Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Diabetes Melitus

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Disusun oleh:

Kelompok V

Denis Kurnia S (032016043)

Mayang Arlita Afandi (032016044)

Alya Nurhaliza (032016059)

Lany Fauziah (032016)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena anugerah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada
Lansia dengan Diabetes Melitus” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan mengenai Asuhan keperawatan pada lansia dengan
diabetes Melitus. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
untuk di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang kami buat ini dapat di pahami oleh siapa saja yang
membacanya, dan semoga dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri dan bagi siapa
saja yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika ada kata yang kurang
berkenan, dan kami mohon adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki di
saat yang akan datang.

Bandung, 25 September 2019

i
Kelompok V

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Perubahan pada Sistem Endokrin Lansia dengan Diabetes Melitus.............3
B. Patofisiologi Diabetes Melitus pada Lansia..................................................3
C. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus pada Lansia.........................................5
D. Penatalaksanaan Keperawatan pada Lansia dengan Diabetes Melitus.........5
E. Prinsip – Prinsip Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier untuk
Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada Lansia...................................................6
F. Peran Perawat pada Lansia dengan Diabetes Melitus.................................11
G. Pemeriksaan Penunjang pada Lansia dengan Diabetes Melitus.................11
H. Menu diet lansia dengan diabetes mellitus.................................................13
I. Perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh)....................................................16
J. Diagnosa yang Muncul pada Lansia dengan Diabetes Melitus..................18
K. Telaah Jurnal Intervnesi(EBP)....................................................................18
L. Intervensi yang diterapkan pada Lansia dengan Diabetes Melitus.............20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia
diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan
nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami
intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal.1,2 Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus maupun
Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan
usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa
setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun
pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah
makan.1,3 Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran
fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum
lansia juga mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain
lebih rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari
DM dan adanya sindrom geriatri. Tulisan ini membahas perkembangan tata
laksana DM tipe 2 pada lansia dengan penekanan pada aspek khusus yang
berkaitan dengan bidang geriatri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa kaitannya perubahan pada sistem endokrin lansia dengan diabetes
melitus ?
2. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus pada lansia ?
3. Apa saja manifestasi klinis diabetes melitus pada lansia ?
4. Apa saja penatalaksanaan keperawatan pada lansia dengan diabetes
melitus ?
5. Apa saja prinsip – prinsip pencegahan primer, sekunder dan tersier untuk
penatalaksanaan diabetes melitus pada lansia ?
6. Bagaimana peran perawat pada lansia dengan diabetes melitus ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada lansia dengan diabetes melitus ?

1
2

8. Apa saja diagnosa yang muncul pada lansia dengan diabetes melitus ?
9. Apa saja intervensi yang dapat di terapkan pada lansia dengan diabetes
melitus ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan kaitannya perubahan pada sistem endokrin lansia dengan
diabetes melitus.
2. Memahami patofisiologi diabetes melitus pada lansia.
3. Menyebutkan manifestasi klinis diabetes melitus pada lansia.
4. Menyebutkan penatalaksanaan keperawatan pada lansia dengan diabetes
melitus
5. Menyebutkan prinsip – prinsip pencegahan primer, sekunder dan tersier
untuk penatalaksanaan diabetes melitus pada lansia.
6. Menjelaskan peran perawat pada lansia dengan diabetes melitus.
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada lansia dengan diabetes melitus.
8. Memilih diagnosa yang muncul pada lansia dengan diabetes melitus.
9. Merencanakan intervensi yang dapat di terapkan pada lansia dengan
diabetes melitus ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan pada Sistem Endokrin Lansia dengan Diabetes Melitus


Beberapa perubahan terkait usia meningkatkan resiko diabetes. Perubahan
ini mencakup pada perubahan status gizi dan fungsi endokrin. Selama dekade
terakhir kehidupan, banyak lansia cenderung untuk mengalami penambahan
berat badan. Bukan karena mereka mengkonsumsi kalori lebih banyak tetapi
karena perubahan rasio lemak – otot dan penurunan laju metabolisme basal.
Hasilnya, seseorang yang memiliki berat badan normal selama kehidupannya
mungkin menemukan bahwa, dengan penuaan, berat badan mereka meningkat
secara bertahap. Keseimbangan nutrisi ini dapat memepengaruhi berbagai
sistem tubuh. Dalam hubungan ini dengan sistem endokrin, penambahan
beban kalori yang tidak diperlukan dapat menjadi predisposisi bagi seseorang
untuk mengalami diabetes.

