Anda di halaman 1dari 17

Tafakul (Asuransi Syariah)

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Instrumen Keuangan Syariah

D IV Program Studi Keuangan Syariah

Jurusan Akuntansi

Disusun oleh :
Nama : Raka Abidzar Al Ghifari
NIM : 175144055
Kelas : 3B Keuangan Syariah

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok


orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat
diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari perkumpulan
tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap kehidupan manusia
senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu malapetaka, musibah dan
bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang
baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaannya yang diakibatkan oleh
meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun lanjut usia. Kehilangn fungsi dari pada
suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan akan barang dan juga kebakaran.

Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi


harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan
menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda
tempat usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah, dan usaha yang
bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi kalau saja ada perlindungan
dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi setidaknya bisa
menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah


Dalam Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan:”Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan nama seorang penanggung mengikat
diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu.
Sedangkan menurut UU No.40 tahun 2014 tentang perasuransian, asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari beberapa diatas, dapat diketahui setidaknya ada tiga unsur yang ada di
asuransi. Pertama, bahaya yang dipertanggungkan; kedua, premi pertanggungan; ketiga
sejumlah uang ganti rugi pertanggungan.
Mayoritas ulama mengatakan bahwa praktik asuransi yang demikian
hukumnya haram menurut Islam, karena:
1) Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang hak pemegang polis
dan sumber daya yang dipakai menutup klaim.
2) Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak yang
diuntungkan diatas kerugian orang lain.
3) Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan.

Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling
memikul resiko diantara sesama orang , sehingga antara satu dengan yang lainnya
menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan
dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan surah Al Maidah(5):2 “ Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.


Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syariah, yaitu usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang /pihak melaui
investasi dalam bentuk asset/dan tabarru’/ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan


sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar
klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Proses hubungan peserta dan
perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of
risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta
asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko
(transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada
asuransi konvensional. Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas
hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari
kontribusi peserta.
Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola
operasional saja, bukan sebagai penanggung seperti pada asuransi konvensional.

B. Sejarah Asuransi Syariah


Secara historis, asuransi tidak pernah ada pada zaman Nabi Muhammad Saw,
sahabat dan tabi’in. Asuransi pertama kali terjadi pada tahun 1182 Masehi. Ketika
orang-orang yahudi diusir dari Prancis, untuk menjamin resiko barang-barang mereka
yang diangkut lewat laut. Pada tahun 1680 , di London didirikan lembaga asuransi
kebakaran karena kebakaran yang terjadi pada tahun 1666 yang menghanguskan sekitar
13 ribu rumah dan 100 buah gereja.
Dalam Al Qur’an dan hadits terdapat tuntutan bermuamalah yang benar dan
baik, yaitu terhindar dari kesamaran (al gharar), untung-untungan (maysir), dan riba.
Oleh karena itu, hukum asuransi adalah boleh selama terhindar dari samar, untung-
untungan, dan riba. Dengan kata lain, hukum asuransi itu boleh selama mengandung
unsur:
1. Saling bertanggung jawab,
2. Saling membantu/ kerjasama, dan
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain

Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah diawali


dengan mulai beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 7
tahun 1992 tentang perbankkan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Untuk itulah
pada tanggal 27 Juli 1993, ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui
Yayasan Abdi Bangsa Tugu Mandiri sepakat memprakarsai pendirian Asuransi
Takaful, dengan menyusun Tim Pembentukan asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).

C. Prinsip – Prinsip Asuransi Syariah


Adapun beberapa prinsip asuransi syariah diantaranya :
1. Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun)
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudharabah.
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram
hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus
disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan
supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia
diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh
jamaah.
6. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurutaturan syar’i.

D. Akad dalam Asuransi Syariah


Terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) akad dalam Asuransi Syariah yaitu:
1. Akad hibah (tabarru’), di antara sesama pemegang polis (peserta asuransi) di mana
peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang
terkena musibah;
2. Akad mudharabah / musyarakah, dimana peserta bertindak sebagai shahibul mal
(pemegang polis), sedang perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola).
Akadnya berupa mudharabah, jika perusaan asuransi tidak sharing modal. Jika
perusahaan asuransi ikut sharing modal, berarti akadnya musyarakah;
3. Akad ijarah (wakalah bil ujrah), yaitu akad wakalah (pemberian kuasa) dari peserta
kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan memperoleh
imbalan (ujrah/fee).
Akad Wakalah bil ujrah terdapat pada asuransi yang mengandung unsur tabungan
(saving) maupun unsur tabarru’ atau yang tidak mengandung unsur tabungan (non
saving).

