keperawatan: Tidak ada
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Selama di rawat pasien tidak sempat beribadah namun selalu berdoa.
Masalah Keperawatan: Tidak ada

3.1.5 Sosial-Spiritual :
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi :
Pasien dapat berbicara dan menceritakan masalahnya
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari :
Bahasa yang digunakan pasien yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga :
Hubungan pasien dengan kelurga baik tidak ada masalah karena kelurga
mendukung kesembuhan pasien.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehtan/orang lain :
Hubungan pasien dengan teman baik dan juga dengan petugas kesehatan
dan orang lain.
3.1.5.5 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Pasien mengatakan menggunakan waktu luang untuk jualan online.
31.5.6 Kegiatan beribadah :
Pasien mengatakan beribadah seperti biasa sesuai dengan keyakinannya.
40

3.1.6 DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM,


PENUNJANG LAIN)
Data penunjang : 15 Oktober 2020
Nama obat Dosis Rute Kegunaan

Benzilbenzoat 10-25 %  Topikal Digunakan untuk mengobati kurap,


(krotamiton) kudis dan kutu pada rambut dan
kulit
Permethrin Dalam Topikal Digunakan untuk mengobati infeksi
bentuk krim parasit yang menyebabkan
5% gangguan pada kulit manusia.
Belerang endap 4-20 Topikal Umumnya berbentuk obat oles dan
(sulfur % dalam termasuk golongan antiparasitik.
presipitatum) bentuk Mengobati infeksi kulit (seperti
salep atau kurap)
krim
Obat tablet 50 Mg Oral INTERHISTIN 50 MG TABLET
interhistin adalah obat dengan kandungan
3x1
Mebhydrolin napadisylate.
Mebhydrolin napadisylate adalah
golongan anthistamin yang
digunakan untuk mengobati
berbagai jenis alergi termasuk
urtikaria, rinitis dan gatal pada
kulit. Dalam penggunaan obat ini
HARUS SESUAI DENGAN
PETUNJUK DOKTER.
Palangka Raya, 15 Oktober 2020
Mahasiswa,

Mewan Tony
NIM: 2018.C.10a.0978
ANALISIS DATA
NO DATA KEMUNGKINAN MASALAH
41

PENYEBAB

1 Data Subjektif : Reaksi inflamasi Gangguan rasa


Klien mengatakan “terasa gatal nyaman
dibagian paha seblah kiri Pengeluaran
mediator kimia
Data Objektif :
1. Klien terlihat gelisaah. Sensasi gatal
2. Klien tampak menggaruk
sela- sela di bagian paha Gangguan rasa
klien . nyaman
3. Kemerahan pada kulit.
4. Lesi pada sela-sela paha.
2 Data subjektif : Sensasi gatal Gangguan
Klien mengatakan “Gatal pada integritas kulit
bagian paha”. Adanya inflamasi
kulit
DO:
1. Pasien menggaruk kulitnya
yang gatal. Lesi kulit
2. Kemerahan pada kulit.
3. Lesi pada sela-sela paha. Gangguan
4. Merasa perih di bagian paha. integritas kulit
Hasil TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 130 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 360C
3 DataSubjektif : Kurang informasi Defisit
Klien kurang mengetahui tentang penyakit pengetahuan
tentang penyakitnya. yang diderita

Data Objektif : Ketidak efektifan


1. Menunjukan perilaku tidak dalam perawatan
sesuai anjuran. dan pengobatan
2. menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah . Kurangnya
3. Pendidikan terakhir pasien pengetahuan tentang
SMP. penyakit
4. Pasien sering bertanya-tanya
tentang penyakitnya Defisit
pengetahuan

PRIORITAS MASALAH
42

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan timbulnya lesi ditandai


dengan pasien menggaruk bagian yang gatal.

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien


tentang penyakitnya di tandai dengan pasien bertanya tentang penyakitnya.

3. Gangguan rasa nyaman berhbungan dengan sensasi gatal ditandai dengan


terdapat ruam disela Paha bagian kanan.
43

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. M

Ruang Rawat :-

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Keperawatan (Kriteria Hasil)

Dx I : Gangguan rasa nyaman Tujuan : Setelah diberikan 1. Memonitor lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui kualitas nyeri
berhbungan dengan sensasi gatal tindakan selama 2x24 jam durasi, frekuensi, kualitas, intensitas 2. Nyeri merupakan respon
ditandai dengan terdapat ruam asuhan keperawatan gangguan nyeri subjekstif yang dapat diukur.
disela sela paha kanan. rasa nyaman teratasi 2. Identifikasi skala nyeri 3. Perubahan frekuensi jantung TD
3. Identifikasi faktor yang memperberat menunjukan bahwa pasien
Kriteria hasil :
dan memperingan nyeri mengalami nyeri, khususnya bila
1. Klien mengatakan lebih 4. Berikan teknik nonfarmakologis alasan untuk perubahan tanda
nyaman. untuk mengurangi rasa nyeri vital telah terlihat. 
2. Klien mengatakan gatal kompres hangat/dingin, terapi 4. Tindakan non analgesik
berkurang. bermain) diberikan dengan sentuhan
5. Control lingkungan yang lembut dapat menghilangkan
memperberat rasa nyeri ketidaknyamanan dan
44

6. Kolaborasi menggunakan analgetik memperbesar efek terapi


secara tepat analgesik.
5. Untuk pasien beristirahat dan
rileks merasa nyaman.
6. Obat ini dapat digunakan untuk
menekan rasa nyeri,
meningkatkan kenyamanan.

