Anda di halaman 1dari 15

A.

Definisi Covid- 19
Coronavirus merupakan vius RNA strain tnggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus
dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike
protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan
struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam
penempelan dan masuknya virus ke dalam sel host (interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang) (wang,2020).
Coronavius bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat
diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan
suhu 56°C selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen
non-ionik, formalin , oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak
efektif dalam menonaktifkan virus (Wang, 2020; Korsman, 2012).

B. Komplikasi COVID-19
Ada berbagai penyakit yang bisa muncul sebagai komplikasi dari
infeksi virus corona. Selain yang berhubungan dengan pernapasan,
penyakit jantung serta kerusakan hati hingga ginjal juga bisa menjadi
komplikasi Covid-19 yang perlu diwaspadai. Tentu, tidak semua orang
yang positif corona pasti akan mengalami komplikasi parah. Hanya saja,
beberapa kelompok individu memang brisiko lebih tinggi mengalami
komplikasi akibat infeksi Covid-19.
Jenis-jenis Komplikasi Corona
Bagi sebagian besar orang , gejala yang muncul akibat infeksi virus
corona memang dirasa tidak terlalu berat. Beberapa di antaranya bahkan
bisa dirawat sendiri dirumah. Namun sayangnya, tidak semua kondsi
penderita infeksi ini dapat menjalani perawatan sendiri di rumah hingga
sembuh.
Bagi kelompok individu rentan seperti lansia dan pengidap penyakit
penyerta seperti penyakit jantung atau diabetes, infeksi Covid-19 bisa
berkembang menjadi kondisi yang sangat parah. Mereka berisiko lebih
tinggi mengalami komplikasi corona, seperti di bawah ini.
1. Pneumonia
Pneumonia akan menyebabkan kantung udara yang ada di paru-
paru meradang dan membuat anda sulit bernapas. Pada sebuah riset
pada pasien postif Covid-19 yang kondisinya parah, terlihat bahwa
paru-paru terisi oleh cairan, nanah, dan sisa-sisa atau kotoran sel.
Hal ini menghambat oksigen yang seharusnya diantarkan ke seluruh
tubuh. Padahal, oksigen sangat dibutuhkan agar berbagai organ di
tubuh bisa menjalankan fungsinya. Jika tidak ada oksigen, maka organ
tersebut akan rusak.
2. Gagal Napas Akut
Saat mengalami gagal napas, tubuh tidak bisa menerima cukup
oksigen dan tidak dapat membuang cukup banyak karbon dioksida.
Kondisi gagal napas akut terjadi pada kurang lebih 8% pasien yang
positif Covid-19 dan merupakan penyebab utama kematian pada
penderita infeksi virus corona.

3. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


ARDS adalah salah satu komplikasi corona yang cukup umum
terjadi. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Tiongkok,
sekitar 15% - 33% pasien mengalaminya. ARDS akan membuat paru-
paru rusak parah karena penyakit ini membuat paru-paru terisi oleh
cairan. Akibatnya, oksigen akan susah masuk, sehingga menyebabkan
penderitanya kesulitan bernapas hingga perlu bantuan ventilator atau
alat bantu napas.
4. Kerusakan Hati Akut
Meski virus corona menyebabkan infeksi di saluan pernapasan,
tapi komplikasinya bisa menjalar hingga ke organ hati. Orang dengan
infeksi corona yang parah berisiko paling besar mengalami kerusakan
hati.
5. Kerusakan Jantung
Covid-19 disebut bisa menyebabkan komplikasi yang berkaitan
dengan jantng. Gangguan jantung yang beisiko muncul antara lain
aritmia atau kelainan irama jantung, dan miokarditis atau peradangan
pada otot jantung.
6. Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder adalah infeksi kedua yang terjadi setelah infeksi
awal dan tidak berhubungan dengan penyakit yang awalnya diderita.
Misalnya, Covid-19 adalah infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-
CoV-2. Lalu, penderitanya kemudian mengalami infeksi lain yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus atau streptococcus. Pada
pasien Covid-19, komplikasi ini jarang terjadi, tapi masih berpotensi
untuk muncul. Sebagian ada yang ringan dan bisa sembuh. Namun,
sebagian lagi mengalami infeksi sekunder yang parah hingga
menyebabkan kematian.
7. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Penyakit ini akan membuat proses pembekuan darah terganggu.
Sehingga, tubuh akan membentuk gumpalan-gumpalan darah yang
tidak pada tempatnya. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan pada
organ dalam atau gagal ginjal ogan vital (gagal ginjal, gagal hati, gagal
jantung, dan lainnya). Di Tiongkok, penyakit inin umum dialami oleh
pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19.
8. Rhabdomyolisis
Penyakit ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Namun, para dokter
dan peneliti menilai penyakit ini perlu dimonitor pada pasien-pasien
berisiko tinggi yang positif Covid-19.
Pada rhabdomyolisis, jaringan otot akan rusak dan mati. Hal ini
menyebabkan protein dalam sel yang disebut myoglobin menjadi
tumpah memenuhi aliran darah. Jika ginjal tidak tidak bisa menyaring
myoglobin dengan baik, maka akan terjadi kerusakan fungsi di tubuh
dan mengakibatkan kematan.

C. Etiologi Covid-19
Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus,
yaitu kelompok virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian
besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan
sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome  (SARS).
Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke
manusia. Namun, kemudian diketahui bahwa virus Corona juga menular
dari manusia ke manusia.
Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:
1. Tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat
penderita COVID-19 batuk atau bersin
2. Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah
menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita COVID-19
3. Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19

D. Manifestasi Klinis
Gejala orang dengan Covid-19 mulai dari gejala ringan dan brat
yang muncul 2-14 hari setelah orang tersebut terinfeksi Covid-19 gejala
yang ditemukan brupa demam, batuk kering dan sesak nafas.
Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan terdepan yang berperan dalam
proses penyembuhan pasien dengan Covid-19. Dalam melaksanakan
praktik sebagai perawat wajib memberikan asuhan keperawatan (askep).
Berikut askep pada pasien Covid-19.
E. Patofisiologi Covid-19
Covid-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan sel
manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan
memfasilitasi ekspresi gen yang membantu adaptasi sever acute
respiratory syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran
gen, insersi gen, atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang
menyebabkan outbreak di kemudian hari.
Severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-Cov-2)
menggunakan resptor angiotensin convrting enzyme 2 (ACE2), yang
ditemukan pada traktus respiratori bawah manusia dan enterosit usus kecil
sebagai reseptor masuk. Glikoproten spike (S) virus melekat pada reseptor
ACE2 pada permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai
pengatur receptor binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki
fungsi dalam fusi membran antara sel virs dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam
sitoplasma sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a
dan pp1ab dan membentuk kompleks replikasi-transkripsin (RTC).
Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA
yang mengodekan pembentukan protein strktural dan tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA,
protein nuklekapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan
partikel virus. Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan
dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus
yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal,
dan limfosit T, dan traktus respiratori bawah, yang kemudian
menyebabkan gejala pada pasien.
F. data penunjang
1. pemeriksaan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop dan elektron dapat dengan cepat
memberikan informasi pertama tentang agen penyebab potensial dalam
bahan klinis.
2. Kultur
Kultur virus sering dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis
labolatorium infeksi virus saluran pernafasan
3. Pemeriksaan molekuler
Sejumlah metode dan sistem untuk indetifikasi cepat dan sensitif
dari urutan genetik patogen baru telah dikembangakan dan
disempurnakan
4. Pemeriksaan serologi
Pengujian serologi mungkin berguna untuk mengonfirmasi
tanggapan imunologis terhadap patogen dari kelompok virus tertentu,
misal corona virus

