Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Zaman Glasial adalah waktu suhu menurun dalam jangka masa yang lama dalam iklim bumi,
menyebabkan peningkatan dalam keluasan es di kawasan kutub dan gletser gunung. Sisa lautan yang ada

tidak tertutupi es namun memiliki suhu tertinggi rata-rata sekitar 4o  C. Secara geologis, zaman es sering
digunakan untuk merujuk kepada waktu lapisan es di belahan bumi utara dan selatan; dengan denifisi ini
kita masih dalam zaman es. Menurut para ahli zaman ini telah terjadi berulang kali dengan diselingi masa-
masa yang lebih hangat yang disebut masa interglasial. Pada zaman es air laut membeku sehingga
 permukaan air laut turun sampai 100 meter dan garis pantai pun menjorok ke laut kemungkinan ada
 beberapa pulau menyatu saat zaman es tersebut.
Bukti adanya zaman es yang dilihat dari Bukti geologis zaman es bermacam – macam, termasuk
cacat pada batuan, glacial moraines, drumlin, potongan lembah, kemiringan batuan dan juga batuan
glacial. Glacial suksesi cenderung mengahapus dan mengubah bukti geologisnya, membuat jadi lebih

susah untuk diperkirakan. Lebih jauh lagi, bukti ini masih terlalu susah untuk di perkirakan waktunya
secara tepat; teori  –  teori mengasumsikan bahwa jaman glacial lebih pendek dibanding interglacial.
Adanya batuan sedimen dan es menunjukan kenyataan sebenarnya: jaman glacial itu panjang dan
interglacial itu pendek.
Bukti Khemis sebagian besar terdiri dari variasi rasio isotop pada fosil yang terdapat pada
sedimen dan batuan sedimen dan batuan sedimen laut. Untuk periode glacial yang paling baru inti es
menyediakan proxy iklim dari es, dan sample atmosfer dari yang terdapat pada gelembung di udara.
Karena air mengandung isotop lebih berat mempunya titik uap yang lebih tinggi, maka prporsinya
 berkurang dengan kondisi yang lebih dingin. Ini mengakibatkan catatan tempratur dapat tersusun.
Walaupun begitu, bukti ini dapat ditemukan pada factor lain yang tercatat oleh rasio isotop.
Bukti Paleontologis terdiri dari perubahan – perubahan pada persebaran geografis fosil. Pada saat
 periode glacial organisme bersuhu dingin tersebar pada keleluasaan lebih rendah, dan organism yang
menyukai kondisi lebih hangat menjadi punah. Bukti ini juga cukup sulit untuk di interpretasikan karena
membutuhkan (1) sedimen yang terletak selama periode waktu yang lama, (2) organism kuno yang telah
 bertahan selama beberapa juta tahun tanpa perubahan dan suhu layaknya mudah diketahui; dan (3)
 penemuan fosil yang relevan, yang membutuhkan keberuntungan tinggi.
1.2   Maksud dan Tujuan
2.  Untuk memahami paleoclimate pada zaman pleistosen
3.  Pengaruh paleoclimate dengan sea level

1
BAB II
DASAR TEORI
2.1  Pengertian Paleoclimate

Paleoklimatologi adalah ilmu yang mempelajari tantang perubahan iklim yang terjadi
dalam rentang waktu sejarah bumi. Para ahli paleoklimatologi menggunakan berbagai macam
keahlian untuk sampai pada teori dan kesimpulan mereka, antara lain : 
akan sebagai sumber data dalam paleoklimatologi. Es pada glasier mengeras dalam pola yang dapat diidentifikasikan, di mana setiap tahunnya meningga
i penentuan umur kayu dan fosil-fosil kayu
mbuhnya.
ma yang berada pada dasar danau dan lautan. Karakteristik dari tumbuhan, binatang, dan serbuk sari yang terawetkan, serta perbandingan isotop mem

an pandangan yang lebih padat mengenai iklim, dikarenakan lapisan batuan sedimen berumur ratusan ribu sampai jutaan tahun. Para ilmuan bisa mend
ai iklim jangka panjang dengan mempelajari batuan sedimen yang dapat
engan milliaran tahun.. Pembagian sejarah bumi menjadi beberapa periode terpisah umumnya berdasarkan perubahan yang terlihat pada lapisan
han kondisi utama. Sering kali hal ini termasuk perubahan utama pada iklim.

