Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah dengue (DBD) / dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit
infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/atau
nyeri sendi yang di sertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diastestis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ) atau penumpukan cairan di rongga tubuh 1.
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada
yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimptomatik). sebagian lagi akan menderita demam
dengue saja yang tidak menimbukan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian 2.
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953. Di Indonesia DBD pertama kali di curigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi
virologis baru di peroleh pada tahun 19703.
Infeksi virus dengue, merupakan masalah kesehatan global dalam tiga dekade terakhir
terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai negara yang dapat
menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta
manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat inap dan hampir
90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Di negara Asia tenggara dengan jumlah
penduduk sekitar 1.3 milyar merupakan daerah endemis, di negara tersebut penyakit dengue
merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu penyebab utama kematian pada anak 4.
Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat
angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD
berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 78.13 per 100.000 penduduk,
namun angka kematian di tekan di bawah 1%, yaitu 0.79%. KLB DBD terjadi hampir setiap
tahun di tempat yang berbeda dan kejadian sulit diduga 2.
Data kasus rawat inap selama kurun waktu tahun 2008 sampai 2013 dari Departemen Ilmu
Kesehatan Anak di enam rumah sakit pendidikan telah di rawat 13.940 pasien yang terdiri atas
demam dengue (DD) 5.931, DBD 5.844 dan sindrom syok dengue (SSD) 2.165 pasien.
Kelompok umur terbanyak adalah 5-14 tahun yaitu 9.036 (64,8%) 4. Angka Kematian kasus
infeksi dengue yang dirawat 1.39% sedikit lebih tinggi dari angka nasional, apabila dilihat dari
kasus SSD saja, tampak bahwa angka kematian masih cukup tinggi yaitu 7.81% dari seluruh
kasus SSD 4.

1
Demam Berdarah Dengue (DBD) di perkirakan akan masih cenderung meningkat dan
meluas sebarannya. Hal ini karena vektor penular DBD tersebar luas baik ditempat pemukiman
maupun ditempat umum. Selain itu kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, urbanisasi yang
semakin meningkat terutama sejak 3 dekade yang terakhir. Sampai saat ini belum ada obat atau
vaksin yang spesifik, tetapi bila pasien berobat dini, dan mendapat penatalaksanaan yang
adekuat, umumnya kasus-kasus penyakit ini dapat diselamatkan 2.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Demam berdarah dengue (DBD) / dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit
infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/atau
nyeri sendi yang di sertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diastestis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ) atau penumpukan cairan di rongga tubuh 1.

2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air 1. Di
Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat angka
kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2016, DBD
berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 78.13 per 100.000 penduduk,
namun angka kematian di tekan di bawah 1%, yaitu 0.79%. KLB DBD terjadi hampir setiap
tahun di tempat yang berbeda dan kejadian sulit diduga 2.
Infeksi virus dengue di tularkan melalui gigitan vektor nyamuk Stegomiya aegipty ( dahulu
di sebut aedes aegipty ) dan Stegomiya albopictus (dahulu Aedes albopictus). Transmisi virus
tergantung dari faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam faktor biotik adalah vektor virus,
vektor nyamuk, dan penjamu manusia, sedangkan faktor abotik adalah suhu lingkungan,
kelembapan, dan curah hujan3. Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air
jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya) 1.

2.3 Etiologi
Virus dengue termasuk dalan genus Flavivirus, dari famili Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106 1. Berdasarkan genom yang di miliki, virus dengue
termasuk virus (positive sense single stranded) RNA. Genom ini dapat ditranslasikan
langsung mengahsilkan saru rantai polipeptida berupa tiga protein struktural (capsid =
C, pre-membrane = prM, dan envelope = E) dan tujuh protein non- struktural (NS1,
NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS 5) 3. Terdiri dari empat serotipe virus
dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4). Seluruh serotipe beredar di Indonesia

3
dengan serotipe DEN 3 yang paling dominan dan ditemukan pada kasus dengue dengan
masa inkubasi sekitar 4 – 10 hari 5.

2.4 Vektor
A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan antara
garis lintang 35 U dan 35 S. Distribusi A. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian
sehingga nyamuk ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 m. A. aegypti adalah
salah satu vektor nyamuk yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat
antropofilik, hidup dekat manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur,
pakaian, dan air bersih sehingga sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar.
Nyamuk dewasa lebih sering menggigit pagi hari dan sore hari 6.

2.5 Penularan
Setelah menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk
betina dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi
dalam kelenjar saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut
periode ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit
manusia lain dan bereplikasi dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14
hari) yang disebut periode intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari setelah
onset penyakit.

