Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MATERI PAI DI SEKOLAH

MADRASAH DAN LEMBAGA KEPENDIDIKAN

Oleh :

1. Mulaini Nurindahsari : ( 17410101068)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


IAIH PANCOR

2019

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga penulisan ini dapat
terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan tak lupa pula penulis mengirimkan
salam dan shalawat atas junjungan kita Nabiullah Muhammad saw. Sebagai rahmatan lil’alamin.
Penulisan makalah ini merupakan bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai terhadap kami
selaku mahasiswa di Universitas Muhammadiyah dan pengembangan nilai-nilai keagamaan
melalui mata kuliah materi PAI.

Tugas “MATERI PAI ” ini kami tulis dan kami susun dengan segenap keikhlasan yang
kami kumpulkan disela-sela waktu yang sangat sempit.
Dan ucapan terima kasih kepada dosen MATERI PAI kami yang telah memberikan banyak
arahan dan bimbingan kepada kami menjadi mahasiswa yang berahlak berlandaskan aturan Islam
Penyusunan makalah ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun.
Wassalam...

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………...…4

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………………...4


B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….....4
C. Tujuan Makalah…………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………...……………….………………6

A. Sejarah dan perkembangan PAI di madrasah dan sekolah…………………….…….6


B. Sejarah dan perkembangan PAI di madrasah dan sekolah di Indonesia…………....7
C. Latar belakang munculnya mata pelajaran PAI di madrasah dan sekolah…….…...9
D. Sejarah dan perkembangan PAI di sekolah………………………………….……….10

BAB III PENUTUP……………………………………………………………….………….....16

A. Kesimpulan …………………………………………………………………..…………16
B. Saran-saran …………………………………………………………….………………16

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat muslim
Indonesia. Di samping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi mendorong umat
Islam melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem yang masih sangat sederhana, di
mana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah
semacam masjid, mushala, bahkan juga di rumah-rumah ulama.

Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi


dan mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada (indigenous religious adan social
institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya


berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana, sampai dengan
tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Lembaga pendidikan Islam telah
memainkan fungsi dan peranannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.

Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam
sudah terjadi sejak abad 7 M. Ada yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke
Indonesia di Jawa, ada yang mengatakan di Barus. Ada yang berpendapat bahwa Islam masuk
Indonesia melalui pesisir Sumatra. Para saudagar muslim asal Arab, Persia, dan India ada yang
sampai di kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M yang berlayar ke Asia Timur
melalui selat Malaka singgah di pantai Sumatra Utara untuk mempersiapkan air minum, dan
perbekalan lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja perkembangan PAI di madrasah dan sekolah?


2. Bagaimana perkembangan PAI di madrasah dan sekolah di Indonesia?
3. Bagaimana latar belakang munculnya mata pelajaran PAI di madrasah dan
sekolah?
4. Bagaimana sejarah perkembangan PAI di sekolah?
C. TUJUAN
1. Memahami perkembangan PAI di madrasah dan sekolah.
2. Mengetahui perkembangan PAI di madrasah dan sekolah di Indonesia.
3. Mengerti latar belakang munculnya mata pelajaran PAI di madrasah dan
sekolah.
4. Memahami sejarah perkembangan PAI di sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan perkembangan pendidikan agama islam di madrasah dan sekolah

Awal mula bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk tujuan berdagang, tetapi
karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama tadi berubah untuk
menguasai wilayah Nusantara dan menanamkan pengaruh di Nusantara sekaligus dengan
mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G, yaitu Glory (kemenangan dan
kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan Gospel (upaya salibisasi terhadap
umat Islam di Indonesia).

Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolah-sekolah Kristen. Misalnya


di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18 sekolah di sekitar pulau-pulau
Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal sebelumnya sudah ada sekitar 30 sekolah. Di
samping itu, sekolah-sekolah ini pada perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum
dengan biaya yang murah.

Dengan demikian, melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan pengaruhnya di


daerah jajahannya. Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk
memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Belanda, maka kalangan Islam mendapat
tantangan dan saingan berat, terutama karena sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda
dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama dalam hal kelembagaan, kurikulum,
metodologi, sarana, dan lain-lain.

Perkembangan sekolah yang demikian jauh dan merakyat menyebabkan tumbuhnya ide-ide
di kalangan intelektual Islam untuk memberikan respons dan jawaban terhadap tantangan
tersebut dengan tujuan untuk memajukan pendidikan Islam. Mereka mendiirikan lembaga
pendidikan baik secara perorangan maupun kelompok/organisasi yang dinamakan madrasah atau
sekolah.

