Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rehabilitasi

Rehabilitasi menurut asal bahasanya berasal dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali
dan habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti
mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada
penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan
jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. (Yunus, 2010). Rehabilitasi adalah proses
pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu
kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes 2007)

Pelayanan rehabilitasi medis merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan
fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui paduan
intervensi medik, keterapian fisik dana tau rehabilitative untuk mencapai kemampuan
fungsi yang optimal (Kemenkes, 2015). Arah kegiatan rehabilitasi adalah refungsionalisasi
dan pengembangan. Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa rehabilitasi lebih diarahkan
pada pengembalian fungsi dari kemampuan pasien, sedangkan pengembangan diarahkan
untuk menggali/menemukan dan memanfaatkan kemampuan pasien yang masih ada serta
potensi yang dimiliki untuk memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia hidup dan
berada. (Depkes, 2007)
2.2 Tujuan Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 378 Tahun 2008 di Rumah Sakit yaitu :
1. Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medic, keterapian fisik,
keteknisian medic, dan tenaga lain yang terkait.
2. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau peyakitnya yang mungkin
membawa dampak kecacatan.
3. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktivitas, dan partipasi pada
difabel.
4. Mempertahankan kualitas hidup atau mengupayakan kehidupan yang berkualitas.

Namun secara umum, tujuan utama rehabilitasi adalah membantu dalam mencapai
kemandirian optimal secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi sesuai dengan
kemampuannya. Ini berarti membantu individu tersebut mencapai kapasitas maksimalnya
untuk memperoleh kepuasan hidup dengan tetap mengakui adanya kendala-kendala teknis
yang terkait dengan keterbatasan teknologi dan sumber-sumber keuangan serta sumber-
sumber lainnya.

Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi berikut:


1. Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara kondisi tidak
berguna-berguna, kehilangan harapan-berpengharapan (Rehabilitation is a bridge
spanning the gap between uselessness-usefulness, hopelessness – hopefulness).
2. Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah makna/kualitas
dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to life but also add life to years).

Dalam kata lain, tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya penderita berkelainan yang
berguna (usefull). Pengertian berguna tersebut mengandung dua makna, yaitu:
1. Pasien mampu mengatasi masalah dari kecacatannya, dapat menyesuaikan diri terhadap
kekurangan-kekurangannya, serta mempunyai kecekatan-kecekatan sosial dan vokasional.
2. Pengertian berguna juga mengandung makna bahwa pasien memiliki kekurangan-
kekurangan. Artinya kondisi pencapaian maksimal mungkin tidak sama dengan orang
normal, dan dalam kondisi minimal pasien cacat tidak bergantung pada orang lain dalam
mengurus dan menghidupi dirinya.
2.3 Sasaran Rehabilitasi

Sasaran rehabilitasi tidak hanya memfokuskan kepada penderita namun juga memenuhi
keluarga penderita, tenaga kesehatan, lembaga pemerintah dan swasta serta serta organisasi
sosial yang terkait.

Berdasarkan Kemenkes 2008, sasaran rehabilitasi medik yaitu :


1. Bagian/Departemen/Instalasi rehabilitasi medik
2. Dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpRM)
3. Perawat Rehabilitasi Medik
4. Tenaga keterapian fisik (fisioterapts, terapis wicara, okupasi terapis)
5. Tenaga keteknisian medis (ortortis prostetis)
6. Tenaga terkait lain (psikolog, pedagog, petugas social medik, rohaniawan)
7. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

Berdasarkan Qoleman (1988:663) mengemukakan sasaran rehabilitasi adalah sebagai


berikut:
a. Meningkatkan insight individu terhadap problem yang dihadapi, kesulitannya dan tingkah
lakunya.
b. Membentuk sosok self identity yang lebih baik pada individu.
c. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu.
d. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku yang tidak
diinginkan.
e. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun kemampuan-
kemampuan lainnya.
f. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri dan dunia
lingkungannya.
g. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih berarti dan bermakna atau berguna.
(Depkes, 2007)