2.6 Patofisiologi
2.6.1 Volume plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis
hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasusu DBD dengan menggunakan 131
Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok

4
terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah esktra vaskular (ruang interstisial dan rongga
serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini adalah
meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa
yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium dan terdapatnya edema 4.
2.6.2 Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai hematokrit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai rendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada
masa konvalense dan nilai normal biasanya mecapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya
destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi
megakariosit 4.
2.6.3 Sistem koagulasi dan fibrolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang
teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V,
VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen
degradation products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan menurunnta
aktifitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan
faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan
faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan
penurunan aktifitas a-2 plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen 4.
2.6.4 Sistem komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3,
C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang di sertai syok maupun tidak.
Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit.
Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa dengue, aktivasi komplemen terjadi baik
melalui jalur klasik maupu jalur alternatif. Bukti – bukti yang mendukung peran sistem
komplemen pada penderita DBD ialah, ditemukannya kadar histamin yang meningkat

5
dalam urin 24 jam, adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune
complex), baik pada DBD derajat ringan maupun berat, adanya korelasi antara kadar
kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit 4.
2.6.5 Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang belangsung sampai hari kedelapan. Dilaporkan juga bahwa sediaan
hapus buffy coat kasus DBD dijumpai transformed lymphocytes dalamn persentase yang
tinggi (20-50%). Pemeriksaan LBP (limfosit plasma biru) pada infeksi dengue mencapai
puncak pada hari keenam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat
sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD
dengan dengan dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan
campuran antara limfosit B dan limfosit T 4.

2.7 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan, berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue 1.
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu
sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi
tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem
komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut berlebihan, akan
di produksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator inflamasi lain dalam
jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai
kelainan yang akhirnya menimbulkan bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue 3.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi spesifik
terhadap virus dengue 3. Berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus

6
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini di sebut antibody dependent enchancment
(ADE);
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhapat virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a 1.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain,
menyatakan bahwa infeksi virus dengue (secondary heterologous infection / infeksi sekunder)
menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-a, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Trombositopenia pada
infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : Supresi sumsum tulang dan destruksi masa hidup
trombosit 1.

2.8 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak, kontinua,
kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang sering
ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan (facial flusing), anoreksia, mialgia,
dan antralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri didaerah subkostal
kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang
kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaa fisik,
demam dapat mencapi suhu 40C dan dapat disertai kejang demam 3.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan yang
dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole. Epistaksis dan
perdarahan gusi dapat di temukan, kadang disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna,
hematuria lebih jarang di temukan. Perdarahan berat dapat di temukan 3.
Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal sakit, namun
beralangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua. Ruam konvalensens

7
seperti pada demam dengue, dapat ditemukan pada masa penyembuhan. Hepatomegali
ditemukan sejak fase demam, dengen pembesaran yang bervariasi antara 2-4 cm dibawah arkus
kosta. Namun, hepatomegali lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok
dengue/SSD) 3.
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura, apabila
kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rotgen foto dada posisi
lateral dekubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang
sering di jumpai. Pemeriksaan ultrasonografi dapat di pakai untuk menemukan asites dan efusi
pleura. Penebalan dinding kandung empedu (gall blader wall thickening) mendahului
manifestasi klinis kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematokrit (>20% dari data dasar)
dan penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum ( >0.5 g/dl dari data dasar)
merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan
berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang di kenal
sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis 3.

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue 7


Fase demam
Fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan hari ke-3), fase
kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena
demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing ), dan
biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normal dan viremia berakhir
pada fase ini.
Fase kritis
Fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam), pada saat ini demam
turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini kadang mengecoh karena orangtua
menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal anak memasuki fase
berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak pada hari ke-5.
Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada
fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini
memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat. Kewaspadaan dalam mengantisipasi
kemungkinan terjadinya syok yaitu mengenal tanda-tanda dan gejala yang mendahuli syok
(warning sign). Warning sign umumnya terjadi menjelang akhir demam, yaitu antara hari sakit
ke 3-7.

8
Fase penyembuhan
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran
pembuluh darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke
dalam pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit
menurun, dan hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-
2 hari tapi dapat menjadi fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam
jumlah berlebih sehingga anak dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada
hari-hari tersebut demam dapat meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga
memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik
yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif
seperti sebelum sakit. Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase
kritis/kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan.
Laboratorium,seperti peningkatan nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun
dan setelah 24-48 jam, jumlah leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara
bermakna.

