Anda di halaman 1dari 64

MODUL

KEPERAWATAN
GERONTIK

TIM PENYUSUN
Heru Sulistijono, Skep,Ns.M.Ked
Minarti, Skep,Ns,M.Kep,Sp..Kom
Dr. Siti Nurkholifah, SKM, M.Kep. Sp.Mat.

POLTEKKES KEMENKES
PRODI III KEPERAWATAN
SUTOPO
SURABAYA

LEMBAR PENGESAHAN

Modul ini disusun sudah sesuai dengan kurikulum Program Studi D III
Keperawatan Sutopo Surabaya

Penulis

Heru Sulistijono,
Skep,Ns.M.Kes
NIP 19711001 199303
1 004

Mengetahui

Ketua Program Studi D III Keperawatan Sutopo Surabaya

Minarti, Skep,Ns.M.Kep,Sp.Kom
NIP. 196707301993032004
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga modul ini dapat
diselesaikan. Terima kasih juga kami ucapkan kepada tim penyusun yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide, saran dan tulisannya.

Kami berharap semoga modul ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa modul ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun agar
selanjutnya kami menyusun yang lebih baik lagi.

Tim
Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman judul ….……………................................................................................ i


Lembar pengesahan ii
Kata pengantar ….……………................................................................................ iii
Daftar isi ………………................................................................................. iv
Pendahuluan …………………............................................................................. 1
Kegiatan Belajar 1
Konsep lansia …………………............................................................................. 2
Kegiatan Belajar 2 6
Proses menua ………………….............................................................................
Kegiatan Belajar 3 11
Perubahan yang terjadi
pada lansia ….……………................................................................................
Kegiatan Belajar 4 25
Masalah-masalah yang
terjadi pada lansia ….……………................................................................................
Kegiatan Belajar 5 32
Terapi aktifitas kelompok
pada lansia ….……………................................................................................
Kegiatan Belajar 6 41
Asuhan keperawatan ….……………................................................................................
pada lansia
PENDAHULUAN
Selamat berjumpa para mahasiswa, semoga hari ini anda dalam kondisi sehat dan dapat
mengikuti kegiatan pembelajaran Keperawatan Gerontik. Materi ini merupakan dasar atau
landasan perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gerontik dengan
memahami dasar teori tentang proses menua, perubahan yang terjadi, dan asuhan
keperawatan pada tatanan gerontik. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan
karena terjadi kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya pelayanan
kesehatan dengan baik.

Modul Keperawatan Gerontik ini akan disajikan dalam 6 Kegiatan belajar dengan susunan
sebagai berikut:

Kegiatan belajar 1 : Konsep lansia


Kegiatan Belajar 2 : Proses menua
Kegiatan Belajar 3 : Perubahan yang terjadi pada lansia
Kegiatan Belajar 4 : Masalah-masalah yang terjadi pada lansia
Kegiatan Belajar 5 : Terapi aktifitas kelompok pada lansia
Kegiatan Belajar 6 : Asuhan keperawatan pada lansia

Pelajarilah modul ini dengan seksama, jika saudara belum memahami isi materi yang
terkandung dalam kegiatan belajar disarankan jangan pindah ke materi selanjutnya.
Apabila saudara sudah yakin telah memahaminya silakan untuk mempelajari pada materi
berikutnya. Saudara harus berusaha untuk menyelesaikan semua tugas-tugas yang ada
dalam modul ini dengan baik. Tidak lupa saudara harus membiasakan diri untuk berdoa
setiap akan memulai dan mengakhiri kegiatan belajar agar senantiasa diberikan
kemudahan.

Selamat belajar, semoga sukses

Tim Penyusun

Kegiatan Belajar 1
Menjelaskan Konsep lansia

Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan Konsep lansia

Pokok-pokok materi
1. Menjelaskan pengertian lansia,
2. Menjelaskan batasan ciri-ciri lansia
3. Menjelaskan tipologi lansia

Langkah-langkah Kegiatan
1. Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2. Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3. Belajarlah sesuai dengan tahapannya

Materi 1
Pengertian, batasan, ciri-ciri dan tipologi lansia

Pengertian lansia
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki
usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses
penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya
berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap
berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem
kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut
pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).

Batasan-batasan usia lanjut


Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health
Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia


menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan
jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini
(usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun)

Materi 2
Ciri-ciri lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :


a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia
yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia
dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosial masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.


Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.


Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.

Materi 3
Tipologi lansia

Literature lama :
Serat werdatama (mangku negoro IV) :
1. Wong sepuh
orang tua yang sepi dari hawa nafsu, mampu membedakan baik dan buruk sejati
dan palsu
2. Tua sepuh
Orang tua yang kosong tidak tahu rasa, bicara muluk2, tingkah lakunya dibuat
buat, berlebihan dan memalukan
Serat kalatida (Ronggo warsito)
1. Orang yang berbudi sentosa
Orang tua yang meskipun diridhoi tuhan dengan rezeki, tapi tetap berusaha
disertai ingat dan waspada
2. Orang yang lemah
Orang tua yang putus asa, sebaiknya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya
mendapat kasih sayang dari tuhan

Pandangan sekarang :
Era pembangunan
a. Tipe arif bijaksana : kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri : mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, teman, memenuhi undangan.
c. Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik mengikuti kegiatan beribadat,
ringan kaki, pekerjaan apapun dilakukan.
d. Tipe tidak puas : konflik lahir / bathin menghadapi proses ketuaan, banyak merasa
kehilangan (kecantikan, daya tarik, kekuasaan, teman yang disayangi, status etc)
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan menuntut
e. Tipe bingung : kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, acuh dan tak acuh.

Menurut karakter, pengalaman, lingkungan, dan kondisi fisik, mental sosial-ekonomi


a. Tipe optimis (santai dan riang)
b. Tipe konstruktif
c. Tipe dependent (ketergantungan)
d. Tipe defensive
e. Tipe militant dan serius
f. Tipe marah/ frustasi
g. Tipe putus asa (benci pada diri sendiri)

Berdasarkan kemampuan
a. Mandiri sepenuhnya
b. Mandiri dengan bantuan langsung
c. Mandiri dengan bantuan tidak langsung
d. Panti sosial tresna werdha
e. Lansia yang di rawatdi rumah sakit
f. Lansia yang menderita gangguan mental

Kegiatan Belajar 2
Menjelaskan teori penuaan

Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan teori penuaan
Pokok-pokok materi
1. Menjelaskan teori biologi
2. Menjelaskan teori psikologis
3. Menjelaskan teori sosiologis
4. Menjelaskna teori lingkungan
5. Menjelaskan mitos lansia

Langkah-langkah Kegiatan
1 Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2 Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3 Belajarlah sesuai dengan tahapannya

Materi 1
Teori Biologis

Teori biologis terdiri dari:


1. Teori sel
Ada 3 komponen sel yaitu sel yang reproduce, yang tidak reproduce dan materi
intraseluler

2. Teori Mutasi Somatik


Terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatic akan menyebabkan
tejadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut. Salah satu yang
berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “ Error Catastrophe “ :
“ menua disebabkan oleh kesalahan kesalahan yang terjadi dalam proses
transkipsi ( RNA protein / enzim ). Kesalahan yang beruntun sepanjang
kehidupan dan dalam waktu yang cukup lama menyebabkan fungsi sistem tubuh
tidak dalam tingkat yang optimal”.

3. Teori Radikal Bebas


Radikal bebas adalah suatu molekul / atom dengan suatu electron dalam orbitnya
di lingkaran luar. Radikal bebas merupakan bioproduk dari metabolisme yang
tidak stabil, aktif agresif dan merusak membrane sel, jika jumlah nya terakumulasi
lebih banyak, maka tubuh membutuhkan antioksida untuk menangkal radikal
bebas ini.

Antioksida :
Asam askrobat
Tokoferol
Betakaroten

Jika sistem antioksida Jika sistem antioksida


lebih banyak maka sedikit maka proses
proses penuan akan penuan akan jauh lebih
terhambat cepat

4. Teori Cross Linkage


Teori ini dikemukakan oleh hyflick (1996) dia berpendapat bahwa proses penuan
terjadi karena seiring dengan bertambahnya usia beberapa protein di dalam tubuh
akan saling bertautan sehingga akan mengganggu pada proses metabolic,
dimana proses metabolic yang normal tidak terjadi, sisa sisa metabolism
tertumpuk di dalam sel yang berpengaruh pada rusaknya fungsi jaringan.

5. Programmed aging theory


Disebut juga : hayflick theory/ biological clock/ cellular aging / genetic theory.
Kehidupan organism deprogram melalui gen nya yang mengontrol sepanjang
hidup manusia (Hershey), menua telah terprogram secara genetic untuk spesies
tertentu. Hyflick dan moorehead menyatakan bahwa pengontrolan genetik umur
dikontrol dalam tingkat seluler (Hayflick, 1996).
6. Teori Imunitas
Perubahan perubahan terjadi dalam sistem imun terutama pasa sel limfosit T
sebagai hasil penuaan. Perubahan perubahan itu menyebabkan individu lebih
rentan terhadap penyakit (Phipps, sands, marek, 1999).

Materi 2
Teori Psikologis

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow


Tiap individu memiliki kebutuhan dasar internal yang memotivasi seluruh
perilakunya (Maslow). Motivasi manusia dipandang sebagai suatu hierarki
kebutuhan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Individu
individu adalah partisipan aktif dalam kehidupannya, yang berusaha untuk
mencapai aktualisasi diri (Carson, Arnold), dibawah ini bagan hierarki Maslow

self
actualization
self-esteem
love and
belonging needs
safety and security
(physical sefety, psycologic
safety
bologic or physiologic integrity
oxygen, fluids, nutrition, body
temperature, elimination, shelter, sex

2. Teori Individualisme Jung


Menurut carl jung (1996) seorang ahli psikologi swiss, perkembangan terjadi
sepanjang kehidupan manusia, terutama manusia dewasa, dengan self realization
sebagai tujuan dari perkembangan kepribadian. Sebagai seorang lansia, individu
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi seseorang yang lebih religious
.

3. Teori Tahap Perkembangan Ericson


Menurut Eric Ericson, setiap manusia akan melewati delapan tahap
perkembangan dengan tugas tugas selama hidupnya. Individu harus melewati
setiap tahapan itu sebelum melanjutkan ketahap berikutnya. Tahap
perkembangan pada lansia yaitu : Ego Integrity Vs Despair tugas
perkembangan pada tahap ini adalah : penerimaan terhadap kehidupan yang
penuh arti dan kematian sebagai akhir dari hidupnya. Despair (putus asa)
dimana seorang lansia gagal menerima kehidupannya yang tidak berarti dan
ketakutan menghadapi kematian.

4. Teori selektif optimis dengan kompensasi


Kapasitas fisik menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Lansia berhasil
mengkompensasi defisit tersebut melalui seleksi optimisasi dan kompensasi
(schroots, 1996).

5. Teori Tugas perkembangan Havighrust


Later maturity adlah istilah yang digunakan oleh havighrust untuk lansia. Tugas
dari later maturity ini adalah disengagement/ pelepasan.

