Anda di halaman 1dari 9

Nama: Sulaiman Ramadan Yusuf

NPM: 16700111
Kelas: 2016C
-661-
Konseling dan Edukasi
1. Perlu adanya motivasi dari pasien dan keluarga untuk mengatur diet pasien dan aktivitas fisik
yang sangat membantu keberhasilan terapi.
2. Pasien harus kontrol teratur untuk pemeriksaan kolesterol lengkap untuk melihat target terapi
dan maintenance jika target sudah tercapai.

Kriteria Rujukan
1. Terdapat penyakit komorbid yang harus ditangani oleh spesialis.
2. Terdapat salah satu dari faktor risiko PJK

Peralatan
Pemeriksaan kimia darah
Prognosis
Dengan penatalaksanaan yang tepat maka dapat dicegah terjadinya komplikasi akibat
dislipidemia.
Referensi
1. Azwar, B. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. Medan: FK
USU.2004. (Azwar, 2004)
2. Darey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. 2005. (Darey, 2005)
3. Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.2007. (Ganiswarna, 2007)
4. Sudoyo, A. Setyohadi, B. Alwi, I. Setiati, S.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
FKUI.2009.
5. PERKENI, Konsensus Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2012 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2012)

-662-
8. MALNUTRISI ENERGI PROTEIN (MEP)

No. ICPC II : T91 Vitamin/nutritional deficiency


No. ICD X : E46 Unspecified protein-energy malnutrition
Tingkat Kemampuan 4A

Masalah Kesehatan
MEP adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein umumnya disertai defisiensi
nutrisi lain.
Klasifikasi dari MEP adalah :
1. Kwashiorkor
2. Marasmus
3. Marasmus Kwashiorkor

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Kwashiorkor, dengan keluhan:
− Edema
− Wajah sembab
− Pandangan sayu
− Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa sakit, rontok
− Anak rewel, apatis
2. Marasmus, dengan keluhan:
− Sangat kurus
− Cengeng
− Rewel
− Kulit keriput
3. Marasmus Kwashiorkor, dengan keluhan kombinasi dari ke-2 penyakit tersebut diatas.

Faktor Risiko
Berat badan lahir rendah, HIV, Infeksi TB, pola asuh yang salah

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1. BB/TB < 70% atau < -3SD
2. Marasmus: tampak sangat kurus, tidak ada jaringan lemak bawah kulit, anak tampak tua,
baggy pants appearance.

-663-
3. Kwashiorkor: edema, rambut kuning mudah rontok, crazy pavement dermatosa
4. Tanda dehidrasi
5. Demam
6. Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
7. Sangat pucat
8. Pembesaran hati, ikterus
9. Tanda defisiensi vitamin A pada mata: konjungtiva kering, ulkus kornea, keratomalasia
10. Ulkus pada mulut
11. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: gula darah, Hb, Ht, preparat apusan darah, urin rutin, feses
2. Antropometri
3. Foto toraks
4. Uji tuberkulin

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak
didiagnosis dengan gizi buruk, apabila:
1. BB/TB < -3SD atau 70% dari median (marasmus).
2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau
marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3SD).

Tabel 12.8 KlasifikasiMalnutrisi Energi Protein (MEP)


Kriteria Klinis Antropometri (BB/TB-
PB)
Gizi buruk Tampak sangat kurus dan <-3SD
atau edema pada kedua
punggung kaki atau
seluruh tubuh
Gizi kurang Tampak kurus -3SD < -2SD

-664-
Diagnosis Banding
Komplikasi
Anoreksia, Pneumonia berat, Anemia berat, Infeksi, Dehidrasi berat, Gangguan elektrolit,
Hipoglikemi, Hipotermi, Hiperpireksia, Penurunan kesadaran
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan dan Target Terapi

Gambar 12.4. Langkah penanganan gizi buruk terbagi dalam fase stabilisasidan
rehabilitasi
Penanganan pasien dengan MEP, yaitu:
• Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada saat
pertama kali ditemukan
• Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan.
- Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100 atau makanan
lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak (minyak/santan/margarin).
- Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi):
o 1 minggu pertama pemberian F100.

