Anda di halaman 1dari 3

Ayah

Penulis memiliki nama lengkap Fa’izah Hanifah, teman-teman biasa


memanggilnya dengan sebutan “Hani”. Dia lahir di kota Tanjung Redeb, pada
tanggal 30 Juli 2003. Dia adalah anak ke-3 dari 5 bersaudara. Kakak penulis
bernama Muhammad Fajar Isro’Abdillah dan Fannisa Maharani. Penulis juga
memiliki adik yang bernama Muhammad Haikal Nasyharuddin Al-Bani dan
Hafizah Amanda Febriana. Penulis adalah putri dari pasangan Bapak Darto (alm)
dan Rusmala Tazkir. Penulis tinggal di Jl. Gunung Maritam. Ia memiliki hobby
memasak dan travelling. Penulis memiliki cita-cita menjadi guru.

Penulis memulai pendidikan dari TK Annisa 1 pada tahun 2007 dan lulus
pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD
Muhammadiyah Berau pada tahun 2009 sampai 2011, lalu pada tanun 2011 penulis
pindah ke SDN 017 Berau dan lulus pada tahun 2015. Setelah itu, penulis
melanjutkan pendidikan di MTS N Berau pada tahun 2015 dan lulus pada tahun
2018. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan pendidikan ke SMAN 4 Berau
pada tahun 2018, dan saat ini penulis sedang duduk di bangku kelas 3 SMA,kelas
XII IPA 2.

Selama bersekolah di SMAN 4 Berau, penulis memiliki prestasi yang telah di


torehkan yaitu juara 2 MTQ tingkat kabupaten Berau dan penulis juga aktif di
organisasi rohis.

Ini tentang seorang lelaki yang sangat luar biasa. Lelaki yang sangat
berharga dalam hidupku. Lelaki yang tidak pernah lelah menasihatiku. Lelaki yang
selalu ku titipkan do'a untuknya di setiap sujudku. Lelaki yang begitu
menyayangiku dengan caranya. Lelaki yang selalu berusaha mencukupi
kebutuhanku. Lelaki nomor satu yang menduduki singghasana hatiku. Lelaki itu
yang sering aku panggil dengan sebutan ayah.

Aku sangat dekat dengan ayahku. Kemanapun ayah pergi aku kerapkali ikut
dengannya. Pokoknya aku nggak bisa jauh-jauh dari ayahku. Bahkan, walau aku
telah duduk di bangku SMA aku masih saja tidur di temani ayah. Sehari saja
berpisah dengan ayah rasanya seperti ada yang kurang dari hidupku. Tidak bisa ku
bayangkan bagaimana hari-hariku tanpa nya.
Setiap subuh sebelum ayahku pergi ke masjid ia selalu membangunkanku
untuk sholat. Di kecupnya keningku sambil berkata " Anak cantik ayah ayo
bagun..udah subuh ndok ". Akupun dengan setengah sadar menjawab "iya yah..
Hani udah bagun daritadi, ini cuma pura-pura tidur aja". Mendengar jawabanku
ayah langsung tersenyum dan menggelitikiku. Tak jarang ayah menggendongku ke
tempat wudhu karena aku yang masih mengantuk dan tak kuasa untuk berjalan
hehe.

Sebelum berangkat ke sekolah ayah selalu menyuguhkanku susu dan sarapan


pagi. Akupun sering menolak untuk sarapan karena aku memang termasuk anak
yang kurang suka sarapan pagi. Tak jarang ayah menjanjikanku akan memberi
uang jajan lebih sebagai hadiah untukku jika aku mau memakan sarapan pagi yang
di suguhkannya. Kalau sudah duit bertindak siapa coba yang bisa nolak, hehe..

Pagi ini tidak seperti pagi-pagi biasanya. Ayah tidak menyuguhkanku susu
dan sarapan pagi. Kutengok ke dalam kamar ternyata ayahku sedang berbaring di
tempat tidur. Ibuku bilang ayah sedang tidak enak badan. Aku pun berpamitan
pada ayah dan ibu lalu aku pergi ke sekolah.

Hari ini aku pulang agak telat karena aku harus mengurus persiapan bakti
sosial yang akan di laksanakan organisasi rohis sekolah. Kaka ku mengatakan
bahwa ia tidak bisa menjemputku saat pulang sekolah nanti,ia akan belajar renang
bersama teman-temannya. Karena kakaku tidak bisa menjemput kupikir ayahkulah
nanti yang akan menjemputku karena aku berharap ayahku telah sembuh dari
sakitnya.

Namun aku heran, mengapa kakaku yang datang padahal ia berkata tidak
bisa menjemputku sore ini. Aku pun mendatangi kakaku lalu ia berkata "ayah
masuk rumah sakit Han". Aku sangat terkejut. Ayah yang ku harapkan sembuh dan
datang menjemputku ternyata sedang terbaring di rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit tubuhku terasa lemas karena melihat kondisi


ayahku yang sedang terbaring lemah di ruang perawatan. Terlebih lagi dokter akan
memindahkan ayahku ke ruang ICU. Aku semakin merasa sedih. Aku takut jika
aku akan kehilangan sosok ayah yang sangat ku sayangi selama ini.
Kondisi ayah semakin buruk. Tekanan darahnya menurun, detak jantungnya
pun semakin melemah. Dan sekitar pukul 1 dini hari apa yang aku takutkan pun
benar-benar terjadi. Di dalam ruang ICU, di tengah deru mesin ventilator dan
alarm monitor jantung, di samping ranjang tempat ayah terbaring, pikiranku
kosong. Yang aku tahu, selepas ini, hidupku takkan lagi pernah sama. Sosok gagah
dan penyayang yang sudah belasan tahun menemaniku kini telah pergi dan takkan
pernah kembali. Pedih. Rasa itulah yang menyentak alam sadarku. Memberikan
sensasi pilu yang cukup membuat kristal-kristal bening berlomba mengalir di
pipiku. Kini aku benar-benar kehilangan sosok ayah yang begitu kusayangi untuk
selamanya.

Hari demi hari ku lewati tanpa ayah. Kadang aku berfikir mengapa Tuhan
memanggil ayah ketika kami masih membutuhkannya,ketika masih begitu banyak
hal yang ingin kami lakukan bersama. Berat awalnya saat harus menjalani hari-
hariku tanpa ayah tapi aku berusaha untuk menerima dan mengiklaskan
kepergiannya. Aku percaya di balik ujian dan cobaan yang Tuhan berikan padaku
pasti ada hikmah dan kebaikan yang telah dipersiapkan-Nya untukku.

Anda mungkin juga menyukai