PDAa
PDAa
PENDAHULUAN
PDA merupakan kelainan jantung tersering pada neonatus.4 Saat ini, kejadian
PDA meliputi 6% - 11% dari semua kejadian kelainan kongenital. 1 Insiden PDA
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Sebagian besar bayi yang mengalami PDA
yaitu mencapai 70% merupakan bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu.5 PDA dilaporkan terjadi pada 1 per 2000 kelahiran pada bayi cukup
bulan dan kejadiannya meningkat menjadi 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
kurang bulan terutama dengan berat lahir rendah.1 Penelitian yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di Indonesia, menunjukkan bahwa PDA menempati urutan ke 3
kasus PJB terbanyak yaitu mencapai 32% total kasus PJB.7
1
gangguan pertumbuhan pada anak. Beberapa komplikasi lain yang berpotensi terjadi
setelah kelahiran antara lain disfungsi ginjal, enterokolitis nekrotikan, perdarahan
intraventrikel, malnutrisi, serta menjadi faktor risiko terhadap perkembangan
penyakit paru kronis.1-5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pola pembentukan arkus faringeal (gambar 2.1) dipengaruhi oleh neural crest
cell, sel – sel otot polos, dan sistem saraf yang berada di sekeliling arkus. Pada
perkembangan normal kardiovaskular, bagian proksimal dari arkus aorta keenam
tetap ada dan selanjutnya menjadi bagian proksimal cabang arteri pulmonaris, dan
bagian distal dari arkus keenam kiri tetap ada sebagai duktus arteriousus (DA),
menghubungkan arteri pulmoner kiri dengan bagian kiri dorsal aorta. Transformasi
arkus tersebut berakhir setelah usia 8 minggu usia fetus. Selama perubahan bentuk
arkus, pada duktus tersebut terbentuk dinding otot, sedangkan arteri – arteri besar di
sekelilingnya menjadi arteri elastis. Alasan terhadap rangkaian perkembangan duktus
yang spesifik dan unik tersebut masih belum diketahui.9
3
Gambar 2.1 Pola Pembentukan Arkus Aorta
Keterangan : AAo = ascending aorta (aorta asendens), AoSac = aortic sac (kantung
aorta), CoA = coronary arteries (arteri coroner), DA =duktus arteriosus,
DesAo = descending aorta (aorta desendens), PA = pulmonary artery
(arteri pulmonal), PT = pulmonary trunk (trunkus pulmonalis), LDAo =
left descending aorta (aorta desendens kiri), LCA = left carotid artery
(arteri karotis kiri), LSA = left subclavian artery (arteri subklavia kiri),
RCA = right carotid artery (arteri karotis kanan), RDAo = right
descending aorta (aorta desendens kanan), RSA = right subclavian
artery (arteri subklavia kanan); III, IV, and VI merujuk pada arkus.
4
Pada janin,level oksigen darah relatif rendah dan kurva disosiasi oksigen-
hemoglobin bergeser ke kiri, membuat darah fetus mampu melepaskan oksigen pada
kondisi oksigen rendah. Selain itu, produksi prostaglandin E2 (PGE2) meningkat
karena plasenta merupakan sumber produksi utama PGE2. Sebaliknya, paru-paru
merupakan tempat degradasi PGE2. Akibat aliran darah ke paru-paru janin sangat
terbatas, menyebabkan level PGE2 tinggi dan menyebabkan DA tetap terbuka. Pada
trimester kedua masa kehamilan, struktur duktus merupakan arteri dengan lapisan
otot, lamina interna yang berjumlah satu atau terduplikasi secara lokal, dan lapisan
intima yang sangat tipis. Dalam perkembangan lebih lanjut, munculah bantalan
intima. Saat kelahiran, lamina interna yang elastis telah terpecah dan bantalan intima
menjadi semakin jelas. Penebalan intima, bersama juga dengan konstriksi yang
bergantung dengan oksigen, secara fungsional akan menutup duktus arteriosus
selama jam – jam awal setelah kelahiran. Pada saat kelahiran, terjadi penurunan
produksi PGE2 akibat janin berpisah dengan plasenta serta aliran darah ke paru-paru
yang meningkat. Peningkatan saturasi oksigen darah neonatus karena ventilasi paru.