Setelah kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 3


Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keberagamaan di
Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah. Namun pada perkembangan
selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan jepang tetapi hanya sebatas
pembinaan dan pengawasan.

Sungguhpun pendidikan Islam di Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah
panjang, namun dirasakan, pendidikan Islam masih tersisih dari sistem Pendidikan Nasional.
Keadaan ini berlangsung sampai dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24 Maret 1975
yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream
pendidikan nasional. Kebijakan ini membawa pengaruh yang sangat besar bagi madrasah, karena
pertama, ijazah dapat mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum yang sederajat, kedua,
lulusan sekolah madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih tinggi, dan
ketiga, siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.

Dengan SKB tersebut, madrasah memperoleh definisi yang semakin jelas sebagai
lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipun pengelolaannya berada di bawah
Departemen Agama. Namun pada perkembangan selanjutnya akhir dekade 1980-an dunia
pendidikan Islam memasuki era integrasi dengan lahirnya UU No. 2/1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional, eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan Islam
semakin mendapatkan tempatnya.

B. Sejarah Dan Perkembangan PAI Di Madrasah Dan Sekolah Di Indonesia

Sejarah dan perkembangan madrasah akan dibagi dalam dua periode, yaitu:

a. Periode Sebelum Kemerdekaan

Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian al-Qur’an dan pengajian
kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan lain-lain. Pada
perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi
pengajaran (kurikulum), metode maupun struktur organisasinya sehingga melahirkan suatu
bentuk baru yang disebut madrasah.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem lama
dengan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik yang masih
dapat dipertahankan dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, tekhnologi, dan ekonomi
yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, isi kurikulum madrasah pada
umumnya dalah apa yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam (surau dan pesantren)
ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang disebut dengan ilmu-ilmu umum.

Latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada dua situasi yaitu:

1) Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia

Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia muncul pada awal abad ke-20 yang dilatarbelakangi oleh
kesadaran dan semangat yang kompleks sebagaimana diuraikan oleh Karel A Steenbrink dengan
mengidentifikasi empat faktor yang mendorong gerakan pembaruan Islam di Indonesia, antara
lain:

a) Keinginan untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadis

b) Semangat nasionalisme dalam melawan penjajah

c) Memperkuat basis gerakan sosial, budaya, dan politik

d) Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia

Bagi tokoh-tokoh pembaruan, pendidikan kiranya senantiasa dianggap sebagai aspek


yang strategis untuk membentuk sikap dan pandangan keislaman masyarakat. Oleh karena itu,
pemunculan madrasah tidak bisa lepas dari gerakan pembaruan Islam yang dimulai oleh usaha
beberapa orang tokoh-tokoh intelektual Islam yang selanjutnya dikembangkan oleh organisasi-
organisasi Islam.

Dapat dikatakan bahwa Islam pada mulanya diperkenalkan oleh para pedagang Muslim
yang melakukan kontak dengan penduduk setempat yang pada akhirnya dapat menarik hati
penduduk setempat untuk memeluk Islam. Pada masa awal, saudagar-saudagar muslim dikenal
cukup mendominasi perdagangan dengan Indonesia. Saudagar muslim itu mampu
memperkenalkan nilai-nilai Islam terutama ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai
perdagangan yang memberikan keuntungan ekonomi secara maksimal, sekaligus mereka
membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain. Ada yang mengatakan bahwa para ulama
memiliki peranan yang besar bagi penyebaran Islam di Indonesia. Para pedagang muslim datang
ke Indonesia untuk berdagang dan mengumpulkan kekayaan, setelah mereka menetap maka
datanglah guru-guru (ulama) yang bertujuan menyebarkan dan mengajar penduduk setempat.

C. Munculnya mata pelajaran pendidikan agam islam di madrasah dan sekolah

Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat


muslim Indonesia. Di samping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi
mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem yang masih
sangat sederhana, di mana pengajaran diberikan dengan sistem halaqah yang dilakukan di
tempat-tempat ibadah semacam masjid, mushala, bahkan juga di rumah-rumah ulama.
Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan
mentransfer lembaga keagamaan dan sosial yang sudah ada (indigenous religious adan social
institution) ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia.

