Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung


bawaan (PJB) yang ditandai dengan kegagalan duktus arteriosus untuk menutup
secara fisiologis setelah kelahiran.1 Pada kondisi normal, duktus arteriosus akan
menutup sesaat hingga 1 hari setelah bayi dilahirkan. 2,3 Duktus arteriosus merupakan
struktur anatomis pembuluh darah yang menghubungkan aorta desendens bagian
proksimal dengan arteri pulmonalis, biasanya terdapat di dekat percabangan kiri
arteri pulmonalis memasuki aorta di bawah arteri subklavia. Duktus arteriosus
merupakan struktur normal dan penting bagi janin selama kehidupan intrauterin,
tetapi menjadi abnormal dan memberikan dampak buruk bila tetap terbuka setelah
masa neonatus.3

PDA merupakan kelainan jantung tersering pada neonatus.4 Saat ini, kejadian
PDA meliputi 6% - 11% dari semua kejadian kelainan kongenital. 1 Insiden PDA
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Sebagian besar bayi yang mengalami PDA
yaitu mencapai 70% merupakan bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu.5 PDA dilaporkan terjadi pada 1 per 2000 kelahiran pada bayi cukup
bulan dan kejadiannya meningkat menjadi 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
kurang bulan terutama dengan berat lahir rendah.1 Penelitian yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di Indonesia, menunjukkan bahwa PDA menempati urutan ke 3
kasus PJB terbanyak yaitu mencapai 32% total kasus PJB.7

Penanganan terhadap PDA meliputi terapi farmakologis dan pembedahan.


Penatalaksaan PDA terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pada awalnya, penatalaksanaan PDA dilakukan secara
invasif melalui pembedahan yang bertujuan untuk meligasi PDA, dan saat ini
metode transkateter lebih dipillih. Penutupan ductus melalui pembedahan
diindikasikan pada PDA yang menimbulkan gejala dengan pirau dari kiri ke kanan
yang bermakna. PDA sedang dan besar sering menyebabkan gagal jantung dan

1
gangguan pertumbuhan pada anak. Beberapa komplikasi lain yang berpotensi terjadi
setelah kelahiran antara lain disfungsi ginjal, enterokolitis nekrotikan, perdarahan
intraventrikel, malnutrisi, serta menjadi faktor risiko terhadap perkembangan
penyakit paru kronis.1-5

Berdasarkan uraian diatas diperlukan, pemahaman mengenai PDA untuk dapat


mendiagnosis dan melakukan tatalaksana yang tepat sehingga diharapkan dapat
mencegah terjadinya perburukan kondisi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Duktus Arteriosus

2.1.1. Embriologi duktus arteriosus

Sistem vaskuler embrio dimulai dari prekusor endotel yang membentuk


pleksus endotel di dalam mesoderm splnchnic. Selama perkembangan, terjadi
perubahan bentuk secara intensif. Setelah embrio melipat, pleksus endotel di regio
jantung bergabung di dalam jaringan otot jantung. Pembuluh omphalomesenteric
memasuki jantung pada ujung vena, sementara ujung arteri terhubung dengan aorta
dorsalis melalui arkus arteri faringeal simetris. Perkembangan arteri dimulai dengan
diferensiasi sel menjadi sel otot polos. Perbedaan yang terdapat pada produksi
matriks dan pertumbuhan bertanggungjawab terhadap perkembangan fenotip dari
arteri elastis dan muskular. 6,8

Pola pembentukan arkus faringeal (gambar 2.1) dipengaruhi oleh neural crest
cell, sel – sel otot polos, dan sistem saraf yang berada di sekeliling arkus. Pada
perkembangan normal kardiovaskular, bagian proksimal dari arkus aorta keenam
tetap ada dan selanjutnya menjadi bagian proksimal cabang arteri pulmonaris, dan
bagian distal dari arkus keenam kiri tetap ada sebagai duktus arteriousus (DA),
menghubungkan arteri pulmoner kiri dengan bagian kiri dorsal aorta. Transformasi
arkus tersebut berakhir setelah usia 8 minggu usia fetus. Selama perubahan bentuk
arkus, pada duktus tersebut terbentuk dinding otot, sedangkan arteri – arteri besar di
sekelilingnya menjadi arteri elastis. Alasan terhadap rangkaian perkembangan duktus
yang spesifik dan unik tersebut masih belum diketahui.9

3
Gambar 2.1 Pola Pembentukan Arkus Aorta

Keterangan : AAo = ascending aorta (aorta asendens), AoSac = aortic sac (kantung
aorta), CoA = coronary arteries (arteri coroner), DA =duktus arteriosus,
DesAo = descending aorta (aorta desendens), PA = pulmonary artery
(arteri pulmonal), PT = pulmonary trunk (trunkus pulmonalis), LDAo =
left descending aorta (aorta desendens kiri), LCA = left carotid artery
(arteri karotis kiri), LSA = left subclavian artery (arteri subklavia kiri),
RCA = right carotid artery (arteri karotis kanan), RDAo = right
descending aorta (aorta desendens kanan), RSA = right subclavian
artery (arteri subklavia kanan); III, IV, and VI merujuk pada arkus.

Sumber: Bö kenkamp R. Developmental Anatomy of The Ductus Arteriosus. Dalam:


Obladen M, Koehne P, penyunting. Interventions for Persisting Ductus
Arteriosus in The Preterm Infant. Heidelberg: Springer Medizin; 2005.p:2-4.

2.1.2. Penutupan Duktus Arteriousus Normal Postnatal

Perubahan struktural yang signifikan dari morfologi vaskular sebagai


persiapan untuk penutupan duktus pada masa setelah kelahiran dimulai pada masa
akhir kehamilan.6,8

4
Pada janin,level oksigen darah relatif rendah dan kurva disosiasi oksigen-
hemoglobin bergeser ke kiri, membuat darah fetus mampu melepaskan oksigen pada
kondisi oksigen rendah. Selain itu, produksi prostaglandin E2 (PGE2) meningkat
karena plasenta merupakan sumber produksi utama PGE2. Sebaliknya, paru-paru
merupakan tempat degradasi PGE2. Akibat aliran darah ke paru-paru janin sangat
terbatas, menyebabkan level PGE2 tinggi dan menyebabkan DA tetap terbuka. Pada
trimester kedua masa kehamilan, struktur duktus merupakan arteri dengan lapisan
otot, lamina interna yang berjumlah satu atau terduplikasi secara lokal, dan lapisan
intima yang sangat tipis. Dalam perkembangan lebih lanjut, munculah bantalan
intima. Saat kelahiran, lamina interna yang elastis telah terpecah dan bantalan intima
menjadi semakin jelas. Penebalan intima, bersama juga dengan konstriksi yang
bergantung dengan oksigen, secara fungsional akan menutup duktus arteriosus
selama jam – jam awal setelah kelahiran. Pada saat kelahiran, terjadi penurunan
produksi PGE2 akibat janin berpisah dengan plasenta serta aliran darah ke paru-paru
yang meningkat. Peningkatan saturasi oksigen darah neonatus karena ventilasi paru.
Level oksigen yang meningkat drastis menyebabkan kontraksi otot polos spiral serta
sirkuler pada DA dan terjadi penebalan dinding DA, DA pun tertutup. Penutupan
anatomis dan terganggunya pemberian nutrisi pada DA menyebabkan diferensiasi
sel, apoptosis sel – sel otot polos, dan reorientasi sel endotel nantinya membentuk
ligamentum arteriosum.8