9
2.9 Kriteria diagnosis
Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan kriteria
diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus, tata laksana
kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis laboratoris yaitu
kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting dalam pelaporan, surveilans,
penelitian dan langkah-langkah tidakan preventif dan promotif 2.
2.9.1 Kriteria Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis infeksi dengue dengan sangat bervariasi dan sulit dibedakan dari
penyakit infeksi lain terutama pada fase awal perjalanan penyakitnya. Dengan meningkatnya
kewaspadaan masyarakat terhadap infeksi dengue, tidak jarang pasien demam di bawa berobat
pada fase awal penyakit, bahkan pada hari pertama demam. Sisi baik dari kewaspadaan ini
adalah pasien demam berdarah dengue dapat diketahui dan memperoleh pengobatan pada fase
dini, namun di sisi lain pada fase ini sangat sulit bagi tenaga kesehatan untuk menegakkan
diagnosis demam berdarah dengue. Oleh karena itu diperlukan petunjuk kapan suatu infeksi
dengue harus di curigai, petunjuk ini dapat berupa tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan
laboratorium rutin 2.
Berdasarkan petunjuk klinis tersebut di buat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas
kriteria diagnosis klinis Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), demam
berdarah dengue dengan syok (Sindrom Syok Dengue/SSD), dan Expanded dengue Syndrome
(unusual manifestation) 3.

Gambar 2 Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 2011 3

10
1. Diagnosis Klinis Demam Dengue
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus menerus, bifasik.
 Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena, maupun berupa uji
tourniquet positif.
 Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau disekitar rumah
 Leukopenia <4.000/mm3
 Trombositopenia< 100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan
gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat di tegakkan 3.
2. Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)
 Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena, maupun berupa uji
Tourniquette yang positif
 Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik dilingkungan sekolah, rumah atau
sekitar rumah
 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala :
- Peningkatan nilai hematokrit, > 20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
 Trombositopenia <100.000/mm3
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan
plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD 3.
3. Tanda Bahaya ( Warning Sign)
 Klinis : Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Perdarahan mukosa
Pembesaran hati

11
Akumulasi cairan
Oliguria
 Laboratorium : Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengen
Penurunan cepat cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi 3.
4. Demam Berdarah Dengue dengan Syok (SSD)
 Menentukan kriteria DBD
 Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik terkompensasi maupun
dekompensasi
Syok Terkompensasi
 Takikardi
 Takipnea
 Tekanan nadi ( perbedaan antara sistolik dan diastolik) < 20mmHg
 Waktu pengisian kapiler (capillary refill time /CRT) > 2 detik
 Kulit dingin
 Produksi urin (urin output) menurun, < 1 ml/kgBB/jam
 Anak gelisah
Syok Dekompensasi
 Takikardi
 Hipotensi (sistolik dan diastolik turun)
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan Kusmaull atau hiperpne
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur 3.
5. Expanded dengue Syndrome
Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi
klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti
tanda dan gejala :
 Kelebihan cairan
 Gangguan elektrolit
 Ensefalopati
 Perdarahan hebat
 Gagal ginjal akut

12
 Haemolytic uremic syndrome (HUS)
 Gangguan jantung : gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
 Infeksi ganda 3.
2.9.2 Kriteria Diagnosis Laboratoris
Kriteria diagnosis laboratoris diperlukan untuk survailens epidemiologi, terdiri atas :
1. Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan
serologi anti dengue
2. Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan genome virus dengue
dengan pemeriksaan RT-PCR antigen dengue pada pemeriksaan NS 1, atau apabila
didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif )
pada pemeriksaan serologi berpasangan 3.

2.10 Klasifikasi derajat Demam Berdarah Dengue


Pemeriksaan
Grade Tanda dan Gejala
Laboratorium
Demam dengan minimal dua kriteria
berikut:  Leukopenia
 Nyeri kepala (<5000/mm3)
 Nyeri retroorbita  Trombositopenia
Demam  Mialgia (< 150.000/mm3)
dengue  Artralgia / nyeri tulang  Peningkatan
 Ruam (rash) hematokrit (5-10%)
 Manifestasi perdarahan  Tidak ada bukti
 Tidak ada bukti kebocoran kebocoran plasma
plasma
 Trombositopenia
Demam dan manifestasi perdarahan (< 100.000/mm3)
DBD I (uji tourniquet positif) dan adanya  Peningkatan
bukti keebocoran plasma hematokrit >20%

 Trombositopenia
(< 100.000/mm3)
Sama seperti grade I, ditambah adanya
DBD II  Peningkatan
perdarahan spontan
hematokrit >20%

 Trombositopenia
Sama seperti Grade I dan II, di tambah
(< 100.000/mm3)
tanda kegagalan sirkulasi : nadi lemah,
DBD III  Peningkatan
tekanan nadi < 20mmHg, hipotensi,
tampak lemas. hematokrit >20%

Sama seperti grade III, ditambah bukti  Trombositopenia


nyata adanya syok dengan tekanan (< 100.000/mm3)
DBD IV
darah tidak terukur dan nadi tidak  Peningkatan
teraba. hematokrit >20%