Kadar glukosa darah berubah ketika seseorang menjadi tua. Penyesuaian


batas normal. Penyesuaian batas normal untuk kadar glukosa darah dua jam
setelah makan dalam rujukan adalah 140 – 200 mg/dL. Kadar glukosa darah
puasa yang dapat diterima untuk lansia adalah <140 mg/dl. Fungsi ginjal dan
kandung kemih juga berubah, membuat tes urine untuk glukosa menjadi
kurang diandalkan pada lansia yang berusia diatas 65 tahun. Perubahan fungsi
fisik yang dapat terjadi pada tahun-tahun terakhir dapat menutupi tanda dan
gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.

D. Patofisiologi Diabetes Melitus pada Lansia


Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus dapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak

3
4

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar


glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 paling
sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat toleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, polyuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuhnya, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya
sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit
diabetes tipe 2 yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya,
pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata,
neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan. (Brunner & Suddarth: 2002 )

Terdapat dua tipe yang dominan pada penderita diabetes. Diabetes melitus
tergantung insulin (insulin-dependent diabetes melitus [IDDM]), atau diabetes
tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama
dialami oleh orang yang lebih muda. Diabetes melitus tidak tergantung insulin
(non insulin-dependent diabetes melitus [NIDDM]), atau diabetes tipe II,
adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini. Antara 85 -90% orang
dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, erat kaitannya dengan obesitas dari
pada dengan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin.

NIDDM, merupakan bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia,


adalah ancaman serius terhadap kesehatan karena dapat menjadi komplikasi
kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi,
neurologis, dan perkemihan yang dapat menjadi beban pada sistem tubuh yang
telah mengalami penurunan akibat penuaan selain itu sindrom hiperglikemia,
hiperosmolar nonketotik, sesuatu komplikasi diabetes dapat mengancam jiwa
5

meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan dehidrasi, yang


terjadi lebih sering diantara lansia.

E. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus pada Lansia

Gejala klinik Diabetes Melitus yang klasik : polidipsi, polipagia, poliuria,


dan berat badan meningkat (fase kompensasi) apabila keadaan ini tidak segera
diobati maka muncul tria sindrom diabetes melitus akut, meliputi :

1. Polidipsi
2. Gejala kronis yang sering adalah lemah badan, kesemutan, penurunan
kemampuan seksual, penglihatan kabur, kaku otot, nyeri kepala
3. Berat badan bertambah disususl dengan mual muntah dan ketoasisdosis
diabetes
4. Poliuri
5. Gula darah puasa diatas 120 mg/dL, gula darah 2 jam PP diatas 200 mg/dL
6. Edema
7. Polidipsia
F. Penatalaksanaan Keperawatan pada Lansia dengan Diabetes Melitus
Perawat memainkan peran sebagai fasilitator terhadap lannsia
yangmengalami NIDDM. Perawat mempunyai peran untuk mengajarkan
keterampilan perawatan diri yang diperlukan, mendorong klien untuk
mengambil tanggung jawab dalam merencanakan makanannya, pemberian
obat, latihan atau aktivitas, pemantauan secara mandiri, dan perawatan
preventif lainnya seperti :