Faktor-faktor yang diduga berperan dalam penutupan duktus antara lain6:

1. Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi duktus,


sebaliknya hipoksia akan menyebabkan duktus melebar, oleh karena itu, duktus
arteriosus persisten lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang
rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernafasan, prematuritas, dan
bayi yang lahir di dataran tinggi;

2. Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan


konstriksi duktus;

5
3. Penurunan kadar PGE2 berhubungan dengan penutupan duktus, sebaliknya
pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus.

2.2 Perubahan Sirkulasi Janin Ke Neonatus

2.2.1. Sirkulasi janin

Sirkulasi janin berbeda dengan sirkuit pada bayi baru lahir dan orang dewasa.
Pada janin sirkuit berbentuk parallel antara ventrikel kanan dan kiri,. Plasenta
diperlukan untuk pertukaran gas dan metabolit. Sedangkan pada paru – paru, tidak
terjadi pertukaran gas, dan pembuluh darah pada sirkulasi paru akan mengalami
vasokonstriksi. Terdapat struktur unik dalam sistem kardiovaskular janin yang
berperan penting dalam mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya
duktus venosus, foramen ovale dan duktus arteriosus. 6,8

Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta menuju janin melaluui vena
umbilikalis dengan tekanan parsial oksigen (PO2) 30 – 35 mmHg. Sekitar 50% darah
dari vena umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya melewati hati,
dan bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus, sebagian kecil
bercampur dengan darah pada vena cava inferior. Pencampuran darah dari bagian
tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2 : 26 -28 mmHg) selanjutnya akan
memasuki atrium kanan dan secara langsung melewati foramen oval ke atrium kiri.
Aliran darah tersebut masuk ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta asendens.
Darah dari vena cava superior pada janin yang rendah oksigen (PO2 = 12 – 14
mmHg) masuk ke atrium kanan dan diteruskan ke katup trikuspid lebih banyak dari
foramen ovale dan mengalir ke ventrikel kanan.8,10

Pada ventrikel kanan, darah dipompakan menuju ateri pulmonalis, tetapi


karena arteri pulmonalis tersebut mengalami vasokonstriksi, sehingga hanya 10%
dari aliran darah ventrikel kanan yang memasuki paru – paru. Sebagian besar darah
(PO2: 18 – 22 mmHg) melewati paru –paru dan mengalir langsung lewat duktus
arteriosus menuju ke aorta asendens untuk memperdarahi bagian tubuh bawah dari

6
janin yang selanjutnya mengalir kembali menuju plasenta melewati dua arteri
umbilikus. 8,10

Cardiac output total janin sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari
aliran darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ -
organ janin. Pada masa janin, ventrikel kanan memompakan darah tidak hanya
melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih besar dari yang
dipompakan ventrikel kiri. 8,10

2.2.2. Sirkulasi neonatus

Saat dilahirkan sirkulasi bayi sangat cepat beradaptasi dengan keadaan di luar
rahim akibat pertukaran gas di plasenta yang berpindah menjadi di paru – paru.
Beberapa dari perubahan ini terjadi secara spontan dan bersama dengan pernafasan
pertama yang diambil bayi. Terjadi penurunan ringan tekanan darah sistemik,
kemudian tekanan darah naik dengan semakin bertambahnya umur. Frekuensi
jantung melambat sebagai akibat respons baroreseptor pada kenaikan tahanan
vaskuler sistemik bila sirkulasi plasenta dihilangkan. Rata - rata tekanan aorta sentral
pada neonatus cukup bulan adalah 75/50 mmHg.6,8,10

Pada neonatus yang normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan


tekanan darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan
ventrikel kanan. Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler
pulmonal akan lebih banyak akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal,
termasuk penipisan otot polos pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh
darah baru. Penurunan tekanan vaskuler ini mempengaruhi gejala klinis pada
penyakit jantung kongenital yang bergantung pada perdarahan sistemik.8,10

7
2.3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

2.3.1. Definisi PDA

Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan kongenital yang termasuk


dalam salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) yang ditandai dengan kegagalan
duktus arteriosus untuk menutup setelah kelahiran. 1 Duktus arteriosus, pada keadaan
normal, akan menutup sesaat hingga satu hari setelah bayi dilahirkan. 2,3 Secara
fungsional, duktus arteriosus menutup pada sekitar 90% bayi cukup bulan dalam 48
jam setelah lahir. Secara persisten, beberapa intermiten, terbukanya duktus hingga
selama sepuluh hari setelah kelahiran ditemukan pada pasien dengan kelainan
sirkulasi dan ventilasi, bahkan periode patensi yang lebih lama banyak ditemukan
pada bayi prematur.1-6

2.3.2. Epidemiologi PDA

PDA merupakan kelainan jantung tersering pada neonatus.4 Saat ini, kejadian
PDA meliputi 6% - 11% dari semua kejadian kelainan kongenital. 1 Insiden PDA
bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Sebagian besar bayi yang mengalami PDA
yaitu mencapai 70% merupakan bayi prematur dengan usia kehamilan kurang dari
28 minggu.5 PDA dilaporkan terjadi pada 1 per 2000 kelahiran pada bayi cukup
bulan dan kejadiannya meningkat menjadi 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
kurang bulan terutama dengan berat lahir rendah. 1,2 Penelitian yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di Indonesia, menunjukkan bahwa PDA menempati urutan ke 3
kasus PJB terbanyak yaitu mencapai 32% total kasus PJB. 7 Berdasarkan jenis
kelamin, wanita memiliki kecendrungan mengalami PDA 2-3 kali lipat lebih tinggi.8

Terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan
insidensi PDA. Berdasarkan berat badan lahir, PDA terdapat pada 80% bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 1.200gram, dibandingkan dengan 40% pada bayi
dengan berat badan kurang dari 2.000 gram. PDA simptomatik ditemukan terdapat
pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram.6

