Anda di halaman 1dari 8

Pemasakan biji

Pada bab ini akan dibicarakan beberapa hal penting yang perlu di
perhatikan selama periode pembentukan dan pemasakan biji (maturation of seed).
Periode tersebut dimulai sejak selesainya pembuahan (fertilazation) sampai panen.
Beberapa pertanyaan timbul pada kita yaitu:

1. Kapan panen biji (caryopsis) dikatakan telah masak (muture)


2. Kapan waktu panen yang paling tepat untuk mendapatkan biji
(caryopsis) atau buah (fruit) yang kuantitas dan kualitas tinggi .

Biasanya biji matang (matures) bersamaan waktunya dengan masaknya


buah (fruit ripens).

Pada beberapa varietas tanaman kedele (glycine max, soybean) sebagai


contoh, polong (pod) cepat merekah waktu telah masak, sehingga biji terlempar ke
luar dan mengakibatkan banyak biji yang hilang (tinggal) di lapangan karena jatuh
kepermukaan tanah. Sebaliknya terlalu cepat dipanen (early harvesting) dengan
memakai mesin pemanen (combine) dapat mengakibatkan banyaknya biji yang
rusak oleh mesin (mechanical damage), karena biji masih terlalu lunak.

Masalah lain yang sering dijumpai pada pemasakan biji (caryopsis) atau
buah ini, terutama pada padi-padian (cerealia) dan kapas, ialah tidak sama
masaknya biji atau buah tersebut, walaupun terletak dalam satu pohon.

Pada tanaman padi (Oryza sativa, rice) sebagai contoh, caryopsis yang
terletak pada ujung bulir (panicle) masak lebih dahulu daipada caryopsis yang
terletak pada pangkal panicle. Juga caryopsis pada panicle yang berasal dari tiller
(anakan) yang luar kemudian dalam satu rumpun, biasanya masak kemudian. Pada
tanaman (Gossypium sp, cotton), biji atau buah yang terletak pada ranting sebelah
atas pada pohon, akan masak lebih dahulu daripada biji atau buah yang terletak
pada ranting sebelah bawah.

Tidak serentaknya waktu masak biji atau buah ini menimbulkan kesukaran
bagi petani untuk menetapkan waktu panen (harvesting time), terutama kalau
panenan tersebut memakai mesin panen karena mesin tersebut tidak dapat
membedakan biji atau buah yang belum masak dengan yang masak untuk
dipanen. Panenan dengna memakai tangan adalah lebih baik kerana selektif, tetapi
membutuhkan waktu lebih lama.
Hal penting yang terjadi pada periode pemasakan biji adalah perubahan
mengenai:

1. Kadar air biji (seed moisture content)


2. Daya kecambah biji ( seed viability)
3. Daya tumbuh biji (seed vigor)
4. Berat kering biji (seed dry weight)
5. Ukuran besar biji (seed size)

Kelima proses ini sangat berguna diketahui untuk menentukan waktu


panen suatu tanaman. Kapan waktu panen yang paling tepat sehingga diproleh
produksi biji caryopsis yang bermutu tinggi, dalam arti viability, vigor, berat
kering dan ukuran besar daripada biji.

Kadar Air Biji (Moisture Content of the Seed)

Umumnya pada tanaman legume (grain) dan padi-padian, ovule atau


tepatnya embryosac yang sedang mengalami proses fertilization mempunyai kadar
air kira-kira 80%. Dalam beberapa hari kemudian kadar air ini meningkat sampai
kepada waktu masak (matang) kadar air ini meningkat kira-kira sampai 85%, lalu
pelang-pelan menurun secara teratur. Dekat kepada waktu masak kadsar air ini
menurun dengan cepat sampai kira-kira 20% pada biji tanaman serealia. Setelah
tercapai berat kering maksimum dari pada biji, kadar air tersebut agak konstan
sekitar 20% tetapi sedikit naik turun (fluctuation) seimbang dengan keadaan
lingkungan di lapangan (environmental field conditions). Angka kadar air ini agak
tinggi daerah tropis oleh karena kelembaban udara (relative humidity) didaerah ini
lebih tinggi yaitu rata-rata 75%.

GAMBAR 5.3

Kadar air ini dapat ditentukan dengan memakai:

1. Bermacam-macam alat pengukur kadar ait biji otomatis (seed moisture


tester) atau setengah otomatis, seperti Universal Moisture Tester, Burrow
Moisture Recorder, Burrows Model 700, Digital Moisture Computer dan
lain-lain.
2. Metoda tungku (Oven method)
Dengan cara ini, contoh biji (biji basah ) baru dipanen dikeringkan di
dalam tungku (oven) listrik suhu 1050-110o C selama 24 jam terus-
menerus. Sesudah biji tadi didinginkan di dalam eksikator (exicator)
kemudian ditimbang lagi (didapat “berat kering”). Kadar air (KA) biji
dihitung menurut rumus:

Berat basah−Berat kering


a. Kadar air biji = x 100 %
Berat basah

Ini disebut KA berdasarkan berat basah (Wet Weight Basis) biasa dipakai
pada industri (biji, daging, dan lain-lain)

Berat basah−Berat kering


b. Kadar air biji = x 100 %
Berat kering

Ini disebut KA berdasarkan berat kering (Dry Weight Basis) biasa ini
dipakai untuk penelitian ilmiah (scientific research).

Kadar air biji ini penting artinya untuk menetapkan waktu panen, karena
penenan itu harus dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-
masing species atau varietas. Umumnya tanaman padi-padian dan biji-bijian
dipanen pada kadar air biji sekitar 20%. Umumnya kadar air biji 30% merupakan
batas tertinggi untuk panen. Panenan dengan kadar air biji diatas 30% tidak baik,
karena sukar untuk pengeringan. Disamping itu biji ini akan rapuh apabila
dikeringkan sampai dibawah kadar air 20%. Tetapi tergantung kepada jenis biji
ada yang baik dipanen pada kadar air 10-20%

Didaerah beriklim sedang (temperate zone), gandum dipanen pada kadar


air biji 14-15%, kapas 12-14%, padi 18%, jagung 20-30%. Jagung yang dibiarkan
dilapangan dengan kadar air biji 15-16%, akan mudah menjadi busuk (rot) dirusak
oleh “weevil” sehingga mengakibatkan produksi turun. Beberapa varietas padi
didaerah ini panicle dan atau gabahnya akan rontok, jatuh ketanah apabila kadar
air biji dibiarkan turun sampai 12-14%.

Di daerah tropis, varietas-vairetas padi dan jagung dipanen pada kadar air
biji lebih tinggi dibandingkan dengan yang didaerah beriklim sedang. Di
Indonesia, malaysia, Thailand dan Pilipina, padi, dipanen pada kadar air biji 20-
25%.

Masak Fisiologis (Physiological maturity)

Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sampai
sekitar 20%, maka biji mencapai masak fisiologis atau disebut juga masak
fungsional. Setelah masak fisiologis ini tercapai translokasi zat makanan yang
akan disimpan kedalam biji dihentikan. Tidak terjadi lagi proses pertumbuhan
pada biji sehingga ia tidak bertambah besarnya atau dengan kata lain biji telah
menncapai ukuran besar maksimum.

Mutu biji tertinggi juga diproleh pada saat masak fisiologis. Tidak pernah
diproleh mutu biji yang lebih tinggi daripada mutu biji pada saat masak fisologis.
Untuk ini dianjurkan untuk melakukan panenan pada saat masak fiologis. Untuk
ini dianjurkan melakukan panenan pada saat masak fisiologis tercapai.

Menunda waktu panen jauh sesudah masak fisologis menimbulkan banyak


kejelekan terutama:

1. Menurunkan mutu biji


2. Menurunkan hasil
3. Kerusakan biji oleh fungi atau hama, seperti pada jagung
4. Kerontokan biji (sheattering) seperti pada beberapa varietas kedele
5. Kerebahan (lodging) tanaman yang dapat menurunkan hasil

Kesukaran yang kadang-kadang dijumpai dilapangan yaitu adanya


beberapa spesies atau varietas tanaman pertanian dimana masak fisiologis telah
tercapai, biji masih mempunyai kadar air yang tinggi. Umpamanya pada beberapa
varietas gandum terdapat kadar air biji 40-46%, jagung 35-40% pada saat masak
fisiologis. Pada kadar air setinggi ini belum bisa dilakukan panenan terhadap
tanaman tersebut. Pada kadar air bij tersebut sampai berada dibawah 30%.

Berat Kering (Dry Weight)

Berat kering suatu biji penting karena ini erat hubungannya dengan
besarnya hasil. Tinggi rendahnya nilai berat kering ini tergantung dari banyak atau
sedikitnya bahan kering yang terdapat dalam biji. Bahan kering ini umumnya
terdiri dari tiga bahan dasar yaitu karbohidrat, protein, dan lemak, yang terdapat
terutama pada jaringan penyimpanan (storage tissue), seperti endosperm pada
famili Graminae dan cotyledon pada legume.

Setelah fertilization, mula-mula berat kering ini naik perlahan-lahan, kian


lama semakin cepat, dan mencapai maksimum pada masak fisiologis pada saat
mana transfer zat makanan kepada biji (buah) dihentikan. Setelah tercapai masak
fisiologis, berat kering maksimum ini hanya dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, terutama oleh kelembaban udara. Selama beberapa hari berat kering
naik turunn sesuai dengan kering basahnya udara. Kemudian kalau belum juga
dipanen, berat kering ini akan turun sebesar 15-25%. Turunnya berat kering ini
disebabkan oleh karena:
1. Proses pernapasan masih berlangsung, terjadi perombakan zat
makanan cadangan pada endosperm atau cotyledon
2. Transfer zat makanan kepada jaringan penyimpanan telah dihentikan.

Diketahui bahwa 5-7% kadar lemak dan minyak (fats and oil) turun
dengan penundaan ini pada tanaman cerealia.

Penundaan panen yang cukup lama pada keadaan cuaca jelek dapat
menurunkan berat kering 15-25%. Sehingga menyebabkan turunnya hasil. Asam
lemak bebas sebagai hasil perombakan lemak akan menyebabkan pembusukan
pada biji kedele. Hal ini sekaligus akan menurunkan mutu biji kedele.

Oleh sebab itu disarankan agar panenan dilakukan pada waktu berat kering
maksimum segera setelah masak fisiologis tercapai, jadi panenlah seawal
mungkin.

Setelah masak fisiologis dicapai maka biji masuk ke dalam periode yang
disebut “post maturity period” sampai waktu panen. Periode waktu ini juga
disebut masa pra-panen (pre-harvest period). Masa pra-panen ini tidak boleh
terlalu lama. Dengan membiarkan biji terlalu lama di lapangan akan menyebabkan
biji mengalami “deterioration” (rusak) lebih cepat karena lapangan (field)
bukanlah merupakan tempat penyimpanan yang baik. Lapangan tidak bisa
dikuasai terutama terhadap suhu dan kelembaban udara.

Sering dialami oleh para petani di daerah tropis dengan padi varietas
unggul seperti varietas PB5 dan PB8 apabila terlambat dipanen atau terlalu lama
tinggal di lapangan sesudah panen, maka terlihat gabahnya (lemma dan palea)
menjadi hitam dan berasnya menjadi putih mengapur (normalnya putih bening).

GAMBAR

Daya Kecambah dan Daya Tumbuh Biji (Seed Viability and Seed Vigor)

Daya kecambah biji (viability or germinability) erat hubungannya dengan


pemasakan biji. Dalam kehidupan sehari-hari sering dibayangkan bahwa
perkecambahan adalah suatu peristiwa atau proses pada biji yang terjadi sesudah
panen. Jadi disangka biji akan bisa berkecambah setelah biji tersebut masak. Akan
tetapi dari penelitian yang mendalam ternyata bahwa biji bisa berkecambah jauh
sebelum tercapai kemasakan fisiologis atau belum tercapai berat kering
maksimum.

Diketahui umumnya biji bisa berkecambah pada umur beberapa hari


sesudah pembuahan atau “anthesis”. Pada beberapa tanaman cerealia seperti biji
padi, barley, rye, dan gandum dengan memperlakukannya sangat hati-hati pada
lingkungan yang menguntungkan, dapat berkecambah pada umur 10-12 hari
sesudah pembuahan. Pada beberapa varietas gandum malah mampu berkecambah
4-5 hari sesudah pembuahan.

Akan tetapi bibit atau tanaman yang berasal dari biji yang sangat muda ini,
lemah karena:

1. Berat kering biji rendah (low seed dry wieght)


2. Biji masih kecil (seed is small)
3. Secara fisiologis biji belum masak (physiologically immature seed)
4. Jaringan penunjang (supporting tissue) tidak tumbuh dengan baik.

(penjelasan dari gambar diatas)

Daya kecambah (viability) ini kian meningkat dengan bertambah tuanya


biji dan mencapai “maximum germination” jauh sebelum masak fisiologis atau
berat kering maksimum tercapai. Sampai masak fisiologis tercapai, “maximum
germination” (100%) ini konstan, teteapi sesudah itu akan menurun dengan
kecepatan yang sesuai dengan keadaan jelek lapangan. Kian jelek keadaan
lapangan kian cepat turun viability.

Kurva vigor dan “size” dari pada biji hampir bersamaan, (paralel), begitu
juga terhadap kurva berat kering. “maximum vigor”, “maximum size”, dan
“maximum dry weight” tercapai pada waktu yang sama yaitu pada saat
tercapainya masak fisiologis. Setelah masak fisiologis tercapai, “size” dan “vigor”
ini menurun sesuai dengan keadaan lapangan yang jelek. Bertambahnnya lama biji
tadi berada di lapangan sesudah masak fisiologis tercapai, vigor dan size kian
turun.

Jadi untuk mendapatkan biji dengan viability dan vigor yang tinggi,
dianjurkan pemanenan jangan terlalu lambat (terlalu lama sesudah masak
fisiologis). Lakukanlah panenan pada saat maximum vigor dan maximum dry
weight untuk memproleh biji dna kualitas tinggi baik dalam arti botanis atau
ekonomis.

Dibandingkan dengan berat kering, viability dan vigor turun lebih cepat
setelah masak fisiologis. Fase sesudah masak fisiologis ini disebut “post maturity
period” sampai pada saat panen. Pengaruh lingkungan pada periode ini lebih
“significant” (nyata) terhadap kualitas biji daripada kuantitas. Umumnya pengaruh
lingkungan tersebut dapat dibedakan atas:

a. Pengaruh lingkungan lebih besar terhadap produksi (seed quantity).


Secara fisioligis pengaruh ini dialami pada periode pertumbuhan
intensif dari tanaman. Cuaca jelek seperti kekeringan yang panjang
selama periode pertumbuhan intensif dapat menurunkan produksi
(hasil biji) yang besar pada tanaman pada sawah tadah hujan
b. Pengaruh lingkungan lebih kecil terhadap viability, vigor dan size
daripada biji
c. Pengaruh lingkungan lebih kecil terhadap kualitas biji. Tetapi cuaca
jelek seperti hujan terlalu banyak selama post maturity period, pada
tanaman kapas dan kedele dapat menurunkan kualitas biji secara tegas.

Proses Biologis pada Periode Pemasakan Biji

Seperti diterangkan dimuka, sewaktu biji hampir mencpai berat kering


maksimum, kadar air biji turun dengan cepat sampai mencpai kira-kira 20%
umumnya pada tanaman cerealia. Pada biji yang sudah memasuki “post masturity
period”, peroses pernapasan juga mengalami penurunan yang cepat.

Pada periode ini atau lepas panen termasuk pada penyimpanan (storage),
proses metabolisme pada biji dihentikan (tidak seluruhnya). Juga proses-proses
translokasi gula, asam lemak dan asam amino sebagai hasil perombakan
karbohidrat, lemak dan protein, berurutan, dihentikan. Perombakan karbohidrat
(zat tepung) oleh enzym amylase, perombakan lemak (lipids) oleh enzym lipase,
dan perombakan protein oleh enzym proteinase dihentikan.

Pernapasan pada biji kering hampir tidak mungkin diukur, baik terhadap
pengambilan O2 maupun CO2 yang dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh karena
pertukaran gas pada biji kering ini sangat rendah. Besarnya pertukaran gas ini
sangat tergantung kepada kadar air biji, dimana bertambah besar apabila kadar air
biji meningkat dan sebaliknya.

Bailey (1921) pada percobaannya dengan biji jagung, memperlihatkan


bahwa CO2 yang dilepaskan meningkat dari 0,7 mg tiap gram berat kering selama
24 jam dengan kadar biji 11%, menjadi kira-kira 60 mg apabila kadar air biji
dinaikan menjadi 18%. Juga dijumpai keadaan yang sama pada biji padi, sorgum
dan gandum, CO2 yang dikeluarkan dengan meningkatnya kadar air biji berada
untuk masing-masing biji.

Penurunan kadar air biji sampai dibawah satu persen pada biji bertipe buah
kering seperti pada ceralia dapat memperpanjang umur biji, artinya biji dapat
disimpan lebih lama tanpa sedikit sekali mengalami kerusakan. Pada keadaan ini
proses pernapasan pada biji tersebut dihentikan atau “rate of respiraton” sukar
diukur. Perbandingan antar oksigen yang diambil (QO2) dan karbondioksida yang
dikeluarkan (QCO2) disebut “respiratory quotient” (RQ), jadi RQ = QCO2 / QO2.
Umumnya sewaktu biji kering menyerap air terjadi peningkatan pertukaran
gas (gas exchange) dimana hal ini terbukti dengan segera tertangkapnya gas yang
dilepaskan dari biji tersebut. Suatu masalah yang kompleks terdapat dalam
mengukur besarnya pertukaran gas pada biji kering itu dengan tepat. Hal ini
disebabkan karena ternyata pada umumnya suatu tumpukan biji terkontaminasi
oleh bakteri dan cendawan baik pada kulit biji maupun sering dijumpai di antara
kulit biji dan biji. Micro-organisme ini juga mempunyai tipe pernapasan yang
sama dnegna biji. Jadi sewaktu pengukuran besarnya pertukaran gas biji,
termasuklah gas yang dipertukarkan oleh mikro organisme tadi yang tidak
diketahui besarnya.

Hal ini dibuktikan dengan menyimpan (memeram) biji lepas panen,


misalnya pemeraman padi sawah sebelum diliri, penyimpanan padi digudang yang
di-infeksi oleh cendawan, pada peraman atau tumpukan biji tadi timbul panas
yang mengakibatkan meningkatnya suhu. Panas ini sebagian disebabkan oleh
pernapasan micro-organisme tersebut (cendawan).

Faktor lain yang menimbulkan komplikasinya pengukuran pernapasan biji


kering ini ialah adanya kulit biji (seed coat) kulit biji ini berpengaruh langsung
terhadap pernapasan biji, karena diketahui kulit biji tersebut ada yang
“impermeable” untuk air dan gas (tidak lewat air dan gas). Hal ini dijumpai pada
biji berkulit keras (hard seed) yang banyak didapat pada leguminosae.

Sering juga kulit biji tersebut “permeable” untuk gas seperti oksigen dan
karbondioksida, walaupun “permeable” untuk air (lewat air). Sebagai contoh kulit
biji yang permeable untuk oksigen ditemukan pada biji Xanthium, dimana kulit
yang terletak sebelah atas dalam buahnya kurang “permable” terhadap O 2
dibandingkan dengan biji sebelah bawah

Anda mungkin juga menyukai