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Keperawatan (Kriteria Hasil)


1. Menunjukan gangguan integritas
Dx II : Gangguan integritas kulit Tujuan : Setelah diberikan 1. Identifikasi penyebab ganggaun
kulit
berhubungan dengan timbulnya tindakan keperawatan 1x7 jam integritas kulit
2. Menunjukan kualitas pergerakan
lesi ditandai dengan pasien gangguan integritas kulit teratasi 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
perpindahan posisi
menggaruk bagian yang gatal 3. Hindarkan produk berbahan dasar
Kriteria hasil : 3. Agar tidak terjadi iritasi dan kasar
alkohol pada kulit kering
1. Klien merasa lebih aman permukaan kulit
2. Integritas kulit yang dapat 4. Ajarkan menggunakan pelembap 4. Menunjukan kelembapan kulit dan
dipertahankan(sensasi,elastisi Anjurkan mandi dan menggunakan kebersihan kulit
tas, temperat luka atau lesi sabun secukupnya
45

pada kulit
3. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembapan
kulit
4. Klien tampak rileks
5. Klien merasa lebih tenang

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Keperawatan (Kriteria Hasil)


Dx III : Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan 1. Mengetahui seberapa jauh
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 1x 7 jam
keluarga tentang penyakitnya. pengalaman dan pengetahuan
terpaparnya informasi diharapkan kriteria hasil :
2. Berikan penjelasan pada klien klien dan keluarga tentang
1. Klien merasa lebih aman tentang kondisinya sekarang penyakitnya.
2. Klien dapat mengetahui 3. Minta klien dan keluarga 2. Dengan mengetahui penyakit dan
penyakitnya mengulang kembali materi yang di kondisinya sekarang, klien dan
3. Klien tampak rileks sampaikan keluarganya akan merasa tenang
4. Berikan informasi dan mengurangi rasa cemas.
Klien merasa lebih tenang
3. Pengetahuan pasien dan keluarga
membantu mempercepat
46

pemulihan pasien.
4. Mengetahui seberapa jauh
pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan
47

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda Tangan Dan Nama


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Perawat

Rabu/ 15 Oktober 2020 1. Memonitor lokasi, S : Pasien mengatakan” gatal


karakteristik, durasi, di selat paha nya mulai
Jam : 08.00 WIB berkurang”
frekuensi, kualitas,
Jam : 13.00 WIB intensitas nyeri O:

2. Mengidentifikasi skala nyeri - Rasa gatal berkurang.


Diangnosa 1
3. Mengidentifikasi faktor - Klien dapat tidur
yang memperberat dan nyenyak malam hari.
- Klien bisa melakuan
memperingan nyeri Mewan Tony
aktivitasnya dengan
4. Berikan teknik normal tampa merasa
nonfarmakologis untuk gatal lagi.
mengurangi rasa nyeri TD = 110/80 mmHg
kompres hangat/dingin,
RR = 22 x/menit
terapi bermain)
5. Control lingkungan yang S = 36º0C

memperberat rasa nyeri N = 130 x/menit.


48

6. Kolaborasi menggunakan A : Masalah teratasi sebagian


analgetik secara tepat P : Lanjutkan intervensi (3,4)
Rabu/ 14 Oktober 2020 1. Identifikasi penyebab S : “Pasien mengatakan gatal
ganggaun integritas kulit berkurang”
Jam : 10.00 WIB
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika O:
Diagnosa 2
tirah baring - Integritas kulit klien
3. Hindarkan produk berbahan membaik
dasar alkohol pada kulit - Klien merasa lebih
aman dan nyaman.
kering
- Klien mengatakan tidak
4. Ajarkan menggunakan ada luka atau lesi pada
pelembap Anjurkan mandi kulitnya lagi. Mewan Tony
dan menggunakan sabun - Pasien Mampu
melindungi kulit dan
secukupnya
mempertahankan
kelembapan kulit
- Klien merasa lebih
tenang

TD = 110/80 mmHg

RR = 22 x/menit

S = 36º0 C
49

N = 130 x/menit.

A : Masalah teratasi sebagian

P :Lanjutkan Intervensi(3,4)

Rabu/ 14 Oktober 2020 1. Mengkaji tingkat S : “Pasien mengatakan


pengetahuan klien dan mengerti dan sudah
Jam : 12.00 WIB mengetahui penyebab
keluarga tentang
Diagnosa 3 penyakitnya”
penyakitnya.
O:
2. Memberikan penjelasan
pada klien tentang - Pasien tampak tenang.
- Pasien mulai mengerti
kondisinya sekarang
tentang penyakit yang
3. Meminta klien dan di alami sekarang. Mewan Tony
keluarga mengulang - Pasien mulai bisa
menjaga
kembali materi yang di
kebersihannya.
sampaikan
TD = 110/80 mmHg
4. Memberikan informasi
RR = 22 x/menit
tentang penyakit kudis S = 36º0C
N = 130 x/menit.
A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pasien mengeluh gatal-gatal yang dirasakan tiba-tiba sejak 2 minggu yang lalu di
bagian pinggul sebelah kiri yang berawal dari kemerahan kecil dan meluas menimbulkan
skuama. Gatal dirasakan lebih beraat saat berkeringat. Bentuk dari lesi tersebut adalah central
healing dengan tepi yang lebih aktif. Sebelumnya tidak ada riwayat penyakit yang sama dan
tidak ada riwayat pengobatan untuk keluhan saat ini. Pasien memiliki riwayat penyakit
diabetes mellitus, tidak ada riwayat alegrgi apapun dan tidak ada menderita penyakit yang
sama di keluarga. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan pasien menderita tinea
kruris.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan pengobatan sistemik dengan grisseoufulvil


dan topical dengan myconazole bertujuan untuk memperpendek perjalanan penyakit dan
menekan replikasi jamur.