8
2.3.3. Faktor risiko PDA

Faktor – faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya duktus


arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan neonatus belum diketahui secara
pasti. Namun prematuriras sudah secara jelas meningkatkan insiden PDA, hal ini
diakibatkan faktor fisiologis yang lebih berhubungan dengan prematuritas daripada
kelainan duktus itu sendiri. Pada bayi cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi
secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang menunjukkan bahwa
faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan PDA. PDA Terdapat beberapa
sindroma genetik tertentu yang memiliki kecendrungan menderita PDA, kelainan
kromosom yang telah diketahui seperti trisomi 21 dan sindroma 4p, mutasi gen
tunggal seperti Carpenter syndrome dan Holt-Oram syndrome, mutasi terkait
kromosom X seperti inkontinensia pigmenti.2,,6,8

Selain itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan
berperan pada beberapa kasus. Korioaminitis dan infeksi rubela pada kehamilan
trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan
kejadian PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan faktor
lingkungan lain seperti fetal valproate syndrome.8,11

2.3.4. Patofisiologi PDA

Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru-paru janin yang saat itu tidak berfungsi sebagai tempat pertukaran
udara melalui hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens
proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan konsentrasi
oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta
desendens dan menuju plasenta, tempat terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran,
kirakira 90% curah ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus

9
arteriosus pada bayi kurang bulan berhubungan dengan angka morbiditas yang
signifikan, termasuk gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup
dalam 24-72 jam dan akan menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup
bulan.8,12

Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi


kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi PGE2, penurunan
resepetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding
pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin
dan nitrit oksida di dalam dinding duktus.2,4

Patensi dari duktus arteriosus biasanya dipengaruhi oleh tekanan oksigen


janin yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme
asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2 yang menghasilkan
relaksasi otot duktus. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi
reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor
prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan miosin rantai
ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus. Selain
itu, pada bayi kurang bulan konstriksi yang terjadi pada otot duktus tidak cukup kuat.
Sehingga pada bayi kurang bulan tidak tercapai hipoksia otot polos, yang merupakan
hal utama dalam merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk
penutupan permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida
yang berasal dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus yang cukup bulan,
sehingga menyebabkan resistensi penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang
bulan.6,8,12

2.3.5. Manifestasi Klinis dan Klasifikasi PDA

Klinis pasien dengan PDA sangat bervariasi dari sama sekali tidak
menimbulkan gejala atau asimptomatis hingga muncul dengan gejala gagal jantung

10
berat atau sindroma Eisenmenger. Pada pasien usia anak sebagian besar bersifat
asimptomatis ataupun muncul gejala tidak spesifik dan menyerupai penyakit lain,
seperti gagal tumbuh, mudah lelah, infeksi berulang, dan dyspnea on effort. Pada
pasien anak, orang tua pasien biasanya melaporkan anak yang sulit makan dan
takipnea. Walaupun sebagian besar pasien dapat mengkompensasi pirau kiri ke
kanan sedang, dan asimptomatis selama masa anak-anak, beberapa tahun setelahnya
mungkin akan dijumpai gagal jantung kongestif kronis akibat volume overload.
Sehingga pada usia lebih dewasa dapat terjadi sinkop, sesak napas, hingga angina.8,13

Pemeriksaan fisik pada PDA mungkin belum menemukan murmur yang


terdengar pada beberapa hari setelah dilahirkan karena tekanan arteri pulmoner masih
tinggi. Ketika resistensi arteri pulmoner menurun, pirau kiri ke kanan terjadi dan
murmur dapat terdengar jelas. Tanda klinis yang khas pada PDA tersebut adalah
ditemukannya murmur kontinyu pada upper left sternal border, yang disebut dengan
istilah murmur “machinery”, dapat pula teraba thrill. Tanda klinis lain yang dapat
menyertai diantaranya nadi kuat, cepat (bounding), atau terkadang collaps; pulse
pressure melebar > 25mmHg; systolic ejection click; murmur diastolik (pada lokasi
katup mitral); keringat berlebih; takipnea; takikardia; hingga rales pada gagal jantung
berat. Sedangkan tanda klinis yang dapat dijumpai pada pirau kanan ke kiri
diantaranya sianosis (terutama ekstrimitas bawah), clubbing finger, murmur diastolik
Graham-Steell, teraba serta heave ventrikel kanan Tanda gagal jantung kongestif
seperti edema, penurunan urine output, ataupun hyperactive precordium dapat
dijumpai.13

Secara spesifik, manifestasi klinis PDA berdasarkan derajat keparahan


patensinya diklasifikasikan menjadi PDA kecil, PDA sedang, PDA besar, dan PDA
besar dengan hipertensi pulmonal.6 PDA kecil (diameter <1,5mm) biasanya tidak
memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas normal. Jantung tidak
membesar. Kadang teraba getaran bising (thrill) di sela iga II kiri sternum. Pada
auskultasi terdengar murmur machinery kontinyu, di daerah subklavikula kiri. Bila
telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan murmur

11
diastolik melemah hingga menghilang. PDA sedang / moderat (diameter 1,5-2,0mm)
biasanya timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak
berat. Pasien mengalami kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas,
namun biasanya berat badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah
tetapi masih dapat mengikuti permainan. PDA besar (diameter >2,0mm)
menunjukkan gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya, sulit
makan dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak
sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila
minum. PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal
akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini
dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada
tahun ke-2 dan ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya
ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.6,13,14

2.3.6. Diagnosis PDA

Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA berupa


analisa gas darah, radiologi dan elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan baku emas
adalah ekokardiografi. Pemeriksaan tambahan lain seperti biomarker B-type
natriuretic peptide (BNP), Aminoterminal B-type natriuretic peptide (NT-proBNP),
Cardiac troponin T (cTnT), Urinary NT-proBNP/creatinine ratios juga disebutkan
dalam beberapa literatur.4,13

Pemeriksaan radiologi bukan merupakan pemeriksaan utama pada PDA


karena spesifitasnya kecil. Pada PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran
defeknya serta efek yang telah ditimbulkan oleh PDA seperti gambaran gagal
jantung. Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya
besar baik atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar.4

EKG tidak selalu berguna dalam diagnosis PDA, lebih sering digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa banding atau menilai keparahan efek

12
PDA yang berkembang. EKG pada bayi biasanya normal, dan pada anak ataupun
dewasa dapat dijumpai hipertrofi ventrikel dan atau atrium kiri. 4,13 Pada pasien
dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel dapat tergambarkan melalui EKG atau dapat juga
terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja. Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat
dilihat visualisasi secara langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi
secara langsung drajat dari defek tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek
PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi
jika sudah terjadi pirau dari kiri ke kanan. Hal-hal yang dapat dinilai melalui
ekokardiografi diantaranya patensi ductus, kecepatan/pola aliran, diameter duktus
(>1.5mm dalam 30jam pertama), LA volume load (rasio LA: Ao >1.5), rasio
LVEDD:Aortic > 2.0, LV output, LV function, aliran diastolik pada aorta desenden,
dan aliran diastolik pada pembuluh mesentrika atau coeliac.4,13

Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi jantung hanya dilakukan bila terdapat


hipertensi pulmonal, yaitu dimana Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran
diastolik. Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis.
Bila tekanan di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan
menutup PDA dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk
mengevaluasi fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum
ventrikel atau kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan
ekokardiografi.6,14

2.3.7. Penatalaksanaan PDA

Pendekatan terapi PDA terbagi menjadi dua fokus yaitu suportif untuk
mengatasi gejala dan stabilisasi awal serta kausal untuk memperkecil ukuran duktus
atau melakukan penutupan duktus. Managemen yang dapat dilakukan untuk
menangani PDA diantaranya: 4,14

A. Restriksi Cairan

13
1. Regimen cairan <169 mL/kg/hari padahari ke-3 dapat mengurangi gejala PDA

2. Tidak terdapat bukti bahwa restriksi cairan mampu menutup PDA

3. Restriksi cairan disesuaikan jika terjadi gagal jantung kongestif

B. Diuretik

1. Furosemide

a. Bukti terbatas, kecuali pada kondisi gagal jantung kongestif

b. Memperbaiki pulmonary dynamics dalam 24 jam

2. Chlorothiazide

a. Bukti terbatas, kecuali pada kondisi gagal jantung kongestif

b. Temporizing measure

C. Ventilasi

1. Meningkatkan rerata Pāw (PIP)

2. Meningkatkan PEEP

D. Penutupan PDA

Terdapat beberapa jenis modalitas yang dapat dilakukan untuk menutup


PDA, yaitu terapi medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara
transkateter.

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil,
dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup.
a. Indometasin
Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah indometasin, yang
merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif
mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas
pada bayi kurang bulan dan menurun seiring menigkatnya usia paska
kelahiran. Efeknya terbatas pada 2–4 minggu awal kehidupan. Saat ini

14
sulit didapatkan. Penutupan terjadi hampir 79% namun kekambuhan
mencapai 33% dengan obat tersebut. Efek samping yang dilaporkan
berupa disfungsi renal, iskemia usus, dan gangguan agregasi platelet.
Sebelum pemberian indometasin perlu diperhatikan beberapa hal seperti
fungsi ginjal yang baik (SC<1,3mg/dL), tidak terdapat trombositopenia
(PLT> 50.000/mm3), ataupun tidak terdapat hyperbilirubinemia yang
signifikan. Dosis anjuran 0,2 mg/kg × 2–3 dosis atau 0,1 mg/kg/hari × 6
dosis (oral, IV, per rektal).4,14
b. Ibuprofen
Obat yang kedua adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX
yang berefek pada penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan
bahwa ibuprofen memiliki efek yang sama dengan indometasin pada
pengobatan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan dan memiliki efek
samping jangka pendek yang lebih rendah karena ibuprofen tidak
mengganggu perfusi serebral, renal, ataupun usus. Dosis anjuran 10
mg/kg loading dose dilanjutkan 5 mg/kg pada jam ke 24 dan 48 (IV atau
oral).4,14
c. Paracertamol (Acetamiophen)
Parasetamol baru-baru ini menjadi penting sebagai pengobatan alternatif
PDA karena kegagalan terapi dan efek samping potensial dari
indometasin ataupn ibuprofen. Parasetamol umumnya tidak digunakan
sebagai obat pilihan tetapi sebagai obat tambahan dalam kasus di mana
penghambat COX tidak efektif atau kontraindikasi, Parasetamol diduga
berefek pada PDA melalui penghambatan peroxidase-mediated, konversi
prostaglandin G2 menjadi prostaglandin H2. Data senyawa
farmakokinetik atau rute dan dosis pemberian belum diteliti dengan baik.
Efek samping yang dapat terjadi diantaranya hepatotoksisitas. Masih
belum dibuktikan sebagai pengobatan yang efektif pada PDA, namun
nampak menjanjikan. Dosis yang dianjurkan 15 mg/kg/kali, setiap 6 jam
selama 3 hari.14

15
2. Bedah
Terapi melalui tindakan pembedahan hanya dilakukan berdasarkan
atas beberapa indikasi. Hal tersebut karena kekhawatiran tentang
pneumotoraks, chylothorax, kelumpuhan pita suara, disfungsi ventrikel kiri
pasca ligasi, BPD, retinopati, dan hasil perkembangan saraf yang merugikan
setelah operasi, ligasi bedah PDA hanya dilakukan pada pasien ketika
perawatan medis gagal dan jika pasien membutuhkan dukungan pernapasan
yang luas atau tidak dapat disapih dari ventilator.14
Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah untuk
mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan
PDA sedang sampai besar, penutupan dilakukan untuk menangani gagal
jantung kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila
diagnosis PDA telah ditegakkan dan terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan dengan cukup namun belum memberikan hasil yang baik,
penangan bedah harus segera dilakukan. Hal tersebut karena angka kematian
kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa
pembedahan lebih besar. Hipertensi pulmonal bukan merupakan
kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat dilakukan pada
kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih dominan dari kiri ke kanan dan
bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.6,14
3. Transkateter
Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi
banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien
dengan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau
kiri ke kanan dengan hipertensi pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan
dengan kondisi khusus. Coil dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara
transkateter yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.4,6,14

16
2.3.8. Komplikasi PDA

Komplikasi yang dapat terjadi akibat PDA diantaranya gagal jantung kiri,
hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal jantung kanan, sindroma Eisenmenger,
bakterial endokarditis, iskemia miokardium, serta nekrosis enterokolitis.

Intoleransi dari pemberian makanan secara enternal dan nekrosis enterokolitis


juga sering terjadi pada bayi kurang bulan. Sebagaimana disebutkan di atas, insidensi
pada kondisi ini tampaknya terkait dengan penurunan aliran darah gastrointestinal,
dimana telat diteliti pada domba yang menderita PDA. Insiden nekrosis enterikolitis
menurun secara signifikan pada bayi yang duktus arteriosusnya telah menutup.

Bayi dengan PDA yang besar meningkatkan tekanan arteri pulmonal, dan jika
terdapat perpindahan aliran darah dari kiri ke kanan dalam jumlah yang besar,
tekanan atrium kiri dan vena pulmonal akan meningkat, maka akan meningkatkan
transudasi cairan ke jaringan paru dan alveolus. Telah diusulkan bahwa faktor-faktor
ini berkontribusi pada kerusakan paru yang kemudian dapat menjadi penyakit paru
kronis atau displasia bronkopulmoner. Penutupan yang cepat pada PDA secara
signifikan menurunkan risiko displasia bronkopulmoner.6,14

2.3.9. Prognosis PDA

Sebelum usia 3 bulan, penutupan PDA pada bayi terjadi pada 75% kasus
preterm dan 40% kasus aterm. Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai
sedang biasanya dapat bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga
sampai empat dekade kehidupan biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak
nafas bila beraktifitas dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut
merupakan konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif.