13
Demam berdarah dengue derajat III-IV di sebut juga sindrom renjatan dengue
Tabel 1 Klasifikasi derajat Demam Berdarah dengue (WHO, 2011) 5
2.11 Pemeriksaan Penujang
1. Laboratorium
Disesuaikan dengan perjalanan penyakit : pada hari ke-3 umumnya leukosit menurun atau
normal, hematokrit mulai meningkat (hemokonsentrasi), dan trombositopenia terjadi pada hari
ke 3-7. Pada pemeriksaan jenis leukosit, ditemukan limfositosis (peningkatan 15%) mulai hari
ke 3, di tandai adanya limfosit atipik 5.
2. Radiologi
Pada foto thoraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi adanya efusi pleura
minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan dinding kandung empedu dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) 2.
3. Serologis
Pemeriksaan serologi didasarkan atas timbulnya antibodi penderita terinfeksi virus dengue.
a. Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test) : pemeriksaan
HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standart). Namun pemeriksaan
ini memerlukan 2 sample darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut
dan fase konvalense (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang
cepat2.
b. ELISA (IgM/IgG) : infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengan dengue IgM terhadap IgG.
Dengan cara uji antibodi IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat di
dapat 2.
4. Deteksi antigen virus dengue
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakaan pada saat ini adalah pemeriksaan
NS1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen). Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan
viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada
1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya 3.

2.12 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simptomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD di rawat di
ruang perawatan biasa. Tetapi kasus DBD dengan komplikasi di perlukan perawatan intensif 2.

14
Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi dengue ialah sebagai
berikut :
1. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama periode kritis, kecuali pada bayi usia <6
bulan yang di sarankan menggunakan Nacl 0.45%
2. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya dekstran 40, dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan kobocoran plasma yang berat, dan tidak ada
perbaikan yang adekuat setelah pemberian kristaloid
3. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumatan (maintanance) di
tambah 5% untuk dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk menjaga agar volume
intravaskular dan sirkulasi tetap adekuat
4. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24-48 jam pada kasus
syok. Pada kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60-72 jam
5. Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya menggunakan berat
badan ideal
6. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis. Kebutuhan cairan
intravena pada anak berbeda dengan dewasa
7. Pemberian transfusi trombosit tidak di rekomendasikan pada anak 5.

15
Gambar 3 Skrining tersangka infeksi dengue di triase 4

16
 Nasihat kepada orang tua untuk pasien rawat jalan
 Anak harus istirahat
 Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus buah, cairan elektrolit,
air tajin. Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4-6 jam
 Parasetamol 10mg/kgBB/kali di berikan apabila suhu >38C dengan interval 4-
6jam, hindari pemberian aspirin /NSAID/ibu profen. Berikan kompres hangat
 Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas
kesehatan sampai melewati fase kritis, mengenai pola demam, jumlah cairan
yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang air kecil), tanda-tanda
perembesan plasma dan perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap
 Pasien harus segera di bawa kerumah sakit jika ditemukan satu atau lebih
keadaan berikut : pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri perut
hebat, muntah terus menerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau
gelisah /rewel, anak tampak lemas, perdarahan (misalnya bab berwarna hitam
atau muntah hitam ), sesak nafas, tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam atau
kejang 3..
2.12.1 Tata laksana DBD Tanpa Syok 2
Perbedaan patofisilogik utama antara DBD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Maka
keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma
dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan
plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya
mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosis sampai ≤100.000/μl atau
kurang dari 1-2 trombosit/Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit ≥20% mencerminkan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik
atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan
berat ringan penyakit.
Secara umum perjalanan penyakit DBD dibagi menjadi 3 fase yaitu fase demam, fase
kritis dan fase penyembuhan (konvalesens) :
a) Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak

17
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.
b) Fase Kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan
pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif.
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase afebris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian
volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum
volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah defisit 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok.
2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCI 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat
7,46%, 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid/ NaCI 0,9% atau dekstrosa 5% dalam
ringer laktat/NaCI 0,9%, 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan
hematokrit serta trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama
observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah
stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam Apabila dalam observasi

18
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya
cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan
- Kristaloid: Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan garam faali
(GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/ RA), Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF). (Catatan: Untuk
resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA, tidak boleh larutan yang mengandung
dekstosa)
- Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin
c) Fase Penyembuhan/konvalesen
Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen/ sekunder akan muncul pada daerah
esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan
tidak dikurangi, akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.

Tabel 2 kebutuhan cairan rumatan 4


Berat Badan Jumlah cairan (ml)
10 100 per kgBB
10-20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20 1500 + 50 x kg (diatas 20 kg)

Tabel 3 Kecepatan pemberian cairan5


Jumlah cairan Kecepatan (mL/kgBB/jam)
½ rumatan 1.5
Rumatan 3
Rumatan + defisit 5% 5
Rumatan + defisit 7% 7
Rumatan + defisit 10% 10