Materi 3
Teori Sosiologi

1. Teori Pelepasan (Disengagement Theory)


Penarikan diri individu usia lanjut dari masyarakat atau sebaliknya adalah suatu
keadaan yang tidak mungkin dielakan dan menimbulkan penurunan interaksi
diantara keduanya. Inisiatif penarikan diri dapat muncul dari individu dan atau
masyarakat (cumming, henry).
2. Teori Aktivitas
Individu membutuhkan suatu kegiatan untuk tetap aktif pada usia lanjut. Aktivitas
penting untuk mencapai kepuasan hidup dan konsep diri yang poditif (havighrust,
neugarten, tobin). Kepuasan hidup usia lanjut akan timbul bila yang bersangkutan
mempertahankan aktivitas sosial pada tingkat optimum (Watson).

3. Teori Kontinuitas
Seorang individu akan berespon terhadap penuaan dengan kepribadian dan
penyesuaian interpersonal yang sama (kepribadian, pilihan, komitmen, nilai-nilai,
kepercayaan, dan semua faktor yang berkontribusi pada kepribadiannya
(Havighrust, Neugarten, Tobin, 1936).

4. Teori Stratifikasi usia


Society/ masyarakat terdiri dari berbagai kelompok berdasarkan tingkatan usia.
Orang-orang dan peran dalam kelompok ini selalu berubah dan saling
mempengaruhi satu sama lain sebagai halnya dalam satu kelompok besar.
Interdepedensi tingkat tinggi terjadi antara kelompok usia lanjut dengan
masyarakat (Riley, Johnson, Foner).

5. Teori Person Environment


Setiap individu memiliki kemampuan atau kompetensi pribadi yang membimbing
individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kompetensi ini akan berubah
seiring bertambahnya usia yang akan mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan lingkungannya (Lawton).

Materi 4
Teori Lingkungan
1. Teori Wear and Tear
Sinar matahari yang berlebih membentuk kulit menjadi kering, tipis, dan cepat
mengalami penuaan. Menurut pelman (2000) human aging is “desease
syndrome” arising from strunggle between environment stress and biological and
relative adaption to the effect of the stressor agent (air pollution, chemicals,
psicological and sosiologic event) penuaan pada manusia adalah suatu
“syndrome penyakit” yang timbul dari hasil perjuangan antara stress lingkungan
denga pertahanan biologis dan adaptasi relative dari agen-agen stressor (polusi
udara, kimia, peristiwa psikologis dan sosial).

2. Model Ekologikal
Prilaku adalah produk interaksi seseorang dengan lingkungan, oleh sebab itu interaksi
tersebut harus dipahami (Lawton & Nahemow, 1973).

Materi 5
Mitos-Mitos dan Realita tentang Lansia

Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dalam mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Guntatindies, 1994). Proses menua merupakan proses yang
terus berlanjut secara alamiah mulai dari lahir dan bersifat umum, dialami oleh semua
mahluk hidup.

Mitos-mitos lansia secara umm antara lai:


1. Mitos kedamaian dan Ketenangan
Lansia dapat santai menikmati hasil kerjanya dan jerih payahnya dimasa lampau,
badai/goncangan hidup seakan akan berhasil dilewati, kenyataannya :
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit
b. Depresi
c. Khawatir
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos Konservatisme dan Mengalami kemunduran
Pandangan bahwa lansia pada umumnya konservatif, tidak kreatif, menolak
inovasi, berorientasi pada masa lampau, merindukan masa lalu, kembali seperti
ank-anak, susah berubah, keras kepala, cerewet.
Kenyataannya : tidak semua lansia berfikir dan bersikap demikian
3. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia hubungan seks itu menurun, termasuk minat,
dorongan, gairah, dan kebutuhan seks menurun.
Kenyataannya :menunjukan bahwa kehidupan seks pada lansia tetap normal,
hanya terdapat penurunan fungsi dan pola seksual sejalan dengan meningkatnya
usia.
4. Mitos ketidakproduktifan : lansia dipandang sebagai usia yang tidak produktif lagi
Kenyataannya : banyak lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan
produktifitas mental serta material di usia lanjut.
5. Mitos senilitas : Lansia dipandang sebagai pikun yang disebabkan oleh kerusakan
bagian otak
Kenyataannya : banyak lansia yang tetap sehat dan bugar, dan juga banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
6. Lansia tidak dapat belajar keterampilan baru serta tidak perlu pendidikan dan latihan
7. Lansia sukar memahami informasi baru
8. Lansia tidak berdaya
9. Lansia tidak dapat mengambil keputusan
10. Lansia tidak butuh cinta dan tidak perlu relasi seksual
11. Lansia tidak menikmati kehidupan sehingga tidak dapat bergembira
12. Lansia itu lemah, jompok, ringkih, sakit-sakitan atau cacat
13. Lansia menghabiskan uang untuk berobat

Kegiatan Belajar 3
Menjelaskan perubahan yang terjadi pada lansia
Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada lansia

Pokok-pokok materi
1 Menjelaskan perubahan fisik
2 Menjelaskan perubahan psikologi
3 Menjelaskan perubahan mental
4 Menjelaskna perubahan kognitif
5 Menjelaskan perubahan perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
6 Menjelaskan perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
7 Menjelaskan perubahan perubahan aspek spiritual pada lansia

Langkah-langkah Kegiatan
1 Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2 Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3 Belajarlah sesuai dengan tahapannya

Materi 1
Perubahan Fisik

Perubahan fisik meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
a. Perubahan sistem neurologi
1) Berat otak menurun 10-20%
2) Mengecilnya saraf panca indra
3) Kurang sensitif terhadap sentuhan
4) 4) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
5) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
6) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
7) Meningkatnya lipopusin sepanjang neuron sehingga terjadi vasokontriksi dan
vasodilatsi inkomplit.

Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.


1) Penglihatan
 Hilangnya irama kelopak mata dan lemahnya kelopak mata menyebabkan ptosis,
mal posisi kelopak mata
 Alis mata menjadi kasar dan berwarna abu
 Membrane konjungtiva mengering karena kurangnya kuantitas dan kualitas produksi
air mata sehingga menjadi sedikit dan menimbulkan rasa gatal Kemampuan
akomodasi menurun Kornea lebih berbentuk skeris.
 Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
 Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
 Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.

2) Pendengaran.
 Daun telinga tampak membesar karena formasi kartilago yang menerus dan
hilangnya elastisitas kulit
 Kanal auditori menyempit karena kolaps bagian dalam
 Lapisan kanal pendengaran menjadi kasar dan kaku
 Penurunan lambat dari fungsi sensorineural ; tekhnik komunikasi terganggu
 Atrofi membran timpani menyebabkan otosklerosis
 Pengumpulan dan penegerasan serumen karena meningkatnya keratin
 Terjadinya tinnitus
 Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) : Hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun.

3) Pengecap dan penghidu.


 Perubahan mukosa oral dan lidah serta patologi meatus nasalis
 Kemunduran usia menjadi sensitive terhadap pencemaran udara dan rangsangan
zat kimia sehingga harus menjaga kebersihan mulut saat bersin dan batuk
 Vertigo yaitu rasa pusing akibat gangguan keseimbangan sehingga lansia diajarkan
dengan latihan untuk mengurangi pusing seperti gerakan lambat, menghindar dari
cahaya yang menyilaukan Menurunnya kemampuan pengecap.
 Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan
berkurang.

4) Peraba.
 Hilangnya sensitifitas ringan karena menurunnya densitas reseptor kutaneous
untuk sensasi sentuhan
 Meningkatnya progresivitas batas vibratory, taktil karena perubahan sensitifitas
reseptor korpuskel paccini Kemunduran dalam merasakan sakit.
 Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin. b. Perubahan
Sistem pulmonal pada lansia :
1) Dinding dada : tulangnya mengalami osteoporosis, tulang rawan
mengalami osifikasi sehingga terjadi perubahan bentukdan ukuran
dada dan menyebabkan sudut epigastrik mengecil dan volume rongga
dada mengecil
2) Adanya perubahan bentuk, ukuran dan volume rongga dada akan
merubah mekanika pernapasan menjadi dangkal, timbul keluhan
sesak napas
3) Perubahan struktur anatomik sauran napas akan menimbulkan
penumpukan udara dalam alveolus atau terjadi gangguan
pendistribusian udara dalam karina
4) Otot-otot pernapasan akibat atrofi mengalami kelemahan dan menjadi
kaku
5) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
6) Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris, dan
alveolus membesar secara progresif sehingga terjadi emfisema senilis
7) Struktur kolagen dan elastin dinding saluran napas perifer berkurang
kualitasnya sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru
mengurang
8) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
9) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga
jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan,
kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
10) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan
normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
11) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua
kejaringan.
12) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
13) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus
alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya
obstruksi.
c. Perubahan Sistem Cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Elastisitas aorta menurun
3) Ventrikel kiri menebal sehingga menurunnya kekuatan kontraksi
4) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Kurangnya efektifitasnya
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
6) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).

d. Perubahan Sistem gastrointestinal pada lansia


1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari
syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.

e. Perubahan Sistem Urinaria pada lansia


1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50
%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya
+ 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi
BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut
usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya
lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi
kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
f. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan seksual pada lansia
1) Perubahan sistem reprduksi :
 selaput lendir vagina menurun/kering.
 menciutnya ovarium dan uterus.
 atropi payudara.
 testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan
secara berangsur berangsur.
 dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik.
2) Kegiatan sexual.
 Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap
orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan
dalam tiga sisi :
 fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara
biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses
reproduksi,
 rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan
sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan
 sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim
dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling
diharapkan dalammenjalani sexualitas.
 Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya,
yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain
mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai
pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih
banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan
anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik
dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan
sexualitas dalam pengalaman sex.

g. Perubahan sistem Muskuloskeletal


1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi
badan berkurang ).
 Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
 Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi
terhadap rangsangan pada lobus.
 Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai
reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
 Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk
menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
h. Perubahan sistem integument dan jaringan ikal
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan
hilangnya jaringan adipose
3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga
tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan
penyembuhan luka luka kurang baik.
6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta
warna rambut kelabu.
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang
menurun.
9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun.
10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak rendahnya akitfitas otot.
i. Perubahan sistem endokrin dan metabolisme pada lansia 1) Produksi hampir
semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya
ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH,
FSH dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya
pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen,
testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari
sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa
(stess).