4.2 Saran
Pasien disarankan menjaga daerah lesi tetap kering terhhindar dari keringan dan
kelembaban. Bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang telah
lembab. Jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan luka dan akan menyebabkan
infeksi. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari atau setiap habis berkeringat. Untuk menghindari
penularan penyakit, pakaian dan handuk harus dipakai secara pribadi tanpak digunakan juga
oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

 Broker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC


 Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier.
 Boel, Trelia, 2003. Mikosis Superfisial. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf [diakses 29
November 2014].
 Budimulja, Unandar & Wasitaatmadja, Sjarif, 1999. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin
Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
 Grace, P.A. & Borley,N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Erlangga
 Graham-Brown, Robin, 2002. Lecture Notes on Dermatology 8 th Ed. UK: Blackwell
Science.
 Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2017. Jakarta: EGC.
 Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby
Elsevier.
 Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
 Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing
 Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
 Siregar, R.S., 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
 Wiederkehr, Michael. 2012. Tinea Cruris. [serial online]:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806 [diakses 29 November 2014].
SATUAN
ACARA PENYULUHAN
A. Topik

Pendidikan Kesehatan Tentang Penyakit Kurap


Sasaran
Klien dan Keluarga

1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa itu
penyakit kurap
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai Kurap

B. Tujuan
1 TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Kurap
2 TujuanKhusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
C. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Penyakit Kurap
2. Tanda dan Gejala Penyakit Kurap
3. Komplikasi Penyakit Kurap
4. Penanganan Penyakit Kurap
D. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan tentang
Dakriosistisis pada pasien dan juga keluarga:

1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar.
2 Tanyajawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses ataukegiatan.
E. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Dakriosistisisini meliputi:
1 Leaflet

F. WaktuPelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Rabu, 21 Oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/dSelesai
3 AlokasiWaktu : 30menit

No Kegiatan Waktu Metode


1 Pembukaan : 1. Menjawabsalam
1. Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkansalam dan
2. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 2 menit
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
materi
2 Pelaksanaan : Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Penyakit Kurap
2. Penyebab Penyakit Kurap Mendengar,
memperhatikan
3. Tanda dan Gejala Penyakit
20 menit
Kurap
4. Komplikasi Penyakit Kurap
5. Penanganan Penyakit Kurap
3 Evaluasi :
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
membantu kembali peserta untuk 6 menit Tanya Jawab
mengulang materi yang telah
disampaikan.

5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawabsalam
2 menit
perhatianpeserta
2. Mengucapkan salampenutup

G. TugasPengorganisasian
1 Moderator : Mewan Tony
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau
pendiskusianmasalah.
Tugas :
1. Membuka acarapenyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggotakelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akandisampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktupresentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2 Penyaji : Mewan Tony
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materipenyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telahdisampaikan
3. Mengucapkan salampenutup
3 Fasilitator : Mewan Tony
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannyakegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai denganakhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4 Simulator : Mewan Tony
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan

5 Dokumentator : Mewan Tony


Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikankesehatan.
6 Notulen : Mewan Tony
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir
acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
H. DenahPelaksanaan
Setting Tempat :
Keterangan :

: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulasitator,Dokumentator dan notulen

: Pasien dan juga keluarga

Materi Penyuluhan
1. Pengertian Kurap

Tinea Cruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha, bokong, dan kadang
sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Penularan tinea kruris
terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui kontak langsung dari pasien ke orang lain,
dan penyebaran tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang dipakai oleh
pasien seperti handuk, perlengkapan tidur, pakaian dalam dan kain sarung.Spesies ini mudah
berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan lembab, kebersihan diri
yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh pejamu, antara lain
hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan imunitas.Wiederkehr, Michael.
(2014).

Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau bahkan meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang
lain.Djuanda, Adhi. (2010). ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.

Mulyaningsih, Sri. (2014). Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak
di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur
ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan
sekitar yang kotor dan lembab.

2. Etiologi

Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita. Dermatofita adalah
golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat
mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999),
dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat
pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Trichophyton
verrucosum (Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan
kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis (Boel, 2003).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat keratofilik masih banyak
sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan
zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada
medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit tanpa
menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia atau hewan. Pada
keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan penyakit
bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainnya terutama
menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur
hewan menimbulkan lesi kulit pada manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan
terjadinya suatu reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak
dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur (Graham-Brown, 2002).
3. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)

Gejala utama tinea cruris:


Gejala utama tinea cruris adalah rasa gatal di selangkangan yang memburuk saat
beraktivitas atau berolahraga, dan perubahan pada kulit di area selangkangan yang berupa:
a) Ruam kemerahan dengan bentuk melingkar seperti pulau, dan bagian tepinya tampak
lebih merah.
b) Kulit pecah-pecah dan terkelupas.
c) Warna kulit menjadi lebih terang atau lebih gelap.
d) Selain gatal, kulit di daerah selangkangan juga terasa perih seperti terbakar.

Penyebab Tinea Cruris adalah sebagi berikut:


Tinea cruris disebabkan oleh jamur dermatofita yang tumbuh di daerah selangkangan atau
lipat paha. Jamur selangkangan ini dapat muncul bila:
a) Kulit selangkangan sering mengalami gesekan dengan pakaian.
b) Kulit selangkangan terlalu lembap, akibat keringat yang berlebihan.
c) Kutu air menyebar ke selangkangan.
d) Terdapat kontak fisik dengan kulit penderita secara langsung atau kontak dengan baju
penderita yang belum dicuci.
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang lebih berisiko mengalami tinea cruris,
yaitu:
a. Berjenis kelamin pria.
b. Sering menggunakan celana dalam yang ketat.
c. Banyak berkeringat.
d. Memiliki berat badan berlebih.
e. Menderita diabetes.
f. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya penderita AIDS.