E. Mekanisme Kerja Asuransi Syari'ah

Di dalam operasional asuransi syari’ah yang sebenarnya terjadi adalah saling


bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.
Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola
premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut.

Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan:

1. Underwriting
Underwriting adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta
yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi.
Underwriting asuransi syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko
yang proposional dan adil diantara para peserta yang secara relatif homogen.
Dalam melakukan proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi
dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima dan menolak suatu penutupan
resiko. Pertama, kemungkinan menderita kerugian. Kondisi ini diramalkan
berdasarkan apa yang terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu
ketidakpastian akan kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, hukum
bilangan dimana makin banyak obyek yang mempunyai resiko yang sama atau
hampir sama, akan makin bertambah baik bagi perusahaan karena penyebaran
risiko akan lebih luas dan kemungkinan menderita kerugian dapat secara
sistematis diramalkan.

Pada asuransi syariah underwriting berperan:


a. Mempertimbangkan risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh
underwriting dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis
pekerjaan, moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis
kelamin.
b. Memutuskan menerima atau tidak risiko-risiko tersebut.
c. Menentukan syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan
peserta membayar premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya
jumlah pertanggungan, lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan
tingkat risiko peserta.
d. Mengenakan biaya upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta.
e. Mengamankan profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak
rugi.
f. Menjaga kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
g. Menghindari anti seleksi.
h. Underwriting juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam
ketentuan tarif, penyebaran resiko dan volume, dan hasil survei.

Beberapa hal yang patut menjadi perhatian para underwriter pada asuransi umum,
sebelum mengambil keputusan untuk menerima atau tidak suatu prospek adalah
sebagai berikut:
1. Kompetisi
Disini dituntut kematangan seorang underwriter.
a. Underwriter yang baik adalah yang adil.
b. Penyebaran resiko dan volume.
c. Survei
Survei akan memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail
kemungkinan mengenai resiko kondisi fisik dan juga kesempatan
mengamankan informasi mengenai keadaan moral pemohon.
Laporan survei meliputi sejumlah ciri-ciri berikut:
1) Deskripsi utuh terhadap resiko.
2) Penilaian tingkat resiko.
3) Pengukuran kemungkinan kerugian maksimal.
Calon peserta harus mengisi formulir permohonan secara lengkap yang intinya
antara lain sebagai berikut:
a. Uraian bisnis secara rinci.
b. Perubahan bisnis yang dilakukan belakangan ini dan kemungkinan
pengembangannya selama masa keikutsertaannya asuransi syariah.
c. Catatan perkara yang telah dialami.

2. Polis
Polis asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta
asuransi dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik
berupa akta mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada
dalam polis adalah:
a. Deklarasi, memuat data yang berkaitan dengan peserta seperti nama, alamat,
jenis dan lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan,
perhitungan dan besarnya premi serta informasi lain yang diperlukan.
b. Perjanjian asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan
kesanggupannya mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi
kerusakan.
c. Pernyataan polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi,
permintaan pembatalan polis, prosedur pengajuan klaim, asuransi ganda,
subrogasi.
d. Pengecualian, memuat penyebutan dengan jelas musibah apa saja yang tidak
ditutup atau diluar penutupan asuransi.
e. Kondisi pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan.
f. Polis ditandatangani oleh perusahaan asuransi.

Dalam asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di


atas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam
polis asuransi tersebut. Sebagai ilustrasi:
1. Polis dengan akad Mudharabah atau mudharabah musyarakah.
Pada akad Mudharabah peserta asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh
operator asuransi. Sedangkan Mudharabah musyarakah perusahaan asuransi
sebagai Mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana
peserta. Dalam kontrak tercantum persetujuan kontribusi yang dijadikan dana
asuransi syariah dan pihak operator berhak mengelola dan mengivestasikan dana
asuransi untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan prinsip Mudharabah.
Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan tabarru’ dan digunakan untuk
membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam bentuk hibah.
2. Wakalah bil ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan
asuransi untuk mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan
kontribusi yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan
prinsip syariah, persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan
cadangan sesuai pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya
wakalah bil ujrah.