Materi 2
Perubahan Psikologi

Menjadi tua tidak berarti mundur secara psikologis. Daya ingat memang berkurang, sebab
orang lebih memperhatikan hal-hal penting, sedangkan yang kurang penting tidak diingat.
Di luar negeri pernah diadakan percobaan mendirikan universitas yang menerima
mahasiswa yang sudah berusia lanjut. Ternyata banyak orang yang berusia lanjut yang
berhasil. Semangat belajar mereka lebih besar daripada orangorang muda. Hal ini
disebabkan mereka mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang muda.
Beberapa masalah sosial dan psikologi yang dihadapi pada usia lanjut antara lain :
a. Pensiun
Idealnya, masa pensiun merupakan waktu untuk menikmati hal lain
dalam hidup ini, menjadi santai, melaksanakan cita-cita berkelana, aktif dalam bidang
sosial dan filsafat. Tetapi kadang-kadang dalam kenyataannya pensiun sering diartikan
sebagai ”kehilangan” pekerjaan, penghasilan, kedudukan, jabatan, peran sosial, dan
juga harga diri.

b. Fungsi Mental
Pada umumnya terjadi penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi prises belajar, pemahaman, pengertian, tindakan dan lain-lain menurun,
sehingga perilaku cenderung lebih lambat. Usia senja yang menderita demensia,
perubahan dan penurunan fungsi kognitif akan lebih jelas dan progresif. Fungsi
psikomotor yang meliputi dorongan kehendak/bertindak pada umumnya mulai
melambat sehingga reaksi dan koordinasinya juga menjadi lambat. Sedangkan hal
yang positif yaitu dihormati, dituakan, disegani, lebih bijaksana, lebih hati-hati dalam
tindakan, tempat meminta nasehat. Secara garis besar ada 5 tipe kepribadian pada
usia senja :
1) Tipe Konstruktif : Orang yang sejak muda dapat menerima fakta dan kehidupan,
menjadi tua diterima dengan santai. Mereka memiliki sifat yang toleran dan fleksibel,
sehingga lentur dalam menerima kenyataan misalnya pensiun, kehilangan pasangan
dan sebagainya, mereka nrimo tetapi bukan pasrah.
2) Tipe Dependen : Sifat pasif tak berambisi, optimistik tak dilaksanakan perkawinan
terlambat, didominasi oleh istri. Pada usia senja senang karena pensiun dan santai,
banyak makan dan menikmati hari libur. Tetepi bila mereka kehilangan pasangan
hidupnya merasa kehilangan tempat bergantung yang merupakan masalah besar,
sehingga tidak jarang mereka terus menerus sakit-sakitan dan akhirnya menyusul
pasangannya lebih cepat.
3) Tipe Independen (mandiri): Pada masa mudanya merupakan orang yang aktif dalam
pergaulan sosial, reaksi penyesuaian diri cukup baik dan cenderung menolak tawaran /
bantuan orang lain. Keadaan tersebut cenderung dipertahankan sampai usia senja
sehingga cemas menghadapi masa tua, misalnya cenderung menunda masa pensiun
atau tetap bertahan aktif dalam profesi atau pekerjaannya dan tidak tampak menikmati
masa tuanya.
4) Tipe Bermusuhan : Orang yang cenderung menyalahkan orang lain untuk
kesalahannya, sering mengeluh, agresif, curiga, riwayat pekerjaan tidak tetap, tidak
dapat melihat segi positif pada usia lanjut, takut akan kematian, iri terhadap orang
muda. Sering menunjukkan perilaku yang seoalah-olah mencari ketenangan sebagai
gambaran yang menggambarkan dirinya tidak tenang.
5) Tipe Benci diri : Orang yang kritis terhadao dirinya, tidak berambisi dalam pekerjaan.
Perkawinan kurang bahagia karena banyak menyesali diri, anak serta pasangan
hidupnya, seolaholah masa lalu yang seharusnya diisi dengan segala keinginan sudah
lewat, akhirnya pasrah tetapi tidak ”nrimo”. sehingga banyak mengalami krisis. Takut
akan kematian.

c. Kehilangan pasangan
Kematian pasangannya merupakan stress psikososial yang sangat berat.

d. Fungsi Seksual
Sering menurun karena penyakit fisik seperti jantung koroner, diabetes melitus, artritis.
Akibatnya harus makan obat anti hipertensi, anti diabetika, steroida, obat penenang.
Sebagian usia senja harus menjalani pembedahan seperti prostatektomi.
Menderita vagintis dan malnutrisi.
e. Menemukan Kebahagiaan
Bentuk-bentuk pernyataan kebahagiaan dan kegembiraan yang khas pada masa
muda, tidak lagi mempunyai daya tarik pada masa usia senja. Ada beberapa kegiatan
menarik yang tidak bisa dilaksanakan, misalnya kegiatan yang memerlukan kekuatan
fisik misalnya olah raga atau perjalanan jauh Kebahagiaan di masa lampau sewaktu
masih muda, kini bagi kebanyakan usia senja halhal tersebut hanya menjadi kenangan.
Bagi usia senja, tidaklah menguntungkan untuk bermimpi diluar jangkauannya. Dalam
hidup ini tahap demi tahap orang harus mengembangkan minat pada hal-hal yang
memberikan kegembiraan apabila mau menjadi orang sepenuhnya. Setiap orang harus
menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaan di masa tuanya. Bagi
sementara orang bisa terjadi, cuculah yang menjadi sumber kesenangan dan
kepuasan. Orang lain mengembangkan perhatiannya di bidang seni, musik dan buku-
buku

f. Kematangan Iman
Setelah seseorang memasuki usia tua, banyak terjadi persoalanpersoalan mengenai
kesehatan, dorongan seksual, jaminan ekonomi. Hal-hal seperti ini nampak tidak stabil
lagi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Maka tidaklah mengherankan apabila
timbul kebimbangan iman. Orang akan mempunyai problema yang berat, apabila
imannya tidak berkembang matang. Pada usia senja, iman kepada Tuhan Yang Maha
Esa perlu diperdalam dan dimatangkan, agar persoalan-persoalan yang dihadapi tidak
menjadi terlalu berat.

g. Menemukan Makna Hidup


Salah satu persoalan pokok orang usia senja ialah pemikiran yang menakutkan bahwa
mungkin dirinya sudah tidak berarti lagi. Dia merasa dirinya sudah tidak diperlukan lagi
ditempat kerjanya, dalam keluarga dan masyarakat. Banyak orang usia senja yang
menderita neurosis dan bermacam-macam ketidakseimbangan mental karena
kekosongan dan tidak adanya tujuan hidup di masa senja.

Pada usia senja, seseorang harus dapat menemukan kembali makna hidupnya.
Menemukan kembali makna hidup pada masa senja tergantung pada kesehatan,
kemampuan dan situasi konkrit kehodupan pribadi yang bersangkutan. Bagi beberapa
orang, merawat cucu-cucunya dapat menghilangkan rasa takut dan dapat
mengembalikan kesadaran baru akan tujuan hidup dan kegembiraan di usia senja.
Banyak orang usia senja merasa lebih muda lagi ketika diminta memberi nasihat.
Perasaan berguna dan diperlukan, dapat mengembalikan kepercayaan kepada diri
sendiri yang sudah menipis dan memberikan makna hidup baru dan tujuan hidupnya.

h. Membina Perkawinan Menjadi Satu Kesatuan Yang Baru


Bagi pasangan suami istri, saat suami pensiun dapat merusak hubungan mereka,
tetapi juga dapat menjadi awal hidup bersama yang sempurna. Pada waktu pensiun,
istri takut apabila suami mencampuri urusan tumah tangga. Dengan ikut campurnya
suami dalam urusan rumah tangga, sering menimbulkan pertengkaran. Akan tetapi
perkawinan dapat juga mengalami perubahan yang sebaliknya. Pada masa suami
pensiun hubungan suami istri dapat menjadi intim. Untuk membina perkawinan menjadi
satu kesatuan diperlukan komunikasi, hubungan yang mendalam antara suami dan
istri.
Materi 3
Perubahan mental

Perubahan dari usia muda menuju usia tua tentu akan terlihat dampaknya, baik secara
fisik maupun psikis. Bagi sebagian orang yang belum siap menjadi tua tentu mengalami
stress dan tingkat kecemasan yang tinggi. Sebab itu perlunya kesiapan yang harus dimiliki
setiap orang. Berikut ini akan dibahas mengenai bagaimana sikap dan contoh perubahan
mental pada lansia yang dapat dijadikan sebagai pelajaran dan juga wawasan agar kita
siap untuk menghadapi tua kelak.

1. Perubahan Pada Pendengaran alias Tuli


Satu contoh perubahan yang akan dialami pada usia tua yaitu pendengaran yang mulai
samar – samar dan akhirnya menjadi tuli atau pikun. Hal ini sering terjadi pada lansia baik
wanita dan juga pria, penyakit yang alami ini terjadi apabila gaya hidup dan juga faktor
genetik yang dialami. Pikun sebenarnya dapat dicegah dengan banyak menjaga pola
asupan yang baik serta menghindari kebiasaan buruk yang mempengaruhi saraf
pendengaran. Begitu penting perhatian juga peran orang tua dalam pengendalian sosial.

2. Daya Ingat Menurun


Selain itu contoh perubahan mental pada lansia yaitu mulai menurunnya daya ingat atau
memori yang sudah lemah. Saat ini banyak usia muda pun di atas usia 35 tahun
mengalami semi pikun, mudah lupa dan rasa tidak ingat mengenai hal yang dilakukan.

Penyakit ini memang tidak bisa dipungkiri bagi para lansia, salah satu alternatif untuk
menumbuhkan daya ingat lebih tajam dengan banyak latihan dan terapi memori. Hal ini
dapat dilakukan sesuai dengan aturan dan juga petunjuk terapis atau dokter.

3. Perilaku Yang Seperti Anak Kecil


Sikap lansia memang sering membuat kita sedikit risih dan tidak nyaman, kebiasaan
berperilaku seperti anak kecil akan terjadi pada lansia di atas usia 70 tahun. Hal ini
merupakan faktor genetik dan kondisi fisik yang mulai menurun dan juga lemah.

Apabila hal ini tidak ditangani dengan sabar dan tekun, maka kasihan para lansia karena
kondisi seperti itu sebetulnya kondisi yang tidak diinginkan oleh mereka. Terapi dan
perawatan yang sungguh penuh dengan kepedulian dan perhatian harus dilakukan untuk
menjaga agar mereka tetap nyaman, tenang dan semangat untuk menjalani hidup.

4. Emosi dan Perasaan yang Lebih Sensitif


Contoh perubahan mental pada lansia berikutnya adalah terganggunya sensor perasaan
dan juga emosi. Emosi serta perasaan para lansia mudah terganggu oleh kondisi yang
membuat mereka tidak nyaman atau sedikit kecewa. Karena itu butuh ekstra kesabaran
dalam merawat para lansia dalam menjalani kehidupan hari tuanya. Terkadang emosi dan
perasaan mereka mudah sedih, kecewa, marah dan kadang merekan bahagia. Pelajari
bagaimana mengetahui perkembangan emosi usia dewasa dalam tahap perkembangan.

5. Penurunan Kesehatan Tubuh


Usia tua tidaklah setegar dan sekuat usia muda dulu, semakin seseorang memasuki usia
di atas 45 tahun mulai menurunlah stamina kesehatan tubuhnya. Satu persatu penyakit
mulai menimpa, dari yang ringan sampai yang kronis.
Kebiasaan dimasa muda juga menjadi salah satu pencetus timbulnya penyakit yang bisa
komplikasi, dan juga gaya hidup dan pola makan yang tidak dijaga dengan baik dan benar.
Karena itu sangat penting menjaga semua itu selagi usia kita masih kuat dan muda agar
terhindari dari masalah penyakit menua kelak.

6. Menurunnya Kehidupan Bersosialisasi


Satu lagi contoh perubahan mental pada lansia yang umumnya terjadi yaitu menghindar
dari kehidupan bermasyarakat. Memasuki usia pensiun biasanya peran orang tua akan
menurun, dunianya dulu yang penuh dengan energik dan semangat mulai memudar. Lebih
banyak menghabiskan waktu dirumah dengan hobi atau ibadah. Pergaulan antara
lingkungan menjadi kehidupan yang semu dan kelam, tidak memikirkan hiruk pikuk
gemerlap alam luar. Lebih senang akan suasana yang tenang, damai dan rileks. Berikut
ini contoh faktor psikologis yang mempengaruhi masalah sosial.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :


1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.

Materi 4
Perubahan kognitif

Berikut ini perubahan Kognitif pada lansia yaitu sebuah proses menua yang secara sehat
atau normal aging. Pengaruh pada beberapa aspek seperti menurunnya daya ingat,
seperti memori dalam kehidupan sehari – hari. Karena itu mengapa usia tua identik
dengan kepikunan atau lupa akan segala hal. Selain itu juga peran orak sebelah kanan
mengalami kemunduran lebih cepat dibanding dengan otak sebelah kiri.