4 Komplikasi

Jika kulit penjamu diinokulasi pada kulit yang sesuai, timbul beberapa tingkatan

dimana infeksi berlanjut yaitu periode inkubasi yang berlangsung selama 1-3 minggu,

periode refrakter dan periode involusi.


Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan
keratin yang mati. Hifa in menghasilkan enzim keratolitik yang kemudian berdifusi ke
epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosis.
Pertumbuhan jamur yang radial pada stratum korneum mengakibatkan timbul lesi sirsinar
dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm. Reaksi kulit
semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

.Jamur golongan dermatofita ini dapat menumbulkan infeksi ringan sampai berat
tergantung dari respon imun penderita. Kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan
mekanisme imunologis maupun non imunologis. Mekanisme imunologis yang terpenting
adalah adanya aktivitas imunitas selular, melalui mekanisme hipersensitifitas tipe lambat,
sedangkan mekanisme imunologis antara lain melibatkan adaanya asam lemak jenuh berantai
panjang dikulit dan substansi lain yang disebut sebagai serum inhibitory factor.
Penyebab Kurap (Tinea Cruris)
APA ITU KURAP? Kurap disebabkan oleh infeksi
KUDIS (TINEA CRURIS) jamur pada kulit. Jamur ini dapat
menular melalui kontak langsung
Penyakit kulit kurap adalah adalah dengan penderita atau kontak tidak
langsung dengan benda atau tanah
suatu infeksi jamur pada kulit.
yang terkontaminasi.
ditemukan pada kulit kepala, kuku,
Udara panas dan lembap, berbagi
lipat lengan, lipat paha atau kaki. pemakaian barang pribadi, dan
memakai pakaian yang ketat bisa
Disusun Oleh : membuat seseorang lebih rentan
terkena kurap.
Mewan Tony

2018.C.10a.0978
adalah suatu infeksi jamur pada kulit. ditemukan pada kulit kepala, kuku, lipat lengan, lipat paha atau kaki.

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI S 1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


Tanda dan Gejala Cara penularan
 Lesi berbentuk bulat dengan Kontak langsung (kontak kulit dengan
pinggir meninggi dan bersisik, kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bagian tengah agak cekung dan bersama, dan melakukan hubungan
sering bebas dari peradangan. seksual
Kontak tak langsung (kontak melalui
 Sangat gatal, terutama saat
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
berkeringat. bantal dan lain-lain
 Peradangan kulit , biasanya Pencegahan
akibat garukan.  Gunakan air bersih untuk mandi, cuci
 Lesi berupa bercak-bercak, dan kepentingan lain
kebotakan kadang-kadang  Menjaga kebersihan diri, pakaian, dan
lingkungan,
beradang jelas, kadang-kadang
 hindari saling meminjam pakaian,
tidak beradang. selimut, handuk, sprei, bantal dan tidur
bersama-sama
 menjemur kasur dan bantal minimal 1
minggu sekali di bawah terik matahari
langsung
 Periksakan ke puskesmas, dokter
spesialis kulit atau ke rumah sakit CEGAH PENYAKIT
setempat bila menjumpai tanda dan
gejala penyakit ini untuk mendapatkan DENGAN HIDUP BERSIH
pengobatan. DAN SEHAT
PENGARUH LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERSONAL HYGIENE
TERHADAP KEJADIAN TINEA PADA MASYARAKAT NELAYAN
KUALA KERTO BARAT KECAMATAN TANAH PASIR

Noviana Zara1, Muhammad Yasir2


1Bagian Family Medicine,Fakultas Kedokteran,Universitas Malikussaleh
2Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Malikussaleh

Corrresponding author : noviana.zara@gmail.com

Abstrak
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur pada kulit yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita. Faktor yang mempengaruhi penyakit jamur adalah kondisi kebersihan lingkungan
yang buruk dengan udara lembab, lingkungan rawa-rawa yang selalu basah, daerah pedesaan
yang padat, kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat atau lembab. Penelitian World Health
Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi penyakit jamur pada kulit menyatakan 20%
orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi dermatofitosis. Prevalensi
penyakit jamur kulit di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara masih tinggi yaitu
(22,06%).Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik rumah dan
personal hygiene terhadap kejadian dermatofitosis pada masyarakat nelayan di Kecamatan tanah
pasir Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik
dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasi berjumlah 150 orang dan
sampel diambil 50 orang secara random, analisis data menggunakan uji chi-square dan regresi
logistik berganda. Hasil penelitian variabel pencahayaan, kebersihan kulit, kebersihan pakaian,
kebersihan tangan dan kuku, kebersihan rambut ada hubungan signifikan terhadap kejadian
dermatofitosis. Sedangkan variabel kelembaban dan suhu tidak ada hubungan signifikan terhadap
kejadian dermatofitosis. Di sarankan bagi Puskesmas Kecamatan Tanah pasir untuk
meningkatkan penyuluhan terkait kejadian dermatofitosis agar menurunkan kasus penyakit
dermatofitosis, dan pemeriksaan kesehatan kulit secaraberkala.