2.4 Fungsi Rehabilitasi

Rehabilitasi yang diberikan kepada pasien berkelainan berfungsi untuk pencegahan


(preventif), penyembuhan (kuratif) atau pemulihan/pengembalian (rehabilitatif), dan
pemeliharaan/penjagaan (promotif).
 Fungsi pencegahan, melalui program dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi pasien
dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang lebih berat/ lebih
parah/ timbulnya kecacatan ganda. Melalui kegiatan terapi, bagian-bagian tubuh
yang tidak cacat dapat ditambah kekuatan dan ketahanannya, sehingga kelemahan
pada bagian tertentu tidak dapat menjalar ke bagian lain yang telah cukup terlatih.
 Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi pasien dapat sembuh
dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang tadinya tidak
berfungsi menjadi berfungsi, yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang semula
tidak mampu menjadi mampu.
 Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi pasien yang pernah memperoleh layanan
rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medik, sosial, dan keterampilan organ
gerak/keterampilan vokasional tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap
terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.

2.5 Ruang Lingkup Rehabilitasi

Dalam rehabilitasi medik sebagaimana ilmu kedokteran lainnya, meliputi :


1. Pemeriksaan fisik ; disini difokuskan kepada mencari tingkat kemampuan fisik dari
yang sakit atau fungsi secara keseluruhannya. Misalnya pasien yang mengalami patah
tulang kita evaluasi ototnya, pergerakan sendinya dan fungsi tangannya, pemeriksaan
ini diperlukan untuk menjadi dasar-dasar pengobatan dan tindakan selanjutnya.
2. Diagnosis dan pengobatan : diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksaan
yang meliputi aspek medis dan rehabilitasi termasuk disini apakah terdapat atrofi otot,
kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari,
komunikasi masalah sosial, pendidikan, psikologi, dan pekerjaannya. Dalam
pengobatan disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.
3. Pencegahan : pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan
sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat lama
selama perawatan atau pengobatan. Berdasarkan hal tersebut maka upaya rehabilitasi
harus diberikan sedini mungkin.

2.6 Bidang/Aspek Pelayanan Rehabilitasi

Pelayanan Rehabilitasi medik di Indonesia dibuat dengan strategi berjenjang sehingga


pelayanan akan merata. Pelayanan dimulai dari rumah sakit, pusk esmas serta di
masyarakat dengan program, rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM). Strategi ini
dikembangkan sesuai dengan kebijakan, standarm pedoman dan SOP yang tersedia.
Pelayanan rehabilitasi medik di puskesmas ditujukan untuk memberikan pelayanan
rehabilitasi medik dasar. Selain itu juga untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat
melalui program RBM (termasuk individu difabel) serta melaksanakan rujukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. (Kemenkes, 2015)

Rehabilitasi bersumberdaya/berbasis masyarakat merupakan strategi dalam pembangunan


masyarakat agar lebih berperan aktif dalam upaya mengatasi masalah kecacaran melalui
rehabilitasi, persamaan kesempatan, integrase social dari semua individu difabel dalam
aspek kehidupan dan penghidupan. Secara operasional, RBM adalah upaya rehabilitasi
sederhana dan pencegahan kecacatan yang dilaksanakan di dalam keluarga dan masyarakat
agar lebih berperan aktif secara optimal dalam memandirikan individu difabel dengan
menggunakan sumber daya dan sumber dana yang ada di masyarakat. (Depkes, 2007)

Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi tiga bidang, yaitu: bidang
kesehatan/medik, bidang sosial, psikologis, dan bidang kekaryaan/pekerjaan/keterampilan.
1. Rehabilitasi Kesehatan/ Medik
Rehabilitasi kesehatan/ medik merupakan lapangan spesialisasi ilmu kedokteran baru,
yang berhubungan dengan penanganan secara menyeluruh dari penderita yang
mengalami gangguan fungsi/ cidera (impairment), kehilangan fungsi/cacat (disability)
yang berasal dari susunan otot tulang (musculoskeletal), susunan otot syaraf
(neuromuscular), susunan jantung dan paru-paru (cardiovascular and respiratory
system), serta gangguan mental sosial dan kekaryaan yang menyertai kecacatannya.
Pelayanan yang diberikan meliputi :
1. Pelayanan Fisioterapi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi
tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan
fungsi dan komunikasi.
2. Pelayanan Terapi Wicara
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan kompensasi atau adaptasi fungsi
komunikasi, bicara dan menelan dengan melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan
fasilitasi (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis).
3. Pelayanan Terapi Okupasi
Adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau
mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas seharti-hari (Activity Day Life),
produktifitas dan waktu luang melalui pelatihan remediasi, stimulasi dan fasilitasi.
4. Pelayanan Ortotis-Prostetis
Adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan kepada
individu untuk merancang, membuat dan mengepas alat bantu guna pemeliharaan
dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota gerak.

2. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah suatu rangkaian kegiatan professional dalam upaya
mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat baik perorangan,
keluarga maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh kehidupan sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaannya (Depsos, 2002). Penegertian menurut The
National Council on Rehabilitation, rehbilitasi social adalah perbaikan atau pemulihan
menuju penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental, social, dan ekonomi sesuai
kapasitas potensi mereka.

Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa harga diri, percaya
diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun
masyarakat atau lingkungan sosialnya, dan memulihkan kembali kemauan dan
kemampuan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dengan berbagai
cara sebagai berikut:
1. Pencegahan
Pencegahan bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah sosial penyandang
cacat, baik masalah yang datang dari pasien itu sendiri maupun masalah dari
lingkungannya.
2. Tahap Rehabilitasi
a. Pemberian rehabilitasi melalui bimbingan sosial dan pembinaan mental,
bimbingan keterampilan.
b. Bimbingan sosial diberikan baik secara individu maupun kelompok. Usaha
rehabilitasi ini untuk meningkatkan kesadaran individu terhadap fungsi
sosialnya dan menggali potensi positif seperti bakat, minat, hobi, sehingga
timbul kesadaran akan harga diri serta tanggung jawab sosial secara mantap.
c. Bimbingan keterampilan diberikan agar individu mampu menyadari akan
keterampilan yang dimiliki dan jenis-jenis keterampilan yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Lebih lanjut agar individu dapat mandiri dalam hidup
bermasyarakat dan berguna bagi nusa dan bangsa.
d. Bimbingan dan penyuluhan diberikan terhadap keluarga dan lingkungan
sosial dimana penderita berada. Bimbingan dan penyuluhan dimaksudkan
untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial keluarga dan
lingkungan sosial, agar benar-benar memahami akan tujuan program
rehabilitasi dan kondisi klien sehingga mampu berpartisipasi dalam
memecahkan permasalahan.
3. Resoliasisasi
Resosialisasi adalah segala upaya yang bertujuan untuk menyiapkan penderita
agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Resosialisasi merupakan
proses penyaluran dan merupakan usaha penempatan para penderita setelah
mendapat bimbingan dan penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi individu
yang bersangkutan. Resosialisasi merupakan penentuan apakah individu penderita
betul-betul sudah siap baik fisik, mental, emosi, dan sosialnya dalam berintegrasi
dengan masyarakat, dan dari kegiatan resosialisasi akan dapat diketahui apakah
masyarakat sudah siap menerima kehadiran dari penderita.
4. Pembinaan Tindak Lanjut (after care)
Pembinaan tindak lanjut diberikan agar keberhasilan penderita dalam proses
rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan, dari pembinaan tindak
lanjut juga akan diketahui apakah penderita dapat menyesuaikan diri dan dapat
diterima di masyarakat. Tujuan dari pembinaan tindak lanjut adalah memelihara,
memantapkan, dan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi dan
mengembangkan rasa tanggung jawab serta kesadaran hidup bermasyarakat. Oleh
karena itu, kegiatan tindak lanjut sangat penting, karena di samping penderita
termonitoring kegiatannya juga dapat diketahui keberhasilan dari program
rehabilitasi yang telah diberikan.