Akibatnya akan mengalami gangguan fungsi kewaspadaan juga perhatian. Penurunan


kognitif pada lansia juga bergantung pada faktor usia juga jenis kelamin khususnya pada
wanita, dikarenakan pada wanita ada peranan hormon seks endogen dalam perubahan
fungsi kognitif serta fungsi reseptor esterogen di otak yang berperandalam pada fungsi
belajar dan memori.

Fungsi Kognitif
Pada umumnya kognitif pada lansia memiliki beberapa peranan, contohnya dalam
perubahan kognitif pada lansia. Berikut contohnya:
a. Proses penuaan akibat kinerja otak, terdapat adanya perubahan pada otak yang
berhubungan dengan usia. Setiap tahun terjadi pengurangan volume pada masing –
masing area lobus frontalis juga lobus tempora. Hal inilah yang menjadi volume otak
disertai dengan menurunnya fungsi kognitif..
b. Faktor usia, dengan bertambahnya usia seseorang maka semakin banyak terjadi
perubahan pada sistem tubuh dan organnya, salah satunya yaitu penurunan fungsi.
Dalam hal ini pengaruh pada fungsi kognitif yaitu menurunnya kemampuan intelektual,
kemampuan transmisi saraf otak menjadi lambat dan hilangnya memori juga informasi
yang ada.

c. Perubahan Fungsi Kognitif pada Lansia


Perubahan Kognitif pada lansia dapat diketahui dari beberapa fungsinya yaitu :
d. Memori atau daya ingat, yaitu menurunnya daya ingat yang merupakan salah satu
fungsi kognitif. Ingatan jangka panjang tidak terlalu mangalami perubahan, namun
untuk ingatan jangka pendek mengalami penurunan.
e. IQ, salah satu fungsi intelektual yang dapat mengalami penurunan dalam hal
mengingat, menyelesaikan masalah, kecepatan respon juga tidak fokus.
f. Kemampuan belajar juga bisa menurun, karena menurunnya beberapa fungsi organ
tubuh. Hal ini mengapa banyak dianjurkan lansia banyak berlatih dan terapi dalam
meningkatkan kemampuan belajar walau butuh waktu.
g. Kemampuan pemahaman juga pada lansia bisa menurun, hal ini yang menjadi
salah satu Perubahan Kognitif pada lansia yang mulai menurun. Seperti fokus dan
daya ingat yang mulai mengendur.
h. Sulit memecahkan masalah, dalam hal memecahkan masalah, lansia juga agak sukar
untuk melakukan hal tersebut. Hal ini dikarenakan sistem fungsi organ yang menurun
sesuai dengan usia.
i. Pengambilan keputusan juga begitu lambat, karena secara kognitif peranan yang
mulai menurun dan berkurang.
j. Perubahan motivasi dalam diri, yang baik itu motivasi yang kognitif dan afektif dalam
memperoleh suatu yang cukup besar. Namun motivasi tersebut seringnya kurang
memperoleh dukungan karena kondisi fisik dan juga psikologis.

Materi 5
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang
memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).
Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu,
baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak
negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak
positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-
kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau
tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masingmasing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk
merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan
pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.

Materi 6
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-
barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau sanak
saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup sendiri di perantauan, seringkali
menjadi terlantar.

Materi 7
Perubahan aspek spiritual pada lansia

Perkembangan spiritualitas lansia terkait dengan kemunduran aspek fisik, psikologis


dan sosial. Dengan kemunduran aspek-aspek tersebut banyak lansia mulai tertarik dalam
kegiatan spiritual. Aktivitas spiritual dilakukan untuk memberikan makna hidup, yang
secara fisik, ekonomi, psikologis dan sosial berkurang.
Dalam setting masyarakat Amerika, Hurlock (1996) mengemukakan bahwa
kepercayaan populer di masyarakat bahwa lansia tertarik pada kehidupan keagamaan,
meskipun bukti-bukti empirik sangat sedikit. Lansia lebih tertarik pada kegiatan keagamaan
karena hari kematiannya semakin dekat, atau karena mereka sangat tidak mampu. Dari
fakta penelitian juga ditemukan banyak lansia yang justru semakin jauh dari minat
keagamaan. Dalam hal pelibatan terhadap kegiatan keagamaan, umumnya mereka hanya
meneruskan kebiasaan pada usia awal.
Apa yang dikemukakan Hurlock tersebut dapat juga terjadi pada masyarakat lain.
Dalam masyarakat muslim, umumnya para lansia lebih meningkatkan keterlibatan dalam
kegiatan keagamaan. Di samping untuk menjadi sarana berhubungan sosial, mengisi
kehidupan akan lebih bermakna, intensitas pengamalan agama diyakini sebagai bekal
untuk menghadapi kematian dan kehidupan sesudah mati, yaitu di alam kubur dan alam
akherat.
Tentang persoalan menghadapi kematian ini telah menjadi obyek penelitian dari
para antropolog, dan umumnya ada kecenderungan masyarakat (lansia) merasa takut
menghadapi kematian. Di kota besar seperti Jakarta, dewasa ini banyak kegiatan
(kursus/paguyuban) yang membahas bagaimana menghadapi kematian yang nyaman,
yang umumnya diikuti oleh kelompok atas.
Kegiatan Belajar 4
Menjelaskan masalah-masalah yang terjadi pada lansia

Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan masalah-masalah yang terjadi pada lansia

Pokok-pokok materi
1 Menjelaskan Permasalahan Pada Lanjut Usia
2 Menjelaskan Penilaian pada lansia

Langkah-langkah Kegiatan
1. Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2. Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3. Belajarlah sesuai dengan tahapannya
Materi 1
Permasalahan Pada Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami
oleh setiap manusia. Pada tahap ini manusia mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, dimana terjadi kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya.Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Sebagai dampak keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah
meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia sehingga populasi lansia juga meningkat.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2014, umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk
wanita adalah 73 tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Menurut Bureau of the Cencus USA (1993),
Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414%.
Pasien lanjut usia mempunyai ciri-ciri: memiliki beberapa penyakit kronis/menahun, gejala
penyakitnya tidak khas, fungsi organ yang menurun, tingkat kemandirian berkurang, sering disertai
masalah nutrisi, karena alasan tersebut perawatan pasien geriatri berbeda dengan pasien yang lain.
Permasalahan yang dapat terjadi adalah:
1. Penurunan fungsi
a. Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi Kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan
sosial, uang, pekerjaan (pensiun), atau mungkin rumah tinggal, semua ini dapat menimbulkan
reaksi yang merugikan. Perasaan aman dalam hal sosial dan ekonomi serta pengaruhnya
terhadap semangat hidup, rupanya lebih kuat dari pada keadaan badani dalam melawan depresi
(Maramis, 2009).
b. Seks pada usia lanjut Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks yang aktif
sampai umur 80-an. Libido dan nafsu seksual penting juga pada usia lanjut, tetapi sering hal ini
mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka sendiri dan anak-anak mereka yang
menganggap seks pada usia 19 lanjut sebagai tabu atau tidak wajar. Orang yang pada masa
muda mempunyai kehidupan seksual yang sehat dan aktif, pada usia lanjut masih juga demikian,
biarpun sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah, pada usia lanjut akan habis sama sekali
(Maramis, 2009). Memang terdapat beberapa perubahan khusus mengenai seks. Pada wanita
karena proses penuaan, maka pola vasokongesti pada buah dada, klitoris dan vagina lebih
terbatas. Aktivitas sekretoris dan elastisitas vagina juga berkurang. Pada pria untuk mencapai
ereksi diperlukan waktu lebih lama. Ereksi mungkin tidak akan dicapai penuh, tetapi cukup untuk
melakukan koitus. Kekuatan saat ejakulasi juga berkurang. Pada kedua seks, semua fase
eksitasi menjadi lebih panjang, akan tetapi meskipun demikian, pengalaman subjektif mengenai
orgasme dan kenikmatan tetap ada dan dapat membantu relasi dengan pasangan (Maramis,
2009).
c. Penurunan fungsi kognitif
Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009) menyebutkan adanya perubahan kognitif yang terjadi pada
lansia, meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya
efisiensi tranmisi saraf di otak menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi
hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan
mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Penurunan 20 menyeluruh
pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam
kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi.
d. Kejadian Jatuh
Pada usia lanjut, kejadian jatuh merupakan permasalahan yang sering dihadapi, dikarenakan
lansia mengalami penurunan fungsi tubuh yang meningkatkan kejadian jatuh. Kejadian jatuh
pada lansia dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuhadalah patah tulang panggul. Dampak
psikologs adalah walaupu cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jauh
lagi dapat memiliki banyak konsekuen termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri,
pembatasan dalam aktivitas sehari-hari dan fobia jatuh (Stanley, 2006).

2. Penyakit
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang
sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang
sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya yaitu :

1) Immobility (kurang bergerak)


2) Instability (mudah jatuh)
3) Incontinence (beser BAB/BAK)
4) Intellectual impairment (gangguan intelektual/ demensia)
5) Infection (infeksi)
6) Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan
penciuman)
7) Isolation (Depression)
8) Inanition (malnutrisi)
9) Impecunity (kemiskinan)
10) Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
11) Insomnia(sulit tidur)
12) Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
13) Impotence(Gangguan seksual)
14) Impaction (sulit buang air besar)

 Immobility (kurang bergerak)


o Keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih.
o Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidak seimbangan,masalah psikologis, depresi atau demensia.
o Komplikasi yang timbul adalah luka di bagian yang mengalami penekanan terus
menerus timbul lecet bahkan infeksi, kelemahan otot, kontraktur/kekakuan otot dan
sendi, infeksi paru-paru dan saluran kemih, konstipasi dan lain-lain.
o Penanganan : latihan fisik, perubahan posisi secara teratur, menggunakan kasur
anti dekubitus, monitor asupan cairan dan makanan yang berserat.
 Instability (Instabilitas dan Jatuh)
o Penyebab jatuh misalnya kecelakaan seperti terpeleset, sinkop/kehilangan
kesadaran mendadak, dizzines/vertigo, hipotensi orthostatik, proses penyakit dan
lain-lain.
o Dipengaruhi oleh faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien misalnya
kekakuan sendi, kelemahan otot, gangguan pendengaran,penglihatan, gangguan
keseimbangan, penyakit misalnya hipertensi, DM, jantung,dll ) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan misalnya alas kaki tidak sesuai, lantai
licin, jalan tidak rata, penerangan kurang, benda-benda dilantai yang membuat
terpeleset dll).
o Akibat yang ditimbulkan akibat jatuh berupa cedera kepala, cedera jaringan lunak,
sampai patah tulang yang bisa menimbulkan imobilisasi.
o Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan
otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar
lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.