Kata kunci: dermatofitosis, lingkungan fisik rumah, personal hygiene

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


The Effect of Home and Personal Hygiene Physical Environment on Tinea Event in Fishery
Society of Kuala Kerto Barat, Tanah Pasir District

Abstract

Dermatofitosis is a disease which is caused by fungus of dermatofitafungus. Some factors which


influence this dermnatofita are bad environmental hygiene with humidity, wet swamp area,
densely populated rural area, and the habit of wearing tight or damp clothes. The research done
by the World Health Organization (WHO) on the incidence of dermatofit infection reveals that
20% of the world’s population is infected by cutaneous infection with dermatofitosis infection.
The prevalence of dermatofitosis in Tanah Pasir Subdistrict, Aceh Utara Regency, is still high
(22.06%). The objective of the research was to analyze the influence of home physical
environment and personal hygiene on the incidence of dermatofitosis in fishermen of Tanah Pasir
Subdistrict, Aceh Utara Regency, in 2019. The research was an analytic survey method with
cross sectional design. The population was 150 fishermen, and 50 of them were used as the
samples, taken by using simple random sampling technique. The data were analyzed by using chi
square test and multiple logistic regression analysis. The result of the research found that of the
variables of lighting, skin hygiene, clothing hygiene, hand and nail hygiene, and hair hygiene had
significant correlation with the incidence of dermatofitosis, while the variables of humidity and
temperature had no significant correlation with the incidence of dermatofitosis. It is
recommended that the Puskesmas (Public Health Center) of Tanah Pasir Subdistrict should
increase counseling about the incidence of dermatofitosis and regular skin health examination in
order to decrease the incidence ofdermatofitosis.

Keywords: dermatofitosis, home physical environment, personal hygiene


PENDAHULUAN
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.
Dermatofita disebut juga sebagai tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes, sirsinata. 1 Menurut
Sutanto dkk (2008) dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang di sebabkan oleh jamur
golongan dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna
keratin pada kuku, rambut dan stratum korneum pada kulit.2 Insidensi dan prevalensi
dermatofitosis di dunia bervariasi tergantung jenis dari dermatofitnya, usia, jenis kelamin, dan
geografi. Di Amerika Serikat dermatofitosis merupakan 10-20% kunjungan ke RS Arizona
Regional Medical Center Hospital bagian divisi Poli Jamur Kulit dan angka ini akan meningkat
pada daerah yang lebihpanas.3
Data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan
jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan dan
122.76 kunjungan diantaranya merupakan kasus baru. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit
kulit masih sangat dominan terjadi di Indonesia.4 Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Aceh
tahun 2012 Jumlah penyakit kulit & subkutan di rumah sakit umum rawat jalan sebanyak 3.502
pasien , di puskesmas rawat inap penyakit kulit alergi 81.356 dan dipuskesmas rawat jalan
penyakit kulit alergi 45.461 dari jumlah penduduk 4.726.001 jiwa.5 Puskesmas Tanah Pasir
khususnya desa Kuala Kerto Barat masih ada masyarakat yang sulit mendapatkan air bersih
diakibatkan air sumur yang kuning, perumahan yang yang padat dan kumuh juga kurangnya
personal hygiene para nelayan. Banyak nelayan yang bekerja dengan pakaian yang basah dan
lembab sampai kering waktu mencari ikan dilaut, dari mulai pengangkutan es, bahan bakar
minyak dan perlengkapan lain kekapal tanpa menggantinya, hal ini diduga menyebabkan terkena
berbagai macam penyakit kulit seperti mengakibatkan gatal-gatal dan biasa terjangkit penyakit
Tinea.

METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Survei Analitik. Penelitian ini dilaksanakan di daerah
pesissir dalam kcematan tanah pasir Kabupaten Aceh Utara pada bulan Maret 2019. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di daerah pesisir yang bejenis
kelamin laki-laki dan perempuan pada wilayah kerja puskesmas tanah pasir Kabupaten Aceh
Utara yang berjumlah 150 orang .Dengan kriteria: a) Kriteria Inklusi: masyarakat yang bersedia
dijadikan sampel penelitian dan mengikuti semua proses penelitian, b) Kriteria Eksklusi:
masyarakat yang tidak hadir saat penelitian berlangsung, masyarakat yang tidak mengisi kuisioner
dengan lengkap. Besar sampel minimal yang akan diteliti pada waktu penelitian adalah 50 orang
di lakukan secara acak (tekhnik random sampling) Metode analisis data yang dilakukan adalah
analisis univariat danbivariat.

HASIL PENELITIAN UNIVARIAT

1. Karakteristik umurresponden

Tabel 1 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Umur Di Kecamatan Tanah Pasir


Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Umur Jumlah Persentase (%)
12-25 13 26
26-45 20 40
46-55 17 34
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan umur pada
masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019 sedikit lebih
besar pada umur 26-45 tahun yaitu 40%.

2. Karekteristik pendidikanresponden

Tabel 2 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pendidikan Di Kecamatan Tanah


Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 3 6
SLTP 17 34
SMA 30 60
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa penduduk sudah banyak berpendidikan tinggi
SMA dan PT dimana yang berpendidikan SMA dan PT mencakup60%.

3. Lingkungan fisikrumah
3.1 Kelembapan
Tabel 3 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kelembaban Rumah di Kecamatan
Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Kelembaban Jumlah Persentasi(%)
Tidak memenuhi syarat 35 70
Memenuhi syarat 15 30
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 3 di atas diperoleh bahwa kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat lebih
besar dari pada rumah yang memenuhi syaat yaitu 70%.

3.2 Suhu

Tabel 4 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Suhu Di Kecamatan Tanah Pasir


Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Suhu Jumlah Persentase(%)
Tidak memenuhi syarat 29 58
Memenuhi syarat 21 42
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 4 di atas diperoleh bahwa sebagian besar suhu rumah yang tidak memenuhi
syarat yaitu sebesar 58%.