1. Kebutuhan keamanan
Kecelakaan yang terjadi akibat penglihatan yang menurun dapat dicegah
dengan pengkajian secara seksama terhadap lingkungan rumah, meniadakan
potensial bahaya, prosedur penggunaan lensa.
2. Menghindari cedera
Menghindari luka bakar atau cedera sangat penting terutama pada klien
lansia dengan diabetes melitus karena berkurangnya sirkulasi dengan sensasi
6

pada ekstremitas membuat lansia cenderung untuk mengalami kecelakaan


seperti memeriksa temperatur air mandi dan menggunakan kaos kaki dan
sepatu.
3. Kebutuhan nutrisi
Perubahan ini berkaitan dengan proses penuaan, penurunan persepsi rasa,
dapat membawa lansia untuk melakukan kompensasi dengan menggunakan
bumbu tambahan seperti garam. Hilangnya gigi juga dapat menimbulkan
masalah khusus sperti sulit mengunyah, dalam hali ini perawat hendaknya
berkolaborasi dengan ahli gizi untuk klien dengan kebutuhan yang kompleks.
Klien harus menyimpan catatan tertulis tentang pengobatan mereka dan
gadar gula darah harian selain itu perlu adanya catatan – catatan menu diit
untuk diabetes melitus.
4. Kebutuhan perawatan diri
Sirkulasi darah pada ekstremitas orang dengan diabetes terganggu
sehingga perlunya mempelajari metode untuk merawat kuku kaki, mencegah
infeksi, menggunakan kaos kaki, menggunakan sepatu dengan ukuran yang
sesuai dan menghindari benda-benda tajam dan dapat membakar kulit.
Pengerasan kulit di kaki dan pembengkakan akibat infeksi pada ibu jari kaki
harus dirawat oleh perawat.
5. Kebutuhan psikososial
Adanya penyakit kronis ini dapat menjadi sumber ansietas, rasa takut, dan
depresi. Hal ini dapat mengarah pada gangguan mental berat. Intervensi
keperawatan yang dapat digunakan yaitu dengan mengajarkan metode koping
baru seperti membantu klien lansia menyadari bahwa ia masih dapat menikmati
gaya hidup sehat. Dukungan dari keluarga, teman, dan orang lain yang juga
mengidap diabetes dapat menjadi motivasi dan semangat bagi lansia penderita
diabetes melitus.

G. Prinsip – Prinsip Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier untuk


Penatalaksanaan Diabetes Melitus pada Lansia
1. Pencegahan Primer
7

Diperkirakan 65 sampai 80% dari kasus NIDDM dapat dicegah melalui


program nutrisi yang sehat.
a. Mempertahankan berat badan ideal adalah pertimbangan yang penting
untuk semua lansia, tidak hanya untuk menghilangkan stress pada sendi
dan meningkatkan mobilitas terapi juga untuk mengurangi risiko
terjadinya diabetes.
b. Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin di perlukan. Suatu
perencanaan makanan terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75%
karbohidrat kompleks (persentasi berdasarkan kalori) direkomendasikan
untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak
hanya mencegah aterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas
reseptor insulin.
c. Latihan diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian
pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat
membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil.
Misalnya, berjalan atau berenang, dia aktivitas dengan dampak rendah,
merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula.
2. Pencegahan sekunder
a. Penapisan
Deteksi dan intervensi dini membantu membatasi efek serius dari NIDDM
pada lansia. Secara khusus, orang yang mnegalami obesitas dengan riwayat
keluarga mengalami penyakit tersebut sebaiknya ditanya tentang tanda dan
gejala yang sebelumnya dibahas secara seksama. Pada pemeriksaan fisik
diperlukan pemeriksaan yang lebih rinci, kadar gula darah puasa harus
diperiksa secara rutin sebagai kompenen dari penipisan, tetapi hasil yang
negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dianggap sebagai suatu
kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif
dan merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah
8

puasa dan harus dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal
NIDDM.