19
Gambar 4 Tata Laksana DBD tanpa syok 4

20
Gambar 5 Tata laksana DBD tanpa syok 4

2.12.2 Tata laksana DBD Dengan Syok


Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi perembesan
3
plasma, fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya fase dekompensasi
Tata laksana sindrome syok dengue terkompensasi 3
Pasien yang mengalami syok terkompensasi harus segera mendapatkan pengobatan
sebagai berikut :
 Berikan oksigen 2-4 L/menit
 Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonik intravena dengan jumlah
cairan 10-20 mL/kgBB dalam wakti 1 jam. Periksa hematokrit
 Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mLkgBB/jam selama 1-2 jam

21
 Bila sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan di kurangi secara bertahap menjadi 7,5, 5, 3,
1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan
intravena sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan
yang diberikan secara intravena bila masukan cairan melalui oral mulai membaik.
 Bila syok tidak terasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium, dan gula darah
untuk menilai kemungkinan adanya A-B-C-S yang memperberat syok hipovolemik.
Apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera lakukan
koreksi.
 Apabila hematokrit masih tetap tinggi atau meningkat, berikan bolus kedua.
Sebaiknya dipilih larutan koloid dengan jumlah cairan 10-20 mL/kgBB dalam waktu
10-20 menit, apabila tidak ada dapat diberikan larutan kristaloid isotonik. Walaupun
tidak ditemukan perdarahan tetapi keadaan klinis tidak membaik. Pertimbangkan
pemberian transfusi.
 Apabila syok teratasi, pertahankan jumlah cairan 10 mL/kgBB/ jam selama 1-2 jam,
setelah itu jenis cairan diganti dengan larutan kristaloid dengan jumlah cairan
dikurangi secara bertahap menjadi 7.5, 5, 3, 1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya
dalam waktu 24-48 jam setelah syok teratasi pemberian cairan intravena sudah tidak
diperlukan lagi. Namun apabila tidak teratasi, pasien dapat jatuh ke dalam profound
shock maka seringkali diperlukan bantuan napas buatan dan pemberian obat
inotropik, dan memerlukan perawatan diunit perawatan intensif.
 Tata laksana sindrome syok dengue dekompensasi
 Berikan oksigen 2-4 L/menit
 Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid dan/atau 10-20 mL/kgBB secara
bolus dalam waktu 10-20 menit. Pada saat bersamaan usahakan dilakukan
pemeriksaan hematokrit, analisi gas darah, gula darah, dan kalsium.
 Bila syok teratasi, berikan cairan kistaloid dengan dosis 10 mLkgBB/jam selama 1-2
jam
 Bila sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan di kurangi secara bertahap menjadi 7,5, 5, 3,
1,5 mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan
intravena sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan
yang diberikan secara intravena bila masukan cairan melalui oral mulai membaik.
 Apabila syok belum teratasi periksa ulang hematokrit, jika hematokrit tinggi
diberikan bolus kedua. Koreksi apabila asidosis, hipoglikemia atau hipokalsemia.
Bila Ht rendah atau normal dan ditemukan perdarahan masif, berikan transfusi darah
segar dengan dosis 10 mL/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5

22
mL/kgBB. Jika nilai hematokrit rendah atau menurun namun tidak ditemukan tanda
perdarahan berikan bolus kedua apabila tidak membaik pertimbangkan pemberian
transfusi darah. Pada syok berat (prolonged shock, recurrent shock, profound
shock), perdarahan masif, ensefalopati/ensefalitis, atau gagal napas, yang sulit diatasi
memerlukan perawatan di unit perawatan intensif 3.

Gambar 6 tata laksana DBD dengan syok 7

23
2.13 Tanda-tanda penyembuhan
 Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi nafas stabil
 Suhu badan normal
 Tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal
 Nafsu makan membaik
 Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut
 Volume urin cukup
 Kadar hematokrit stabil pada kadar basal
 Ruam konvalense, ditemukan pada 20%-30% kasus 3.

2.14 Kriteria pulang rawat


 Tidak demam minimal 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis yang jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distress pernafasan yang di sebabkan efusi pleura atau asites
 Jumlah trombosit >50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien
boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk
mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya
apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai, trombosit akan kembali
normal dalam wakti 3-5 hari 3.

24
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama pasien : An. S
Tanggal Lahir : 02 Agustus 2008
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Buatan II, Koto Gasib
Tanggal masuk : 24 Agustus 2020
Tanggal keluar : 29 Agustus 2020
Dokter : dr. H. Wilson, Sp.A, M.Biomed

Identitas Orang Tua


Nama : Tn. Z
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Suku : Melayu
Alamat : Buatan II, Koto Gasib

I. Riwayat Penyakit Saat Ini


Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari yang lalu.
Telaah : Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Tengku
Rafi’an Siak Sri Indrapura diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan demam. Deman sudah dialami pasien sejak 5 hari yang
lalu, demam timbul secara mendadak, tinggi, bersifat terus
menerus dan menggigil (-). Pasien juga mengeluhkan mual sejak
5 hari yang lalu dan muntah setiap diberi makan. Pasien juga
mengalami pusing (+), badan pegal-pegal (+), nafsu makannya
menurun, batuk (-), pilek (-) dan tampak bintik-bintik perdarahan

25
dikulit pada saat uji tourniquet (Rumple Leed). BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Ibu pasien mengatakan dilingkungan sekitar
rumah ada yang mengalami sakit yang sama.