3. Rehabilitasi Psikologis
Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi penca yang berusaha
untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi semaksimal mungkin pengaruh
negatif yang disebabkan oleh kecacatan terhadap mental penca serta melatih
mempersiapkan mental mereka agar siap dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat.
Proses pelaksanaan rehabilitasi psikologis berjalan bersamaan dengan proses rehabilitasi
medis, pendidikan, dan keterampilan, dimana prosesnya bertujuan untuk:
a. Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat psikologis yang
disebabkan oleh kecacatan. Misalnya timbul perasaan putus asa, perasaan rendah
diri, harga diri yang rendah, mudah tersinggung, mudah marah, malas, suka minta
bantuan, suka mengisolasi diri, dsb.
b. Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, semangat juang,
semangat kerja dalam kehidupan, rasa tanggung jawab pada diri sendiri, keluarga,
masyarakat, dan Negara.
c. Mempersiapkan pasien cacat secara mental psikologis agar mereka tidak canggung
bila berada di tengah masyarakat.

4. Rehabilitasi Karya (Vocational Rehabilitation)


Istilah rehabilitasi vokasional berarti bagian dari suatu proses rehabilitasi secara
berkesinambungan dan terkoordinasikan yang menyangkut pengadaan pelayanan-
pelayanan di bidang jabatan seperti bimbingan jabatan (vocational guidance), latihan
kerja (vocational training), penempatan yang selektif (selective placement), adalah
diadakan guna memungkinkan para penderita cacat memperoleh kepastian dan
mendapatkan pekerjaan yang layak.

Tujuannya agar pasien dapat memiliki kesiapan dasar dan keterampilan kerja tertentu
yang dapat untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarganya. Sedangkan
sasaran pokoknya adalah menumbuhkan kepercayaan diri, disiplin mendorong
semangat pasien agar mau bekerja.

2.7 Tahapan Layanan Rehabilitasi


Proses pekerjaan rehabilitasi secara umum terdiri dari 3 tahapan, yaitu: tahap pra
rehabilitasi, tahap pelaksanaan rehabilitasi, dan tahap evaluasi serta tindak lanjut. Tahap-
tahap tersebut satu dengan yang lainnya berurutan dan dilaksanakan secara berkelanjutan.
1. Tahap Pra Rehabilitasi/tahap Persiapan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: pengumpulan data, penelaahan data
dan pengungkapan masalah, penyusunan program layanan rehabilitasi, dan konferensi
kasus (case conference).
2. Tahap Pelaksanaan Rehabilitasi
Dalam tahap pelaksanaan rehabilitasi terdiri dari dua bentuk layanan, yaitu:
a. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat umum dan berlaku bagi semua penderita
cacat. Misalnya: pelayanan pengobatan umum, layanan rehabilitasi mental
keagamaan, rehabilitasi aspek budi pekerti, pencegahan penyakit menular, dan
sebagainya.
b. Bentuk layanan rehabilitasi yang bersifat khusus. Misalnya: pemberian bantuan
kacamata bagi pasien tunanetra yang tajam penglihatannya kurang, bantuan alat
bantu dengar, fisio terapi, terapi bicara, terapi okupasi, latihan ADL (activity of daily
living), terapi prilaku menyimpang, dsb.
3. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pada tahap ini yang menjadi sasaran adalah:
a. Pasien yang telah memperoleh hasil-hasil rehabilitasi yang maksimal agar tetap
mampu menjaga kondisinya.
b. Pasien yang telah memiliki keterampilan khusus tertentu untuk disalurkan ke
tempat kerja
c. Pasien yang pernah memperoleh layanan rehabilitasi dan telah kembali ke
lingkungan keluarga untuk mengetahui dan membantu pemecahan kesulitan
yang dihadapi.
d. Pasien cacat yang pernah menjadi peserta didik yang kemudian tinggal di suatu
sanggar keterampilan/kelompok usaha produktif (Depkes, 2007).

