Anda di halaman 1dari 4

a.

Pemusnahan
Salah satu Pengelolaan limbah infeksius (medis) yaitu proses pemusnahan.
Limbah infeksius termasuk kategori limbah B3 dapat menularkan penyakit dan
bersifat infeksius, oleh karena itu proses pemusnahan dilakukan dengan menggunakan
insenerator. Insenerator memiliki kegunaan yaitu untuk menghancurkan limbah
infeksius yang paling efektif dari teknologi lainnya. Pengolahan limbah infeksius
dengan menggunakan insenerator dilakukan dengan membakar limbah yang bersuhu
tinggi sehingga dapat memusnahkan fisik limbah infeksius tersebut dan dapat
mengurangi volume. Insenerasi adalah pilihan terbaik dalam pengolahan limbah
infeksius karena kemampuan dalam menghancurkan atau mendekstruksi limbah
hingga 99% dengan membakar limbah pada suhu yang tinggi [ CITATION Rus18 \l
1033 ]. Limbah infeksius harus segera diolah sesudah dihasilkan dan apabila limbah
infeksius tidak dapat dilakukan pengolahan langsung, maka dilakukan penyimpanan
dengan prosedur yang benar [ CITATION Pur16 \l 1033 ].
Pada insenerator terdapat alat-alat untuk mengendalikan pencemaran udara
yaitu sprayer dan wet scabber pada cerobong insenerator dan alat pendukung seperti
tangga dan tempat pengambilan sample untuk uji emisi. Kegunaan spayer dan wet
scabber yaitu untuk filter partikulat dan gas yang dihasilkan dari proses insenerasi
pada cerobong insenerator. Gas yang dihasilkan dari proses pembakaran yang bersuhu
tinggi dan mengandung partikel halus maupun kasar yang akan disaring dengan
sprayer di atas cyclone secara terus menerus dan secara gravitasi, sehingga asap yang
keluar dari insenerator tidak dapat mencemari lingkungan [ CITATION Pur16 \l 1033 ].
Proses pemusnahan harus segera dilakukan dan tidak membuka kemasan.
Berdasarkan Surat Edaran MENLHK No. SE. 2, teknologi yang dapat digunakan
dalam proses pemusnahan limbah infeksius yaitu insenerator dengan suhu
pembakaran minimal 800˚C atau dengan teknologi autoclave dengan pelengkapan
pencacah (shredder).
Keuntungan dalam penggunaan insenerator yaitu panas yang berasal dari
adanya pembakaran limbah yang dapat diubah ke energy listrik yang disebut energy
recovery. Energy recovery dapat dilakukan dengan menggunakan WTE (Waste To
Energy) yang terdapat alat yang mampu mengubah panas dari pembakaran limbah
menjadi energy listrik [ CITATION Rus18 \l 1033 ].
Proses pemusnahan dengan menggunakan insenerator yang dilakukan oleh
fasilitas layanan kesehatan atau oleh jasa pengolah limbah medis yang memiliki izin.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) menyatakan bahwa
penanganan gap kapasitas dalam mengolah limbah infeksius saat ini sedang
diusahakan solusinya dan dengan pelibatan pihak lain. Saat ini, proses pengolahan
yang dilakukan dengan insenerasi memiliki kapasitas dasar sebesar 314,53 ton/hari
yang berasal dari pengolahan swasta/ pihak ketiga yaitu 244,08 ton/hari dan dari
pengolahan fasilitas layanan kesehatan sebesar 70,45 ton/hari. Kapasitas jasa
pengolah swasta yang sudah memiliki iznin jika dimaksimalkan dalam mengatasi
limbah infeksius Covid-19 dapat mencapai 679,2 ton/hari. Angka ini cukup baik
terhadap pengolahan limbah (Prasetiawan, 2020). Berikut ini merupakan langkah-
langkah yang tepat dalam melakukan pengolahan limbah infeksius atau pemusnahan
limbah infesius dari ODP (Orang Dalam Pemantauan) [ CITATION Kem20 \l 1033 ] :
1. Pemusnahan limbah infeksius dapat menggunakan autoklaf /gelombang
mikro atau dengan menggunakan insenerator. Dalam keadaan yang darurat
saat ini, izin dalam penggunaan alat-alat tersebut dapat dikecualikan.
2. Fasilitas Layanan Kesehatan dengan menggunakan insenerator, abu dari
hasil pembakaran harus dibungkus dengan wadah kuat kemudian dikirim
ke penimbun yang sudah memiliki izin. Namun, apabila keadaan tidak
memungkinkan untuk mengirim abu dari hasil pembakaran ke penimbun
yang sudah berizin, maka abu tersebut dapat dikubur dengan konstruksi
yang telah ditetapkan pada Peraturan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
nomor P. 56 tahun 2015.
3. Fasilitas Layanan Kesehatan dengan menggunakan gelombang mikro atau
autoklaf, abu harus dibungkus dengan wadah kuat, dan dikubur dengan
konstruksi yang telah ditetapkan pada Peraturan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan nomor P. 56 tahun 2015.
b. Penimbunan
Penimbunan limbah B3 atau infeksius (landfill) merupakan proses meletakkan
limbah B3 pada lokasi penimbunan agar tidak membahayakan bagi kesehatan
masyarakat maupun lingkungan sekitar. Penimbunan adalah tahap terakhir dalam
pengolahan limbah tetapi dipertimbangkan sebagai pilihan lain dalam pengelolaan
limbah yang tidak dapat di daur ulang dan tidak dapat digunakan lagi. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam proses penimbunan limbah yaitu area atau tempat
penimbunan limbah infeksius. Limbah yang melalui proses pemusnahan dengan
menggunakan insenerator akan mengurangi volume limbah sampai > 90% dan
menghasilkan residua tau abu sehingga dapat mengurangi luas area penimbunan.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam proses penimbunan limbah
infeksius yaitu adanya kemungkinn tercemarnya lingkunan yang disebabkan oleh
adanya kandungan yang terdapat dalam limbah infeksius [ CITATION Rus18 \l 1033 ].

Dalam menangani limbah infeksius dari Orang Dalam Pengawasan (ODP)


yang jumlahnya sangat besar, salah satu pengolahan limbah B3 Covid-19 yaitu
penimbunan. Proses penimbunan dilakukan dari sisa pembakaran pada insenerator
limbah infeksius dengan cara diurug (landfill) khusus limbah infeksius dengan tata
cara pengolahan, pengoperasian serta dipantau dengan benar dan ketat [ CITATION Pri20
\l 1033 ]. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang tepat dalam penimbunan
limbah infeksius ODP (Orang Dalam Pemantauan)[ CITATION Kem20 \l 1033 ]:
1. Failitas Layanan Kesehatan yang tidak terdapat alat-alat untuk
pemusnahan limbah dapat melakukan penimbunan secara langsung,
berikut langkah-langkahnya :
a. Limbah terlebih dahulu diberi disinfektas dengan klor 0,5 %
b. Limbah terlebih dahulu dihancurkan dari bentuk aslinya supaya tidak
dapat digunakan.
c. Limbah ditimbun atau dikubur sesuai dengan konstruksi yang telah
ditentukan pada Peraturan Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.
56 tahun 2015.
2. Konstruksi penimbunan harus sesuai dengan Peraturan Lingkungan Hidup
dan Kehutanan nomor P. 56 tahun 2015 yaitu sesuai gambar dibawah ini :

Gambar xx Konstruksi Penimbunan Limbah Infeksius Covid-19


Sumber : [ CITATION Kem20 \l 1033 ]
3. Dalam pengolahan limbah dapat menggunakan jasa pengolahan yang
sudah memiliki izin dan terdapat perjanjian dalam mengolah limbah
infeksius.
4. Pengolahan limbah infeksius harus dilakukan kurang dari 2 x 24 jam.
5. Volume limbah infeksius yang diolah harus dicatat di logbook setiap hari.
Daftar Pustaka :

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah


Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat Dan Puskesmas Yang Menangani Pasien Covid-
19.

Prasetiawan, T. (2020). Permasalahan Limbah Medis Covid-19 Di Indonesia. Vol. XII, No. 9.

Prihartanto. (2020). Perkiraan Timbulan Limbah Medis Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
Dari Rumah Sakit Penanganan Pasien Covid-19. Jurnal Sains Dan Teknologi
Mitigasi Bencana, Vol. 15, No. 1.

Purwanti, A. A. (2016). Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 10, No. 03.

Ruslinda, Y., Raharjo, S., & Putri, D. F. (2018). Kajian Teknologi Pengolahan Sampah
Bahan Bebahaya Beracun Rumah Tangga (SB3-RT) Di Kota Padang. Jurnal UMJ.

Anda mungkin juga menyukai