Anda di halaman 1dari 9

A.

Anatomi Sistem Saraf Pusat

Gambar 2.1. Potongan otak secara sagital


(Sumber: Netter, F.H., 2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. United States of America:
Saunders Elsevier, 105)
Menurut Hansen (2010), otak dan medula spinalis dikelilingi oleh tiga lapisan jaringan
ikat membranosa yang disebut meninges, yang meliputi:
1. Dura mater, yaitu lapisan terluar yang kaya akan serabut saraf sensoris. Dura mater
terutama disarafi oleh cabang-cabang sensoris meningeal dari nervus trigeminus, nervus
vagus, dan saraf-saraf servikal atas. Dura mater juga membentuk lipatan atau lapisan
jaringan ikat tebal yang memisahkan berbagai regio otak seperti falks serebri, falks
serebeli, tentorium serebeli, dan diafragma sella.

2. Araknoid mater, yaitu lapisan di bawah dura mater yang avaskular. Ruang di antara
araknoid mater dan pia mater disebut spatium subarachnoideum dan mengandung cairan
serebrospinalis.

3. Pia mater, yaitu lapisan jaringan ikat yang langsung membungkus otak dan medula
spinalis. Araknoid mater dan pia mater tidak memiliki serabut saraf sensoris.
Bagian yang paling menonjol dari otak manusia adalah hemisfer serebri. Beberapa regio
korteks serebri yang berhubungan dengan fungsi-fungsi spesifik dibagi atas lobus-lobus. Lobus-
lobus tersebut dan fungsinya masing-masing antara lain:
1. Lobus frontal memengaruhi kontrol motorik, kemampuan berbicara ekspresif,
kepribadian, dan hawa nafsu

2. Lobus parietal memengaruhi input sensoris, representasi dan integrasi, serta


kemampuan berbicara reseptif

3. Lobus oksipital memengaruhi input dan pemrosesan penglihatan

4. Lobus temporal memengaruhi input pendengaran dan integrasi ingatan

5. Lobus insula memengaruhi emosi dan fungsi limbik

6. Lobus limbik memengaruhi emosi dan fungsi otonom (Hansen, 2010)


Komponen-komponen otak lainnya antara lain:
1. Talamus merupakan pusat relai di antara area kortikal dan subkortikal.

2. Serebelum mengkoordinasikan aktivitas motorik halus dan memproses posisi otot.

3. Batang otak (otak tengah, pons, dan medula oblongata) menyampaikan informasi
sensoris dan motorik dari somatik dan otonom serta informasi motorik dari pusat yang
lebih tinggi ke target-target perifer (Hansen, 2010).
Otak mengandung empat ventrikel, yaitu dua ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan
keempat yang terletak di sentral. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroideus,
beredar melalui ventrikel-ventrikel, dan kemudian memasuki ruang subaraknoid melalui foramen
Luschka atau foramen Magendie di ventrikel keempat. Otak terutama diperdarahi oleh arteri
vertebral yang berasal dari arteri subklavia, naik melalui foramen transversum dari vertebra C1-
C6, dan memasuki foramen magnum tengkorak; dan arteri karotid internal yang berasal dari
arteri karotis komunis di leher, naik di leher, dan memasuki kanalis karotis dan melintasi
foramen laserum sehingga berakhir sebagai arteri serebral anterior dan medial yang
beranastomosis dengan sirkulus Willisi (Hansen, 2010).
B. Fisiologi Sistem Saraf Pusat
Menurut Sherwood (2011), sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medula spinalis.
Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri dan terpisah dari bagian-bagian otak lain karena
anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis oleh sinaps, dan neuron-neuron di seluruh
otak berkomunikasi secara ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Akan tetapi,
neuron-neuron yang bekerja sama untuk melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam
lokasi yang terpisah. Karena itu, meskipun merupakan suatu keseluruhan yang fungsional, otak
tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan dalam
berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan
evolusi. Medula spinalis memiliki lokasi strategis antara otak dan serat aferen dan eferen
susunan saraf tepi. Lokasi ini memungkinkan medula spinalis memenuhi dua fungsi primernya,
yaitu sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh lainnya dan
mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan
otak. Jenis aktivitas refleks ini disebut refleks spinal (Sherwood, 2011).

KOMPONEN OTAK FUNGSI UTAMA


Korteks serebri
1. Persepsi sensorik
2. Kontrol gerakan sadar
3. Bahasa
4. Sifat kepribadian
5. Proses mental canggih (fungsi
luhur), misalnya berpikir, mengingat,
mengambil keputusan, kreativitas,
dan kesadaran diri

Nukleus basalis
1. Inhibisi tonus otot
2. Koordinasi gerakan lambat,
menetap
3. Menekan pola gerakan yang tidak
bermanfaat
Talamus
1. Stasiun pemancar untuk semua
masukan sinaps
2. Kesadaran kasar akan sensasi
3. Berperan dalam kesadaran
4. Berperan dalam kontrol motorik

Hipotalamus
1. Regulasi banyak fungsi
homeostatik, misalnya kontrol suhu,
haus, pengeluaran urin, dan asupan
makanan
2. Penghubung penting antara sistem
saraf dan endokrin
3. Banyak terlibat dalam emosi dan
pola perilaku dasar