Penutupan PDA secara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun.
Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan
secara spontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai
komplikasi yang paling berpotensi.

17
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal
tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan,
pneumonia yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA
dengan defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi
penutupan PDA segera.6

18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : KMW

Umur : 0 Tahun 4 Bulan 12 hari

Tanggal Lahir : 3 April 2019

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Konghucu

Alamat : Br. Telabah Sukawati Gianyar

No. RM : 19030884

Tanggal MRS : 9 Agustus 2019 pukul 09.14 WITA

Tanggal Pemeriksaan : 9 Agustus 2019 pukul 23.50 WITA

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Sesak napas.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Triage Anak UGD RSUP Sanglah diantar oleh kedua
orangtua. Pasien dikeluhan tampak sesak, gelisah, dan pucat sejak tadi pagi
yang dikatakan semakin memberat. Pasien dengan riwayat baru pulang dari
rumah sakit tanggal 1 Agustus dengan perawatan gagal jantung berat. Pasien
nampak bernapas sangat cepat, terdapat retraksi pada dinding dada dan
gerakan cuping hidung. Pasien dirasakan mulai demam bersamaan sejak
mulai tampak gelisah pada siang hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien

19
tidak ada BAB cair, muntah, batuk, ataupun pilek. Saat ini pasien sedang
menjalani perawatan nutrisi karena mengalami gagal tumbuh. Pasien minum
dibatasi dengan pemberian susu lactogen 30 ml setiap 2 jam.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat terdiagnosa gagal jantung berat, moderate PDA, gagal


tumbuh sejak bulan Juli 2019. Pasien terakhir rawat inap di RSUP Sanglah
tanggal 25 Juli 2019 hingga 1 Agustus 2019.

3.2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Orang tua pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Ibu
pasien tidak memiliki riwayat penyakit infeksi ataupun pengobatan lain
selama kehamilan. Riwayat penyakit sistemik seperti tekanan darah tinggi,
kencing manis, keganasan, asma, penyakit jantung, ataupun lainnya pada
keluarga disangkal.

3.2.5 Riwayat Pengobatan

Saat rawat inap sebelumnya pasien mendapatkan obat diantaranya


furosemide (3x2mg), captopril (3x1mg), spironolakton (2x3,125mg), dan
digoxin (2x20mcg) yang masih dikonsumsi hingga saat ini.

3.2.6 Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien


dikatakan sehat. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di Gianyar.
Pasien adalah anak yang lahir dari ibu yang berumur 32 tahun serta ayah
yang berumur 35 tahun. Status ekonomi keluarga pasien dikatakan cukup.
Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga, bapak pasien bekerja sebagai seorang

20
tukang bangunan. Pasien memiliki BPJS untuk asuransi kesehatannya.
Keluarga pasien tidak memelihara anjing, kucing, ataupun hewan lain.

3.2.7 Riwayat Persalinan

Selama kehamilan dikatakan ibu pasien tidak pernah menderita


penyakit maupun konsumsi obat-obatan. Pasien lahir secara per vaginam
ditolong oleh bidan, pasien hanya memeriksakan kehamilannya pada bidan,
pada saat lahir pasien segera menangis, berat badan lahir 3.300 gram,
panjang badan dan lingkar kepala dikatakan lupa oleh ibu pasien.

3.2.8 Riwayat Imunisasi

Pasien sudah dilakukan pemberian imunisasi dasar, yaitu imunisasi:


BCG :
Suda
h
Polio : 1
kali
Hepatitis B : 1
kali
DPT : 1
kali
Campak :
belu
m
MR : belum
JE : belum

Kesan imunisasi pada pasien sudah lengkap berdasarkan usia pasien


sesuai dengan ketentuan imunisasi dasar yang berlaku berdasarkan
KEMENKES Tahun 2017.

21
3.2.9 Riwayat Nutrisi
a. ASI : Eksklusif on demand
Susu formula on demand
b. Minum sejak : Minum dibatasi dengan pemberian
sakit susu lactogen 30 ml setiap 2 jam.
c. Kesan : Intake cukup

3.2.10 Riwayat Tumbuh Kembang (Personal Sosial)

Pasien sudah bisa menegakkan kepala sejak usia 3 bulan. Saat ini
pasien belum bisa membalikkan badan.

3.2.10 Riwayat Alergi, Operasi dan Transfusi

Pasien dikatakan selama ini tidak memiliki riwayat alergi makanan


maupun obat-obatan. Pada keluarga pasien, baik ayah, ibu maupun kakak
pasien juga dikatakan tidak ada yang memiliki alergi terhadap makanan
maupun obat-obat. Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya.
Pasien pernah mendapatkan transfusi darah dan tidak terdapat reaksi
transfusi yang terjadi.

3.2 Pemeriksaan Fisik


3.2.1 Status present
- Keadaan : Sakit berat
Umum
- Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4V5M6)
- Nadi : 168 x/menit regular, kuat angkat
- Respirasi : 78 x/menit regular, tipe
thorakoabdominal
- Temp Aksila : 37° C
- Skala nyeri :4
- Saturasi Oksigen: 98% dengan oksigen nasal kanul 2 lpm

22
3.2.2 Status antropometri
- BB lahir : 3.300 gram

- BB sekarang : 3.700 gram -BB/TB : (-3) SD


- PB lahir :- -BB/U : < (-3) SD
- PB sekarang : 53 cm -TB/U : < (-3) SD
- BB ideal : 4.000 gram

- Waterlow : 93% (Gizi Baik)

- Kebutuhan Kalori : 480 kkal/hari

Protein : 10 gram/hari

Cairan : 370 ml/hari

3.2.3 Status general

- Kepala : Normosefali, UUB terbuka cekung


- Wajah : Normal
- Mata : Konjungtiva pucat (+), Sekret (-), Sclera ikterik (+),
Pupil isokor(+), Refleks cahaya(+/+), edema palpebra(-)
- THT :
Telinga : Bentuk normal, Sekret (-)
Hidung : Sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Mulut : Lidah sianosis (-), Bibir sianosis (-), makroglossia
(-)
: Pembesaran kelenjar getah bening (-) Kaku kuduk
Leher (-),
JVP tidak diukur

- Thorax : Simetris saat dinamis dan statis


Cor

Inspeksi : Precordial bulging (-), Ictus kordis tidak terlihat

23
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : S1 S2 normal regular, murmur kontinyu di ICS II PSL (S)


grade III/6

Pulmo

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis.