G. Prosedur Diagnostik
Langkah awal dalam menegakkan diagnosis Covid-19 adalah dengan
anamnesis serta menilai risiko epidemiologi dan riwayat kontak pasien.
1. Anamnesis
Gejala pasien Covid-19 umumnya akan timbul setelah masa
inkubasi 2-14 hari. Demam, lemas, dan batuk kering merupakan gejala
Covid-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu, beberapa pasien
juga mengalami nyer tenggorokan, mialgia, dispnea, dan batuk
berdahak. Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare juga
dapat timbul pada pasien Covid-19. Namun, pada beberapa pasien bisa
saja asimptomatik. Beberapa kasus menunjukkan gejala berat, seperti
pneumonia dan acute respiratory syndrome distress.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pasien Covid-19 bergantung pada tingkat keparahannya.
Pada pasien dengan gejala ringan, isolasi dapat dilakukan di ruymah. Pada
pasien dengan penyakit berat atau risiko pemburukan, maka dapat
dilakukan rawat inap.
1. Terapi Suportif untuk Gejala Ringan
Pada pasienn Covid-19 dengan gejala ringan, isolasi dapat
dilakukan di rumah. Pasien disarankan untuk menggunakan masker
terutama saat melakukan kontak dengan orang lain. Beberapa terapi
suportif, seperti antipiretik, antitusif, dan ekspektoran, dapat digunakan
untuk meringankan gejala pasien.
2. Antipiretik/ Analgetik
Pemberian antipiretik/ analgetikdiberikan apabila pasien memiliki
temperatur ≥38°C, nyeri kepala, atau mialgia. Pilihan terapi
antipiretik/analgetik yang dapat diberikan ketika dibutuhkan adalah
paracetamol 500-1000 mg PO setiap 4-6 jam, dengan maksimum dosis
4000 mg/hari atau ibuprofen 200-400 mg PO setiap 4-6 jam, dengan
maksimum dosis 2400 mg/hari. Pada pasien covid-19, paracetamol
lebih disarankan penggunaannya daripada ibuprofen karena ibuprofen
memiliki luaran yang lebih buruk.\6.20\
3. Antitusif dan Ekspektoran
Pemberian antitusif dan ekspektoran berfungsi untuk menurunkan
gejala batuk pada pasien COVID-19. Apabila pasien mengalami batuk
berdahak, maka pemberian ekspektoran dapat diberikan untuk
mengencerkan sputum. Pilihan antitusif yang dapat diberikan pada
pasien adalah dextromethrophan 60 mg setiap 12 jam atau 30 mg
setiap 6-7 8 jam PO. Terapi ekspektoran yang dapat diberikan adalah
guaifenesin 200-400 mg setiap 4 jam PO, atau 600-1200 mg setiap 12
jam PO, atau ambroxol 30-120 mg setiap 8-12 jam PO.
4. Terapi Suportif untuk Gejala Berat
Pasien COVID-19 dengan gejala sedang-berat perlu di rawat inaf.
Pengendalian infeksi dan terapi suportif merupakan prinsip utama
dalam manajemen pasien COVID-19 dengan keadaan buruk.
5. Intubasi dan Ventilasi Mekanik Protektif
Intubasi endotrakeal pada keadaan gagal napas hipoksemia.
Tindakan ini dapat dilakukan oleh petugas terlatih dengan
memperhatikan kemungkinan transmisi airbone. Preoksigenasi dengan
fraksi oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit dapat diberikan dengan
bag-valve mask, kantong udara, high flow nasal oxygen, dan non-
invasive ventilation. Ventilasi mekanik dilakukan dengan volume tidal
yang lebih rendah (4-8 ml/kg berat badan) dan tekanan inspirasi rendah
(tekanan platean < 30 cm H2O).
6. Ventilasi Nonivasif
Pengunaan high flow nasal oxygen (HFNO) atau non-inasive
ventilation (NIV) digunakan saat pasien mengalami gagal napas
hoksemia tertentu. HFNO dapat diberikan dengan aliran oksigen 60
L/menit dan FiO2 sampai 1,0. Pada anak-anak, umumnya hanya
mencapai 15 L/menit. NIV tidak direkomendasikan pada pasien gagal
napas hipoksemia atau penyakit virus pandemi karena bersifat aerosol