Ketika klien sudah terdiagnosis NIDDM, perawata akan memfokuskan pada


suatu program yang melibatkan aktivitas sehari-hari yang dirancang untuk
mengendalikan penyakit.orang dengan diabetes masih dapat menikmati
keseahatan yang optimal dengan mengendalikan asupan nutrisi, berolahraga
secara teratur, menggunakan obat sesuai resep, mamantau kadar glukosa
darah, dan mencegah komplikasi yang telah diketahui dengan baik.
b. Nutrisi
Terapi nutrisi melibatkan pengkajian pola saat ini. Dalam menyusun
rencana makanan klien, keterbatasan keuangan juga harus dipertimbangkan .
kehilangan gigi dan perubahan persepsi rasa dpat mengubah pilihan makanan
klien. Masukkan dari klien harus menjadi petunjuk bagi semua modifikasi
diet, dan perubahan –perubahan yang direkomendasikan harus realistis.
Sistem pertukaran, yang menggambarkan jumlah porsi tertentu dan setiap
kelompok makanan, disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan kalori.
Klien diabetes mungkin akan menempatkan perncanaan makanan yang
terjadi atas 1800 sampai 2200 kalori per hari. Jika klien juga menerima
insulin atau agens antidiabetik, ia harus memastikan untuk membagi kalori-
kalori ini selama satu hari untuk mncegah hipoglikemia. Membantu lansia
dalam mengembangkan beberapa standar perencanaan makanan dengan
menggunakan jenis makanan yang sama untuk setiap kali makan mungkin
merupakan pendekatan awal terbaik, perawat yang membantu lansia dalam
merencanakan makanan dapat mengambil kesempatan ini untuk memberikan
pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi yang baik. Perawat
dapat mengajarkan kepada klien tentang membaca label untuk menghindari
asupan natrium dan lemak yang berlebihan, memasukkan sumber-sumber
makanan yang direkomendasikan dalam asupan sehari-hari, memilih sumber-
sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat
dalam diet mereka.
c. Olahraga
9

Lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan


fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan
stamina dan kesejahteraaan emosional, meningkatkan sirkulasi. Klien yang
mengalami diabetes yang tidak terkendali (glukosa darah puasa sebelum
latihan lebih dari 250 mg/dL ) pada kenyataannya dapat membahayakan bila
melakukan peningkatan aktivitas fisisk secara mendadak. Ketika kadar
glukosa darah stabil dan kondisi medis lain sudah dapat dikendalikan,
perawat dan klien dapat mengembangkan suatu rencana untuk meningkatkan
latihan fisik secara bertahap. Setelah keterbatasan kemampuan klien untuk
melakukan latihan diidentifikasi, tujuan jangka pendek dan jangka panjang
harus ditetapkan untuk melaksanakan program latihan olahraga.
d. Pengobatan
1) Agens Oral
Sulfonilurea kelompok oabat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Beberapa agens yang berbeda juga tersedia
dalam kelas obat ini. Namun, klorpropamid merupakn kontraindikasi bagi
lansia karena meningkatkan risiko hipoglikemia yang berhubungan dengan
obat.
Pada umumnya sulfonilurea yang disekresikan oleh hati (misalnya
glucotrol) disarankan untuk digunakan pada lansia uang pada orang yang lebih
muda dapat menerima suatu agens yang dikeluarkan oleh ginjal. Masalah
gastrointestinal dan reaksi yang tidak diinginkan terhadap alkohol dan efek
samping utama dari sulfonilurea.
Glucophage (metromorfin hidroklorid) adalah obat antihiperglikemia yang
baru-baru ini dikeluarkan oleh Food and Drug Administration /FDA. Obat ini
tidak menurunkan kadar glukosa darah, tetapi meningkatkan penggunaan
glukosa oleh jaringan perifer dan usus. Glucophage harus dimakan bersama
makanan dan dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal.
2) Insulin
Tujuan terapi insulin adalah untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
10

yang membahayakan. Pengajaran insulin harus melibatkan penyimpanan


insulin dan spuit di rumah, jenis insulin yang digunakan (manusia versus
hewan), konsentrasi (U-100), model aksi yang diharapkan (aksi ccepat,
menengah, lama, atau campuran), dosis yang diresepkan dan kondisi yang
diperlukan untuk dosis ini (latihan, penyakit) dan kemungkinan efek samping
dan penanganannya. Lansia khususnya perlu mengetahui tentang tanda dan
gehala hipoglikemia. Pengajaran tentang teknik penyuntikan memfokuskan
pada gambar dosis pengobatan yang tepat, memilih dan memutar lokasi
suntikan, menyiapkan lokasi yang akan disuntikkan memberikan obat itu
sendiri, dan menggunakan kembali atau membuang spuit yang telah digunakan.