1. Lembaga Pendidikan Islam di Surau

Surau dalam sistem adat Minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai
pelengkap rumah gadang yang berfungsi sebagai tempat bertamu, berkumpul, rapat, dan tempat
tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur. Fungsi surau ini semakin
kuat posisinya karena struktur masyarakat Miangkabau yang menganut sistem Matrilineal
menurut ketentuan adat bahwa laki-laki tidak punya kamar di rumah orang tuanya sendiri,
sehingga mereka diharuskan tidur di surau. Kenyataan ini menyebabkan surau menjadi tempat
amat penting bagi pendewasaan generasi Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun
ketrampilan praktis lainnya.
Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau menggunakan sistem pendidikan halaqah.
Materi pendidikan yang diajarkan pada mulanya masih seputar belajar huruf hijaiyah dan
membaca al-Qur’an, di samping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, akhlakdan
ibadah. Pada umumnya pendidikan ini dilaksanakan pada malam hari.

Secara bertahap, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami kemajuan. Ada
dua jenjang pendidikan surau pada masa ini, yaitu:

1) Pengajaran al-Qur’an yang mencakup pendidikan untuk memahami ejaan huruf al-Qur’an dan
membaca al-Qur’an sampai pendidikan membaca al-Qur’an dengan lagu, kasidah, berzanji,
tajwid, dan pengajian kitab.

2) Pengajian Kitab yang meliputi materi tentang ilmu nahwu dan saraf, ilmu fikih, ilmu tafsir,
dan lain sebagainya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab dan
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Setelah itu baru diterangkan maksudna.
Penekanan pada jenjang ini adalah pada aspek hafalan.Metode pendidikan yang diterapkan di
surau bila dibandingkan dengan metode pendidikan modern, metode pendidikan surau memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya terletak pada kemampuan menghafal muatan teoritis
keilmuannya. Sedangkan kelemahannya terdapat pada lemahnya kemampuan memahami dan
menganalisis teks. Di sisi lain, metode pendidikan ini diterapkan secara keliru. Siswa banyak
yang bisa membaca dan menghafal isi suatu kitab, akan tetapi tidak bisa menulis apa yang dibaca
dan dihafal[12]

Surau sebagai lembaga pendidikan Islam mulai surut peranannya karena disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, selama perang Padri banyak surau yang musnah terbakar dan syekh
banyak yang meninggal, kedua, Belanda mulai memperkenalkan sekolah negeri, ketiga, kaum
intelektual muda muslim mulai mendirikan madrasah sebagai bentuk ktidaksetujuan mereka
terhadap praktik-praktik surau yang penuh dengan khurafat bid’ah dan takhayul.[13]

Dalam posisinya sebagai lembaga pendidikan Islam, poisis surau sangat strategis bai dalam
proses pengembangan Islam maupun pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam. Bahkan surau
telah mampu mencetak para ulama besar Minangkabau dan menumbuhkan semangat
nasionalisme, terutama dalam mengusir kolonialisme Belanda.

2. Lembaga Pendidikan Islam di Meunasah

Meunasah merupakan tingkat pendidikan Islam terendah. Meunasah berasal dari bahasa
Arab madrasah. Meunasah merupakan satu bangunan yang terdapat di setiap kampung/desa.
Bangunan ini seperti rumah tetapi tidak mempunyai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan
ini digunakan sebagai tempat belajar dan berdiskusi serta membicarakan masalah-masalah yang
berhubungan dengan kemasyarakatan. Di samping itu, meunasah juga menjadi tempat bermalam
para anak-anak muda serta orang laki-laki yang tidak mempunyai istri. Setelah Islam mapan di
Aceh, meunasah juga menjadi tempat shalat bagi masyarakat dalam satu gampong/desa.

Di antara fungsi meunasah itu adalah:

a. Sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat dan tempat penyalurannya,


tempat penyelesaian perkara agama, musyawarah dan menerima tamu.

b. Sebagai lembaga pendidikan Islam di mana diajarkan pelajaran membaca al-Qur’an.


Pengajian bagi orang dewasa diadakan pada malam hari tertentu dengan metode ceramah dalam
satu bulan sekali. Kemudian pada hari Jum’at dipakai ibu-ibu untuk shalat berjama’ah zhuhur
yang diteruskan pengajian yang dipimpin oleh seorang guru perempuan.