Retraksi subcostal, suprasternal, dan intercostal
Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis

Perkusi : Suara sonor +/+

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler +/+, rales -/-, wheezing -/-

- Abdomen :
Inspeksi : Distensi abdomen ( - ), asites (-)
-
Auskulta : Bising usus (+) normal
si
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Hepar teraba 3cm di bawah processus xyphoideus
turgor kembali lambat. Massa (-)

- Ektremitas : Akral hangat +/+, edema - / - , CRT < 2 detik

- Kulit : Peteki (-), sianosis (-), ikterus (-)

- Genitalia : Laki-laki, G1P1


3.2.4 Pemeriksaan Khusus

Ross Score (Clasification Heart Failure) = 10


Retraksi :2
Sesak :2
Diaphoresis :2
Hepatomegali : 1

24
Laju Respirasi : 2
Denyut Jantung: 1

3.3 Pemeriksaan Penunjang

3.3.1 Darah Lengkap (10 Agustus 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

HGB 7.78 14.5-22.5 g/dL


HCT 24.8 45.00-67.00
PLT 608.4 140-440 x 10µ/µL
WBC 6.87 9.10-34.00 x10µ/µL
NE% 3.50 18.30 – 47.10
EO% 0.0 – 5.0
BA% 0.0 – 0.70
NE# 1.10 – 6.60
LY# 2.47 1.80 – 9.00
MO# 0.00 – 1.00
EO# 0.00 – 0.70
BA# 0.0 – 0.10
MCV 66.42 78.0 – 102.0
MCH 20.83 25.0 – 35.0
MCHC 31 – 36
RDW 20.52 11.6 – 18.7
MPV 6.80 – 10.0
LY% 37.01 30.00 – 64.30
MO% 0.0 – 7.10

25
RBC 3.37 4.10 – 5.3

3.3.2 Analisa Gas Darah dan Elektrolit (10 Agustus 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


pH 7.38
PCO2 61.7
PO2 173.0
BE 10.5
HCO3 35.6
SO2 99.1
TCO2 37.5
Na 139
K 5.03
Cl 94.8
Ca 10

3.3.3 EKG ( 2 Juli 2019)

Result :

Heart Rate : 153 x/menit  Sinus Tachycardia


PR Interval : 74 ms
QRS Duration : 96 ms
Axis : Right axis deviation  Biventricular Hypertrophy
probable RVH
ST segment : Abnormal  possible subendocardial ischemia

26
3.3.4 Echocardiography ( 23 Agustus 2019)

27
Clinical Finding:
2nd echo with large tubular PDA type C post PDA occlusion with ADO-I no
12/10mm and with Tyshak balloon no 10x30mm, 22th August 2019 (ref PICU):

28
Atrial situs solitus, normal systemic & pulmonal veins drain, AV-VA
concordant, LAE/LVE, LA/Ao ratio 1.86, Ao 1.0cm, not measured CO, no VSD, post
PDA occlusion (device in site well seated, mild residual PDA with diameter
1.65mm, no Dao/LPA obstruction), left aortic arch, no pericardial effusion, normal
LV and RV systolic function (EF teach 59%), mild PR.
Echo Summary
Results: Tiny residual PDA, Mild PR
Re-echo 1 month later (September 2019)

3.4 Diagnosis Kerja

1. Gagal Jantung Berat et causa moderate PDA


2. Anemia sedang hipokromik mikrositer et causa suspek anemia defisiensi
besi dd/ penyakit kronis
3. Gagal tumbuh

3.5 Penatalaksanaan
3.5.1 Planning Terapi
1. MRS Intermediate Ward
2. Oksigen nasal kanul 1-2 lpm
3. Transfusi PRC 2x35ml dengan premedikasi furosemid IV 4 mg target
Hb 12
4. Kebutuhan cairan 370ml/hari ~ mampu minum sepenuhnya ~ SF 30ml
tiap 2 jam
5. Kebutuhan kalori 480kkal/hari; protein 10gram/hari
6. Dopamin 30mg/kgBB ~ 111mg dalam D5% 50ml ~ 7mcq/kg/menit
7. Furosemid 1mg/kgBB/kali ~ 4 mg tiap 8 jam (IV)
8. Spironolakton 3,125mg tiap 12 jam (Oral)
9. Captopril 1mg tiap 8 jam (oral)

29
3.5.2 Planning Diagnosis

1. Pemeriksaan SI, TIBC, Feritin ~ untuk penelusuran defisiensi besi


2. Konsul TS Kardiologi
3. Konsul TS NPM
4. Cek Darah Lengkap post Transfusi

3.6. Prognosis

Ad Vitam : Dubius ad bonam


Ad Functionam : Dubius
Ad Sanationam : Dubius

3.7. Follow Up

10 Juli 2019

S : Sesak membaik dengan perubahan posisi

O : Status Present

GCS : E4V5M6

RR : 46x/menit

SaO2 : 96% dengan O2 Nasal kanul 2 lpm

Suhu : 37,5ºC

Skor Nyeri :2

Status Generalis

Mata : konjungtiva anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)

30
Thorax : simetris, retraksi dinding dada(+)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur murmur kontinyu di ICS II
parasternal line (S) grade III/6
Pulmo : bronkovesikuler +/+, rales -/-, wheezing --

Abdomen : BU (+) normal, distensi (-)

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik

Lain-lain : tampak berkeringat, produksi urin (+)

Status Antropometri

- BB lahir : 3.300 gram

- BB sekarang : 3.700 gram -BB/TB : (-3) SD


- PB lahir :- -BB/U : < (-3) SD
- PB sekarang : 53 cm -TB/U : < (-3) SD
- BB ideal : 4.000 gram

- Waterlow : 93% (Gizi Baik)

- Kebutuhan Kalori : 480 kkal/hari

Protein : 10 gram/hari

Cairan : 370 ml/hari

A:

Gagal Jantung Berat et causa moderate PDA; Anemia sedang hipokromik


mikrositer et causa suspek anemia defisiensi besi dd/ penyakit kronis; Gagal
tumbuh

31
P:

Terapi : Oksigen nasal kanul 1-2 lpm

Transfusi PRC 2x35ml, premedikasi furosemid IV 4 mg target Hb 12

Kebutuhan cairan 370ml/hari ~ minum sepenuhnya ~ SF 30ml tiap 2 jam

Kebutuhan kalori 480kkal/hari; protein 10gram/hari

Dopamin 30mg/kgBB ~ 111mg dalam D5% 50ml ~ 7mcq/kg/menit

Furosemid 1mg/kgBB/kali ~ 4 mg tiap 8 jam (IV)

Spironolakton 3,125mg tiap 12 jam (Oral)

Captopril 1mg tiap 8 jam (oral)

Monitor : keluhan, tanda vital

Diagnostik: Pemeriksaan SI, TIBC, Feritin ~ untuk penelusuran defisiensi besi;