-665-
O Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan
makanan keluarga.

Kunjungan Rumah
• Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan rumah pada anak gizi buruk rawat jalan,
bila:
- Berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidaknaik atau turun dibandingkan dengan
berat badanpada saat masuk (kecuali anak dengan edema).
- Anak yang 2 kali berturut-turut tidak datang tanpa pemberitahuan
• Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga termasuk
kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasihat sesuai dengan
masalah yang dihadapi.
• Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan membawa kartu status, cheklist kunjungan
rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan.
• Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak yang harus
dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.

Konseling dan Edukasi


• Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuhtentang hasil penilaian pertumbuhan anak.
• Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi.
• Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi.
• Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara menyiapkan
makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau mengganti makanan.
Kriteria Rujukan
1. Bila terjadi komplikasi, seperti: sepsis, dehidrasi berat, anemia berat, penurunan kesadaran
2. Bila terdapat penyakit komorbid, seperti: pneumonia berat

Peralatan
1. Alat pemeriksaan gula darah sederhana
2. Alat pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
3. Skala antropometri
-666-
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam untuk ad vitam, sedangkan untuk quo ad fungsionam dan
sanationam umumnya dubia ad malam.
Referensi
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kemkes
RI. Jakarta. 2011.

M. GINJAL DAN SALURAN KEMIH


1. INFEKSI SALURAN KEMIH
No. ICPC-2 : U71 Cystitis/urinary infection others
No. ICD-10 : N39.0 Urinary tract infection, site not specified
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang sering terjadi pada
perempuan.Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan
uretritis.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pada sistitis akut keluhan berupa:
1. Demam
2. Susah buang air kecil
3. Nyeri saat di akhir BAK (disuria terminal)
4. Sering BAK (frequency)
5. Nokturia
6. Anyang-anyangan (polakisuria)
7. Nyeri suprapubik

Pada pielonefritis akut keluhan dapat juga berupa nyeri pinggang, demam tinggi sampai
menggigil, mual muntah, dan nyeri pada sudut kostovertebra.

-667-
Faktor Risiko
1. Riwayat diabetes melitus
2. Riwayat kencing batu (urolitiasis)
3. Higiene pribadi buruk
4. Riwayat keputihan
5. Kehamilan
6. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi diafragma
8. Kebiasaan menahan kencing
9. Hubungan seksual
10. Anomali struktur saluran kemih

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
1. Demam
2. Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)
3. Nyeri tekan suprapubik

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap
2. Urinalisis
3. Ureum dan kreatinin
4. Kadar gula darah

Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan sekunder) :


1. Urine mikroskopik berupa peningkatan >103 bakteri per lapang pandang
2. Kultur urin (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki riwayat kekambuhan infeksi
salurah kemih atau infeksi dengan komplikasi).

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Recurrent cystitis, Urethritis, Pielonefritis, Bacterial asymptomatic
Komplikasi
Gagal ginjal, Sepsis , ISK berulang atau kronik kekambuhan

-668-
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal.
2. Menjaga higienitas genitalia eksterna
3. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari dengan pilihan antibiotik
sebagai berikut:
a. Trimetoprim sulfametoxazole
b. Fluorikuinolon
c. Amoxicillin-clavulanate
d. Cefpodoxime

Konseling dan Edukasi


Pasien dan keluarga diberikanpemahaman tentang infeksi saluran kemih dan hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain:
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi
saluran kemih yang paling sering adalah karena masuknya flora anus ke kandung kemih
melalui perilaku atau higiene pribadi yang kurang baik. Pada saat pengobatan infeksi saluran
kemih, diharapkan tidak berhubungan seks.
2. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian atas (nyeri pinggang) dan
pentingnya untuk kontrol kembali.
3. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan.
4. Menjaga higiene pribadi dan lingkungan.