3.3 Pencahayaan

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


Tabel 5 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Pencahayaan Rumah di Kecamatan
Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Pencahayaan Jumlah Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 29 58
Memenuhi syarat 21 42
Total 50 100

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 5 di atas diperoleh bahwa sebagian besar pencahayaan rumah yang tidak
memenuhi syarat yaitu sebesar 58%.

4. Personalhygiene
4.1 Kebersihankulit

Tabel 6 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan kulit di Kecamatan


Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
KebersihanKulit Jumlah Persentase (%)

Kurangbaik 26 52
Baik 24 48
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 6 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan kulit kurang baik yaitu
sebesar 52%.

4.2 Kebersihan Tangan DanKuku

Tabel 7 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersiahan Tangan dan Kuku di


Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Kebersihan tangan dan kuku Jumlah Persentase (%)
kurang baik 29 58
Baik 21 42
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 7 di atas diperoleh bahwa sebagian besar kebersihan tangan dan kuku kurang
baik yaitu sebesar 58%.

4.3 KebersihanPakaian

Tabel 8 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan Pakaian Di Kecamatan


Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019
Kebersihanpakaian Jumlah Persentase(%)

Kurangbaik 32 64
Baik 18 36
Total 50 100
(Sumber: data primer, 2019)
Berdasarkan tabel 8 di atas diperoleh bahwa kebersihan pakaian kurang baik lebih besar dari
kebersihan pakian baik yaitu sebesar 64%.

4.4 KebersihanRambut

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


Tabel 9 : Distribusi Masyarakat Nelayan Berdasarkan Kebersihan Rambut Di Kecamatan
Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun2019

Kebersihan rambut Jumlah persentase Persentase (%)


kurang baik 26 52 52
Baik 24 48 48
Total 50 100 100

(Sumber: data primer, 2019)


Berdasarkan tabel 9 di atas diperoleh bahwa kebersihan rambut kurang baik lebih besar dari
kebersihan rambut baik yaitu sebesar 52%.

KejadianDermatofitosis

Tidak Total

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


Suhu Dermatofitosis Dermatofitosis P

N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat18 62,1 11 37,9 29 100
0,467
Memenuhisyarat 10 47,6 11 52,4 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100
Total 50 100 100

(Sumber: data primer, 2019)


Berdasarkan tabel 9 di atas diperoleh bahwa kebersihan rambut kurang baik lebih besar dari
kebersihan rambut baik yaitu sebesar 52%.

KejadianDermatofitosis

Tidak Total

Suhu Dermatofitosis Dermatofitosis P

N % N % N %
Tidak Memenuhi Syarat18 62,1 11 37,9 29 100
0,467
Memenuhisyarat 10 47,6 11 52,4 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

HASIL PENELITIAN BIVARIAT


1. Lingkungan FisikRumah
1.1 Kelembapan

Tabel 10 : Hubungan Variabel Kelembaban terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019

Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa suhu yang tidak memenuhi syarat. Dengan
kejadian Dermatofitosis lebih berat terkena dermatofitosisyaitu sebesar 62,1%, %, sedangkan
pada suhu yang memenuhi syaratsebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%. Namun
secara hasil ujistatistik diperoleh nilai p=0,467 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan suhu dengan kejadiandermatofitosis.

1.2 Pencahayaan

Tabel 11 : Hubungan Variabel Pencahayaan terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019

Kejadian Dermatofitosis
Tidak Total
Pencahayaan Dermatofitosis Dermatofitosis P
N % n % n %
Tidak Memenuhi
Syarat 21 2,4 8 27,6 29 100
0,014
Memenuhi syarat 7 33,3 14 66,7 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dengan
kejadian dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 72,4%, sedangkan pada
pencahayaan yang memenuhisyarat sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%.
Namun secara hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,014 maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis.

Jurnal Averrous Vol.5 No.1 Mei 2019


2. PersonalHygiene
2.1 KebersihanKulit

Tabel 12 : Hubungan Variabel Kebersihan Kulit terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019

Kejadian Dermatofitosis

Tidak Total
KebersihanKulit Dermatofitosis
Dermatofitosis P

N % n % n %
Kurang baik 20 76,9 6 23,1 26 100
0,005
Baik 8 33,3 16 66,7 24 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa kebersihan kulit yang kurang baik dengan kejadian
dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 76,9%, sedangkan pada kebersihan
kulit yang baik juga lebih banyak tidak dermatofitosis yaitu 66,7%. Namun secara hasil uji
statistik diperoleh nilaip=0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit
dengan kejadiandermatofitosis.

2.2 Kebersihan Tangan danKuku

Tabel 13 : Hubungan Variabel Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap Kejadian


Dermatofitsis pada Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2019

Kejadian Dermatofitosis
Kebersihan tangan Total
Tidak

dankuku Dermatofitosis Dermatofitosis P


N % n % N %
Kurang baik 20 69.0 9 31.0 29 100
0,060
Baik 8 38,.1 13 61.9 21 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan tangan dan kuku yang kurang baik
denga kejadian dermatofitosis sebagian besar dermatofitosis yaitu 69,0%, sedangkan pada
kebersihan tangan dan kuku yangbaik lebih banyak tidak dermatofitosis yaitu 61,9%. Namun
secara hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,060 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian dermatofitosis.
2.3 KebersihanPakaian

Tabel 14 : Hubungan Variabel Kebersihan Pakain terhadap Kejadian Dermatofitosis pada


Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanah PasirKabupaten Aceh UtaraTahun 2019

KejadianDermatofitosis

Kebersihan Dermatofitosis Tidak Total P

Dermatofitosis

n % N % n %
Kurang baik 23 71,9 9 28.1 32 100
0,007
Baik 5 27,8 13 72,2 18 100
Jumlah 28 56.0 22 44.0 50 100

Berdasarkan Tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa kebersihan pakaian yang kurang baik dengan
kejadian dermatofitosis sebagian besar dermatofitosis yaitu sebesar 71,9%, sedangkan pada
kebersihan pakaian yang baik lebih besar tidak dermatofitosis yaitu 72,2 Namun secara hasil uji
statistik diperoleh nilai p=0,007 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebersihan kulit
dengan kejadian dermatofitosis.