3. Premi (Kontribusi)
Premi asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar
tabungan peserta asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim
terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambahkan
investasi pada masa yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna
untuk menambah investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang
dikumpulkan dari peserta paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu
klaim resiko yang dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional
perusahaan.
Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
1) Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan
pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan
mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih.
Premi tabungan dan hak bagi hasil investasi akan diberikan kepada peserta
bila yang bersangkutan dinyatakan berhenti sebagai peserta.
2) Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang
polis dan digunakan untuk tolong menolong dan menaggulangi musibah
kematian yang akan disantunkan kepada ahli waris bila peserta meninggal
dunia sebelum masa asuransi berakhir.
3) Premi biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada
perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam
rangka pengelolaan dana asuransi.
Penetapan tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan
mempengaruhi dana klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:
1. Penetapan tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:
a. Premi murni dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi
yang bersangkutan sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.
b. Biaya perolehan, termasuk komisi agen.
c. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya.
2. Tarif premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi
dan tidak ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu
berlebihan sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.

4. Pengelolaan Dana Asuransi (Premi)


Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah,
mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharaabah,
keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana
dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan
sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak
yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana
itu dibagi antara peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai
mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana
para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari
keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah bil
ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para
peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam
hal: kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting,
pemasaran, dan investasi.
Dalam mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah
ini, akan dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi
syariah itu sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum.
Pembagian ini sangat penting dilakukan mengingat mekanisme kerja dari kedua
syariah itu memiliki sedikit perbedaan, yakni dalam pengelolaan premi yang
disetor kepada perusahaan asuransi syariah. Perbedaan itu muncul disebabkan
sesuatu yang diasuransikannya berbeda; kalau asuransi umum (kerugian) yang
diasuransikan itu harta atau hak milik peserta asuransi, sedangkan diasuransi
keluarga (jiwa) yang diasuransikan adalah diri peserta asuransi itu sendiri.
F. Manfaat Asuransi Syari'ah
Terdapat 5 manfaat asuransi syari'ah yang tidak terdapat di asuransi
konvensional, diantaranya :
1. Berdiri dengan Prinsip Tolong Menolong
Pada asuransi konvensional, pemegang polis membayar premi kepada
perusahaan asuransi, sebagai gantinya perusahaan asuransi akan memberikan
ganti rugi atau pertanggungan jika pemegang polis mengajukan klaim. Pada
perusahaan asuransi konvensional, resiko dan keuntungan menjadi milik
perusahaan asuransi. Ada pemindahan resiko dari peserta ke perusahaan asuransi.
Sementara pada asuransi syariah, premi yang dibayar peserta masuk dalam
rekening bersama yang disebut ‘Tabarru’, yang membagi resiko kepada semua
peserta. Ketika ada klaim yang diajukan maka pembayaran memotong dari dana
Tabarru' tersebut. Dapat disimpulkan hubungan antara peserta dengan peserta lain
adalah saling menanggung resiko dengan perusahaan asuransi sebagai
administrator. Saat salah satu peserta mendapatkan musibah maka seluruh peserta
akan membantu mengurangi bebannya. Jadi prinsipnya bukan bisnis yang
menguntungkan.
Skema ini atau pada asuransi syariah dianggap lebih adil dan menguntungkan,
dibanding perusahaan asuransi konvensional yang memberikan pertanggungan
dengan jaminan uang peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan.

2. Tidak ada Skema Dana Hangus


Jika pada asuransi konvensional ada skema dana hangus ketika tidak ada
klaim yang diajukan pada masa pertanggungan. Maka ini tidak terjadi pada
asuransi syariah. Cicilan premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dapat
ditarik kembali bahkan sebelum jatuh tempo dan tanpa klaim.
Asuransi syariah menggunakan konsep wadiah (titipan), di mana dana akan
dikembalikan dari rekening peserta yang telah dipisahkan dari rekening tabarru’.
Karena itu asuransi syariah jauh lebih menguntungkan bagi nasabah, karena
setelah beberapa tahun membayar premi, peserta bisa mendapatkan kembali
dananya dengan utuh.
Perusahaan asuransi mendapatkan dana untuk kebutuhan biaya operasionalnya
dari tetap adanya tagihan bagi para peserta asuransi untuk biaya operasional
perusahaan, namun sangat terjangkau yakni 30% dari premi. Sementara pada
asuransi konvensional menyerahkan beban biaya operasional kepada semua
peserta.