Kriteria Rujukan
1. Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan sekunder
2. Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman, terapi antibiotika diperpanjang berdasarkan
antibiotika yang sensitifdengan pemeriksaan kultur urin

Peralatan
Pemeriksaan laboratorium urinalisa
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK dapat berulang atau
menjadi kronis.
Referensi
1. Weiss, Barry.20 Common Problems In Primary Care

-669-
2. Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine. 2011
3. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2009
4. Hooton TM. Uncomplicated urinary tract infection. N Engl J Med 2012;366:1028-37 (Hooton,
2012)

2. PIELONEFRITIS TANPA KOMPLIKASI


No ICPC-2 : U70. Pyelonephritis / pyelitis
No ICD-10 : N10. Acute tubulo-interstitial nephritis (applicable to: acute pyelonephritis)
Tingkat Kemampuan 4A
Masalah Kesehatan
Pielonefritis akut (PNA) tanpa komplikasi adalah peradangan parenkim dan pelvis ginjal yang
berlangsung akut. Tidak ditemukan data yang akurat mengenai tingkat insidens PNA
nonkomplikata di Indonesia. Pielonefritis akut nonkomplikata jauh lebih jarang dibandingkan
sistitis (diperkirakan 1 kasus pielonefritis berbanding 28 kasus sistitis).

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
1. Onset penyakit akut dan timbulnya tiba-tiba dalam beberapa jam atau hari
2. Demam dan menggigil
3. Nyeri pinggang, unilateral atau bilateral
4. Sering disertai gejala sistitis, berupa: frekuensi, nokturia, disuria, urgensi, dan nyeri
suprapubik
5. Kadang disertai pula dengan gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, diare, atau nyeri
perut
Faktor Risiko
Faktor risiko PNA serupa dengan faktor risiko penyakit infeksi saluran kemih lainnya, yaitu:
1. Lebih sering terjadi pada wanita usia subur
2. Sangat jarang terjadi pada pria berusia <50 tahun, kecuali homoseksual
3. Koitus per rektal
4. HIV/AIDS
-670-
5. Adanya penyakit obstruktif urologi yang mendasari misalnya tumor, striktur, batu saluran
kemih, dan pembesaran prostat
6. Pada anak-anakdapat terjadi bila terdapat refluks vesikoureteral

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Tampilan klinis tiap pasien dapat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga menunjukkan tanda
dan gejala menyerupai sepsis. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda di bawah ini:
1. Demam dengan suhu biasanya mencapai >38,5oC
2. Takikardi
3. Nyeri ketok pada sudut kostovertebra, unilateral atau bilateral
4. Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena adanya nyeri tekan dan spasme otot
5. Dapat ditemukan nyeri tekan pada area suprapubik
6. Distensi abdomen dan bising usus menurun (ileus paralitik)

Pemeriksaan Penunjang Sederhana


1. Urinalisis
Urin porsi tengah (mid-stream urine) diambil untuk dilakukan pemeriksaan dip-stick dan
mikroskopik. Temuan yang mengarahkan kepada PNA adalah:
a. Piuria, yaitu jumlah leukosit lebih dari 5 – 10 / lapang pandang besar (LPB) pada
pemeriksaan mikroskopik tanpa / dengan pewarnaan Gram, atau leukosit esterase (LE)
yang positif pada pemeriksaan dengan dip-stick.
b. Silinder leukosit, yang merupakan tanda patognomonik dari PNA, yang dapat ditemukan
pada pemeriksaan mikroskopik tanpa/dengan pewarnaan Gram.
c. Hematuria, yang umumnya mikroskopik, namun dapat pula gross. Hematuria biasanya
muncul pada fase akut dari PNA. Bila hematuria terus terjadi walaupun infeksi telah
tertangani, perlu dipikirkan penyakit lain, seperti batu saluran kemih, tumor, atau
tuberkulosis.
d. Bakteriuria bermakna, yaitu > 104 koloni/ml, yang nampak lewat pemeriksaan mikroskopik
tanpa /dengan pewarnaan Gram. Bakteriuria juga dapat dideteksi lewat adanya nitrit pada
pemeriksaan dengan dip-stick.
2. Kultur urin dan tes sentifitas-resistensi antibiotik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui etiologi dan sebagai pedoman pemberian antibiotik
dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan lanjutan.

Anda mungkin juga menyukai