Epidemiologi
Patofisiologi
Volume plasma
Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara Demam Dengue dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia,
serta diatesis hemoragik. Meningginya nilai hematocrit pada kasus syok menimbulkan
dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vascular
(ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericardium
yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan
terdapatnya edema.
Trobositopenia
Trombositipenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada kasus syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat
pada masa konvelesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan
sakit. Penyebab peningkata destruksi trombosit tidak dikeyahui, namun beberapa
faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem
komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau terpisah. Fungsi Trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran
darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
terjadinya perdarahan pada DBD.
Sistem Komplemen
Terjadi penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4 dan C5 baik pada kasus yang
disertai syok maupun tidak. Penurunan kadar serum komplemen disebabkan olehh
aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena produkasi yang menurun atau
ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a yang
mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.
Peran sistem komplemen pada penderita BDB ialah,
1. kadar histamin meningkat dalam urin 24 jam
2. adanya kompleks imun yang bersikulasi (circulating immune complex) baik
pada DBD derajat ringan maupun berat
3. adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat
penyakit
Respon Leukosit
Pameriksaan Limfosit plasma biru (LPB) secara seri dari preparat hapus darah
tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari
keenam. Selanjutnya dibuktikan bahwa pada hari ke 4-8 demam terdapat perbedaan
bermakna proporsi LBP pada DBD dengan demam dengue. Namun, antara hari ke 2
sampai hari ke 9 demam, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD
syok dan tanpa syok. Sehingga berdasarkan uji diagnositik maka dipilih titik potong
LPB 4% untuk membantu diagnosis dini infeksi dengue dan sejak hari ke 3 demam
dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi dengue dan non-dengue.
Laboratorium
Pemeriksan Serologis
setelah 1 minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh
pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relative singkat
dan akan disusul segera oleh pembentukan IgG. pada kira-kira hari ke 5 infeksi
terbentuklah antibody yang bersifat menetralisasi virus (neutralizing antibody (NT).
Titer antibody NT akan naik dengan cepat, kemudian menurun secara lambat untuk
waktu yang lama, biasanya seumur hidup.
Diagnosis Banding
Pada hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic
thrombocytopenic purpura (ITP) yang diserai demam. pada hari ke 3-4, kemungkinan
diagnosis DBD akan lebih besar, apalagi gejala klinis lain seperti manifestasi
perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan dialamai dalam
membedakan syok pda DBD dengan sepsis, dalam hal ini trombositopenia dan
hematokonsentrasi di samping penilaian gejala klinis lain sperti tipe dan lama demam
dapat membantu.
Tatalaksana
BAGAN TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD
Terapi Cairan
cairan intravena diperlukan apabila
1. anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok
2. nilai hematocrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
jumlah cairan yang bdiberikan tergantung derajat dehidrasi dan kehilangan eletrolit,
dianjurkan cairan glukoas 5% di dalam 1/3 larutan Nacl 0.9%. Bila terdapat asidosis,
¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan yang berisi 0,167
mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi hemokonsentrasi 20% atau lebih, maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan
kompisisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare
ringan sampai sedang, yatu cairan rumatan ditambah deficit 6% (5-8%) seperti pada
tabel.
kebutuhn cairan pada dehidrasi sedang (deficit cairan 5-8%)
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pda umur dan berat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi
yang terjadi. Pada anak gemuk kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal
untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat dihitung dari tabel
berikut.
Misalnya anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500 + (50 x 20) =
2500 ml. jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam
Jenis cairan
Larutan kristaloid ringer laktat atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), ringer asetat atau dektrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl
0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali. Sedangkan larutan koloid adalah
dekstran 40 dan plasma darah.
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar
hematokrit turun. Tetesan diturunkan menjadi 10 ml/ kgbb/jam kemudian disesuaikan
dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan intravena dapat
dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin 12 ml/kgbb/jam
atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik.
Sedatif
Pasien yang gelisah dapat diberikan sedatif untuk menenangkan pasien. Kloral hidrat
diberikan per oral atau per rektal dengan dosis 12,5 – 50 mg/kgbb (tidak melebihi 1
gram).
Pemberian oksigen
Terapi dengan 2 liter per menit harus selalu dilakukan pada semua pasien syok.
Diajurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat
pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.