PEMBAHASAN
1. Karakteristik MasyarakatNelayan
Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara yang berada didaerah pesisir sebagaian besar
penduduk berprofesi sebagai nelayan.Penduduk yang bekerja sebagai nelayan tersebut banyak
menderita kelainan kulit seperti tinea cruris, tinea corvoris (kurap), tinia vityriasis visicolor
(panu), dan tinea pedis (kutu air).
2. Lingkungan FisikRumah
2.1.Hubungan Kelembaban terhadap KejadianDermatofitosis
Hasil pengukuran rumah responden yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian
dermatofitosis sebagian besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 54,3%, pada kelembaban
yang memenuhi syarat juga sebagian besar tidak terjadi dermatofitosis yaitu sebesar 40,0%.
Sehingga diperoleh hasil tidak ada hubunganantara kelembaban dengan kejadian dermatofitosis
pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara Tahun 2019.
Penelitian lain oleh Permatasari (2011) terdapat menunjukkan ada pengaruh kelembaban udara
terhadap kejadian dermatofitosis di Poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Sudiran
MSWonogiri.6
2.2. Hubungan Suhu terhadap Kejadiandermatofitosis
Hasil pengukuran suhu rumah responden yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian
dermatofitosis lebih besar terkena dermatofitosis yaitu sebesar 62,1%, sedangkan pada suhu
yang memenuhi syarat hanya sebagian besar tidak dermatofitosis yaitu sebesar 52,4%.
Sehingga didapat tidak ada hubungan antarasuhu dengan kejadian dermatofitosis pada
masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten Aceh Utara tahun 2019. Menurut
Suyono (2010) secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.
Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah terutama suhu kamar yang
memenuhi syarat kesehatan adalah antara 220C-30ºC dan yang tidak memenuhi syarat adalah <
220C atau >300C. Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagipenghuninya.7
2.3. Hubungan Pencahayaan Rumah terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian dermatofitosis.Hal
ini disebabkan rata-rata rumah dilokasi penelitian sangat rapat dan berjajaran sehingga rumah
tidak ada ventilasinya akibatnya pencahayaan dalam rumah kurang terang dan tidak memenuhi
syarat kesehatan. Menurut Suyono (2010) Pencahayaan rumah yang memenuhi syarat sebesar
60 –120 lux, perlu diperhatikan didalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat
langsung masuk kedalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup, jalan cahaya (jendela) luasnya sekurang-
kurangnya 10% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah.7
2.4. Hubungan Kebersihan Kulit terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan kulit dengan kejadian dermatofitosis.
Hal ini sejalan dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang bermakna antara
kebersihan kulit responden dengan keluhan penyakit kulit. Menurut Djuanda, (2013) tingkat
kebesihan diri berperan dalam penularan jamur karena dapat melalui kontak langsung dengan
kulit penderita ataupun melalui perantara secara tidak langsung seperti peralatan mandi dan
pakaian.8,9
2.5. Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku terhadap Kejadian Dermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 tidak ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian
dermatofitosis. Kebersihan tangan dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita
memiliki kebersihan tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan
perkembangan kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi, dermatofitosis
dapat menular secara langsung melalui kontak langsung dengan penderita atau secara tidak
langsung melalui barang atau benda yang telahterinfeksi.10
2.6. Hubungan Kebersihan Pakaian terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan pakaian dengan kejadian
dermatofitosis belum terlaksananya kebersihan perorangan yang dilakukan oleh paranelayan.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Agsa Sajida (2012) ada hubungan yang bermakna
antara kebersihan pakaian dengan keluhan penyakit kulit.Pakaian banyak menyerap keringat
dan kotoran yang di keluarkan oleh badan.8
2.7. Hubungan Kebersihan Rambut terhadap KejadianDermatofitosis
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Utara tahun 2019 ada hubungan antara kebersihan rambut dengan kejadian
dermatofitosis.Hal ini dikarenakan masyarakat nelayan jarang mandi apalagi membersihkan
rambut diakibatkan mereka melaut berhari-hari bahkan sampai sebulan lamanya.Mereka mandi
saat melaut hanya membersikan badan dengan air laut tanpa memakai sabun. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Isro’in dan Andarmoyo (2012) kurangnya kebersihan rambut
seseorang akan membuat penampilan tampat kusut, kusam, dan tidak rapi selain itu dapat
menimbulkan permasalahan atau gangguan kesehatan.11