2.2  Paleoclimate Secara Global


gan adanya Zaman Pleistosen yang berlangsung sekitar 600.000 tahun
ndai dengan adanya siklus glasialisasi, yaitu mendinginnya iklim bumi dan meluasnya lapisan es tebal di kedua kutub. (Penelitian lebih lanjut menunjuk

terjadi pada masa-masa jauh sebelum Zaman Pleistocenini). Terdapat bukti-bukti terjadinya sekurang-
kurangnya 8 kali zaman es besar (empat di antaranya yang ekstrim, termasuk zaman es yang terakhir),

diselingi zaman “antar -es” (interglacial) yang iklimnya relatif panas .

Pada setiap zaman es, terjadi siklus yaitu air lautan mendingin lalu penguapan air menjadi

 berkurang. Hal itu lalu mengakibatkan jumlah awan berkurang dan curah hujan menurun sehingga
tumbuhan berkurang dan gurun bertambah luas. Lapisan es di kutub bertambah tebal dan meluas ke

daerah iklim sedang, sampai sepertiga permukaan bumi tertutup es. Karena banyak air berubah menjadi

es, maka permakaan air laut surut, di beberapa tempat sampai lebih 100 meter.

2
Hal yang sebaiknya terjaadi pada zaman Interglacial: iklim menjadi panas -> es kutub dan es gunung mencair -> hujan bertambah ->

naik ke atas berkat elastisitas kulit bumi. Kenaikan tanah ini ada yang lebih cepat dari naiknya permukaan

laut, sehingga sedimen-sedimen laut ditemukan jauh di atas laut. Ini adalah proses “vaulting” yaitu
 pergeseran tektonik lempeng-lempeng kulit bumi, yang bisa mengangkat dasar laut mencuat jauh ke atas.

Kondisi alam pada zaman Pleistosen sebagian daratan tertutup es hal ini dikarenakan
suhu pada saat itu lebih rendah dari suhu sebelumnya. Banyak perubahan alam yang diakibatkan
oleh adanya aktifitas vulkanisme yang dapat membentuk daratan baru serta proses
pendangkalan laut yang disebabkan oleh glasiasi
a.  Zaman Es pada Kala Pleistosen
Pada kala pleistosen terjadi fenomena global dimana suhu bumi menurun drastis
dan timbul timbunan es yang melebihi normalnya kutub bumi sekarang ini,
orang – orang menyebutnya zaman es.
 b.  Mencairnya Es di Akhir Kala Pleistosen
Pada akhir zaman kuarter di kala pleistosen, iklim bumi berubah kembali ke normal dengan mencairnya es kutub. Na
 beberapa pulau dan benua karena kenaikan muka air laut signifikan.

Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm pertahun pada jaman
ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik yang terjadi belum banyak merubah
morfologi dan struktur bumi. Adanya perubahan tektonik yang terjadi dengan perkembangan
dan pencairan

lempeng es di daerah kutub telah sangat berpengaruh pada perubahan muka air laut.
Pada kala pleistosen, zona penunjaman jawa pindah ke selatan, kearah samudera hindia.
Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk merapi, merbabu, lawu, ungaran. Susut air laut
yang mulai terjadi sejak pleistosen terus berlangsung hingga pertengahan pleistosen awal.
Dijawa tengah susut air laut ini disertai dengan pengangkatan dari pegunungan kendeng.
Akibatnya laut yang terletak diantara kendeng dan pegunungan selatan yang telah terangkat
sejak
 pliosen, dimana daerah sangiran terletak berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi
daerah rawa.
Pada masa jaman es, karena suhu udara rata-rata lebih rendah dari sebelumnya, hal ini
mengakibatkan bahwa zona vegetasi bumi belahan utara berpindah keselatan lebihdari 2000 km
dari posisi pra jaman es. Di eropa selatan, daerah tundra yang sangat luas yang dialasi permafrost ( tanah yang beku sec
tepian dari laut tengah. Pada daerah seperti itu berkembang pesat fauna daerah dingin seperti