Riwayat Penyakit Terdahulu : -


Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Penggunaan Obat :-
Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
Riwayat Kelahiran : √ Normal Vacum Forceps Sectio Caesaria
a. Ditolong oleh : Dokter √ Bidan Lainnya :…
b. Keadaan Saat Lahir: √ Segera Menangis Tidak Segera Menangis
c. BBL : 3.400 gram PBL: 49 cm LK : - cm
Riwayat Imunisasi : √ BCG 1 kali √ Polio 4 kali √ Hepatitis B 3 kali

DPT 3 kali √ Campak 1 kali HiB kali
Meningitis kali Rotavirus kali Lainnya

Riwayat Perkembangan: √ Menegakkan kepala 3 bulan √ Duduk 7 bulan


√ Membalikkan Badan 6 bulan √ Merangkak 6 bln
√ Berbicara 18 bulan √ Berdiri 10 bulan

√ Berjalan 13 bulan lainnya

26
RIWAYAT NUTRISI
0-6 bulan
ASI : 8-10 kali/hari atau setiap menangis
Lainnya :

6-8 bulan
ASI : 8-10 kali/hari atau setiap menangis
Makan Pagi/Siang/Malam : 3 kali/hari (tim)
Makanan Selingan (Snacks) : 3 kali/hari
Lainnya :

8-12 bulan
ASI : 6-8 kali/hari atau setiap menangis
Makan Pagi/Siang/Malam : 3 kali/hari (tim+sayur)
Makanan Selingan (Snacks) : 3 kali/hari
Lainnya :

12-23 bulan
Formula (SGM) : 4-6 kali/hari atau setiap menangis
Makan Pagi/Siang/Malam : 3 kali/hari (tim+sayur)
Makanan Selingan (Snacks) : 3 kali/hari
Lainnya :

Glasgow Coma Scale

27
RESPONSE SCORE
EYE
Membuka mata spontan (normal) 4
Dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta 3
4
Membuka mata bila diberikan rangsangann yeri 2
Tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri 1
VERBAL
Memiliki orientasi baik karena dapat memberikan jawaban dengan 5
baik dan benar pada pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll)
Memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti 4
bingung
Memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya 3 5
berupa kata-kata tidak jelas
Memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan 2
merupakan kata
Tidak memberikan jawaban berupa suara apapun 1
MOTORIK
Dapat menggerakan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan 6
Dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri 5
(lokalisasi nyeri)
Respons gerakan menjauhi rangsang nyeri (menarik karena nyeri) 4 6
Fleksi ekstremitas karena nyeri 3
Ekstensi ekstremitas karenanyeri 2
Tidak ada respons berupa gerak 1
TOTAL 15 15
Nilai 12 – 14: Gangguan Kesadaran Ringan
Nilai 9 – 11 : Gangguan Kesadaran Sedang
Nilai  8 : Coma

I. Keadaan Umum
Kesan Keadaan Sakit : Sakit sedang
Sensorium : Kualitatif : Compos Mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E:4 V:5 M:6)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 97x/i
Pernafasan : 20x/i

28
Temperatur : 36,4 C

Data Antropometri
Berat Badan : 40 Kg
Tinggi Badan : 150 cm
Lingkar Lengan Atas : 25 cm
Lingkar Kepala : 53 cm

Status Gizi Berdasarkan CDC


40
BB/U : × 100 %=96 % (BB Baik)
41,5
150
TB/U : ×100 %=99 % (TB Baik)
151
40
BB/TB : × 100 %=9,6 % (Baik)
41,5
40
BMI : ×100 %=17,7 % (Kurus)
1,502

29
30
II. PEMERIKSAAN FISIK
 Kulit
a. Sianosis : tidak ditemukan
b. Ikterus : tidak ditemukan
c. Pucat : tidak ditemukan
d. Turgor : kembali cepat
e. Edema : tidak ditemukan
f. Uji tourniquet :+
 Rambut : hitam, lebat dan bersih
 Kepala : √ Normal Mikrosefali Makrosefali Lainnya:
a. Wajah
 Dismorfik: Ya √ Tidak Lainnya: ..
b. Mata
 Palpebra
 Edema : Ya √ Tidak Lainnya :-
 Konjungtiva
 Pucat : Ya Ya √ Tidak
 Hyperemis : Ya v Tidak

 Sekret : Ya √ Tidak
 Lainnya :
 Sklera
 Ikterus : Ya √ Tidak
 Lainnya : -
 Pupil
 Isokor : √ Ya Tidak
 Refleks Cahaya : +/+
 Lainnya :-
c.Hidung : Bentuk normal, Simetris, polip (-), sekret (-), mukosa tidak
hiperemis.
d. Mulut
 Bibir : Bibir tampak kering