 Incontinence Urin dan Alvi (Beser BAB dan BAK)


o Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dikehendaki
dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah sosial dan
atau kesehatan.
o Inkontinensia urin akut terjadi secara mendadak dapat diobati bila penyakit yang
mendasarinya diatasi misalnya infeksisaluran kemih, gangguan kesadaran, obat-
obatan, masalah psikologik dan skibala.
o Inkontinesia urin yang menetap di bedakan atas: tipe urgensi yaitu keinginan
berkemih yang tidak bisa ditahan penyebanya overaktifitas/kerja otot detrusor
karena hilangnya kontrol neurologis, terapi dengan obat-obatan antimuskarinik
prognosis baik, tipe stres kerena kegagalan mekanisme sfingter/katup saluran
kencing untuk menutup ketika ada peningkatan tekanan intra abdomen mendadak
seperti bersin, batuk, tertawa terapi dengan latihan otot dasar panggul prognosis
baik, tipe overflow yaitu menggelembungnya kandung kemih melebihi volume
normal, post void residu > 100 cc terapi tergantung penyebab misalnya atasi
sumbatan/retensi urin..
o Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk
mengendalikan pembuangan feses melalui anus, penyebab cedera panggul,
operasi anus/rektum, prolaps rektum, tumor dll.
o Pada inkontinensia urin ntuk menghindari sering mengompol pasien sering
mengurangi minum yang menyebabkan terjadi dehidrasi.
 Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)
o Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran
sehingga mempengaruhi aktifitas kerja dan sosial secara bermakna.
o Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman
yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan
terganggunya aktivitas.
o Faktor risiko : hipertensi, DM, gangguan jantung, PPOK dan obesitas.
o Sindroma derilium akut adalah sindroma mental organik yang ditandai dengan
gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi
yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi.
o Gejalanya: gangguan kognitif global berupa gangguan memori jangka pendek,
gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir (diorientasi waktu,
tempat, orang), komunikasi tidak relevan, pasien mengomel, ide pembicaraan
melompat-lompat, gangguan siklus tidur.
 Infection (infeksi)
o Pada lanjut usia terdapat beberapa penyakit sekaligus, menurunnya daya
tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasipada lanjut usia
sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini.
o Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, malah suhu
badan yang rendah lebih sering dijumpai.
o Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium
sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan
adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut.
 Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatandan
penciuman)
o Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada lanjut usia dan menyebabkan
pasien sulit untuk diajak komunikasi
o Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri adalah dengan cara
memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa implantasi
koklea.
o Gangguan penglihatan bisa disebabkan gangguan refraksi, katarak atau komplikasi
dari penyakit lain misalnya DM, HT dll, penatalaksanaan dengan memakai alat
bantu kacamata atan dengan operasi pada katarak.

 Isolation (Depression)
o Isolation (terisolasi) / depresi, penyebab utama depresi pada lanjut usia adalah
kehilangan seseorang yang disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang
peliharaan.
o Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya
terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa
direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi.
Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang
berkepajangan.

 Inanition (malnutrisi), Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70 tahun.
Anoreksia dipengaruhi oleh faktor fisiologis (perubahan rasa kecap, pembauan, sulit
mengunyah, gangguan usus dll), psikologis (depresi dan demensia) dan sosial (hidup dan
makan sendiri) yang berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan.

 Impecunity (Tidak punya penghasilan)


o Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara berlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh
dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak dapat
memberikan penghasilan.
o Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari
tunjangan hari tuanya.
o Selain masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti
interaksi sosial pun berkurang memudahkan seorang lansia mengalami depresi.

 Iatrogenic (penyakit karena pemakaian obat-obatan)


o Lansia sering menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat
yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka
waktu yang lama tanpa pengawasan dokter sehingga dapat menimbulkan penyakit.
o Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat
tersebut yang dapat mengancam jiwa.

 Insomnia (Sulit tidur)


o Dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang
lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan
insomnia seperti diabetes melitus dan gangguan kelenjar thyroid, gangguan di otak
juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat
menjadi penyebabnya.
o Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh lansia yaitu sulit untuk
masuk kedalam proses tidur, tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, jika
terbangun sulit untuk tidur kembali, terbangun dini hari, lesu setelah bangun di pagi
hari.
o Agar bisa tidur : hindari olahraga 3-4 jam sebelum tidur, santai mendekati waktu
tidur, hindari rokok waktu tidur, hindari minum minuman berkafein saat sore hari,
batasi asupan cairan setelah jam makan malam ada nokturia, batasi tidur siang 30
menit atau kurang, hindari menggunakan tempat tidur untuk menonton tv, menulis
tagihan dan membaca.

 Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh),Daya tahan tubuh menurun bisa


disebabkan oleh proses menua disertai penurunan fungsi organ tubuh, juga disebabkan
penyakit yang diderita, penggunaan obat-obatan,keadaan gizi yang menurun.

 Impotence (Gangguan seksual), Impotensi/ ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual


pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah dan juga depresi

 Impaction (sulit buang air besar)


o Faktor yang mempengaruhi: kurangnya gerak fisik, makanan yang kurang
mengandung serat, kurang minum, akibat obat-obat tertentu dan lain-lain.
o Akibatnya pengosongan usus menjadi sulit atau isi usus menjadi tertahan, kotoran
dalam usus menjadi keras dan kering dan pada keadaan yang berat dapat terjadi
penyumbatan didalam usus dan perut menjadi sakit.

3. Polifarmasi
Polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat. Tidak ada jumlah pasti obat yang dikonsumsi untuk
mendefinisikan polifarmasi, mayoritas menggunakan 3 sampai 5 obat dalam satu resep obat.
Polifarmasi biasanya terjadi pada lanjut usia yang memiliki banyak masalah kesehatan yang
memerlukan terapi obat-obatan yang beragam. Polifarmasi menjadi masalah bagi lansia
dikarenakan sering terjadinya interaksi antar obat yang digunakan. Interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetik dan farmakodinamik dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang
berinteraksi. Interaksi obat dapat mengakibatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat
yang dikonsumsi (Restuadhi, 2011).

Materi 2
Penilaian Pada Lansia
Secara garis besar penilaian ada lansia meliputi penilaian kondisi medis, fungsional, psikologis dan
status sosial. Penilaian pada lansia bertujuan untuk menentukan kemampuan medis, psikologis dan
fungsional dari orang tua yang lemah dalam rangka untuk mengembangkan rencana yang terpadu
untuk pengobatan dan tindak lanjut jangka panjang (Rakel et al, 2011).
a. Penilaian Kondisi Medis
Penilaian medis pada lansia meliputi penilaian riwayat penyakit dahulu maupun riwayat penyakit
sekarang dan mengevaluasi status gizi lansia. Penilaian terhadap riwayat penyakit lansia yang
terdahulu diharapkan dapat mempermudah untuk mengetahui faktor risiko yang dapat
menyebabkan penurunan kondisi medis lansia dimasa sekarang. Secara garis besar terdapat
empat faktor risiko yang dapat menurunkan kondisi medis lansia dimasa tuanya dan harus
menjadi fokus penilaian kondisi medis, yaitu usia dari lansia, gangguan fungsi kognitif, gangguan
fungsi dasar dan gangguan mobilitas. Keempat faktor risiko tersebut dapat menimbulkan sindrom
geriatri, diantaranya ulkus, inkontinensia, peningkatan terjadinya jatuh pada lansia, penurunan
fungsi dan penurunan kesadaran (delirium) (Rakel et al, 2011).
b. Penilaian Fungsional Lansia
Penilaian fungsional pada lansia terfokuskan pada penilaian kemampuan lansia dalam
menjalankan aktivitas sehari hari (activities of daily living) serta berfungsi untuk mengetahui
faktor risiko yang menyebabkan jatuhnya lansia. Terdapat beberapa penilaian dasar ADLs
diantaranya adalah penilaian dalam kemampuan makan, berpakaian, mandi, berpindah tempat
serta kemampuan dalam buang air kecil dan buang air besar. Selain instrumen ADLs, terdapat
juga instrumen lain yang bisa menilai kemampuan lansia dalam menjalankan aktivitas, yaitu
instrumen Katz. Penilaian instrumen Katz terdiri dari penilaian kemampuan berbelanja, mengatur
keuangan, mengemudi, menggunakan telfon, membersihkan rumah, mencuci dan mengatasi
kondisi medis (Rakel et al, 2011).
c. Penilaian Psikologi
Penilaian yang dilakukan terkait permasalahn psikologi adalah penilaian terhadap gangguan
fungsi kognitif dan penilaian terkait depresi pada lansia. Instrumen yang digunakan dalam menilai
kemampuan fungsi kognitif lansia bisa menggunakan MMSE (Mini Mental Score Examination)
atau dengan menggunakan instrumen MoCA (Montreal Cognitive Assesment). Untuk mendeteksi
adanya gangguan depresi pada lansia, instrumen yang biasanya digunakan adalah Geriatric
Depression Scale-15 (GDS-15) (Rakel et al, 2011).

d. Penilaian Fungsi Sosial


Keadaan dan dukungan lingkungan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan atau
dinilai pada seseorang yang memasuki usia lanjut. Penilaian terhadap lingkungan dapat menjadi
tolak ukur dalam mengevaluasi potensial hazard. Penilaian fungsi sosial juga terdiri dari penilaian
stresor finansial dan penilaian terhadap kekhawatiran dari keluarga atau seseorang yang
menemani lansia (Rakel et al, 2011).
Kegiatan Belajar 5
Menjelaskan Terapi Aktifitas Kelompok pada lansia

Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan Terapi aktifitas kelompok pada lansia

Pokok-pokok materi
1. Menjelaskan terapi aktifitas kelompok
2. Menjelaskan perkembangan kelompok
3. Menjelaskan Prinsip dan jenis Terapi Aktifitas kelompok
4. Menjelaskan Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Langkah-langkah Kegiatan
1. Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2. Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3. Belajarlah sesuai dengan tahapannya
Materi 1
Terapi aktifitas kelompok

1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok


Pengertian Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan atau dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Struart & Laraia, 2001). Anggota kelompok
mungkin datang dan berbagai Tatar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya,
seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik
(Yalom, 1995 dalam Stuart & Laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika
kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam
berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dan
setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya. Kelompok berfungsi sebagai tempat
berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara
menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota
kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
3. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Stuart & Laraia, 2001):
a. Struktur Kelompok Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan
membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan
adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan
keputusan diambil secara bersama.
b. Besar Kelompok Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lancester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan
menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok
terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan
interaksi yang terjadi.
c. Lamanya Sesi Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, 2001). Biasanya
dimulai dengan 24 pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa
terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/ dua kali per
minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia


Ada bebrapa manfaat yang bisa dirasakan bagi kaum lansia yang mengikuti terapi aktivitas
kelompok, antara lain adalah:
a. Agar anggota di dalam kelompok tersebut merasa diakui, dimiliki, serta dihargai
eksistensinya oleh anggota lainnya di dalam kelompok
b. Membantu agar anggota kelompok lain yang berhubungan satu sama lainnya dan merubah
sikap dan perilaku yang maladaptive dan destrkutif
c. Sebagai tempat yang digunakan untuk berbagi pengalamn serta saling memantau satu
sama lainnya yang dipertuntukkan untuk menemukan solusi menyelsaikan masalah
5. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis
pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi
kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat
mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh
anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
Elemen penting observasi komunikasi verbal dan nonverbal (Stuart & Laraia, 2001)
a. Komunikasi setiap anggota kelompok
b. Rancangan tempat dan duduk (setting)
c. Tema umum yang diekspresikan
d. Frekuensi komunikasi dan orang yang dituju selama komunikasi
e. Kemampuan anggota kelompok sebagai pandangan terhadap kelompok
f. Proses penyelesaian masalah terjadi

6. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi
kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu (Beme & Sheats,
1948 dalam Stuart & Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role.
Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task
roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah selfcentered dan distraksi
pada kelompok.

7. Kekuatan Kelompok Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam


memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok
yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar, dan siapa yang
membuat keputusan dalam kelompok.

8. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku
kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini.
Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui 26 pengaruhnya terhadap
komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan
norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak
mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.

9. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini
memengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat
anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan
kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu melakukan upaya agar
kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara satu sama
lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu
anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu diukur melalui
seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
Materi 2
Perkembangan Kelompok

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan kembang. Pemimpin
akan mengembangkan kelompok melalui empat fase, yaitu (Stuart & Laraia, 2001): fase pra-
kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok.
1) Fase Pra kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dan kelompok.
Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan kegiatan
kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, perlu disusun proposal atau panduan
pelaksanaan kegiatan kelompok.
Garis besar isi proposal adalah: daftar tujuan umum dan khusus; daftar pemimpin kelompok
disertai keahliannya; daftar kerangka teoretis yang akan digunakan pemimpin untuk mencapai
tujuan; daftar kriteria anggota kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur
kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku anggota yang
diharapkan dan perilaku pemimpin yang diharapkan; uraian tentang proses evaluasi anggota
kelompok dan kelompok; uraian alat dan sumber yang dibutuhkan; jika perlu, uraian dana yang
dibutuhkan. Proposal dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan
kelompok.
2) Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran yang baru. Yalom
(1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik,
dan kohesif.
10. Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin
kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri
dari tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran, dan aturan komunikasi,
misalnya hanya satu orang yang bicara pada satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau
kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
b) Tahap konflik Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan, atau
sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota yang netral dan dapat
membantu menyelesaian konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan,
baik antaranggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini.
Pemimpin perlu memfasilitasi tingkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti
menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
c) Tahap kohesif Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu
sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota
kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan
penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan perbedaan, anggota
kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatu realitas.
3) Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras, tetapi menyenangkan
bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Kekuatan terapeutik
dapat tampak seperti dijelaskan oleh Yalom dan Vinogradov (1989) dalam Stuart dan Laraia (2001),
yaitu 11 (sebelas) faktor: memberi informasi, instalansi harapan, kesamaan, altruisme, koreksi
pengalaman, pengembangan teknik interaksi sosial, peniruan perilaku, belajar hubungan
interpersonal, faktor eksistensi, katarsis, dan kekohesifan kelompok.

Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok
ke arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dan faktor apa saja yang dapat mengurangi
produktivitas kelompok. Selain itu, pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Beberapa problem
yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self-desclosure, dan resistance. Beberapa anggota
kelompok menjadi sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada lagi
kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi, dan keengganan berubah perlu didefinisikan pemimpin
kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian. Pada kondisi
ini kelompok segera masuk ke fase berikut, yaitu perpisahan.
4) Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota
kelompok atau pimpinan kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan pada
jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan
instrumen evaluasi kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada
akhir setiap sesi atau beberapa yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu.
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan
secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perlu dicatat atau didokumentasikan
proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan implementasi tindakan
keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien di luar sesi

Tanggal ____________ Sesi ke _____________


Anggota kelompok :
• Daftar anggota yang hadir (sebutkan jika baru)
• Daftar anggota yang terlambat
• Daftar anggota yang absen
Daftar individu yang menyimpan isu atau perilaku yang didiskuasikan
Daftar tema kelompok
Identifikasi proses kelompok yang penting (pengembangan kelompok, peran, dan norma)
Identifikasi strategi kritis yang digunakan pemimpin
Daftar strategi pemimpin yang diusulkan
Prediksi repsons anggota dan kelompok pada sesi berikutnya

Materi 3
Prinsip dan jenis Terapi Aktifitas kelompok

Menurut Keliat (2005), prinsip memilih klien adalah:


1. Gejala sama
Misalnya terapi aktivitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien halusinasi,
dan lain sebagainya. Setiap terapi aktivitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya,
bisa untuk sosialisasi, kerjasama, maupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik
tersebut akan dapat dicapai apabila klien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga
mereka dapat bekerja sama atau berbagi dalam proses terapi.
2. Kategori sama
Dalam artian klien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Klien yang dapat
diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok adalah klien akut skor rendah sampai klien tahap
promotion. Bila dalam satu terapi klien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan
lebih mudah tercapai.

3. Jenis kelamin
Pengalaman terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pada klien dengan gejala sama, biasanya
laki-laki akan lebih mendominasi daripada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.
4. Kelompok umur hampir sama Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi
antar klien.
5. Jumlah efektif adalah 7-10 orang per-kelompok terapi Jika terlalu banyak peserta, maka tujuan
terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada klien. Bila
terlalu sedikitpun terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuannya sulit tercapai.

Jenis Terapi Kelompok


Berikut ini terdapat beberapa jenis terpi yang bisa diterapkan sebagai aktivitas kelompok para lansia,
diantaranya:
1. Stimulasi Sensori (Musik)
Jenis terapi ini dapat berfungsi untuk ungkapan perhatian, baik itu bagi pendengar maupun bagi
pemusik. Kualitas dari musik sendiri memiliki andil terhadap fungsi-fungsi untuk mengungkapkan
perhatian yang mana terletak pada struktur dan ururan matematis, yang mana mampun untuk
menunjukkan pada ketidak beresan di dalam kehidupan seseorang. Peran dan sertanya akan
nampak dalam sebuah pengalaman musikal, semisal menyanyi, menghasilkan integrasi pribadi yang
dapat mempersatukan fisik, pikiran, dan roh. Ada beberapa manfaat yang diberikan musik di dalam
proses stimulasi ini, antara lain adalah:
a. Musik memberikan banyak pengalaman yang ada di dalam stuktur
b. Musik memberikan pengalaman untuk mengorganisasi diri
c. Musik memberikan kesempatan yang digunakan untuk pertemuan kelompok yang mana di
dalamnya individu telah mengutamakan kepentingan kelompok dibanding kepentingan individu.
2. Stimulasi Persepsi
Di dalam proses stimulasi ini klien akan dilatih mengenai cara mempersepsikan stimulus yang telah
disediakan ataupun yang sudah pernah dialami. Kemmapuan untuk mempersepsikan inilah yang
akan dievaluasi dan ditingkatkan di dalam setiap sesinya.
Tujuan dari proses ini diharapkan respon klien menjadi lebih adaptif dalam berbagai stimulus.
Aktifitas yang akan dilakukan berupa stimulus dan persepsi. Ada beberapa stimulus yang diberikan
mulai dari membaca majalah, menonton televisi, pengalaman dari masa lalu, dan masih banyak
lainnya.
3. Orientasi Realitas
Klien nantinya akan diorientasikan kepada kenyataan yang ada di sekitarnya, mulai dari diri sendiri,
orang lain yang ada di sekitar klien, hingga lingkungan yang memiliki hubungan dan kaitanya
dengan klien. Hal ini juga berlaku pada orientasi waktu di saat ini, waktu yang lalu, hingga rencana di
masa depan. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa orientasi orang, tempat, waktu, benda, serta
kondisi yang nyata.
4. Sosialisasi
Klien akan dibantu untuk bisa melakukan sosialisasi dengan individu-individu di sekitar klien.
Sosialiasi akan dilakukan secara bertahap secara interpersonal, kelompok, maupun massa. Aktivitas
yang dapat dilakukan berupa latihan sosialisasi yang ada di dalam kelompok.
5. Terapi Berkebun
Terapi berkebun memiliki tujuan untuk bisa melatih kesabaran, kebersamaan, serta bagaimana
memanfaatkan waktu luang. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan semisal penanaman kangkung,
lombok, bayam, dan lainnya.
6. Terapi Dengan Binatang
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan rasa kasih sayang serta mengisi kesepian di
sehari-harinya dengan cara bermain bersama binatang. Semisal memiliki peliharaan kucing,
bertenak ayam, sapi, dan lainnya. Hal ini ,merupakan cara pencegah gangguan jiwa pada
lansia yang cukup efektif.
7. Terapi Okupasi
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa memanfaatkan waktu luang yang dimiliki lansia serta
meningkatkan produktivitas yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk membuat dan menghasilkan
karya dari hal-hal yang sudah disediakan. Misalnya saja membuat kipas, membuat sulak, membuat
bunga, menjahit, merajut, dan masih banyak lainnya.
8. Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan untuk mencegah agar daya ingat seseorang tidak menurun.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan cerdas cermat, mengerjakan tebak-
tebakan, puzzle, mengisii TTS, dan lainnya.
9. Life Review Terapi
Terapi ini memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan gairah hidup serta harga diri. Proses nya dengan
menceritakan berbagai pengalaman-pengalaman di dalam hidupnya. Misalnya saja menceritakan
tentang masa muda nya.
10. Rekreasi
Memiliki tujuan untuk bisa meningkatkan sosialiasi, gairah hidup, menghilangkan rasa bosan,
bahkan dapat melihat pandangan yang mana digunakan sebagai cara mengatasi stres dan depresi.
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari mengikuti senam lansia, bersepesa,
posyandu lansia, rekreasi ke kebun raya, mengunjungi saudara, dan masih banyak lainnya.
11. Terapi Keagamaan
Terapi keagamaan ini digunakan untuk tujuan kebersamaan, memberikan rasa kenyamanan,
bahkan persiapan untuk menjelang kematian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dapat berupa
pengajian, sholat berjamaah, kebantian, dan lainnya.
12. Terapi Keluarga
Terapi keluarga ini merupakan terapi yang diberikan oleh seluruh anggota keluarga yang mana
sebagai unit penanganan. Tujuan dari terapi keluarga ini adalah untuk mampu melaksanakan fungsi-
fungsinya sebagai keluarga. Sasaran utama dari dari terapi ini adalah keluarga yang kondisinya
mengalami disfungsi, tidak dapat melaksanakan fungsi yang mana dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga, semua masalah yang terjadi di dalam keluarga akan diidentifikasikan dan
dikontribusikan dari masing-masing anggota di dalam keluarga pada penyebab munculnya masalah
tersebut. Misalnya saja penyebab keluarga tidak harmonis. Sehingga nantinya masing-masing
anggota keluarga dapat lebih mawas diri pada masalah yang terjadi dalam keluarga dan mencari
solusi yang tepat untuk mengembalikan fungsi keluarga sebagaimana sebelumnya.
Proses terapi ini memiliki 3 tahapan di dalamnya, fase pertama adalah perjanjian, fase kedua adalah
kerja, dan fase ketiga adalah terminasi. Pada fase pertama, perawat dan klien akan
mengembangkan hubungan untuk saling percaya satu sama lainnya. Isu di dalam keluarga kan
diidentifikasi dan tujuan dari terapi akan ditetapkan bersama. Fase kedua atau fase kerja merupakan
fase dimana keluarga akan dibantu dengan perawat yang dijadikan sebagai terapis yang nantinya
berusaha untuk mengubah pola interaksi yang terjadi di dalam anggota keluarga, peraturan di dalam
keluarga, dan eksplorasi batasan di dalam keluarga.
Kemudian di dalam fase terakhir keluarga akan melihat kembali bagiaman proses yang telah dijalani
selama ini untuk bisa mencapai tujuan terapi. Keluarga juga memiliki peran yang penting dalam
mempertahankan perawatan secara berkesinambungan.
Materi 4
Peran Perawat Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Peran perawat dalam mempersiapkan terapi aktifitas kelompok adalah:


a. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok.
b. Sebagai leader dan co leader