3. Pencegahan tersier
Untuk meningkatkan rehabilitas yang tepat dan kembali lagi pada gaya
hidup normal, seseorang yang didiagnosis diabetes harus menerima perawatan
berkelanjutan untuk memfasilitasi tujuan ini. Stimulasi sensoris selama
perawatan akut terus meningkatkan defisit normal dan defisit terkait penyakit
yang dapat terjadi. Beri dorongan kepada lansia untuk mempertahankan atau
memiliki tanggung jawab terhadap aspek perawatan sebanyak mungkin yang
memberikan tanda bagi klien bahwa eksistensi yang berarti mungkin dicapai,
bahkan ketika menghadapi penyakit kronis. Pengendalian glikemia, yang
melibatkan pemeliharaan kadar gula darah dalam batas aman biasanya
dilakukan oleh pemberi perawatan primer, khusunya sangat penting bagi klien
lansia.

Upaya rehabilitasi khusus mungkin diperlukan jika klien mengalami defisi


sirkulasi yang sangat besar yang sebenarnya memerlukan pembedahan.
Pembedahan empat fase dapat digunakan untuk menangani kebutuhan
rehabilitatif klien lansua dengan diabetes yang menjalani amputasi ekstremitas
bawah.

Pertama, klien harus menerima nutris yang adekuat dan beristirahat dengan
aman, lingkungan yang tenang untuk sembuh kemabli dari trauma
pembedahan dengan baik. Klien juga dapat terbebas dari rasa nyeri dan tidak
11

nyaman, khusunya nyeri “phantom” pada tungkai yang hilang, yang hal ini
terutama sangat minimbulkan distres. Kedua, ekstremitas yang tersisa harus
dipantau untuk mengetahui tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain selama
proses penyembuhan. Ketiga, program latihan yang terstruktur untuk
menyiapkan klien berjalan dengan prostesis harus dilakukan, tingkatkan sesuai
peningkatan mobilitas yang dialami klien. Akhirnya, klien harus mendapatkan
dukungan dan bantuan ketika ia sedang berduka tidak hanya untuk tungkainya
yang hilang, tetapi juga untuk diri klien sebelum ia diamputasi. Pertemuan
dengan orang-orang yang telah berhasil mengahadapi pengalaman seperti ini
akan dapat membantu dan memberikan kepada klien.

H. Peran Perawat pada Lansia dengan Diabetes Melitus


Perawat memainkan peran sebagai fasilitator terhadap lansia yang
mengalami NIDDM. Walaupun pada tahap awal diagnosis dan stabilisasi
memerlukan perawat untuk memainakan peran yang lebih aktif, tujuan
keperawatan utama adalah untuk mengajarkan keterampilan perawatan diri
yang diperlukan. Proses ini dimulai pada fasilitas pelayanan akut, dengan
tindak lanjut sampai ke rumah klien. Mendorong klien untuk mengambil
tanggung jawab dalam merencakan makanannya, pemberian obat, latihan,
pemantauan secara mandiri, dan perawatan preventif adalah tujuan dari setiap
aktivitas keperawatan.

I. Pemeriksaan Penunjang pada Lansia dengan Diabetes Melitus


Menurut buku Asuhan Keperawatan berdasarkan NANDA, NIC – NOC
(2015)
1. Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Sewaktu
Plasma vena >200 100 – 200
Darah Kapiler >200 80 – 100
12

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Sewaktu
Plasma Vena >120 110 – 120
Darah Kapiler >100 90 – 110