31
 Gusi : Tidak ditemukan kelainan
 Palatum : Tidak ditemukan kelainan
 Lidah : Tidak ditemukan kelainan
 Tonsil : Tidak ditemukan kelainan
 Faring : Tidak ditemukan kelainan
 Lainnya :-
e.Telinga : Normal
f. Leher
a.Kelenjar Getah Bening
 Pembesaran : Ya √ Tidak
 Jumlah : Tunggal Multipel
 Ukuran : .... cm
 Konsistensi : Lunak Keras
b. Kaku Kuduk : Positif √ Negatif
c. Lainnya :-

 Thoraks
a. Paru
b. Inspeksi : simetris ka=ki
c. Palpasi : simetris ka=ki / krepitasi (-)
d. Perkusi : sonor Kanan dan kiri
e. Auskultasi : vesikuler ka=ki, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Auskultasi : BJ I = BJ II Normal
Gallop - Murmur -
 Abdomen
a. Inspeksi : Dalam Batas Normal
b. Palpasi
 Nyeri Tekan : Ya √ Tidak
 Turgor : kembali cepat
 Ascites : tidak ditemukan
 Hepar : tidak teraba pembesaran

32
 Lien : tidak teraba pembesaran
 Massa : tidak ditemukan
b. Perkusi : bunyi timpani
c. Auskultasi : peristaltik normal (+)
 Ekstremitas : √ dingin Oedem : - √ CRT <2”
Petekie di ektremitas atas pada saat uji tourniquet(+).
 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus/ Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
 P. Neurologis
a. R. Fisiologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. R. Patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. R. Meningeal : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Kekuatan Otot : Tidak dilakukan pemeriksaan
e. Nervus Kranialis : Tidak dilakukan pemeriksaan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium ( 24 Agustus 2020 )
Hemoglobin : 13.9 g/dL
Leukosit : 2.160 / uL
Eritrosit : 4.22 10*6/uL
Trombosit : 70.000 / uL
Hematorkit : 43.5%
MCV : 80.4 fL
MCH : 25.7 pg
MCHC : 32.0 %

IV. DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue grade I

V. TERAPI
 IVFD RL 36 tpm makro
 Injeksi Paracetamol 400 mg (Bila Demam)

33
FOLLOW UP DI BANGSAL ANAK

Tgl S O A P
25-08- • Demam (-) • Kesadar Demam  IVFD RL 36 tpm
2020 • Mual (-) an: Berdarah makro
• Muntah (+) Composmentis Dengue  Injeksi Paracetamol
1 kali • Keadaan grade I 400 mg (Bila
• Pusing (+) Umum: Demam)
• Badan Tampak sakit
pegal-pegal (+) sedang
• Nafsu • TD :
makan menurun 100/60 mmHg
(+) • HR:
• Badan 100x/i
lemas (+) • RR: 24x/i
• BAK dan • Suhu:
BAB tidak ada 36.5oC
keluhan • Mata:
Kongjungtiva
Anemis (-),
Sklera Ikterik(-)
• Thorax:
Paru
(Vesikuler:+/+)
, Jantung BJ I
& II (Reguler)
• Abdomen
: Supel, BU (+)
• Ekstremit
as: Akral
hangat, CRT <2

34
detik
Pemeriksaan Anjuran : Pemeriksaan Darah Rutin

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (25-08-2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Darah rutin
Hemoglobin 14.2 g/dl 11.0 – 14.3
Eritrosit 5.46 106/uL 3.74- 4.93
Leukosit 3.5 103/uL 5.00-10.00
Hematokrit 44.2 % 31.4- 41.0
Trombosit 54 103/uL 150- 400
Index eritrosit
MCV 81.0 fL 80.8 - 86.6
MCH 26.0 Pg 28.2 – 30.5
MCHC 32.1 g/dL 34.2 – 35.6

35
Anemis (-),
Sklera Ikterik(-)
• Thorax:
Paru
(Vesikuler:+/+)
, Jantung BJ I
& II (Reguler)
• Abdomen
: Supel, BU (+)
• Ekstremit
as: Akral
hangat, CRT <2
detik
Pemeriksaan Anjuran : Pemeriksaan Darah Rutin

36
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (26-08-2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Darah rutin
Hemoglobin 13.5 g/dl 11.0 – 13.3
Eritrosit 5.24 106/uL 3.85- 4.75
Leukosit 4.8 103/uL 5.7- 9.9
Hematokrit 42.2 % 31.5- 38.0
Trombosit 39 103/uL 150- 400
Index eritrosit
MCV 80.5 fL 78.2 - 83.9
MCH 25.8 Pg 27.5 – 29.7
MCHC 32.0 g/dL 34.4 – 35.8

