Anda di halaman 1dari 4

A.

TEORI ISLAM NUSANTARA

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamiin yang bersifat universal. Artinya, misi dan ajaran
Islam tidak hanya ditujukan kepada satu kelompok atau negara, melainkan seluruh umat
manusia, bahkan jagat raya. Namun demikian, pemaknaan universalitas Islam dalam kalangan
umat muslim sendiri tidak seragam. Ada kelompok yang mendefinisikan bahwa ajaran Islam
yang dibawa Nabi Muhammad yang nota-bene berbudaya Arab adalah final, sehingga harus
diikuti sebagaimana adanya. Ada pula kelompok yang memaknai universalitas ajaran Islam
sebagai yang tidak terbatas pada waktu dan tempat, sehingga bisa masuk ke budaya apapun.
Kelompok pertama berambisi menyeragamkan seluruh budaya yang ada di dunia menjadi
satu, sebagaimana yang dipraktekkan Nabi Muhammad. Budaya yang berbeda dianggap bukan
sebagai bagian dari Islam. Kelompok ini disebut kelompok fundamentalis (Kasdi 2000, 20).
Sementara kelompok kedua menginginkan Islam dihadirkan sebagai nilai yang bisa
memengaruhi seluruh budaya yang ada. Islam terletak pada nilai, bukan bentuk fisik dari
budaya itu. Kelompok ini disebut kelompok substantif. Ada satu lagi kelompok yang
menengahi keduanya, yang menyatakan, bahwa ada dari sisi Islam yang bersifat substantif, dan
ada pula yang literal.

Kehadiran wacana Islam Nusantara (IN) tidak terlepas dari pertarungan tiga kelompok di
atas. IN ingin memosisikan diri pada kelompok ketiga. Ia muncul akibat “kegagalan” kelompok
pertama yang menghadirkan wajah Islam tidak ramah dan cenderung memaksakan kepada
budaya lain, bahkan menggunakan kekerasan dalam mendakwahkan Islam. Begitu juga
kelompok kedua yang dianggap mendistorsi ajaran Islam.

B. RELEVANSI ISLAM NUSANTARA

Islam dengan kekerasan tidak lagi relevan terhadap konteks kedewasaan Islam hari ini. Banyak

sekali yang keliru memaknai Islam sebagai agama yang menjunjung kekerasan dan membatasi

agama lain untuk berpandangan tentang perbedaan persepsi. Maka tidak heran, jika pandangan

tersebut mengaburkan Islam secara fitrah.


Islam memang turun di Makkah, dengan bahasa arab sebagai perantaranya. Namun, hadirnya

Islam tidak harus mengubah budaya yang sudah ada di setiap daerah atau wilayah. Bukan untuk

mengubah saya jadi ana, kamu jadi antum dan sebagainya. Jangan salah untuk memaknai hal

tersebut, apa yang sudah ada saat ini merupakan anugerah yang tuhan berikan kepada kita

(bangsa Indonesia).

KH Hasyim Asy’ari, KH Abdurrahman Wahid dan ulama lainnya mereka belajar dan

memperdalam ilmu agama di Timur Tengah. Setelahnya pulang, mereka lantas tidak

menggembor-gemborkan budaya yang ada di Timur Tengah untuk diterapkan di Indonesia.

Mereka paham betul, untuk memaknai antara kebudayaan Islam dan membudayakan Islam.

Membudayakan Islam disini dimaknai sebagai upaya untuk membudayakan sesuatu hal dengan

konsep serba islami. Apa-apa harus Islam, kalau tidak Islam maka kafir dan sebagainya.

Maka dari itu, kita harus paham betul memaknai Islam secara konteks kewilayahan. Islam

Indonesia adalah solusi konkret yang perlu dikembangkan di Indonesia bukan yang lainnya. Hal

ini senada dengan Masdar F Mas`udi yang mengatakan praktik keislaman nusantara akan

menjadi model dunia sebab dunia sedang terbakar karena agama.

Yang jelas, hal itu ada di tangan umat Islam di Indonesia saat ini. Apakah mampu untuk

menerima kondisi multikultural, multireligiusitas sebagai bentuk keterbukaan umat Islam untuk

menerima keanekaragaman dan sebagainya, atau justru sebaliknya. Agama minoritas tidak untuk

dikucilan oleh yang mayoritas. Begitu pula agama mayoritas tidak untuk menindas yang

minoritas. Kekayaan agama ini merupakan bahtera hidup dalam beragama secara berdampingan

bukan permusuhan.

Jikalau agama mayoritas tidak mampu untuk menghargai yang minoritas maka ada tanda tanya

besar terhadap Islam Nusantara. Bagaimana tidak, kaum muslim Indonesia secara politik
multikultural akan dipersoalkan. Karena menganggap agama minoritas sebagai kelompok yang

disisihkan.

“Islam hari ini harus memberi rahmat bagi sekelilingnya, tidak menjadi penghambat bagi proses

berjalannya masyarakat lintas agama. Karena, secara hakekatnya Islam itu agama yang menjadi

tauladan bagi yang memaknainya”

C. PENDAPAT SYAA TENTANG ISLAM NUSANTAR

Hadirnya islam nusantara merupakan suatu solusi tentang kesalahpahaman dari kalangan

masyarakat tentang islam itu sendiri. Hadirnya islam nuasnatara bukan berarti mengubah islam

menjadi islam yang Indonesia atau islam yang kental dengan budaya suatu daerah, namun islam

nusantar hadir untuk memberikn warna baru atau islamisasi budaya karna hadirnya multi cultural

menjadi masalah terbesar bagi umat islam itu sendiri sehingga harapannya hadirnya islam

nusantara memberikan warna baru bagi islam di Indonesia serta bagi budaya suatu daerah.

Islam nusantara hadir bukan berarti mengubah islam nenurut budaya masing-masing

daerah namun islam nusantara hadir untuk mengislamisasi budaya dengan cara tidak
menghilngkan nilai budaya juga tidak menghilngkan nilai islam ke nilai budaya melainkan

mengombinasi keduanya agar bisa jalan selaras sehingga islam di Indonesia lebih berkembangan

dengan menghadirkan kedamaian serta toleransi.

REFRENSI

www.nu.or.id/post/read/59849/rais-aam-pbnu-islam-nusantara-solusi-peradaban-dunia,
diakses Sabtu,27/07/2019, 08.51 WIT.
www.nu.or.id/post/read/60392/islam-nu-dan-nusantara, diakses Sabtu,27/07/2019, 09.10 WIT.
www.nu.or.id/post/read/60458/maksud-istilah-islam-nusantara, diakses Minggu, 28/07/2019,
09.24 WIT.
www.nu.or.id/post/read/60706/islam-nusantara-dari-nu-untuk-dunia, diakses Minggu,
28/07/2019, 10.24 WIT.

Anda mungkin juga menyukai