Konsul TS Kardiologi; Konsul TS NPM; Cek Darah Lengkap post
Transfusi

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung


bawaan (PJB) yang ditandai dengan kegagalan duktus arteriosus untuk menutup
setelah kelahiran.1 Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup sesaat
hingga satu hari setelah bayi dilahirkan.2,3 Secara fungsional, duktus arteriosus
menutup pada sekitar 90% bayi cukup bulan dalam 48 jam setelah lahir. Duktus
arteriosus merupakan struktur normal dan penting bagi janin selama kehidupan
intrauterin, tetapi menjadi abnormal dan memberikan dampak buruk bila tetap
terbuka setelah masa neonatus.3 Walaupun sebagian besar kasus PDA asimptomatis
selama masa anak-anak dan pasien dapat mengkompensasi kondisi tersebut, beberapa
tahun setelahnya mungkin akan dijumpai gagal jantung kongestif kronis akibat
volume overload sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas.13

Pendekatan diagnosis pada PDA meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat digali gejala yang mengarah kepada
PDA seperti gagal tumbuh, mudah lelah, infeksi berulang, dyspnea on effort, serta
gejala-gejala gagal jantung lainnya. Pada kasus, pasien merupakan bayi laki-laki usia
4 bulan 12 hari dikeluhan tampak sesak, gelisah, dan pucat sejak pagi hari. Hal
tersebut telah mengarah pada kelainan jantung. Terlebih lagi didapatkan riwayat
masuk rumah sakit dengan perawatan gagal jantung berat sebelumnya. Pada
anamnesis tidak diperoleh kemungkinan faktor risiko yang menyebabkan PDA,
seperti pasien lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3.300gram, tidak terdapat
riwayat infeksi selama kehamilan, serta tidak terdapat riwayat keluarga dengan
keluhan yang serupa. Menurut literatur, beberapa faktor yang berhubungan dengan
tetap terbukanya duktus arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan diantaranya
bayi prematur, BBLR, riwayat infeksi dalam kehamilan, dan genetik. Terdapat
hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan insidensi PDA.
Berdasarkan berat badan lahir, PDA terdapat pada 80% bayi dengan berat badan lahir

33
kurang dari 1.200gram, dibandingkan dengan 40% pada bayi dengan berat badan
kurang dari 2.000 gram. PDA simptomatik ditemukan terdapat pada 48% bayi
dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram. 6 Pada bayi cukup bulan, kasus
sering muncul terjadi secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan PDA.
Selain itu, faktor lain seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan berperan
pada beberapa kasus. Korioaminitis dan infeksi rubela pada kehamilan trimester
pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan kejadian PDA.6

Klinis pasien dengan PDA sangat bervariasi dari sama sekali tidak
menimbulkan gejala atau asimptomatis hingga muncul dengan gejala gagal jantung
berat atau sindroma Eisenmenger.8,13 Tanda klinis yang khas pada PDA tersebut
adalah ditemukannya murmur kontinyu pada upper left sternal border, yang disebut
dengan istilah murmur “machinery”, dapat pula teraba thrill. Tanda gagal jantung
kongestif seperti edema, penurunan urine output, ataupun hyperactive precordium
dapat dijumpai.13 Pada kasus anak tampak sakit berat, takikardia (168x/menit),
takipnea (78x/menit), terlihat retraksi subcostal, suprasternal, dan intercostal, dan
ditemukan murmur kontinyu di ICS II PSL (S) grade III/6. Ross Score
(Clasification Heart Failure) diperoleh 10 poin (Retraksi : 2; Sesak : 2;
Diaphoresis: 2; Hepatomegali : 1; Laju Respirasi : 2; Denyut Jantung: 1).
Tidak ditemukan tanda kongesti akut seperti edema, rales, ataupun sianosis. Selain
itu pemeriksaan fisik juga menemukan tanda anemia berupa konjungtiva anemis serta
tanda gagal tumbuh yaitu berat badan dan tinggi badan berdasarkan usia berada di
bawah z-score (-3)SD. Kondisi tersebut memang sering dijumpai pada pasien PJB.
Hal tersebut mungkin terjadi akibat penurunan intake kalori, malabsorpsi, dan
peningkatan kebutuhan energi basal pada pasien PDA.15 Menurut penelitian,
penutupan defek secara transkateter pada anak usia <5 tahun dengan PDA
memberikan peningkatan z-score berat badan berdasarkan umur.1

Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA berupa


analisa gas darah, radiologi dan elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan baku emas

34
adalah ekokardiografi. Pemeriksaan tambahan lain seperti biomarker B-type
natriuretic peptide (BNP), Aminoterminal B-type natriuretic peptide (NT-proBNP),
Cardiac troponin T (cTnT), Urinary NT-proBNP/creatinine ratios juga disebutkan
dalam beberapa literatur.4,13 Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada kasus
berupa DL, analisa gas darah, elektrolit, EKG, dan ekokardiografi. Hasil yang
diperoleh dari DL adalah anemia hipokromik mikrositer, hemodilusi, dan
trombositosis. Sedangkan dari analisa gas darah dan elektrolit menunjukkan pH
normal dengan saturasi oksigen baik. Dari EKG menunjukkan sinus takikardi, right
axis deviation (Biventricular Hypertrophy probable RVH Abnormal), perubahan
segmen ST mengarah pada iskemia. Gambaran EKG yang mengarah pada PDA
biasanya dijumpai tanda hipertrofi ventrikel dan atau atrium kiri. Namun pada pasien
dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel dapat tergambarkan melalui EKG yaitu terdapat
Biventricular Hypertrophy.4,13

Pada bayi dengan kecurigaan PDA dapat dilakukan ekokardiografi untuk


mengkonfirmasi diagnosis. Hal-hal yang dapat dinilai melalui ekokardiografi
diantaranya patensi duktus, kecepatan/pola aliran, diameter duktus (>1.5mm dalam
30jam pertama), LA volume load (rasio LA: Ao >1.5), rasio LVEDD:Aortic > 2.0,
LV output, LV function, aliran diastolik pada aorta desenden, dan aliran diastolik
pada pembuluh mesentrika atau seliak.4,13 Pada kasus, hasil ekokardiografi kedua
menunjukkan mild residual PDA (diameter 1.65mm), normal LV dan RV systolic
function (EF teach 59%), mild PR. Pasien tersebut sebelumnya memiliki ukuran
PDA yang besar dan telah menjalani manajemen penutupan dengan ADO-I no
12/10mm and with Tyshak balloon no 10x30mm.

Saat ini diagnosis kerja pada pasien tersebut adalah Gagal Jantung Berat et
causa moderate PDA, Anemia sedang hipokromik mikrositer et causa suspek anemia
defisiensi besi dd/ penyakit kronis, dan Gagal tumbuh. Pasien direncanakn untuk
melakukan ekokardiografi 1 bulan setelah ekokardiografi terakhir untuk pemantauan
respon pengobatan.