Level oksigen yang meningkat drastis menyebabkan kontraksi otot polos spiral serta
sirkuler pada DA dan terjadi penebalan dinding DA, DA pun tertutup. Penutupan
anatomis dan terganggunya pemberian nutrisi pada DA menyebabkan diferensiasi
sel, apoptosis sel – sel otot polos, dan reorientasi sel endotel nantinya membentuk
ligamentum arteriosum.8
5
3. Penurunan kadar PGE2 berhubungan dengan penutupan duktus, sebaliknya
pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus.
Sirkulasi janin berbeda dengan sirkuit pada bayi baru lahir dan orang dewasa.
Pada janin sirkuit berbentuk parallel antara ventrikel kanan dan kiri,. Plasenta
diperlukan untuk pertukaran gas dan metabolit. Sedangkan pada paru – paru, tidak
terjadi pertukaran gas, dan pembuluh darah pada sirkulasi paru akan mengalami
vasokonstriksi. Terdapat struktur unik dalam sistem kardiovaskular janin yang
berperan penting dalam mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya
duktus venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus. 6,8
Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta menuju janin melaluui vena
umbilikalis dengan tekanan parsial oksigen (PO2) 30 – 35 mmHg. Sekitar 50% darah
dari vena umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati,
dan bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil
bercampur dengan darah pada vena cava inferior. Pencampuran darah dari bagian
tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2 : 26 -28 mmHg) selanjutnya akan
memasuki atrium kanan dan secara langsung melewati foramen oval ke atrium kiri.
Aliran darah tersebut masuk ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta asendens.
Darah dari vena cava superior pada janin yang rendah oksigen (PO2 = 12 – 14
mmHg) masuk ke atrium kanan dan diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari
foramen ovale dan mengalir ke ventrikel kanan.8,10
6
janin yang selanjutnya mengalir kembali menuju plasenta melewati dua arteri
umbilikus. 8,10
Cardiac output total janin sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari
aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ -
organ janin. Pada masa janin, ventrikel kanan memompakan darah tidak hanya
melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih besar dari yang
dipompakan ventrikel kiri. 8,10
Saat dilahirkan sirkulasi bayi sangat cepat beradaptasi dengan keadaan di luar
rahim akibat pertukaran gas di plasenta yang berpindah menjadi di paru – paru.
Beberapa dari perubahan ini terjadi secara spontan dan bersama dengan pernafasan
pertama yang diambil bayi. Terjadi penurunan ringan tekanan darah sistemik,
kemudian tekanan darah naik dengan semakin bertambahnya umur. Frekuensi
jantung melambat sebagai akibat respons baroreseptor pada kenaikan tahanan
vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta dihilangkan. Rata - rata tekanan aorta sentral
pada neonatus cukup bulan adalah 75/50 mmHg.6,8,10
7
2.3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
PDA merupakan kelainan jantung tersering pada neonatus.4 Saat ini, kejadian
PDA meliputi 6% - 11% dari semua kejadian kelainan kongenital. 1 Insiden PDA
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Sebagian besar bayi yang mengalami PDA
yaitu mencapai 70% merupakan bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu.5 PDA dilaporkan terjadi pada 1 per 2000 kelahiran pada bayi cukup
bulan dan kejadiannya meningkat menjadi 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
kurang bulan terutama dengan berat lahir rendah. 1,2 Penelitian yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di Indonesia, menunjukkan bahwa PDA menempati urutan ke 3
kasus PJB terbanyak yaitu mencapai 32% total kasus PJB. 7 Berdasarkan jenis
kelamin, wanita memiliki kecendrungan mengalami PDA 2-3 kali lipat lebih tinggi.8
Terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan
insidensi PDA. Berdasarkan berat badan lahir, PDA terdapat pada 80% bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 1.200gram, dibandingkan dengan 40% pada bayi
dengan berat badan kurang dari 2.000 gram. PDA simptomatik ditemukan terdapat
pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram.6
8
2.3.3. Faktor risiko PDA
Selain itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan
berperan pada beberapa kasus. Korioaminitis dan infeksi rubela pada kehamilan
trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan
kejadian PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan faktor
lingkungan lain seperti fetal valproate syndrome.8,11
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru-paru janin yang saat itu tidak berfungsi sebagai tempat pertukaran