PENUTUP
Kesimpulan
1. Bedasarkan pemeriksaan terhadap masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir Kabupaten
Aceh Aceh Utara tahun 2019 diperoleh hasil yaitu sebanyak 56% masyarakat nelayan
mengalami dermatofitosis.
2. Ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan, kebersihan kulit, kebersihan tangan dan
kuku, kebersihan pakaian dan kebersihan rambut dengan kejadiandermatofitosis.
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban, suhu dan kebersihan tangan dan
kuku dengan kejadiandermatofitosis.
Saran
1. Bagi masyarakat nelayan di Kecamatan Tanah Pasir agar menjaga lingkungan fisik
rumah dengan mengatur kelembaban, suhu dan pencahayaan dalam rumah dengan
baik yaitu dengan membuat ventilasi atau jendela agar matahari dapat masuk kedalam
kedalam ruanganrumah.
2. Masyarakat juga perlu menjaga personal hygiene dengan cara menjaga kebersihan
kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, dan kebersihan rambut.
sehingga mengurangi resiko terjadinya penyakitdermatofitosis.
3. Bagi petugas kesehatan perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pencegahan penyakit dermatofitosis, petugas puskesmas sebagai tenaga kesehatan
yang terdepan dan paling dekat dengan masyarakat hendaknya member penyuluhan
tentang lingkungan fisik rumah dan personal hygiene terhadap kejadiandermatofitosis.
4. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara agar menyediakan spesialis penyakit
kulit di Puskesmas Kecamatan Tanah Pasir khususnya dan Puskesmas Kecamatan
yanglain.

RERERENSI
1. Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. 2012. Superficial Fungal infections.
Mustansiriya MedicalJournal
2. Budimulja, 2010. Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan mahasiswa
kedokteran. FKUI .Jakarta
3. Barakbah. J., Poh.S.S,.Sukanto. H., Martodihardjo. S., Agusni. I., Limintang. H., Suyoso.
S., Hoetomo.M. (2008).Atlas Kulit Dan Kelamin. Bag./RSU Dr. Soetomo
Surabaya.Airlangga University Press.Surabaya
4. Depkes.RI.2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.Ditjend PPM dan PL,Jakarta.
5. Dinkes Propinsi Aceh, 2011. Profil Kesehatan Propinsi Aceh Tahun 2012, BandaAceh.
6. Permatasari, Devita (2011). Pengaruh Suhu Dan Kelembaban Udara Terhadap Kejadian
Dermatofitosis Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr.Soediran MS Wonogiri Pada
Periode Januari - Desember 2010. Skripsi Thesis, Universitas MuhammadiyahSurakarta.
7. Suyono, dan Budiman. 2010.Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Kontek Kesehatan
Lingkungan. Jakarta.EGC.
8. Sajida, Agsa, dkk. 2012. Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan
Keluhan Penyakit Kulit Di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Tahun 2012 (Jurnal). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Medan.
9. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.,2013. Imu penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
KedoktoranUniversitas Indonesia,Jakarta.
10. Lakshmipathy TD, Kannabiran K. 2013. Review on dermatomycosis: pathogenesis
and treatment. Natural Science. Tersedia pada :http://www.scirp.org/journal/NS/.
11. Isro’in, L dan Andarmoyo, S., 2012.Personal Hygiene; Konsep, Proses dan Aplikasi
Praktik Keperawatan, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

LEMBAR KONSULTASI
Nama Mahasiswa : Mewan Tony
NIM : 2018.C.10a.0978
Tingkat / Prodi : II-B / S1 Keperawatan
Pembimbing :Rimba Aprianti ,S Kep, Ners

No Hari/Tanggal Catatan Pembimbing Tanda Tangan

1 Rabu, 21 1. Pre Conference


2. Perhatikan sistematika
Oktober 2020
penulisan
Pukul 14.15 3. Tambahkan lembar
Persetujuan
Wib
4. Perbaiki WOC
Pertemuan 5. Tambahkan jurnal terkait
minimal 1 dan susunannya ada
Pertama (1)
di atas lembar konsul
6. Gunakan Referensi 10 Tahun
Terakhir
7. Lanjut BAB 2
Sarjana Keperawatan 3B is inviting
you to a scheduled Zoom meeting.

Topic: Bimbingan Pre Conference


PPK II Kel. 2 Kelas 3b Sistem
PengindraanTime: Oct 21, 2020
02:15 PM Jakarta

Join Zoom Meeting

https://zoom.us/j/99928750158?
pwd=K3dWMEpUZDNmNHAwaS9
WRlgyeXdoZz09Meeting ID: 999
2875 0158

Passcode: 1HMf6k
2 Jumat, 23 1. Melaksanakan Bimbingan
Askep
Oktober 2020
2. Perhatikan sistematika
Pukul 13.30 penulisan
3. Perbaiki Askep (Keluhan
Wib
utama, Riwayat penyakit
Pertemuan sekarang masukkan PQRST,
lengkapi data pengkajian,
Pertama (2)
perhatikan prioritas masalah,
perbaiki intervensi sesuai
dengsan acuan SIKI)
Sarjana Keperawatan 3B is inviting
you to a scheduled Zoom meeting.

Topic: Bimbingan Askep PPK II


Kel. 2, Kelas 3B Sistem Pengindraan
Time: Oct 23, 2020 01:30 PM
Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/97719663658?
pwd=ZUlWTW5FSG5qWGNQNW
RYV3BheVd6QT09
Meeting ID: 977 1966 3658
Passcode: Cz8zNv

3 Sabtu, 24 1. Melaksanakan Post Conference


2. Perbaikan Implementasi dan
Oktober 2020
Evaluasi
Pukul 16.30 3. Perbaiki Setting Penekes Dengan
Cara Virtual
Wib
4. Tambahkan Materi Penyuluhan.
Pertemuan Sarjana Keperawatan 3B is inviting
Pertama (3)
you to a scheduled Zoom meeting.
Topic: Bimbingan Post Conference
PPK II Kel. 2 Kelas 3B Sistem
Pengindraan
Time: Oct 24, 2020 03:00 PM
Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/95298353206?
pwd=SlBuekpPN0lpUjdlUFJJVUFJ
R0ZSZz09Meeting ID: 952 9835
3206

Passcode: fE948D

Anda mungkin juga menyukai