3. Tidak ada Riba


Perusahaan asuransi syariah menjamin bahwa model bisnis mereka tidak
menyalahi ketentuan syariat Islam. Seperti menghindari riba (kelebihan atas
barang yang dipertukarkan), gharar (ketidakpastian dalam transaksi), maysir
(spekulasi atau judi), risywah (suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil
sesuatu yang bukan haknya) dan tadlis (penipuan, ketidakjujuran).
Dana yang masuk akan dikelola dan diputar pada instrumen investasi yang
sesuai dengan prinsip Islam. Setiap investasi yang ditawarkan perusahaan asuransi
syariah juga menggunakan akad yang jelas, sehingga peserta bebas memilih akad
apa yang paling membuat nyaman. Misalnya akad mudharabah, yaitu akad kerja
sama dimana peserta menyediakan 100% modal, dan dikelola oleh perusahaan
asuransi, dengan menentukan kontrak bagi hasil. Sistem bagi hasilnya lebih
transparan, baik mengenai resiko maupun keuntungannya. Tingkat pengembalian
investasi pada instrumen syariah ini dinilai jauh lebih menarik bahkan
keuntungannya bisa lebih tinggi dari deposito.
Umumnya ada dua akad yang jamak digunakan perusahaan asuransi syariah di
Indonesia.
Pertama, akad tabarru’ yakni pemberian dana dari satu peserta kepada Dana
Tabarru’ untuk tujuan tolong menolong di antara peserta bukan untuk tujuan
mengambil untung.
Kedua, akad tijarah. Yakni Akad antara peserta asuransi syariah dengan
perusahaan asuransi. Peserta asuransi syariah memberikan kuasa kepada
perusahaan asuransi sebagai wakil peserta untuk mengelola dana Tabarru’ dan
atau dana investasi sesuai kesepakatan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
Tidak perlu khawatir perusahaan asuransi akan melenceng dari syariat Islam.
Karena segala bentuk kebijakan yang mereka ambil diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Setiap produk dan kebijakan yang dibuat oleh
perusahaan asuransi mesti mendapat persetujuan lebih dulu dari DPS. Kitapun tak
perlu lagi memperdebatkan soal halal-haram sebuah investasi karena sudah
dijamin kehalalannya.

4. Bisa Double Claim


Beberapa perusahaan asuransi syariah menawarkan fasilitas double klaim yang
tidak terdapat pada asuransi konvensional. Double claim yaitu mengajukan klaim
ke dua perusahaan asuransi berbeda untuk mendapatkan pertanggungan yang lebih
besar. Misalnya, Anda sudah memiliki BPJS Kesehatan yang menanggung biaya
perawatan, namun ternyata terbatas sampai 80% total biaya. Maka Anda bisa
mengajukan sisa pembayaran yang kurang ini dengan asuransi syariah. Hal yang
tidak bisa dilakukan oleh asuransi konvensional.
Namun, jangan langsung terbuai akan manfaat asuransi syariah double claim
ini. Karena tidak semua perusahaan asuransi syariah memberikan fasilitas
tersebut. Tanyakan dahulu pada pihak agen menyenai definisi “double claim”,
untuk menghindari mis-representasi dari kedua pihak, sehingga ada yang merasa
dibohongi atau dirugikan.

5. Pembagian Keuntungan
Jika pada perusahaan asuransi konvensional kita tidak mengetahui secara pasti
kemana dana kita diolah, lain hal dengan manfaat asuransi syariah yang
memberikan penjelasan transparan soal pembagian investasi dan keuntungan.
Karena keuntungan dan resiko sama-sama dibagi kepada semua peserta, maka
kemungkinan yang bisa terjadi ialah :

 Kontribusi lebih besar dari jumlah klaim- Surplus Keuntungan.