Dalam perkembangan lebih lanjut, meunasah bukan hanya berfungsi sebagai tempat
beribadah saja, melainkan juga sebagai tempat pendidikan, tempat pertemuan, bahkan juga
sebagai tempat transaksi jual-beli, terutama barang-barang yang tidak bergerak. Yang belajar di
meunasah umumnya anak laki-laki yang umumnya di bawah umur. Sedangkan untuk anak
perempuan pendidikan diberikan di rumah guru.

Pendidikan meunasah ini dipimpin oleh Teungku Meunasah. Pendidikan untuk anak
perempuan diberikan oleh Teungku perempuan yang disebut Tengku Inong. Dalam memberika
pendidikan kepada anak-anak, Tengku Meunasah dibantu oleh beberapa orang muridnya yang
lebih cerdas yang disebut sida.

Keberadaan meunasah di Aceh sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar sangat mempunyai arti
di Aceh. Semua orang tua memasukkan anaknya ke meunasah. Dengan kata lain, meunasah
merupakan madrasah wajib belajar bagi masyarakat Aceh masa lalu. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan apabila orang Aceh mempunyai fanatisme agama yang tinggi.

3. Lembaga Pendidikan Islam di Pesantren

Pesantren atau pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah
sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar
di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk
tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid
untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya
dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut
pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau
tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya
digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan istilah dayah atau
rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.

Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama,
umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada
santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad
pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.

Dari perspektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan


yang tahan terhadap berbagai gelombang modernisasi. Dengan kondisi demikian itu, kata
Azyumardi Azra, menyebabkan pesantren tetap survive sampai hari ini. Sejak dilancarkannya
perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai dunia Islam, tidak banyak lembaga-
lembaga pendidikan tradisional yang mampu bertahan. Kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh
ekspansi sistem pendidikan umum dan sekuler.

Di sisi lain, ciri-ciri pesantren berikut unsur-unsur kelembagaannya tidak bisa dipisahkan
dari sistem kultural dan tidak dapat pula dilekatkan pada semua pesantren secara uniformitas
karena setia pesantren memiliki keunikan masing-masing, tetapi pesantren secara umum
memiliki karakteristik yang hampir sama, di antara karakteristik pesantren itu dari segi:

a. Materi pelajaran dan metode pengajaran pesantren Indonesia

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama,
sedangkan kajian atau mata pelajarannya adalah kitab-kitab dalam bahasa Arab (kitab kuning).
Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah al-Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqa’id dan
ilmu kalam, fikih dan ushul fikih, hadis dengan mustalah hadis, bahasa Arab dengan ilmunya,
tarikh, mantiq dan tasawuf.

Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah:

1). Wetonan atau di sebut juga metode bandongan adalah metode pengajaran dengan
cara ustadz/kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku
keislaman dalam bahasa arab, sedangkan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan
kitab/bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-
kata yang diutarakan oleh ustadz/kiai.

2). Sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz menyampaikan
pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya kelompok santri pada
tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan al-Qur’an. Melalui sorogan,
pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai secara utuh.

3). Hafalan, yaitu suatu motode di mana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari
kitab yang dipelajarinya.[23]
b. Jenjang Pendidikan Pesantren Indonesia

Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga


pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikatn tingkat seorang santri ditandai
dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari. Jadi jenjang pendidikan tidak ditandai
dengan naiknya kelas seperti dalam pendidikan formal, tetapi pada penguasaan kitab-kitab yang
telah ditetapkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

c. Fungsi Pesantren

Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi
sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren
menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, perguruan tinggi) dan non-
formal. Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat
muslim tanpa membeda-bedakan status sosial. Sebagai lembaga penyiaran keagamaan, masjid
pesantren juga berfungsi sebagai masjid umum, yakni sebagai tempat belajar agama dan ibadah
bagi para jama’ah.

d. Kehidupan Kyai dan Santri Indonesia

Berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kyai yang menetap/bermukim di suatu
tempat. Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan turut pula bermukim di
tempat itu. Sedangkan biaya kehidupan dan pendidikan disediakan bersama-sama oleh para
santri dengan dukungan masyarakat sekitar. Hal ini memungkinkan kehidupan pesantren bisa
berjalan stabil tanpa dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di luar.

Dalam perkembangannya, dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong terjadinya


perubahan terus menerus pada sebagian besar pesantren. Maka pada akhir-akhir ini akan sulit
ditemukan sebuah pesantren yang bercorak tradisional murni. Karena pesantren sekarang telah
mengalami transformasi sedemikian rupa sehingga menjadi corak yang berbeda-beda.