dan berisiko mengalami keterlambatan dilakukannya intubasi dan
barotrauma pada parenkim paru.
7. Terapi Lainnya
Penggunaan kortikosteroid, seperti dexamethasone, pada
pneumonia dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) sampai
sekarang tidak direkomendasikan. Pengunaan antibiotik juga harus
diberikan sesuai kemungkinan etiologi. Pada pasien COVID-19 yang
diterapi menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
ditemukan memiliki luaran yang buruk. Akan tetapi, pengunaan
OAINS masih dapat diberikan apabila terdapat indikasi klinis.
8. Medikamentosa
Sampai sekarang belum terdapat terapi spesifik anti-COVID_19
pada pasien pengawasan atau konfirmasi COVID-19. Akan tetapi,
beberapa agen telah ditemukan memiliki efikasi dan sedang dalam uji
coba.
9. Remdesivir
Remdesivir merupakan agen antiviral spektrum luas yang
ditemukan dapat menginhibisi replikasi dari virus corona pada
manusia. Beberapa study setelah menunjukan efikasi remidisivir pada
pasien covid-19 keadaan sedang atau berat. Di amerika serikat, korea
selatan, dan china, obat ini telah masuk uji coba klinisfase.
10. Klorokuin/hidrokisklorokuin
Klorokuin/hidrokisklorokuin merupakan obat antimalaria yang
telah digunakan pada beberapa kondisi auto imun karena efek
imunnomudulator. Pada penelitian in vitro, baik klorokuin maupun
hidrokisklorokuin dilaporkan dapat menginhibisi sars –sov-2.
Beberapa study menunjukan bahwa hidrokisklorokuin memiliki
aktivitas antiviral yang lebih paten.
Berdasarkan panduan pengobatan covid-19 di china, klorokuin
posfat direkomendasikan dalam terapi pneumonia covid-19 dengan
dosis 500 mg po 2xsehari selama 10 hari. Pada sebuah study,
hidrokisklorokuin direkomendasikan dengan dosis loading 400 mg po
2xsehari dilanjutkan dengan 200 mg po 2xsehari selama 4 hari.
11. Lopinavir-Ritonavir
Kombinasi lopinovir-ritonovir merupakan inhibitor protease yang
umumnya digunakan pada infeksi HIV. Beberapa studi in vitro
menemukan bahwa agen ini dapat melawan SARSS-coV 2. Akan
tetapi, sebuah studi menunjukan bahwa pasien COVID-19 yang
diberikaan lopinovir-ritanovir 400/100 mg 2 kali sehari selama 14 hari
tidak memiliki efek yang signifikan dalam perbaikan klinis maupun
mortalitas, dibandingkan dengan terapi standar.
12. Tocilizumab
Tocilizumab merupakan inhibitor interleukin-6 (IL-6) yang
ditemukan dapat menurunkan kerusakan pada jaringan paru pada
infeksi COVID-19 yang serius, dalam panduan penanganan
peningkatan kadar IL-6. Agen ini sampai sekarang masih dalam uji
klinis.
13. Vitamin C Dosis Tinggi
Studi meta analisis oleh Lin et al, yang melibatkan 4 uji acak
terkontrol dan 2 uji retrospektif menyatakan bahwa vitamin c dosis
tinggi (>50 mg/kg/hari) dapat secara signifikan mengurangi angka
kematian pasien dengan sepsis berat. Akan tetapi, penambahan vitamin
c dosis tinggi sebagai terapi sepsis berat tidak mengurangi lama
perawatan di ICU. Hasil ini didukung hasil meta analisis oleh Li et al,
yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara pemberian
vitamin c pada kasus sepsis dengan kesintasan yang lebih baik dan
penggunaan durasi vasopresor yang lebih pendek.
Namun, belum ada uji klinis penggunaan vitamin c pada kasus
COVID-19. Saat ini, uji klinis mengenai penggunaan vitamin c
intravena pada kasus COVID-19 sedang berlangsung di cina. Uji klinis
tersebut, membandingkan antara kelompok plesbon dan kelompok
intervensi vitamin c dosis tinggi, dengan dosis 12 gram yang diberikan
dua kali sehari selama 7 hari secara intravena.
14. Pengendalian Infeksi
Pasien dengan pengawasan (PDP) covid-19 harus dirawat dikamar