rusa kutub (reindeer), mammoth dan badak berbulu lebat. Kondisi iklim yang terlalu basah pada
 pleistosen menyukarkan pertumbuhan hutan lebat. Hutan yang ad bukan merupakan hutan rimba

tetapi setapa.
Keadaan alam pada kala pleistosen – holosen :

a.  Proses glasiasi, berakibat pendangkalan air laut sehingga menjadi daratan dan
menjadikan jembatan untuk bermigrasi karena adanya perubahan musim.

 b.  Perubahan interglasiasi/ post glasiasi (pencairan kembali air laut) berakibat naiknya
 permukaan air laut daerah tropis menjadi lembab, penyempitan wilayah jelajah fauna

sehingga terjadi pengkerdilan fauna tertentu.


Proses pembentukan daratan karena tenaga endogen dan eksogen
c. 
Aktifitas vulkanisme berakibat terbentuknya daratan  – daratan baru dan dapat merubah keadaan alam sebelumnya.
d. 

agian besar daratan ditutup oleh es (divillium/jaman es). Akibatnya


migrasi. Inilah pembatasan anatara jaman tersier ke kala pleistosen ditandai dengan banyaknya flora dan fauna yang tergantikan den

disebabkan evolusi akibat penyesuaian diri.


Manusia baru muncul pertama kali kira-kira muncul 3 juta tahun yang lalu, bersamaan

dengan berkali-kali glasiasi di kala pleistosen (masa glacial/zaman es). Peristiwa glasiasi dikala
 pleistosen terjadi beberapa kali diselingi oleh masa – masa antar glacial (pencairan kembali).

Pada saat glasiasi, daerah tropic yang tidak terkena es mengalami masa pluvial (hujan),
tetapi masa berlangsungnya belum jelas. Peristiwa pada kala plestosen yang besar pengaruhnya

terhadap kehidupan manusia antara lain:


- Meluasnya es ke sebagian muka bumi

-  Perubahan iklim
Turun naiknya permukaan air laut

-  Letusan gunung api
-  Timbul tenggelamnya sungai
Gerakan alam yang dapat merubah bentuk muka bumi antara lain orogenesa (pengangkutan) erosi (pengikisan) dan keg
Himalaya yang tingginya 8000 meter di atas permukaan laut adalah contoh dari endapan laut

Tethys.
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar pada flora dan

iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar pada flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi be
ess yang tinggi akibat zaman es ini. Hasil dari perubahan iklim yang

drastis itu adalah pengurangan populasi, dan makan suplay makanan yang habis.
2.3 Paleoclimate Indonesia

Sejak awal Kala Plestosen Tengah sekitar 650 Kya, Pulau Patiayam setidaknya 12 kali
 berpisah dari daratan utama Pulau Jawa karena siklus proses glasial-interglasial. Pada masa

lampau Gunung Muria beserta Kubah Patiayam yang terletak di lereng selatannya bergabung
dengan daratan utama Pulau Jawa hanya terjadi pada masa Glasial, ketika terjadi perluasan
 pembekuan es di kutub, sehingga menyebabkan air laut surut hingga 120 meter dari kondisi
 permukaan sekarang. Pada kondisi tersebut terjadi migrasi hewan dan manusia ke Pulau Gunung
Muria. Pada masa Inter-Glasial ketika suhu bumi menghangat sehingga menyebabkan terjadinya
 pencairan es besar-besaran,
Berjarak sekitar 70 Km ke arah utara dari Situs Sangiran, terdapat Situs Patiayam yang
secara administratif berada pada wilayah Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Situs ini merupakan sebuah kubah yang terletak di lereng selatan Gunung Muria. Situs Patiayam
secara fisiografis termasuk Zona Gunung Api Kwarter dan Zona Dataran Alluvium Jawa Utara.
Oleh karena itu bentang alam daerah ini merupakan daerah perbukitan dan daerah dataran.
Menurut Sartono (1978) berdasarkan morfologinya diindikasikan ada 4 satuan morfologi yaitu
 perbukitan bergelombang, perbukitan landai, kubah, dan dataran. Pada masa lampau Gunung
Muria beserta Kubah Patiayam yang terletak di lereng selatannya bergabung dengan daratan
utama Pulau Jawa hanya terjadi pada masa Glasial, ketika terjadi perluasan pembekuan es di
kutub, sehingga menyebabkan air laut surut hingga 120 meter dari kondisi permukaan sekarang.
Pada kondisi tersebut terjadi migrasi hewan dan manusia ke Pulau Gunung Muria. Pada masa