Dilihat dari proses transformasi tersebut, sekurang-kurangnya pesantren dapat dibedakan


menjadi tiga corak yaitu,

1. pesantren salaf, pesantren yang masih tetap mempertahankan nilai-nilai


tradisionalnya dalam arti tidak mengalami transformasi yang berarti dalam
sistem pendidikannya atau tidak ada inovasi yang menonjol dalam corak
pesantren ini. Umumnya pesantren model ini masih eksis di daerah pedalaman-
pedalaman atau pedesaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa desa adalah benteng
terakhir dalam mempertahankan tradisi-tradisi keislaman.
2. pesantren tradisional, Corak pendidikan pada pesantren ini sudah mulai
mengadopsi sistem pendidikan modern, tetapi tidak sepenuhnya. Prinsip
selektifitas dalam menjaga nilai tradisional masih terpelihara. Misalnya,
metode pengajaran dan beberapa rujukan tambahan yang dapat menambah
wawasan para santri sebagai penunjang kitab-kitab klasik. Manajemen dan
administrasi sudah mulai ditata secara modern meskipun sistem tradisionalnya
masih dipertahankan.
3. pesantren modern. Pesantren corak ini telah mengalami transformasi yang
sangat sinifikan baik dalam sistem pendidikannya maupun unsur-unsur
kelembagaannya. Materi pelajaran dan metodenya sudah sepenuhnya menganut
sistem modern. Pengembangan bakat dan minat sangat diperhatikan sehingga
para santri dapat menyalurkan bakat dan hobinya secara professional.

D.Sejarah Dan Perkembangan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah

Untuk megetahui kapan PA di sekolah-sekolah umum di Indonesia dimulai dan


bagaimana status PA tersebut maka perlu diketahui bagaimana proses perkembangan PA di
sekolah-sekolah umum tersebut. Perkembangan PA tersebut dibagai menjadi 2 periode:
1. Periode sebelum Indonesia merdeka

Pada periode ini dibagi menjadi 2 zaman, yaitu

a. Pada zaman penjajahan Belanda


Pada zaman ini secara resmi belum diberikan pelajaran PAI di sekolah-sekolah umum, namun di
Fakultas-Fakultas Hukum telah ada pelajaran Islamologi dengan harapan mahasiswa dapat
mengetahui hukum-hukum dalam Islam; sedangkan dosen yang mengajar bukan orang-orang
Islam sendiri dengan menggunakan literatur yang dikarang oleh para Orientalis.
Pada zaman ini para muballigh berusaha untuk bertabligh di muka para siswa baik secara
perorangan maupun bergabung dalam organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia.
Sekolah-sekolah umum yang menjadi objek dakwah antara lain:

Biasanya mereka memberikan PAI pada hari Minggu atau Jum’at setelah berakhirnya
jam-jam pelajaran umum atau pada waktu sore. PAI tersebut kadang-kadang mendapatkan
respon negatif dari guru-guru yang tidak suka pada Islam, namun perhatian para siswa terhadap
PAI sangat besar karena mereka sangat membutuhkan PAI sebagai pedoman hidup dan santapan
rohani.

b. Pada zaman penjajahan Jepang


Pada zaman ini mulai ada kemajuan dalam pelaksanaan PAI di sekolah-sekolah umum. Hal ini
disebabkan karena mereka mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia memeluk agama
Islam, maka untuk menarik simpati/hati umat Islam, PAI mendapatkan perhatian yang besar.
Mulai saat itu PAI secara resmi diberikan di sekolah-sekolah pemerintah, namun hal ini baru
berlaku hanya untuk Sumatera. Sedangkan di daerah-daerah lain belum ada PAI dalam sekolah-
sekolah pemerintah, yang ada hanyalah pendidikan Budi Pekerti yang pada dasarnya penidikan
ini juga bersumber dari agama juga.

2. Periode setelah Indonesia merdeka

Sejak kemerdekaan Indonesia yaitu pada tahun 1945 PAI mulai diberikan di sekolah-
sekolah Negeri. Menteri PP&K(Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan) yang pertama yaitu Ki
Hajar Dewantoro telah mengirim surat edaran ke daerah-daerah yang menyatakan bahwa
pelajaran Budi Pekerti yang ada pada zaman Jepang diperkenankan diganti dengan PAI. Namun,
surat edaran tersebut belum mempunyai dasar yang kuat sehingga pelaksanaannya hanya bersifat
suka rela.