35
Pendekatan terapi PDA terbagi menjadi dua fokus yaitu suportif untuk
mengatasi gejala dan stabilisasi awal serta kausal atau definitif untuk memperkecil
ukuran duktus atau melakukan penutupan duktus. Terapi definitf sebelumnya telah
dilakukan, saat ini fokus utama adalah terapi suportif berupa restriksi cairan,
pemberian diuretik, dan inotropik. Berdasarkan planning terapi pada kasus ini
diberikan dopamin 30mg/kgBB ~ 111mg dalam D5% 50ml ~ 7mcq/kg/menit;
furosemid 1mg/kgBB/kali ~ 4 mg tiap 8 jam (IV); spironolakton 3,125mg tiap 12
jam; captopril 1mg tiap 8 jam (oral) serta SF 30ml tiap 2 jam. Untuk mengatasi
kondisi anemia, pasien diberikan transfusi PRC 2x35ml dengan premedikasi
furosemid IV 4 mg (target Hb 12) dan direncanakan pemeriksaan SI, TIBC, serta
Feritin untuk penelusuran defisiensi besi. Selain itu pemberian nutrisi juga penting
diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal. Pada kasus ini nutrisi dan kalori
(480kkal/hari; protein 10gram/hari) yang dibutuhkan seluruhnya dipenuhi melalui
pemberian SF.

Pemantauan jangka panjang pasien dengan PDA tidak hanya melihat


perkembangan gagal jantung yang terjadi, namun diperlukan juga pemantauan
berkala pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan
panjang badan anak. Prognosis PDA secara umum baik, tergantung dari usia,
besarnya defek dan gejala. Penutupan PDA secara sepontan masih dapat terjadi
sampai umur 1 tahun. Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur
1 tahun penutupan secara spontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya
endokarditis sebagai komplikasi yang paling berpotensi. Prognosis untuk pasien
dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal tidak baik dan terjadi
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, pneumonia yang berulang dan
gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA dengan defek besar walaupun
masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan operasi penutupan PDA segera. 6
Prognosis pada pasien ini:

Ad vitam : dubius ad
bonam

36
Ad functionam : dubius
Ad sanationam : dubius

BAB V

SIMPULAN

Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan salah satu penyakit jantung


bawaan (PJB) yang ditandai dengan kegagalan duktus arteriosus untuk menutup
setelah kelahiran yang memberikan dampak buruk berupa gagal jantung kongestif
kronis akibat volume overload, keterlambatan dalam pertumbuhan, pneumonia
berulang, dan komplikasi lainnya yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan baku emas adalah ekokardiografi. Tatalaksana pada PDA
terbagi menjadi dua fokus yaitu suportif untuk mengatasi gejala dan stabilisasi awal
serta definitif untuk penutupan duktus. Prognosis PDA secara umum baik, tergantung
dari usia, besarnya defek dan gejala.
Pada kasus, pasien laki-laki usia 4 bulan 12 hari terdiagnosis Gagal Jantung
Berat et causa moderate PDA, Anemia sedang hipokromik mikrositer et causa
suspek anemia defisiensi besi dd/ penyakit kronis, dan Gagal tumbuh. Terapi definitf
sebelumnya telah dilakukan, saat ini fokus utama adalah terapi suportif berupa
restriksi cairan, pemberian diuretik, inotropik, penanganan anemia, dan gagal
tumbuh. Pemantauan jangka panjang pasien dengan PDA dibutuhkan untuk menilai
perkembangan gagal jantung yang terjadi serta memantau tumbuh kembangnya untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartaty D, Noormanto N, Haksari EL. Pertambahan Berat Badan Pasca

Penutupan Patent Duktus Arteriosus secara Transkateter. Sari Pediatri.

2016;17(3):180-4.

2. Sallmon H, Koehne P, Hansmann G. Recent advances in the treatment of preterm

newborn infants with patent ductus arteriosus. Clinics in perinatology.

2016;43(1):113-29.

3. Celiker A dan Benson DW. Aortopulmonary shunts. Dalam: Moller JH, Hoffman

JI, editor. Pediatric Cardiovascular Medicine. 2nd ed. Oxford: Blackwell’s; 2012:

p.343-353.

4. Wyllie JP. Patent ductus arteriosus. Dalam: Donn SM dan Sinha SK (editor.)

Manual of Neonatal Respiratory Care. Switzerland: Springer; 2017: pp. 673-677.

5. Clyman RI. Patent ductus arteriosus, its treatments, and the risks of pulmonary

morbidity. In Seminars in perinatology. WB Saunders. 2018;42(4):235-242.

6. Amelia P. Patent Ductus Arteriosus (PDA). Makalah Dosen. Sumatera: Repositori

Institusi Universitas Sumatera Utara. 2019. http://repositori.usu.ac.id/handle/

123456789/11568.

7. Hermawan BJ, Hariyanto D, Aprilia D. Profil Penyakit Penyakit Jantung Bawaan

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSUP dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2013–

Desember 2015. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;7(1):142-8.

38
8. Lott JW. Patent Ductus Arteriosus. Dalam: Kenner C, editor. Neonatal Nursing

Care Handbook: An Evidence-Based Approach to Conditions and Procedures.

New York: Springer Publishing Company;2016:p. 67-70.

9. Bö kenkamp R. Developmental Anatomy of The Ductus Arteriosus. Dalam:

Obladen M, Koehne P, penyunting. Interventions for Persisting Ductus Arteriosus

in The Preterm Infant. Heidelberg: Springer Medizin; 2005.p:2-4.

10. Guyton dan Hall. Fetal Physiology and Neonatal Physiology. Dalam: Hall JE.

Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th edition. Philadelphia:

Elsevier Health Sciences. 2015 p.1071-84.

11. Behbodi E, Villamor-Martínez E, Degraeuwe PL, Villamor E. Chorioamnionitis

appears not to be a risk factor for patent ductus arteriosus in preterm infants: a

systematic review and meta-analysis. Scientific reports. 2016;6:379-67.

12. Rios DR, Bhattacharya S, Levy PT, McNamara PJ. Circulatory insufficiency and

hypotension related to the ductus arteriosus in neonates. Frontiers in pediatrics.

2018;15(6):62.

13. Toor H dan Chang FB. Patent Ductus Arteriosus. Dalam: Domino FJ, editor. he

5-Minute Clinical Consult 2011. 6th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins. 2011:p.964-65.

14. Jain A, Shah PS. Diagnosis, evaluation, and management of patent ductus

arteriosus in preterm neonates. JAMA pediatrics. 2015;169(9):863-72.

15. Schwartz S, Olsen M, Woo JG, Madsen N. Congenital heart disease and the

prevalence of underweight and obesity from age 1 to 15 years: data on a

nationwide sample of children. BMJ paediatrics open. 2017;1(1):1-7.

39
40

Anda mungkin juga menyukai