isolasi dengan pintu tertutup dan menggunakan masker bedah. tenaga
kesehatan yang merawat harus dilengkapi dengan alat pelindung diri
( APD) yang memadai.
15. Vaksinasi
Sampai sekarang belum ditemukan vaksin untuk covid-19.
Beberapa vaksin, seperti INO- 4.800 dan mRNA – 1273, sedang dalam
proses uji klinis manusia fase 1.
I. Kemungkinan data focus
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur,( kebanyakan terjadi pada usia lanjut dan
balita) jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, no register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Merasakan sesak nafas ,batuk kering , sakit menelan .
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanda-tanda vital menurun, nafas cepat dan dalam, kesadaran
soppor.dari hasil ct scan kepala, terdapat bercak purulen di otak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami penyakit gangguan
pernafasan, pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya walaupun pasien pernah mengalami sakit biasa
pasien selalu mengobati dengan obat-obatan yang ada di warung.
e. Pola fungsi
1. Aktivitas/ istirahat
Tanda: penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan pola nafas
pada area pernafasan gangguannyan misalnya penyumbatan
pernafasan.
2. Sirkulasi
Tanda: penurunan pola nafas pada saluran pernafasan
terhambat.
3. Eliminasi
Tanda: keluaran urine menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin kuning kecoklatan.
4. Nutrisi dan cairan
Tanda: edema jaringan umum pada bagian dada.
5. Neurosensorik
Tanda: gejala area/kesemutan.
6. Pernafasan
Gejala: menurunnya fungsi medula spinalis, edema medula,
kerusakan neurologi, paralisis abdominal dan otot pernafasan
7. Integritas ego
Gejala: masalaah keluaarga,pekerjaan, keuangana, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menarik diri,
marah.
f. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan torak : dapat di evaluasi untuk mengetahui kondisi
pasien covid-19
2. Tanda distress pernafasn berat: terdapatnya stridor dan retraksi
dinding dada
3. Perubahan suara paru: study mengenai sura paru pada covid-19
sampai sekarang masih sangat beragam dan terbatas
4. Pemeriksaan generalisata: pemeriksaan tenggoroka pada
beberapa kasus pada covid-19 dapat ditemukan hiperemis pada
paring minimal.

J. Diagnosa keperawtan yang sering muncul


a. Demam
b. Menggigil
c. Batuk kering
d. Sakit tenggorokan
e. Sesak nafas
f. Nyeri otot
g. Kelelahan
h. Gangguan pada indera penciuman dan pengecap
K. Perencanaan
1. Infeksi berhubungan dengan kegagalan untuk menghindari pathogen
akibat paparan covid-19
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam
diharapkan kegagalan untuk menghindari pathogen akibat paparan
covid-19. Dapat teratasi
Kriteria hasil : Mampu mencegah penyebaran infeksi dapat
meningkatkan kekebalan tubuh.
Intervensi :
1. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu ulang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan peguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
LAPORAN PENDAHULUAN DIAGNOSA MEDIS POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN COVID-19

Disusun Oleh kelompok 9B:


1. Resti Suparman
2. Restu Muhammad daffa
3. Rida Hayati Muslimah
4. Rika Fuji Nisa
5. Rina Oktaviani

STIKes KARSA HUSADA GARUT


2019/2020
Daftar pustaka

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-
infeksi/coronavirus-disease-2019-covid-19
https://www.kalbemed.com/article/show/291
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2762997

Anda mungkin juga menyukai