Untuk merealisasikan hal tersebut maka dikeluarkan Penetapan Bersama antara Menteri
Agama dan PP&K no. 1285/K7 tanggal 12 Desember 1946(Agama) dan no. 1142/BHG. A
tanggal 12 Desember 1946(PP&K). Karena isi dari penetapan-penetapan tersebut masih banyak
kekurangannya maka dikeluarkan peraturan yang memuat 10 pasal tentang pelaksanaan PA di
sekolah-sekolah Negeri. 10 pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

( Pasal 1 )
Di tiap-tiap sekolah dan sekolah lanjutan (umum dan vak) diberikan Pendidikan Agama.

( Pasal 2 )
1.Di sekolah-sekolah rendah, Pendidikan Agama dimulai di kelas IV, banyaknya 2 jam pelajaran
dalam satu minggu.
2. di lingkungan yang istimewa, Pendidikan Agama dapat dimulai di kelas I dan jamnya dapat
ditambah menurut kebutuhan, tetapi tidak melebihi 4jam sekolah seminggu dengan ketentuan
bahwa mata pengetahuan membagi sekolah-sekolah rendah rendah itu tidak boleh dikurangi
dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain-lain lingkungan.

( Pasal 3 )
Di sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas, baik sekolah-sekolah umum
maupun sekolah-sekolah vak, diberikan Pendidikan Agama, 2jam pelajaran tiap-tiap minggu.
( Pasal 4 )
1. Pendidikan diberikan menurut Agama murid masing-masing,
2. Pendidikan Agama baru diberikan kepada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-
kurangnya 10 orang yang menganut suatu macam Agama.
3. Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang sedang diajarkan
pada suatu waktu dan murid yang meskipun memeluk agama yang sedang diajarkan tetapi tidak
mendapat ijin dari orang tuanya untuk mengikuti pelajaran itu boleh meninggalkan kelasnya
selama pelajaran agama itu.

( Pasal 5 )
1. Guru-guru agama diangkat, diberhentikan dan sebagainya oleh menteri Agama atas usul
instansi agama yang berkepentingan.
2. Begittu pula segala biaya unttuk pendidikan agama itu menjadi tanggungan Kementrian
Agama.

( Pasal 6 )
1. Guru-guru agama tunduk pada aturan-aturan umum yang ditetapkan oleh suatu sekolah.
2. Dalam hal itu ia wajib memahami bahwa kuasa tertinggi sekolah ada pada kepala sekolah.

( Pasal 7 )
Dalam menjalankan kewajiban sebagai guru, maka guru agama dilarang mengajarkan segala
sesuatu yang mungkin dapat menyinggung perasaan orang yang memeluk agama atau memegang
kepercayaan lain.

( Pasal 8 )
Guru agama yang diwajibkan mengajar di beberapa sekolah rendah sebelum memulai mengajar
harus merundingkan dahulu tentang menetapkan waktunya mengajar dengan penilik sekolah
yang akan membicarakan hal ini dengan kepala sekolah dimana pengajaran agama diberikan.
Hasil perundingan itu oleh penilik sekolah dilaporkan kepada inspektur PP&K yang
bersangkutan untuk disahkan dan diberitahukan kepada jawatan pendidikan agama.
Mengenai sekolah lanjutan peerundingan tersebut dilakukan oleh guru agama dengan kepala
sekolah dan hasilnya oleh kepala sekolah itu dilaporkan kepada inspektur masing-masing untuk
disahkan dan dibeeritahukan kepada jawatan Pendidikan Agama.

( Pasal 9 )
Rencana pelajaran agama ditetapkan oleh kementrian agama sesudah disetujui oleh Kementrian
PP&K atas usul instansi agama yang berkepentingan.

( Pasal 10 )

Petunjuk-petunjuk bagi guru agama tentang cara mengajarkan agama ditetapkan oleh
Kementrian agama sesudah disetujui oleh Kementrian PP&K sesudah memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan instansi agama yang berkepentingan.