2.8 Pelaksanaan Rehabilitasi


Kegiatan rehabilitasi dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak dan tempat. Para petugasnya
pun dapat dari bagian medik dan nonmedik, para petugas yang tergabung dalam tim dan
pembagian tugasnya adalah sebagai berikut:
1. Kepala instansi Rehabilitasi Medik
Penanggung jawab, pengatur pelayanan, dan melakukan koordinasi dengan instalasi
terkait.
2. Staf medis fungsional
Melakukan pemeriksaan, penegakkan diagnosis medis dan fungsional serta melakukan
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
3. Perawat rehabilitasi medis
Membantu dokter melakukan asuhan keperawatan umum.
4. Tenaga keterapian fisik (Fisioterapis, Terapi Okupasi, Terapis Wicara)
Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan seseuai
arahan dokter.
5. Tenaga keteknisian medis (Ortotis-Prostetis)
Merancang, membuat, dan mengepas alat bantu atau alat pengganti anggota gerak
sesuai arahan dokter.
6. Tenaga non medis (Psikolog, Petugas Sosial Medik, Rohaniawan, Pedagog)
Melakukan asesmen dan terapi menurut kompetensi masing-masing dan seseuai
arahan dokter.
7. Penanggung jawab administrasi dan keuangan
Membantu kepala instansi dalam membuat laporan hasil kegiatan berkala, membuat
catatan keuangan, dan bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
8. Penanggung jawab pelayanan
Pengawasan pelaksanaan pelayanan setiap hari dan mengatasi permasalahan yang
berkaitan dengan pelayanan.
9. Penanggung jawab logsitik

Pemeliharaan sarana, memuat laporan berkala, mencatat semua barang di gudang dan
mengawasinya. Beberapa tenaga kesehatan dalam rehabilitasi berfungsi sebagai berikut :
1. Dokter
Dokter terdiri dari para spesialis rehabilitasi medik yang melakukan pemeriksaan,
menegakkan diagnosis dan menentkan program rehabilitasi.
2. Fisioterapis
Fisioterapis mempunyai keahlian dalam bidang terapi fisik untuk pengobatan
sesuai program yang ditentukan.
3. Terapi okupasi
Terapi okupasi mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi fungsi tangan
serta memberikan latihan pengembaliannya.
4. Ortotis prostetis
Ortotis prostetis mempunyai keahlian sebagai teknisi dalam mengukur, membuat
dan mengepas komponen tubuh palsu dan atau alat penunjang anggota tubuh
yang sakit.
5. Pekerja sosial medik
Pekerja sosial medik mempunyai keahlian dalam menyelesaikan/memecahkan
masalah sosial yang berkaitan dengan penyakit/kecacatannya. Masalah dapat
berasal dari keluarga, lingkungan serta material. Penanganannya mulai dari saat
penderita dirawat sampai penderita dipulangkan dan kembali ke lingkungan
semula/khusus bekerja sama dengan Dinas Sosial/Organisasi khusus.
6. Psikolog
Psikolog mengadakan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat cacat
untuk meningkatkan motivasi barusaha mengatasi kecacatan serta akibatnya.
7. Ahli bina wicara
Ahli bina wicara mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi serta melatih
gangguan komunikasi.
8. Perawat rehabilitasi
Perawat rehabilitasi mempunyai tugas dan keahlian dalam perawatan khusus
selain perawatan umum, terutama dalam mencegah komplikasi istirahat/tirah
baring lama. Meskipun ahli-ahli tersebut sudah ada, belum menjamin berhasilnya
usaha rehabilitasi, bila tidak mengikuti konsep rehabilitasi medik sedini mungkin
Gambar 1. Ketenagaan Minimal Rehabilitasi Medik

2.9 Pelayanan Rehabilitasi Medik


Pelayanan rehabilitasi medic dibagi dalam beberapa strata pelayanan. Jenis tenaga dan
kelengkapan pelayanan menentukan strata pelayanan di rumah sakit tersebut atau
sebaliknya
1. Strata I: Pelayanan Primer
Pelayanan rehabilitasi medic Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan
subspesialistik (RS kelas C/kelas D dan puskesmas). Tenaga yang tersedia: Dokter
umum terlatih dan terapis.
Pelayanan mencakup layanan rehabilitasi medik dasar
2. Strata II: Pelayanan Sekunder
Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas B non
pendidikan/kelas C). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM, perawat rehabilitasi
medik, fisioterapi, terapi okupasi, ortotik-prostetik.

Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik
b. Layanan fisioterapi dengan peralatan dasar
c. Layanan okupasi terapi dengan alat dasar
d. Layanan ortotik-prostetik, tidak punya bengkel sendiri
e. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik

3. Strata IIIA: Pelayanan Tersier


Pelayanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (RS kelas B
pendidikan/kelas A). Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM, perawat rehabilitasi
medik, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, ortotik-prostetik, psikolog, petugas
social medik.

Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (musculoskeletal,
neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi, geriatric)
b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik
c. Layanan fisioterapi dengan alat lengkap
d. Layanan okupasi terapi dengan alat lengkap
e. Layanan terapi wicara dengan alat lengkap
f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel sederhana
g. Layanan psikologi
h. Layanan social medic

4. Strata IIIB: Pusat Rujukan Nasional


Pelayanan rehabilitasi medic rujukan tertinggi. Tenaga yang tersedia: Dokter SpRM,
perawat rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, ortotik-prostetik,
psikolog, petugas social medik.

Pelayanan mencakup:
a. Layanan rehabilitasi medic spesialistik dan subspesialistik (musculoskeletal,
neuromuscular, pediatric, kardiorespirasi, geriatric, dan subspesialistik lain sesuai
kebutuhan)
b. Layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik
c. Layanan fisioterapi dengan alat canggih
d. Layanan okupasi terapi dengan alat canggih
e. Layanan terapi wicara dengan alat canggih
f. Layanan ortotik-prostetik dengan bengkel lengkap dan atau bengkel kursi roda
g. Layanan psikologi
h. Layanan social medic
i. Layanan konseling persiapan vokasional

Intervensi keterapian fisik dan rehabilitasi terhadap pasien dilakukan melalui layanan
individu atau kelompok. Kegiatan pelayanan ini merupaka pelayanan tersendiri baik
rawat jalan atau rawat inap RS, maupun layanan terpadu. Pada beberapa kasus yang
spesifik, misalnya cedera medulla spinalis, trauma kepala, diperlukan rawat inap khusus
yang berada di bagian rehabilitasi medis. Adapun kriteria rawat inapnya berupa:
1. Pasien kandidat rehabilitasi medic yaitu yang akibat penyakit/trauma/cedera
mengalami gangguan fungsi serta aktifitas sehari-hari.
2. Pasein yang dinyatakan tidak lagi membutuhkan perawatan dari segi penyakitnya,
tapi memerlukan pelayanan rehabilitasi medic secara terpadu.

Kegiatan yang dilakukan berupa:


1. Diagnosis medik dan fungsional oleh SpRM/Dokter Umum terlatih Rehabilitas
Medik
2. Pemeriksaan/penilaian/asesmen tim
3. Paket program terapi: Layanan rehabilitas rawat jalan atau inap
4. Keluar atau dikembalikan ke dokter pengirim dalam keadaan: sembuh, pulih dengan
gejala sisa, atau meninggal
5. Kembali ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di


Rumah sakit kelas A, B, C dan D. Edisi ke-3. 2007. Jakarta: Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia
2. Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC
3. Keputusan menteri kesehatan No: 378/Menkes:/SK/IV/2008 tentang
Pedoman Pelayanan Rehabilitasi medik di Rumah Sakit
4. Keputusan menteri kesehatan No: 585/Menkes:/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas
5. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia. 2015. Jakarta: kementrian kesehatan RI
6. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Promosi kesehatan di daerah masalah kesehatan.
Jakarta: Kementrian kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai