Anda di halaman 1dari 1

PERBANDINGAN KISAH BANI ISRAIL SETELAH WAFATNYA NABI

YAHYA ANTARA ISLAM DAN NASRANI.


Baik sejarawan muslim maupun nasrani sepakat bahwa nabi yahya hidup pada masa dinasti
herod, tepatnya pada masa Herodes Agrippa, yakni Putra dari Herod yang agung pendiri dinasti
Herod. Dinasti Herod sendiri berkuasa di Yudea (sekarang yerusalem dan sekitarnya), yang pada
waktu itu sudah menjadi wilayah romawi, diperkirakan nabi yahya lahir pada tahun 6SM. Penulis
tidak bisa memastikan pada masa kaisar siapa beliau dilahirkan, akan tetapi beliau berdakwah dan
hidup dimana Romawi dipimpin Kaisar Nero sementara Yudea dikepalai oleh Raja Herodes Agrippa.
Sejarawan Muslim maupun Nasrani sama-sama saling berselisih tentang sebab dibunuhnya nabi
yahya, akan tetapi dapat diambil kesimpulan jika yahya dibunuh karena menentang raja Herodes yang
ingin menikahi mahramnya sendiri. Sedangkan sejarawan muslim dan nasrani juga sama-sama masih
memperdebatkan dimanakah nabi yahya dibunuh, akan tetapi mereka bersepakat jika setelah dibunuh
Kepala nabi Yahya ditaruh diatas Nampan yang kemudian dijadikan hadiah untuk perempuan yang
akan dinikahi Raja Herodes.

Kemudian setelah peristiwa itu, terjadi perbedaan yang sangat signifikan diantara dua ahli
sejarah yakni sejarawan muslim dan nasrani. Sejarawan nasrani berpendapat, setelah kejadian itu
tanah Yudea masih dipimpin oleh kekaisaran romawi sementara Dinasti Herod sudah hancur dan
digantikan oleh pejaabat dari roma. Penulis tidak ingin menyebutkan secara rinci tentang bagian ini,
karena penulis disini hanya membahas perbedaan kisah bani israel bukan membahas sejarah
pemerintahan di Yudea.

Sedangkan menurut sejarawan Muslim setelah peristiwa syahidnya nabi yahya, tempat
pengorbanan bani israel yang ada di dalam baitul maqdis terus mengeluarkan darah, serta tiada lagi
api yang turun dari langit yang menyambar korban bani israel sebagai tanda diterimanya kurban
mereka. Sampai pada suatu hari setelah tahun-tahun itu berlalu, datanglah raja dari babilon yang
mengepung tanah Yudea. Imam As-Sa’labi dalam kitab Qishasul Anbiya’ menyebutkan bahwa nama
raja itu adalah Sanharib. Sedangkan menurut Al-Biqo’i dalam kitab Nidhomu ad durur fi tanasibil
ayati wa suur Menyebutkan bahwa Nama raja Babilonia itu adalah Khordous. Para sejarawan
muslim sepakat bahwasanya Raja dabi babilon itu mempunyai Jenderal yang bernama Nabuzaradan.
Para sejarawan Muslim sepakat jika setelah kejadian itu tempat pengorbanan Bani Israel masih
mengeluarkan darah sampai pada masa dimana raja babilon ini datang untuk mengepung Yerussalem.
Kemudian raja memerintahkan Jendralnya yang bernama Nabuzaradan untuk membunuh tiap orang
yang ada di dalam kota jerussalem sehingga darah mereka mengalir sampai pada tempat pasukan raja
itu berdiri. Kemudian Nabuzaradan memasuki tempat peribadatan mereka dan mulai melakukan
eksekusi akan tetapi mereka tidak berkata jujur jika darah yang terus mengalir itu disebabkan oleh
tindakan mereka sendiri yang membunuh nabi mereka. Singkat cerita Nabuzaradan tidak membunuh
mereka semua dan hanya menyisakan sedikit bani israel pada saat itu.

Ketidaksesuaian catatan sejarah muslim dengan catatan sejarah umum mengenai bani Israil

Menanggapi cerita diatas penulis menemukan banyak kejanggalan. Kejanggalan yang pertama
yakni nama Sanharib, sanharib adalah nama raja Akhemenia atau Persia dan bukan raja Babilonia.
Sanharib memang pernah datang ke Yudea akan tetapi jauh sebelum masa nabi Yahya melainka pada
masa Nabi Hizqiel. Sedangkan untuk Khourdous penulis tidak menemukan catatan tentangnya di
literatur manapun kecuali literatur islam. Mengenai Nabuzaradan, Nabuzaradan ialah nama jenderal
dari Nebukadnezar yang memang benar pernah menyerang Yudea akan tetapi itu terjadi jauh sebelum
masa Nabi Yahya, yakni pada masa Nabi Armiya atau Jeremiya

Anda mungkin juga menyukai