37
Tgl S O A P
27-08- • Demam (-) • Kesadar Demam  IVFD RL 34 tpm
2020 • Mual (-) an: Berdarah makro
• Muntah (-) Composmentis Dengue  Injeksi Paracetamol
• Pusing (+) • Keadaan grade I 400 mg (Bila
• Badan Umum: Baik Demam)
pegal-pegal (-) • TD :
• Nafsu 100/70 mmHg
makan (+) • HR:
• Badan 100x/i
lemas (-) • RR: 20x/i
• BAK dan • Suhu:
BAB tidak ada 36oC
keluhan • Mata:
Kongjungtiva
Anemis (-),
Sklera Ikterik(-)
• Thorax:
Paru
(Vesikuler:+/+)
, Jantung BJ I
& II (Reguler)
• Abdomen
: Supel, BU (+)
• Ekstremit
as: Akral
hangat, CRT <2
detik

38
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (27-08-2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Darah rutin
Hemoglobin 12.9 g/dl 11.0 – 14.3
Eritrosit 4.97 106/uL 3.74- 4.93
Leukosit 6.3 103/uL 5.2- 9.7
Hematokrit 40.3 % 31.4- 41.0
Trombosit 55 103/uL 150- 400
Index eritrosit
MCV 81.1 fL 80.8 - 86.6
MCH 26.0 Pg 28.2 – 30.5
MCHC 32.0 g/dL 34.2 – 35.6

Pasien dibolehkan pulang (27-08-2020)


Terapi pulang : - Paracetamol 400 mg (Bila demam)

39
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini adalah Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) grade I. Ditegakkan sebagai Demam Berdarah Dengue
didapatkan dari temuan anamnesis yaitu demam yang dialami sudah 5 hari, timbul
mendadak, tinggi, terus menerus, pegal pada badan, pusing dan di temui nya gejala yang
sama pada lingkungan sekitar rumah. Dari hasil pemeriksaan fisik uji tourniquet
ditemukan ada nya bintik-bintik perdarahan pada kulit. Dan juga didukung dengan hasil
laboratorium dimana di dapatkan penurunan trombosit yang menandakan ada nya
kebocoran plasma. Hal tersebut sesuai dengan teori penegakkan kriteria diagnosis
demam berdarah dengue berdasarkan klasifikasi WHO 2011.
Untuk fase perjalanan penyakit, saat pasien di bawa kerumah sakit, pasien
sedang mengalami fase kritis. Dimana terjadi pada hari 4-5 demam, pada fase ini
demam anak akan turun, kemudian akan terjadi penurunan jumlah trombosit dan nilai
hematokrit menjadi meningkat. Perlu diwaspadai pada fase ini bisa menyebabkan syok.
Saat pasien di bawa kerumah sakit merupakan hari ke 5 pasien demam, dan suhu pasien
saat itu adalah 36.4 C dan jumlah trombosit pasien mengalami penurunan yaitu
70.000/mm3, setelah dipantau pasien tidak menunjukkan gejala – gejala awal menuju
syok (warning sign).
Berdasarkan derajat klasifikasi demam berdarah dengue terdapat 4 grade
menurut WHO 2011, dimana pada pasien ini merupakan demam berdarah dengue grade
I, karna ditemukan gejala klinis berupa uji tourniquetnya positif dan juga dari
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya trombositopenia (<100.000/mm3).
Untuk penatalaksaan pada pasien ini sudah sesuai dengan teori penatalaksaan
demam berdarah dengue tanpa syok, dimana hal yang terpenting dari penatalaksaan
adalah penggantian volume plasma, pada pasien di berikan IVFD RL 36 tpm makro,
karena pasien masih dapat makan dan minum. Setelah dipantau keadaan pasien
membaik dan tidak menunjukkan gejala menuju syok.

40
Kriteria pulang pada pasien juga sudah sesuai dengan teori, dimana pasien tidak
mengalami demam setalah 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan sudah membaik, dan
jumlah trombosit > 50.000/mm3.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro., Leonard., dkk 2009. Demam Berdarah Degue dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi V., Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Demam


Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.

3. Hardinegoro , SR, Moedjito, I & Chairulfatah, A. 2014. Pedoman Diagnosis dan


Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta : UKK Infeksi dan
Penyakit Tropis IDAI

4. Soedarmo, Sumarno dkk. 2017. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.
Jakarta : UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI

5. Suprapto N., Mulya RK., 2014. Demam Berdarah Degue dalam. Cris T. Editor.
Kapita Selekta . Jilid I. Edisi IV ., Jakarta : Media Aeculapius.

6. Depkes RI.2010.Penyelidikan Epidemiologis penanggulangan Fokus dan


Penanggulangan Vektor Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

7. Hadinegoro SR, Muzal K, Yoga D, dkk. 2012. Update Management of


Infectious Disease and Gastrointestinal Disorder. Jakarta : Departeman Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

41

Anda mungkin juga menyukai