 Klaim lebih besar dari jumlah kontribusi-Defisit Keuntungan.
Berikut adalah ketentuan surplus yang bisa dimiliki pemegang polis asuransi
syariah:

 Surplus operasional yang diberikan kepada pemegang polis tanpa


memperhatikan si pemegang polis sudah menerima atau belum klaim ganti
rugi.
 Surplus operasional selanjutnya ada pula yang diberikan pada pemegang
polis yang belum terima klaim ganti rugi.
 Surplus operasional dibagikan pada pemegang polis dengan pertimbangan
jumlah kontribusi premi yang disetorkan.
 Surplus operasional dibagi antara peserta asuransi syariah dengan pihak
perusahaan.
 Surplus operasional dibagikan dengan metode lain sesuai dengan
kesepakatan.
Jadi semakin besar kontribusi maka semakin besar pula surplus yang akan didapat.
Sebaliknya, semakin kecil kontribusi semakin kecil keuntungan yang didapat.
Semua dicatat secara proporsional tidak ada yang sembunyikan. Surplus
keuntungan dibagi dengan ketentuan: 60% ditahan dalam saldo Tabarru'; 30%
diberikan kepada peserta dan 10% kepada pengelola (perusahaan asuransi).
Pembagian Surplus Keuntungan kepada peserta adalah proporsional sesuai
kontribusi. Semakin besar kontribusi, porsi surplus keuntungan semakin besar.
Peserta pun dibebaskan untuk memilih antara menambahkan seluruh kelebihan
dana tersebut ke dana tabarru’, di bagi ke dana tabarru' dan peserta, atau di bagi
ke dana tabarru', peserta dan perusahaan.
Itulah berbagai manfaat asuransi syariah. Karena prinsipnya tolong menolong
maka kita tidak bisa mengharapkan keuntungan besar seperti layaknya asuransi
unit-link.
G. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

Perbedaan Asuransi Syariah Asuransi Konvensional


Sistem Operasional Pada Asuransi Syariah sistem Pada Asuransi Konvensional
operasional berdasarkan pada sistem operasional berlandaskan
syariah islam pada hukum ekonomi secara
umum
DPS Asuransi Syariah memiliki Dewan Asuransi Konvensional tidak
(Dewan Pengawas Pengawas Syariah memiliki Dewan Pengawas
Syariah) Syariah
Akad Dasar akad yang digunakan adalah Dasar akad yang digunakan
akad Ta’awun (saling tolong adalah Tabaduli (jual beli) :
menolong) : Sharing of Risk Transfer of Risk
Dana Dana yang terkumpul sepenuhnya Dana yang terkumpul
adalah milik nasabah sepenuhnya adalah milik
perusahaan
Pembayaran Klaim Pembayaran klaim dalam asuransi Pembayaran klaim dalam
syariah berasal dari rekening asuransi konvensional berasal
nasabah (dana tabbarru) dari rekening perusahaan
Keuntungan (Laba) Keuntungan yang didapat oleh Keuntungan yang didapat oleh
perusahaan akan dibagi antara perusahaan sepenuhnya menjadi
perusahaan dan nasabah milik perusahaan
BAB III

KESIMPULAN

Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut


Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syariah, yaitu usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang /pihak melaui investasi dalam
bentuk asset/dan tabarru’/ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah memiliki prinsip asuransi yang sesuai dengan syariat islam
diantaranya yaitu; Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun), Asuransi syariat tidak bersifat
mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudharabah, Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah
(pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka
diselesaikan menurut syariat, Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang
telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah,
Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia
mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang
jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah, Apabila uang
itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurutaturan syar’i.

Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana tabarru semua peserta.
Perusahaan sebagai mudharib wajib menyelesaikan proses klaim secara cepat, tepat dan
efisien sesuai dengan amanah yang diterimanya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
al-Anfaal : 27. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 21/DSN-MUI/X/2000
memutuskan bahwa ketentuan klaim adalah sebagai berikut:
a. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban
perusahaan untuk memenuhinya.
d. Klaim atas akad tabarru’, merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban
perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber referensi :

 http://m.asuransisyariah.asia/Pengertian-Asuransi-Syariah.html
 http://www.sanabila.com/2015/07/prinsip-prinsip-asuransi-syariah-takaful.html
 http://husnulmirza96.blogspot.co.id/2016/12/premi-dan-dana-tabarru-dalam-
asuransi.html#
 http://takaful94.blogspot.co.id/2011/12/klaim-pada-asuransi-syariah.html
 http://www.investasiuntung.com/2017/01/cara-mendaftar-klaim-asuransi-syariah.html

Anda mungkin juga menyukai