Anda di halaman 1dari 3

Evaluasi Pengujian fitofarmaka yaitu uji praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas,

dan lai-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang
dilakukan terhadap manusia.

A. Kriteria Sediaan Fitofarmaka

Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :

1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.

3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

B. Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka

1. Tahap Seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas
sebagai berikut:

a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama

b. Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman
pemakaian empiris sebelumnya.

c. Jenis obat asli yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk
penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya

2. Tahap Biological Screening

a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat
terapetik (pra klinik in vivo).
b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada,
dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut
(pra klinik, in vivo).

3. Tahap Penelitian Farmakodinamik

a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis


organ tubuh.

b. Pra klinik, in vivo dan in vitro.

c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui
mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.

4. Tahap Pengujian Toksisitas

a. Toksisitas ubkronis

b. Toksisitas akut

c. Toksisitas khas / khusus

5. Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)

a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan


estetika untuk pemakaian pada manusia.

b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik, yakni :

1) Teknologi farmasi tahap awal

2) Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA

3) Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA


6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Ada 4 fase dalam uji klinik :

a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat.

b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas.

c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari fase 2

d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang
tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.

C. Uji Klinik

Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional atau obat herbal harus
dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen
maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-
blind controlled clinical trial ) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard ).

Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji praklinik. Pada uji klinik obat tradisional
seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi.
Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan
informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang
penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible).

Anda mungkin juga menyukai