udara melalui hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens
proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan konsentrasi
oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta
desendens dan menuju plasenta, tempat terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran,
kirakira 90% curah ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus
9
arteriosus pada bayi kurang bulan berhubungan dengan angka morbiditas yang
signifikan, termasuk gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup
dalam 24-72 jam dan akan menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup
bulan.8,12
Klinis pasien dengan PDA sangat bervariasi dari sama sekali tidak
menimbulkan gejala atau asimptomatis hingga muncul dengan gejala gagal jantung
10
berat atau sindroma Eisenmenger. Pada pasien usia anak sebagian besar bersifat
asimptomatis ataupun muncul gejala tidak spesifik dan menyerupai penyakit lain,
seperti gagal tumbuh, mudah lelah, infeksi berulang, dan dyspnea on effort. Pada
pasien anak, orang tua pasien biasanya melaporkan anak yang sulit makan dan
takipnea. Walaupun sebagian besar pasien dapat mengkompensasi pirau kiri ke
kanan sedang, dan asimptomatis selama masa anak-anak, beberapa tahun setelahnya
mungkin akan dijumpai gagal jantung kongestif kronis akibat volume overload.
Sehingga pada usia lebih dewasa dapat terjadi sinkop, sesak napas, hingga angina.8,13
11
diastolik melemah hingga menghilang. PDA sedang / moderat (diameter 1,5-2,0mm)
biasanya timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak
berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas,
namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah
tetapi masih dapat mengikuti permainan. PDA besar (diameter >2,0mm)
menunjukkan gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya, sulit
makan dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak
sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila
minum. PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal
akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini
dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada
tahun ke-2 dan ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya
ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.6,13,14
EKG tidak selalu berguna dalam diagnosis PDA, lebih sering digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding atau menilai keparahan efek
12
PDA yang berkembang. EKG pada bayi biasanya normal, dan pada anak ataupun
dewasa dapat dijumpai hipertrofi ventrikel dan atau atrium kiri. 4,13 Pada pasien
dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel dapat tergambarkan melalui EKG atau dapat juga
terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja. Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat
dilihat visualisasi secara langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi
secara langsung drajat dari defek tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek
PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi
jika sudah terjadi pirau dari kiri ke kanan. Hal-hal yang dapat dinilai melalui
ekokardiografi diantaranya patensi ductus, kecepatan/pola aliran, diameter duktus
(>1.5mm dalam 30jam pertama), LA volume load (rasio LA: Ao >1.5), rasio
LVEDD:Aortic > 2.0, LV output, LV function, aliran diastolik pada aorta desenden,
dan aliran diastolik pada pembuluh mesentrika atau coeliac.4,13
Pendekatan terapi PDA terbagi menjadi dua fokus yaitu suportif untuk
mengatasi gejala dan stabilisasi awal serta kausal untuk memperkecil ukuran duktus
atau melakukan penutupan duktus. Managemen yang dapat dilakukan untuk
menangani PDA diantaranya: 4,14
A. Restriksi Cairan
13
1. Regimen cairan <169 mL/kg/hari padahari ke-3 dapat mengurangi gejala PDA
B. Diuretik
1. Furosemide
2. Chlorothiazide
b. Temporizing measure
C. Ventilasi
2. Meningkatkan PEEP
D. Penutupan PDA
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil,
dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup.
a. Indometasin
Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah indometasin, yang
merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif
mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas
pada bayi kurang bulan dan menurun seiring menigkatnya usia paska
kelahiran. Efeknya terbatas pada 2–4 minggu awal kehidupan. Saat ini
14
sulit didapatkan. Penutupan terjadi hampir 79% namun kekambuhan
mencapai 33% dengan obat tersebut. Efek samping yang dilaporkan
berupa disfungsi renal, iskemia usus, dan gangguan agregasi platelet.
Sebelum pemberian indometasin perlu diperhatikan beberapa hal seperti
fungsi ginjal yang baik (SC<1,3mg/dL), tidak terdapat trombositopenia
(PLT> 50.000/mm3), ataupun tidak terdapat hyperbilirubinemia yang
signifikan. Dosis anjuran 0,2 mg/kg × 2–3 dosis atau 0,1 mg/kg/hari × 6
dosis (oral, IV, per rektal).4,14
b. Ibuprofen
Obat yang kedua adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX
yang berefek pada penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan
bahwa ibuprofen memiliki efek yang sama dengan indometasin pada
pengobatan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan dan memiliki efek
samping jangka pendek yang lebih rendah karena ibuprofen tidak
mengganggu perfusi serebral, renal, ataupun usus. Dosis anjuran 10
mg/kg loading dose dilanjutkan 5 mg/kg pada jam ke 24 dan 48 (IV atau
oral).4,14
c. Paracertamol (Acetamiophen)
Parasetamol baru-baru ini menjadi penting sebagai pengobatan alternatif
PDA karena kegagalan terapi dan efek samping potensial dari
indometasin ataupn ibuprofen. Parasetamol umumnya tidak digunakan
sebagai obat pilihan tetapi sebagai obat tambahan dalam kasus di mana
penghambat COX tidak efektif atau kontraindikasi, Parasetamol diduga
berefek pada PDA melalui penghambatan peroxidase-mediated, konversi
prostaglandin G2 menjadi prostaglandin H2. Data senyawa
farmakokinetik atau rute dan dosis pemberian belum diteliti dengan baik.
Efek samping yang dapat terjadi diantaranya hepatotoksisitas. Masih
belum dibuktikan sebagai pengobatan yang efektif pada PDA, namun
nampak menjanjikan. Dosis yang dianjurkan 15 mg/kg/kali, setiap 6 jam
selama 3 hari.14
15
2. Bedah
Terapi melalui tindakan pembedahan hanya dilakukan berdasarkan
atas beberapa indikasi. Hal tersebut karena kekhawatiran tentang
pneumotoraks, chylothorax, kelumpuhan pita suara, disfungsi ventrikel kiri
pasca ligasi, BPD, retinopati, dan hasil perkembangan saraf yang merugikan
setelah operasi, ligasi bedah PDA hanya dilakukan pada pasien ketika
perawatan medis gagal dan jika pasien membutuhkan dukungan pernapasan
yang luas atau tidak dapat disapih dari ventilator.14
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah untuk
mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan
PDA sedang sampai besar, penutupan dilakukan untuk menangani gagal
jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila
diagnosis PDA telah ditegakkan dan terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan dengan cukup namun belum memberikan hasil yang baik,
penangan bedah harus segera dilakukan. Hal tersebut karena angka kematian
kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa
pembedahan lebih besar. Hipertensi pulmonal bukan merupakan
kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat dilakukan pada
kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih dominan dari kiri ke kanan dan
bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.6,14
3. Transkateter
Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi
banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien
dengan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau
kiri ke kanan dengan hipertensi pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan
dengan kondisi khusus. Coil dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara
transkateter yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.4,6,14
16
2.3.8. Komplikasi PDA
Komplikasi yang dapat terjadi akibat PDA diantaranya gagal jantung kiri,
hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal jantung kanan, sindroma Eisenmenger,
bakterial endokarditis, iskemia miokardium, serta nekrosis enterokolitis.
Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika
terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar,
tekanan atrium kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan
transudasi cairan ke jaringan paru dan alveolus. Telah diusulkan bahwa faktor-faktor
ini berkontribusi pada kerusakan paru yang kemudian dapat menjadi penyakit paru
kronis atau displasia bronkopulmoner. Penutupan yang cepat pada PDA secara
signifikan menurunkan risiko displasia bronkopulmoner.6,14
Sebelum usia 3 bulan, penutupan PDA pada bayi terjadi pada 75% kasus
preterm dan 40% kasus aterm. Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai
sedang biasanya dapat bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga
sampai empat dekade kehidupan biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak
nafas bila beraktifitas dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut
merupakan konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif.
Penutupan PDA secara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun.
Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan
secara spontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai
komplikasi yang paling berpotensi.
17
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal
tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan,
pneumonia yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA
dengan defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi
penutupan PDA segera.6
18
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : KMW
Agama : Konghucu
No. RM : 19030884
3.2 Anamnesis
Sesak napas.
Pasien datang ke Triage Anak UGD RSUP Sanglah diantar oleh kedua
orangtua. Pasien dikeluhan tampak sesak, gelisah, dan pucat sejak tadi pagi
yang dikatakan semakin memberat. Pasien dengan riwayat baru pulang dari
rumah sakit tanggal 1 Agustus dengan perawatan gagal jantung berat. Pasien
nampak bernapas sangat cepat, terdapat retraksi pada dinding dada dan
gerakan cuping hidung. Pasien dirasakan mulai demam bersamaan sejak
mulai tampak gelisah pada siang hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
19
tidak ada BAB cair, muntah, batuk, ataupun pilek. Saat ini pasien sedang
menjalani perawatan nutrisi karena mengalami gagal tumbuh. Pasien minum
dibatasi dengan pemberian susu lactogen 30 ml setiap 2 jam.
Orang tua pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Ibu
pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi ataupun pengobatan lain
selama kehamilan. Riwayat penyakit sistemik seperti tekanan darah tinggi,
kencing manis, keganasan, asma, penyakit jantung, ataupun lainnya pada
keluarga disangkal.
20
tukang bangunan. Pasien memiliki BPJS untuk asuransi kesehatannya.
Keluarga pasien tidak memelihara anjing, kucing, ataupun hewan lain.
21
3.2.9 Riwayat Nutrisi
a. ASI : Eksklusif on demand
Susu formula on demand
b. Minum sejak : Minum dibatasi dengan pemberian
sakit susu lactogen 30 ml setiap 2 jam.
c. Kesan : Intake cukup
Pasien sudah bisa menegakkan kepala sejak usia 3 bulan. Saat ini
pasien belum bisa membalikkan badan.
22
3.2.2 Status antropometri
- BB lahir : 3.300 gram
Protein : 10 gram/hari
23
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Pulmo
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi abdomen ( - ), asites (-)
-
Auskulta : Bising usus (+) normal
si
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Hepar teraba 3cm di bawah processus xyphoideus
turgor kembali lambat. Massa (-)
24
Laju Respirasi : 2
Denyut Jantung: 1
25
RBC 3.37 4.10 – 5.3
Result :
26
3.3.4 Echocardiography ( 23 Agustus 2019)
27
Clinical Finding:
2nd echo with large tubular PDA type C post PDA occlusion with ADO-I no
12/10mm and with Tyshak balloon no 10x30mm, 22th August 2019 (ref PICU):
28
Atrial situs solitus, normal systemic & pulmonal veins drain, AV-VA
concordant, LAE/LVE, LA/Ao ratio 1.86, Ao 1.0cm, not measured CO, no VSD, post
PDA occlusion (device in site well seated, mild residual PDA with diameter
1.65mm, no Dao/LPA obstruction), left aortic arch, no pericardial effusion, normal
LV and RV systolic function (EF teach 59%), mild PR.
Echo Summary
Results: Tiny residual PDA, Mild PR
Re-echo 1 month later (September 2019)
3.5 Penatalaksanaan
3.5.1 Planning Terapi
1. MRS Intermediate Ward
2. Oksigen nasal kanul 1-2 lpm
3. Transfusi PRC 2x35ml dengan premedikasi furosemid IV 4 mg target
Hb 12
4. Kebutuhan cairan 370ml/hari ~ mampu minum sepenuhnya ~ SF 30ml
tiap 2 jam
5. Kebutuhan kalori 480kkal/hari; protein 10gram/hari
6. Dopamin 30mg/kgBB ~ 111mg dalam D5% 50ml ~ 7mcq/kg/menit
7. Furosemid 1mg/kgBB/kali ~ 4 mg tiap 8 jam (IV)
8. Spironolakton 3,125mg tiap 12 jam (Oral)
9. Captopril 1mg tiap 8 jam (oral)
29
3.5.2 Planning Diagnosis
3.6. Prognosis
3.7. Follow Up
10 Juli 2019
O : Status Present
GCS : E4V5M6
RR : 46x/menit
Suhu : 37,5ºC
Skor Nyeri :2
Status Generalis
Mata : konjungtiva anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
30
Thorax : simetris, retraksi dinding dada(+)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur murmur kontinyu di ICS II
parasternal line (S) grade III/6
Pulmo : bronkovesikuler +/+, rales -/-, wheezing --
Status Antropometri
Protein : 10 gram/hari
A:
31
P:
32
BAB IV
PEMBAHASAN
33
kurang dari 1.200gram, dibandingkan dengan 40% pada bayi dengan berat badan
kurang dari 2.000 gram. PDA simptomatik ditemukan terdapat pada 48% bayi
dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram. 6 Pada bayi cukup bulan, kasus
sering muncul terjadi secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan PDA.
Selain itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan berperan
pada beberapa kasus. Korioaminitis dan infeksi rubela pada kehamilan trimester
pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan kejadian PDA.6
Klinis pasien dengan PDA sangat bervariasi dari sama sekali tidak
menimbulkan gejala atau asimptomatis hingga muncul dengan gejala gagal jantung
berat atau sindroma Eisenmenger.8,13 Tanda klinis yang khas pada PDA tersebut
adalah ditemukannya murmur kontinyu pada upper left sternal border, yang disebut
dengan istilah murmur “machinery”, dapat pula teraba thrill. Tanda gagal jantung
kongestif seperti edema, penurunan urine output, ataupun hyperactive precordium
dapat dijumpai.13 Pada kasus anak tampak sakit berat, takikardia (168x/menit),
takipnea (78x/menit), terlihat retraksi subcostal, suprasternal, dan intercostal, dan
ditemukan murmur kontinyu di ICS II PSL (S) grade III/6. Ross Score
(Clasification Heart Failure) diperoleh 10 poin (Retraksi : 2; Sesak : 2;
Diaphoresis: 2; Hepatomegali : 1; Laju Respirasi : 2; Denyut Jantung: 1).
Tidak ditemukan tanda kongesti akut seperti edema, rales, ataupun sianosis. Selain
itu pemeriksaan fisik juga menemukan tanda anemia berupa konjungtiva anemis serta
tanda gagal tumbuh yaitu berat badan dan tinggi badan berdasarkan usia berada di
bawah z-score (-3)SD. Kondisi tersebut memang sering dijumpai pada pasien PJB.