Inter-Glasial ketika suhu bumi menghangat sehingga menyebabkan terjadinya pencairan es


 besar-besaran, Gunung Muria terisolir dari Pulau Jawa dan terpisahkan oleh laut dangkal yang
meskipun tidak terlalu lebar. Bergabungnya Gunung Muria secara permanen dengan Pulau Jawa
 – d  isebut fenomena Tombolo- baru terjadi pada sekitar abad XVII M, yang disebabkan
oleh
 pelumpuran, pendangkalan dan perkembangan dataran alluvial di sepanjang pantai utara Pulau
Jawa.
Daerah Patiayam secara stratigrafis memiliki enam litologi utama yang merupakan
 produk sedimentasi maupun hasil aktivitas vulkanik Gunung Muria (Setiawan, 2001). Berturut-
turut dari yang paling tua adalah Formasi Jambe berupa batu lempung biru yang mengandung
moluska dan foraminifera dari lingkungan laut dangkal, dan berumur antara Miosen Atas

– Pliosen Bawah. Kemudian Formasi Kancilan berupa batuan breksi laharik dari lingkungan darat
dan berumur Plestosen Awal sekitar 1,5 Juta tahun. Di atasnya adalah Formasi Slumprit berupa
 batu pasir tufaan yang mengandung fosil vertebrata dan moluska air tawar, sehingga
diintepretasikan sebagai endapan darat sampai sungai, dan berumur Plestosen Tengah sekitar 0,7

Juta tahun. Selanjutnya Formasi Kedungmojo berupa batu tufa yang juga mengandung fosil
vertebrata dan moluska air tawar pada sisipan breksi dan konglomeratnya, sehingga
diintepretasikan sebagai endapan darat sampai sungai, dan berumur Akhir Plestosen Tengah
sekitar 0,5 Juta tahun. Formasi Sukobubuk berupa batuan aglomerat hasil aktifitas vulkanik
Gunung Muria, yang berumur Plestosen Atas sekitar 0,2 Juta tahun. Sama seperti Sangiran,
litologi di bagian atas Patiayam juga terdapat endapan alluvial sungai yang dihasilkan oleh
Sungai Kancilan dan Sungai Ampo (Siswanto, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Zaman glasial dimulai dengan adanya Zaman Pleistosen yang berlangsung sekitar 600.000 tahun lalu. Zaman pleistosen ditandai den
meluasnya lapisan es tebal di kedua kutub.

Kondisi alam pada zaman Pleistosen sebagian daratan tertutup es hal ini dikarenakan
suhu pada saat itu lebih rendah dari suhu sebelumnya. Banyak perubahan alam yang diakibatkan
oleh adanya aktifitas vulkanisme yang dapat membentuk daratan baru serta proses
pendangkalan laut yang disebabkan oleh glasiasi
DAFTAR PUSTAKA

https://www.sridianti.com/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html

https://www.researchgate.net/publication/330506053_SANGIRAN-

http://arnoldkristakri.blogspot.com/2010/06/zaman-glasia-interglasial-dan.html

PATIAYAM_PERBANDINGAN_KARAKTER_DUA_SITUS_PLESTOSEN_DI_JAWA

Anda mungkin juga menyukai