1. sebagai Leader
Tugasnya:
a. Menyusun rencana pembuatan proposal
b. Memimpin jalannya therapi aktifitas kelompok
c. Merencanakan dan mengontrol terapi aktifitas kelompok
d. Membuka aktifitas kelompok
e. Memimpin diskusi dan terapi aktifitas kelompok
f. Leader memperkenalkan diri dan mempersilahkan anggota diskusi lainnya untuk memperkena
l kan diri
g. Membacakan tujuan terapi aktivitas kelompok
h. Membacakan tata tertib
2. Co-leader
Tugasnya:
a. Membantu leader mengorganisasi anggota
b. Apabila terapi aktivitas pasif diambil oleh Co-leader
c. Menggerakkan anggota kelompok
d. Membacakan aturan main
3. Sebagai fasilitator
Tugasnya :
a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok untuk aktif jalannya permainan
b. Memfasilitasi anggota dalam diskusi kelompok
4. Sebagai observer
Tugasnya :
a. Mengobservasi jalannya terapi aktifitas kelompok mulai dari persiapan, proses dan penutup.
b. Mencari serta mengarahkan respon klien
c. Mencatat semua proses yang terjadi
d. Memberi umpan balik pada kelompok
e. Melakukan evaluasi pada terapi aktifitas kelompok
f. Membuat laporan jalannya aktivitas kelompok
g. Membacakan kontrak waktu
5. Mengatasi masalah yang timbul pada saat pelaksana

Ringkasan
Terapi Aktifitas Kelompok sangat dibutuhkan bagi lansia karena dapat mempertahankan kemampuan
stimulasi persepsi lansia, mempertahankan kemampuan stimulasi sensori lansia, mempertahankan ke
mampuan orientasi realitas lansia dan mempertahankan kemampuan sosialisasi lansia.
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok bagi lansia yaitu agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui,
dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain, membantu anggota kelompok berhubu
ngan dengan yang lain, serta merubah perilaku yang destruktif dan mal adaptif dan Sebagai tempat
untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain untuk menemukan cara menyelesai
kan masalah.
Kegiatan Belajar 6
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada lansia

Tujuan Pembelajaran
Anda mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan pada lansia

Pokok-pokok materi
1 Menjelaskan pengkajian pada kelompok
2 Menjelaskan diagnosis keperawatan pada lansia
3 Menjelaskan intervensi keperawatan pada lansia
4 Menjelaskan implementasi keperawatan pada lansia
5 Menjelaskan evaluasi keperawatan pada lansia

Langkah-langkah Kegiatan
1. Pelajari materi ini sebelum perkuliahan
2. Apabila anda kurang mengerti tanyakan kepada dosen
3. Belajarlah sesuai dengan tahapannya
Materi 1
Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada lansia adalah tahap pertama dari proses keperawatan. Tahap ini
adalah tahap penting dalam rangkaian proses keperawatan. Pada tahap pengkajian akan
didapatkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan masalah
keperawatan pada lansia. Keberhasilan dalam melakukan pengkajian keperawatan merupakan hal
penting untuk tahapan proses keperawatan selanjutnya.

Definisi Pengkajian Keperawatan Lansia


Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk
memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan
kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data
subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan
dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan
dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengkajian Pada Lansia


a. Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi penurunan kemampuan
mekanisme terhadap stres, masalah psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.
b. Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat, kebisingan minimal,
suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar
mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesagesa, beri kesempatan pada
lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.

Format pengkajian yang digunakan adalah


FORMAT PENGKAJIAN LANSIA

Nama wisma : Tanggal Pengkajian :

1. IDENTITAS KLIEN :
Nama : ...................................................................................................................................
Umur : ...................................................................................................................................
Agama : ...................................................................................................................................
Alamat asal : ...................................................................................................................................
Tanggal datang : .......................................... Lama Tinggal di Panti ...................................................
2. DATA KELUARGA :
Nama : ..................................................................................................................................
Hubungan : ..................................................................................................................................
Pekerjaan : ..................................................................................................................................
Alamat : ...................................................................Telp : ...................................................
3. STATUS KESEHATAN SEKARANG :
Keluhan utama:
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan:

Obat-obatan:

4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :


FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan :
Perubahan BB :
Perubahan nafsu makan :
Masalah tidur :
Kemampuan ADL :
KETERANGAN : ......................................................................................................
......................................................................................................
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka :
Pruritus :
Perubahan pigmen :
Memar :
Pola penyembuhan lesi :
KETERANGAN : ..........................................................................................................
..........................................................................................................
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal :
Pembengkakan kel. limfe :
Anemia :
KETERANGAN : .....................................................................................................

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala :
Pusing :
Gatal pada kulit kepala :
KETERANGAN : ..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan penglihatan :
Pakai kacamata :
Kekeringan mata :
Nyeri :
Gatal :
Photobobia :
Diplopia :

Riwayat infeksi :
KETERANGAN : ....................................................................................................................
...................................................................................................................
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran :
Discharge :
Tinitus :
Vertigo :
Alat bantu dengar :
Riwayat infeksi :
Kebiasaan membersihkan telinga :
Dampak pada ADL : ..........................................................................................
KETERANGAN : ..........................................................................................
..........................................................................................
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea :
Discharge :
Epistaksis :
Obstruksi :
Snoring :
Alergi :
Riwayat infeksi :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan :
Kesulitan menelan :
Lesi :
Perdarahan gusi :
Caries :
Perubahan rasa :
Gigi palsu :
Riwayat Infeksi :
Pola sikat gigi : ........................................................................................................
KETERANGAN : ........................................................................................................
........................................................................................................

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan :
Nyeri tekan :
Massa :
KETERANGAN : .........................................................................................................................
.........................................................................................................................
10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk :
Nafas pendek :
Hemoptisis :
Wheezing :
Asma :
KETERANGAN : ...................................................................................................................
...................................................................................................................
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain :
Palpitasi :
Dipsnoe :
Paroximal nocturnal :
Orthopnea :
Murmur :
Edema :
KETERANGAN : ...............................................................................................................
...............................................................................................................
12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia :
Nausea / vomiting :
Hemateemesis :
Perubahan nafsu makan :
Massa :
Jaundice :
Perubahan pola BAB :
Melena :
Hemorrhoid :
Pola BAB : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria :
Frekuensi : .......................................................................................................
Hesitancy :
Urgency :
Hematuria :
Poliuria :
Oliguria :
Nocturia :
Inkontinensia :
Nyeri berkemih :
Pola BAK : ...........................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

14. Reproduksi (laki-laki)


Ya Tidak
Lesi :
Disharge :
Testiculer pain :
Testiculer massa :
Perubahan gairah sex :
Impotensi :

Reproduksi (perempuan)
Lesi :
Discharge :
Postcoital bleeding :
Nyeri pelvis :
Prolap :
Riwayat menstruasi : ..............................................................................................
Aktifitas seksual :
Pap smear :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi :
Bengkak :
Kaku sendi :
Deformitas :
Spasme :
Kram :
Kelemahan otot :
Masalah gaya berjalan :
Nyeri punggung :
Pola latihan : ............................................................................................
Dampak ADL : ..................................................................................................
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache :
Seizures :
Syncope :
Tic/tremor :
Paralysis :
Paresis :
Masalah memori :
KETERANGAN : ...........................................................................................................
...........................................................................................................

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :


Psikososial YA Tidak
Cemas :
Depresi :
Ketakutan :
Insomnia :
Kesulitan dalam mengambil keputusan :
Kesulitan konsentrasi :
Mekanisme koping : ................................................................................
................................................................................
Persepsi tentang kematian
:...............................................................................................................
................................................................................................................
Dampak pada ADL :.........................................................................................................................
.........................................................................................................................
Spiritual
 Aktivitas ibadah :................................................................................................................

................................................................................................................
 Hambatan
:................................................................................................................

..................................................................................................................
KETERANGAN :............................................................................................................................
...........................................................................................................................................................

6. LINGKUNGAN :

 Kamar
:..........................................................................................................................................

 Kamar mandi
:...............................................................................................................................

 Dalam rumah.wisma
:...................................................................................................................

 Luar rumah
:.................................................................................................................................

7.NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Kriteria Dengan Mandiri Skor
Bantuan Yang
Didapat
1 Makan 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, atau sebaliknya 5-10 15
3 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi) 0 5
4 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, menyiram) 5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di permukaan datar (jika tidak bisa, dengan kursi roda ) 0 5
7 Naik turun tangga 5 10
8 Mengenakan pakaian 5 10
9 Kontrol bowel (BAB) 5 10
10 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
Jumlah 35-45 90

Kategori :
Mandiri =72 - 90
Ketergantungan parsial = 54-71
Ketergantungan total = 35-53

2. Aspek Kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : ...........................Hari :................................................
Musim : ..........................Bulan : .............................................
Tanggal :
2 Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara: …………………Panti : ………………………………..
Propinsi: ………………….Wisma : ……………………………..
Kabupaten/kota :
…………………………………………………….
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakan kepada klien, menjawab :
1) Kursi 2). Meja 3). Kertas
4 Perhatian 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100 kemudian kurangi 7
dan sampai 5 tingkat.
kalkulasi Jawaban :
1). 93 2). 86 3). 79 4). 72 5). 65
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada poin ke- 2
(tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil menunjukan
benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri 3


langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda
5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling bertumpuk

Total nilai 30

Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat

Kesimpulan :…………………………………………………………………………………..

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1

Rata-rata Waktu TUG

Interpretasi hasil

Interpretasi hasil:
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
>13,5 detik Resiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss & Kehlet: 2007:
Podsiadlo & Richardson:1991).

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan kesenangan 1 0
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar melakukan sesuatu hal 1 0
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda 1 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0
Jumlah
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological Nursing,
2006)
Interpretasi :
Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:
No Indikators score Pemeriksaan
1. Menderita sakit atau kondisi yang mengakibatkan perubahan jumlah 2
dan jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman beralkohol 2
setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga tidak dapat 2
makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan 4
7. Lebih sering makan sendirian 1
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi minum obat 3 kali atau 1
lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan terakhir 2
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk belanja, 2
memasak atau makan sendiri
Total score
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory Gerontological
Nursing, 2001)
Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6 ≥ : High nutritional risk

6. Hasil pemeriksaan Diagnostik


No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
7. Fungsi sosial lansia
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia
NO URAIAN FUNGSI SKORE
1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman- ADAPTATION
teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya PARTNERSHIP
membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya menerima GROWTH
dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas / arah
baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya AFFECTION
mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya
seperti marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya RESOLVE
meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor: TOTAL
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 2 2). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005

Materi 2
Konsep Diagnosis Keperawatan Gerontik

Diagnosis Keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data yang dikumpukan tentang
lansia, yang berfungsi sebagai alat untuk menggambarkan masalah lansia, dan penarikan
kesimpulan ini dapat dibantu oleh perawat. Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dari proses
keperawatan setelah dilakukannya pengakajian keperawatan.

Pengertian Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment” yang berfokus pada respon manusia terhadap
kondisi kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada individu,
keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA, 2015-2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis keperawatan gerontik adalah keputusan
klinis yang berfokus pada respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik
lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam kelompoknya.

Katagori Diagnosis Keperawatan

Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya: tipe aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan
sejahtera (welfare),dan sindrom.
1. Diagnosis keperawatan aktual
Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical judgment yang menggambarkan
respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada
individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik kelompok
data yang saling berhubungan.
Contoh :
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
2) gangguan pola nafas,
3) gangguan pola tidur,
4) disfungsi proses keluarga,
5) ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.

2. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi


Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia sebagai individu, keluarga,
kelompok dan komunitas yang memungkinkan berkembangnya suatu respon yang tidak
diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya. Setiap label dari diagnosis risiko
diawali dengan frase: “risiko” (NANDA, 2014). Contoh diagnosis risiko adalah:
1) Risiko kekurangan volume cairan,
2) Risiko terjadinya infeksi,
3) Risiko intoleran aktifitas,
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua,
5) Risiko distress spiritual.

3. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan


Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan keinginan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan untuk mengaktualisasikan potensi kesehatan pada individu, keluarga, kelompok
atau komunitas. Respon dinyatakan dengan kesiapan meningkatkan perilaku kesehatan yang
spesifik dan dapat digunakan pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis promosi
kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan”…… (NANDA, 2014).
Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi,
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi,
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan,
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan,
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas.

4. Diagnosis keperawatan sindrom


Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok diagnosis keperawatan yang
terjadi bersama, mengatasi masalah secara bersama dan melalui intervensi yang sama. Sebagai
contoh adalah sindrom nyeri kronik menggambarkan sindrom diagnosis nyeri kronik yang
berdampak keluhan lainnya pada respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola
tidur, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik. Kategori diagnosis sindrom dapat
berupa risiko atau masalah.

Contoh:
1) Sindrom kelelahan lansia,
2) Sindrom tidak berguna,
3) Sindrom post trauma,
4) Sindrom kekerasan.

5. Rumusan diagnosis keperawatan


a. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
1. Katagori aktual, contoh :
a) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
b) gangguan pola nafas,
c) gangguan pola tidur,
2. Katagori risiko, contoh :
a) Risiko kekurangan volume cairan
b) Risiko terjadinya infeksi
c) Risiko intoleran aktifitas
3. Promosi kesehatan, contoh :
a) Kesiapan meningkatkan nutrisi
b) Kesiapan meningkatkan komunikasi
c) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
4. Sindrom
a) Sindrom kelelahan lansia
b) Sindrom tidak berguna

Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota keluarga


1) Katagori aktual, contoh :
a) Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada Bp.P
b) Gangguan proses keluarga Bp. S
2) Katagori risiko, contoh :
a) Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
b) Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3) Promosi kesehatan, contoh :
a) Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
b) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga Bp. A

Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok


1) Katagori aktual
Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti Werdha
2) Katagori risiko
Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT 2

Materi 3
Perencanaan Keperawatan Gerontik

Perencanaan Keperawatan Gerontik ini merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan.
Perawat memerlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang
kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran
dari tenaga kesehatan lainnya. Pengetahuan dan keterampilan lain yang harus dimiliki perawat
adalah kemampuan memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan
menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi
tujuan, menulis intruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan
perangkat kesehatan lain.

Pengertian Perencanaan Keperawatan Gerontik


Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah
lansia.

Prioritas Masalah Keperawatan


Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap diagnosis
keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka perawat dapat mengetahui
diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat
beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu:

Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)


Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang dilatarbelakangi oleh
prinsip pertolongan pertama, dengan membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas
sedang dan prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi:
Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga
perlu dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas (jalan napas yang tidak
effektif).
2) Prioritas sedang:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti
masalah higiene perseorangan.
3) Prioritas rendah:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan prognosis dari
suatu penyakit yang secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya.

Berdasarkan kebutuhan Maslow


Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan,
diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan
aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut
berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya:
1. Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas,
dan eliminasi.
2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari
infeksi dan rasa takut.
3. Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok antar manusia.
4. Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri sendiri.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

Penentuan Tujuan Dan Hasil Yang Di Harapkan


Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis keperawatan,
dengan kata lain tujuan merupakan sinonim kriteria hasil (hasil yang diharapkan) yang mempunyai
komponen sebagai berikut:
S (subyek) P (predikat) K (kriteria) K (kondisi) W (waktu), dengan penjabaran sebagai berikut:
S : Perilaku lansia yang diamati.
P : Kondisi yang melengkapi lansia.
K : Kata kerja yang dapat diukur atau untuk menentukan tercapainya tujuan.
K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan.
W : Waktu yang ingin dicapai.

Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standard evaluasi yang merupakan gambaran
faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk bahwa tujuan telah tercapai. Kriteria hasil ini digunakan
dalam membuat pertimbangan dengan cirri-ciri sebagai berikut: setiap kriteria hasil berhubungan
dengan tujuan yang telah ditetapkan, hasil yang ditetapkan sebelumnya memungkinkan dicapai,
setiap kriteria hasil adalah pernyataan satu hal yang spesifik, harus sekongkrit mungkin untuk
memudahkan pengukuran, kriteria cukup besar atau dapat diukur, hasilnya dapat dilihat, didengar
dan kriteria menggunakan kata-kata positif bukan menggunakan kata negatif.
Contoh: gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia teratasi dengan kriteria hasil
berat badan seimbang, porsi makan habis; setelah dilaksanakan asuhan keperawatan selama 7
hari,

Rencana Tindakan
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun rencana tindakan.
Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah keperawatan yang lazim terjadi pada
lansia.
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Penyebab gangguan nutrisi pada lansia adalah penurunan alat penciuman dan pengecapan,
pengunyahan kurang sempurna, gigi tidak lengkap, rasa penuh pada perut dan susah buang air
besar, otot-otot lambung dan usus melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
1) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan,
2) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,
3) Berikan makanan yang mengandung serat,
4) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori,
5) Batasi minum kopi dan teh.

b. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia :


Penyebab kecelakaan pada lansia :
1) Fleksibilitas kaki yang berkurang.
2) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
3) Pencahayaan yang berkurang.
4) Lantai licin dan tidak rata.
5) Tangga tidak ada pengaman.
6) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.

Tindakan mencegah kecelakaan :


1) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan.
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
4) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien untuk menggunakan alat bantu
berjalan.
5) Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat penenang/deuretik.
6) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau melakukan sesuatu.
7) Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
8) Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.
9) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya.
10) Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
11) Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-alat yang biasa
digunakannya.
12) Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
13) Pasang pegangan dikamar mandi/WC
14) Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu 70-100 watt.
15) Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk memejamkan mata sesaat.

c. Gangguan kebersihan diri


Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
1) Penurunan daya ingat,
2) Kurangnya motivasi,
3) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik.

Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :


1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri,
2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung minyak atau
berikan skin lotion
3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata,
4) Membantu lansia untuk menggunting kuku.

d. Gangguan istirahat tidur


Rencana tindakannya, antara lain :
1) Sediakan tempat tidur yang nyaman,
2) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari,
3) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-bauan,
4) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi darah dan melenturkan otot
(dapat disesuaikan dengan hobi),
5) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat.

e. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi


Rencana tindakan yang dilakukan antara lain :
1) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata,
2) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan,
3) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia,
4) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau perawat tanggap
terhadap respon verbal lansia,
5) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan lansia,
6) Menghargai pendapat lansia.

f. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping)


Rencana tindakan yang dilakukan :
1) Dorong aktifitas sosial dan komunitas,
2) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan,
3) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama,
4) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai,
5) Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.

g. Masalah cemas
Rencana tindakan yang dilakukan adalah
1) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat terjadinya cemas,
2) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan mengurangi ketakutan,
3) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat cemas,
4) Latih klien untuk teknik relaksasi.

Materi 4
Pelaksanaan Keperawatan Gerontik

Pelaksanaan tindakan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan), strategi ini terdapat dalam
rencana tindakan keperawatan. Tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan pelindungan pada lansia, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat perkembangan lansia.
Pelaksanaan tindakan gerontik diarahkan untuk mengoptimalkan kondisi lansia agar mampu mandiri
dan produktif. Pelaksanaan yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari
rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun
demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005).

Pengertian Tindakan Keperawatan Gerontik


Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tindakan/implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Pedoman implementasi keperawatan Pedoman implementasi keperawatan menurut Dermawan


(2012) sebagai berikut:
a) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan setelah memvalidasi rencana.
Validasi menentukan apakah rencana masih relevan, masalah mendesak, berdasar pada
rasional yang baik dan diindividualisasikan. Perawat memastikan bahwa tindakan yang sedang
diimplementasikan, baik oleh pasien, perawat atau yang lain, berorientasi pada tujuan dan hasil.
Tindakan selama implementasi diarahkan untuk mencapai tujuan.
b) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan dengan kompeten dan efisien di
lingkungan yang sesuai. Perawat harus kompeten dan mampu melaksanakan keterampilan ini
secara efisien guna menjalankan rencana. Kesadaran diri dan kekuatan serta keterbatasan
perawat menunjang pemberian asuhan yang kompeten dan efisien sekaligus memerankan peran
keperawatan profesional.
c) Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi. Selama melaksanakan implementasi,
keamanan fisik dan psikologis dipastikan dengan mempersiapkan pasien secara adekuat,
melakukan asuhan keperawatan dengan terampil dan efisien, menerapkan prinsip yang baik,
mengindividualisasikan tindakan dan mendukung pasien selama tindakan tersebut.
d) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam catatan perawatan kesehatan dan
rencana asuhan. Dokumentasi dalam catatan perawatan kesehatan terdiri atas deskripsi
tindakan yang diimplementasikan dan respon pasien terhadap tindakan tersebut. Tindakan yang
tidak diimplementasikan juga dicatat disertai alasan. Dokumentasi rencana asuhan untuk
meningkatkan kesinambungan asuhan dan untuk mencatat perkembangan pasien guna
mencapai kriteria hasil.

Materi 5
Evaluasi Keperawatan Gerontik

Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan gerontik. Penilaian yang
dilakukan dengan membandingkan kondisi lansia dengan tujuan yang ditetapkan pada rencana.
Evaluasi dilaksanakan berkesinambungan dengan melibatkan lansia dan tenaga kesehatan lainnya.

Definisi Evaluasi Keperawatan Gerontik


Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah ditetapkan dengan respon perilaku lansia
yang tampilkan. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan adalah mengukur
keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan lansia.

Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:


1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
3. Mengukur pencapaian tujuan,
4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

Manfaat Evaluasi Dalam Keperawatan


1. Menentukan perkembangan kesehatan klien,
2. Menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan,
3. Menilai pelaksanaan asuhan keperawatan,
4. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses keperawatan,
5. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan.

Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2003),
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan
keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang
diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi
perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan
pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku lansia merupakan
pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi
hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku
lansia setelah semua tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
tindakan keperawatan secara paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara SOAP
(Subjektive-Objektive-Assesment-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan
diberikan.
O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi.
P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.

Contoh:
S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya
O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg menjadi 52 kg
A : Tujuan tercapai
P : Rencana keperawatan dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Craven, R.F & Hirnle, C.J. 2003. Fundamental of nursing: Human health ang function. (4th ed.),
Philadelphia: Lippincott.

Eliopoulos, C.E. 2005. Gerontological nursing. (6 th ed.), Philadelphia; Lippincott.

Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika

Mubarak, wahit ikbal. 2006. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta:
Sagung seto

NANDA, 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing Diagnosis, Definition dan
Classification 2015-2017. Pondicherry, India.

Nedya Safitri, Sp.PD 2018 masalah kesehatan pada lansia


http://www.yankes.kemkes.go.id/read-masalah-kesehatan-pada-lansia-4884.html

Sarif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC, NOC, Dilengkapi
dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha Medika

http://khwanul-khair.blogspot.com/.../terapi-aktifitas-kelom/2013/5/8

http://dwaney.wordpress.com/2011/10/09/tak-lansia/2013/5/8

Anda mungkin juga menyukai