Hal tersebut mungkin terjadi akibat penurunan intake kalori, malabsorpsi, dan
peningkatan kebutuhan energi basal pada pasien PDA.15 Menurut penelitian,
penutupan defek secara transkateter pada anak usia <5 tahun dengan PDA
memberikan peningkatan z-score berat badan berdasarkan umur.1
34
adalah ekokardiografi. Pemeriksaan tambahan lain seperti biomarker B-type
natriuretic peptide (BNP), Aminoterminal B-type natriuretic peptide (NT-proBNP),
Cardiac troponin T (cTnT), Urinary NT-proBNP/creatinine ratios juga disebutkan
dalam beberapa literatur.4,13 Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada kasus
berupa DL, analisa gas darah, elektrolit, EKG, dan ekokardiografi. Hasil yang
diperoleh dari DL adalah anemia hipokromik mikrositer, hemodilusi, dan
trombositosis. Sedangkan dari analisa gas darah dan elektrolit menunjukkan pH
normal dengan saturasi oksigen baik. Dari EKG menunjukkan sinus takikardi, right
axis deviation (Biventricular Hypertrophy probable RVH Abnormal), perubahan
segmen ST mengarah pada iskemia. Gambaran EKG yang mengarah pada PDA
biasanya dijumpai tanda hipertrofi ventrikel dan atau atrium kiri. Namun pada pasien
dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel dapat tergambarkan melalui EKG yaitu terdapat
Biventricular Hypertrophy.4,13
Saat ini diagnosis kerja pada pasien tersebut adalah Gagal Jantung Berat et
causa moderate PDA, Anemia sedang hipokromik mikrositer et causa suspek anemia
defisiensi besi dd/ penyakit kronis, dan Gagal tumbuh. Pasien direncanakn untuk
melakukan ekokardiografi 1 bulan setelah ekokardiografi terakhir untuk pemantauan
respon pengobatan.
35
Pendekatan terapi PDA terbagi menjadi dua fokus yaitu suportif untuk
mengatasi gejala dan stabilisasi awal serta kausal atau definitif untuk memperkecil
ukuran duktus atau melakukan penutupan duktus. Terapi definitf sebelumnya telah
dilakukan, saat ini fokus utama adalah terapi suportif berupa restriksi cairan,
pemberian diuretik, dan inotropik. Berdasarkan planning terapi pada kasus ini
diberikan dopamin 30mg/kgBB ~ 111mg dalam D5% 50ml ~ 7mcq/kg/menit;
furosemid 1mg/kgBB/kali ~ 4 mg tiap 8 jam (IV); spironolakton 3,125mg tiap 12
jam; captopril 1mg tiap 8 jam (oral) serta SF 30ml tiap 2 jam. Untuk mengatasi
kondisi anemia, pasien diberikan transfusi PRC 2x35ml dengan premedikasi
furosemid IV 4 mg (target Hb 12) dan direncanakan pemeriksaan SI, TIBC, serta
Feritin untuk penelusuran defisiensi besi. Selain itu pemberian nutrisi juga penting
diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal. Pada kasus ini nutrisi dan kalori
(480kkal/hari; protein 10gram/hari) yang dibutuhkan seluruhnya dipenuhi melalui
pemberian SF.
Ad vitam : dubius ad
bonam
36
Ad functionam : dubius
Ad sanationam : dubius
BAB V
SIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
2016;17(3):180-4.
2016;43(1):113-29.
3. Celiker A dan Benson DW. Aortopulmonary shunts. Dalam: Moller JH, Hoffman
JI, editor. Pediatric Cardiovascular Medicine. 2nd ed. Oxford: Blackwell’s; 2012:
p.343-353.
4. Wyllie JP. Patent ductus arteriosus. Dalam: Donn SM dan Sinha SK (editor.)
5. Clyman RI. Patent ductus arteriosus, its treatments, and the risks of pulmonary
123456789/11568.
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2013–
38
8. Lott JW. Patent Ductus Arteriosus. Dalam: Kenner C, editor. Neonatal Nursing
10. Guyton dan Hall. Fetal Physiology and Neonatal Physiology. Dalam: Hall JE.
appears not to be a risk factor for patent ductus arteriosus in preterm infants: a
12. Rios DR, Bhattacharya S, Levy PT, McNamara PJ. Circulatory insufficiency and
2018;15(6):62.
13. Toor H dan Chang FB. Patent Ductus Arteriosus. Dalam: Domino FJ, editor. he
5-Minute Clinical Consult 2011. 6th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2011:p.964-65.
14. Jain A, Shah PS. Diagnosis, evaluation, and management of patent ductus
15. Schwartz S, Olsen M, Woo JG, Madsen N. Congenital heart disease and the
39
40