Serebelum
1. Mempertahankan keseimbangan
2. Meningkatkan tonus otot
3. Mengkoordinasikan dan
merencanakan aktivitas otot sadar
terampil

C. Depresi
1. Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan
sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi
dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National
Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi
(World Health Organization, 2010).
2. Epidemiologi Depresi
Pada tahun 2009, American College Health Association-National College Health
Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i dan
mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan depresi (National Institute of
Mental Health, 2010). Selain penelitian diatas, penelitian lain yang melibatkan 1,455
mahasiswa/i juga melaporkan bahwa gejala-gejala depresi muncul ketika memasuki awal
tahun perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut adalah masalah akademik, ekonomi,
kesendirian, dan kesulitan dalam bersosialisasi (Furr, et al, 2001).
Pada penelitian pada mahasiswa/i pada suatu universitas di Boston, dilaporkan bahwa
14% dari 701 mahasiswa/i menunjukkan gejala-gejala signifikan dari depresi, dan
sebagian dari mereka berpotensi untuk mengalami gangguan depresi mayor (USA
TODAY, 2001).
Mahasiswa/i pada tahun pertama perkuliahan cenderung mengalami gangguan
depresi mayor dilaporkan dari suatu penelitian di salah satu universitas Kanada. Pada
penelitian tersebut dilaporkan 7% mahasiswa dan 14% mahasiswi memiliki kriteria-
kriteria yang sesuai dengan gangguan depresi mayor (Price et al, 2006).
3. Etiologi dan Klasifikasi Depresi
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-pasien
dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter
seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan teori utama yang
menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al, 2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
a. Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian
dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2
adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam terjadinya
gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
b. Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan depres,
dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau megakhiri hidupnya
mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar serotonin yang
rendah dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet (Kaplan, et al,
2010).
Penggunaan obat-obatan yang bersifat serotonergik pada pengobatan depresi dan
efektifitas dari obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa adanya suatu teori yang
berkaitan antara gangguan depresi dengan kadar serotonin (Rottenberg, 2010).
3. Gangguan neurotransmitter lainnya
Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan
yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine neurotransmitter.
Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan prekursor untuk pembentukan
Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi
(Kaplan, et al, 2010).
4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam gangguan
mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-hormon
penting yang berperan dalam gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar,
seperti : gangguan tidur, makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan
perasaan senang. 3 komponen penting dalam sistem neuroendokrin yaitu :
hipotalamus, kelenjar pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback
biologis yang secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral
(Kaplan, et al, 2010).
5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,
positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah
menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu dengan gangguan mood.
Area-area tersebut adalah korteks prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior,
dan amygdala. Adanya reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray
matter pada korteks prefrontal, secara partikular pada bagian kiri, ditemukan pada
individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).
Klasifikasi Depresi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1. Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari
nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2
minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-
gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun
atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi
mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas
sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi
mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung
lebih singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:

4. Gangguan depresi psikotik


Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala,
seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).
.Faktor Resiko Depresi
1. Jenis Kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan bahwa
perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial berperan
penting dalam gangguan depresi mayor ini (Kaplan, et al, 2010).
Sebuah diskusi panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association
(APA) menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih
banyaknya jumlah stres yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer (Goleman et
al, (1990) dalam Nevid et al (2005)).
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap
populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7% mengalami gangguan
mood sebelumnya. (Weissman et al, (1991) dalam Barlow (1995)).
Depresi mayor umumnya berkembang pada masa dewasa muda, dengan usia rata-rata
onsetnya adalah pertengahan 20 (APA, (2000) dalam Nevid et al, (2005)). Namun
gangguan tersebut dapat dialami bahkan oleh anak kecil, meski hingga usia 14 tahun
resikonya sangat rendah (Lewinsohn, et al, (1986), Nevid et al, (2005)).
3. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi
mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada kelompok
sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2010). Dari faktor budaya tidak ada seorang
pun mengetahui mengapa depresi telah mengalami peningkatan di banyak budaya, namun
spekulasinya berfokus pada perubahan sosial dan lingkungan, seperti meningkatnya
disintegrasi keluarga karena relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik internal,
serta meningkatnya angka kriminal yang disertai kekerasan, seiring dengan
kemungkinan pemaparan terhadap racun atau virus di lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik (Cross National Colaborative Group,
(1992) dalam Nevid et al, (2003)).

DAPUS

Kaplan, H.I., Sadock B.J. and Grebb J.A. (2010). Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi 2:.Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta
: Bina Rupa Aksara.

National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students. NIMH:
1-8.

WHO. 2010. Depression. World Health Organization

Rottenberg J., 2010. The Serotonin Theory of Depression Is Collapsing, Pyschology Today: 11-
12

Nevid, J.S., 2003. Abnormal Psychology in a Changing World. (5th ed.) Upper
Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Hansen, Heimgartner dan Linden A. 2002. Identification Reaction. Zurich: UoZ


Press.

Anda mungkin juga menyukai