(PENETAPAN BERSAMA ANTARA MENTERI AGAMA DAN MENTERI PP&K NOMOR


17678/KAB. TANGGAL 16-7-1951(PP&K) DAN NOMOR K/1/9180 TANGGAL 16-7-
1951(AGAMA)).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Bersama tersebut, secara resmi Pendidikan Agama telah
dimasukkan di sekolah-sekolah Negeri maupun Swasta mulai dari SR sampai SMA dan juga
Sekolah-sekolah Kejuruan. Pada tahun 1960 Pendidikan Agama di sekolah-sekolah mulai
mendapatkan status yang agak kuat. Hal ini tercantum dalam Ketetapan MPRS no.
II/MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat 3, yang berbunyi:

“Menetapkan Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari


Sekolah Rakyat sampai dengan Universitas-Universitas Negeri, dengan pengertian bahwa murid-
murid berhak tidak ikut serta apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya”.
Tambahan kalimat “murid-murid berhak tidak ikut serta….” merupakan hasil perjuangan PKI
(penganut paham Atheis) yang saat itu berkuasa di Indonesia. Dengan adanya tambahan kalimat
tersebut maka status PA di Indonesia bersifat fakultatif yang berarti PA tersebut tidak
mempengaruhi kenaikan kelas. PA di Peerguruan Tinggi juga dimulai pada tahun 1960 dengan
adanya ketetapan MPRS no. II/MPRS/1960 tersebut dan dasar opersaionalnya adalah UU no. 22
th 1961 tentang Perguruan Tinggi dalam Bab III pasal 9 ayat 2 sub b, yaitu:
“Pada Perguruan Tinggi Negeri diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan
pengertian bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya”.

Status PA di sekolah-sekolah berubah menjadi kuat setelah meletusnya G30S/PKI pada tahun
1965 dan diadakan sidang umum MPRS pada tahun 1966 dengan adanya Ketetapan MPRS no.
XXVII/MPRS/1966 Bab I pasal 1, yaitu:

“Menetapkan Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari


Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-Universitas Negeri”.
Dengan adanya ketetapan di atas, kalimat tambahan yang merupakan hasil perjuangan kaum PKI
dihapus bersamaan dengan dilarangnya Partai Komunis di Indonesia. Sejak saat itu PA di
Indonesia merupakan mata pelajaran pokok dan ikut menentukan kenaikan kelas bagi muridnya
mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Kedudukan PA semakin kokoh
karena adanya dukungan GBHN (Garis-garis Besar dan Haluan Negara), yaitu:

“Diusahakan supaya terus betambah sarana-sarana yang dipeerlukan bagi pengembangan


kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk Pendidikan
Agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai Sekolah Dasar(SD)
sampai dengan Universitas-Universitas Negeri”.

(Dirangkum dari “Metodhik Khusus Pendidikan Agama” yang disusun oleh Dra. H. Zuhairini,
Drs. Abdul Ghofir dan Drs. Slamet As. Yusuf halaman 16).
BAB I

PENUTUP

Dalam tinjauan historis, sejarah pendidikan Islam dimulai bersamaan dengan awal
berkembangnya sejarah Islam, yaitu sejak masa Rasulullah Saw. Dalam perjalanan panjang
sejarah Islam, pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika fluktuatif seiring dengan
fluktuasi sejarah Islam sendiri. Begitupun dengan sejarah pendidikan di Indonesia, sangat erat
kaitannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia.

Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai
lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang sangat sederhana, sampai dengan tahap-
tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.

Madrasah di Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini ada dua faktor yang
berpengaruh, yaitu adanya gerakan pembaharuan di Indonesia dan sebagai respons terhadap
kebijakan pendidikan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kebijakan pemerintah terhadap
madrsah belum terlihat jelas dan madrasah menemukan momentumnya ketika dikeluarkan SKB
3 Menteri tahun 1975 dan UUSPN tahun 1989, yaitu mendapatkan tempatnya di dalam Sistem
Pendidikan Nasional.
Daftar Pustaka

Asrahah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru. Ciputat:
Logos. 1999.

Daud Ali, Muhammad. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
1995.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3S.
1983.

Dirjen Bimbaga Islam. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Depag. 1984.

Fadjar, Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan. 1998.

Ibrahim Alfian, Teuku. Kontribusi Samudra Pasai terhadap Studi Islam Awal di Asia Tenggara.
Yogyakarta: Ceninnets. 2005.

Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina. 1997.
Maksum. Madrasah, Sejarah, dam Perkembangannya. Jakarta: Logos. 1999.

Mansur dan Mahfud Junaedi. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI. 2005.

Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. 2004.

Nata, Abuddin (Ed). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan


Islam di Indonesia. Jakarta: Grasindo. 2001.

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum
Teaching. 2005.

Anda mungkin juga menyukai