2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2


kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200
mg/dl).
3. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah:
a. GDP, GDS
b. Tes Glukosa Urin
1) Tes konvensional (metode reduksi/ Benedict)
2) Tes carik celup (metode glucose oxidase/ hexokinase
5. Tes Diagnostik
Tes- tes diagnostic pada DM adalah: GDP, GDS, GD2PP (Glukosa
Darah 2 jam Post Pandrial), Glukosa jam ke-2 TTGO
6. Tes Monitoring Terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah:
a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2 PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk Mendeteksi Komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
a. Mikroalbuminuria : urin
13

b. Ureum, Kreatinin, Asam Urat


c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)
8. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)

PGDM dianjurkan pada penyandang DM yang direncanakan terapi


insulin atau penyandang DM dengan terapi insulin dengan kondisi belum
mencapai target HbA1C setelah terapi, perempuan yang merencanakan
hamil, hamil dengan hiperglikemia, dan kejadian hipoglikemia berulang.
Idealnya PGDM dilakukan setiap sebelum dan sesudah makan serta
menjelang tidur malam sebanyak 5-7 kali.

J. Menu diet lansia dengan diabetes mellitus

Pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari bagi penderita DM

• Kurus : BB x 40-60 kalori


• Normal : BB x 30 kalori
• Gemuk : BB x 20 kalori
• Obesitas : BB x 10 – 15 kalori

Diet DM diberikan dengan interval waktu 3 jam

• Pukul 06.30 = makan pagi


• Pukul 09.30 = snack atau buah
• Pukul 12.30 = makan siang
• Pukul 15.30 = snack atau buah
• Pukul 18.30 = makan malam
• Pukul 21.30 = snack atau buah
14

MENGETAHUI KEBUTUHAN ENERGI SESEORANG


Jumlah kebutuhan energi seseorang pada dasarnya berbeda tergantung
pada umur, jenis kelamin, berat badan, dan aktifitas seseorang. Sebagai contoh,
seseorang laki-laki dewasa (20 – 59 tahun) dengan barat badan 62 kg, tinggi 165
cm dan aktifitas sedang membutuhkan energi kurang lebih 3000 kilo kalori,
sedangkan bila wanita dewasa berat 54 kg tinggi 156 cm dengan aktifitas sedang
membutuhkan 2250 kilo kalori. Apabila orang yang sama dengan aktifitas lebih
berat, maka kebutuhan bagi laki-laki sebesar 3600 kilo kalori dan wanita 2600
kilo kalori. Contoh Menu Dengan Energi 2500 kilo kalori, 2000 kilo kalori dan
1700 kilo kalori.

Ukuran Rumah Tangga Untuk


15

Jenis Hidangan
Wakt 2500 kilokalori 2000 1700
u kilokalori kilokalori

Pagi Nasi 2 sendok nasi 2 sendok nasi 1 sendok nasi

Daging bumbu semur 1 potong 1 potong ½ potong

Tumis kacang panjang + tauge ½ mangkok ½ mangkok ½ mangkok

Teh manis 1 gelas 1 gelas 1 gelas

10.00 Bubur kacang hijau 1 gelas 1 gelas 1 gelas

Siang Nasi 3 sendok nasi 2 sendok nasi 1½ sendok


nasi

Ikan goreng 1 potong 1 potong 1 potong

Tempe bacem 2 potong 1 potong 1 potong

Lalap ½ mangkok ½ mangkok ½ mangkok

Sayur asem 1 mangkok 1 mangkok 1 mangkok

Sambal tomat 1 sendok makan 1 sendok 1 sendok


makan makan

Nenas 1 potong 1 potong 1 potong

16.00 Buah - - 1 potong

Malam Nasi 3 sendok makan 2 sendok 1½ sendok


makan makan

Pepes ayam 1 potong 1 potong 1 potong

Tahu balado 1 potong 1 potong 1 potong

Sayur bening bayam + jagung 1 mangkok 1 mangkok 1 angkok


muda

Pepaya 1 potong 1 potong 1 potong


Keterangan : untuk ukuran rumah tangga nasi digunakan sendok nasi
(centong), bukan sendok makan
16

K. Perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh)

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan
alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi,
sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih
panjang. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:

Berat Badan (Kg)


IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,


yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan
bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1–25,0; dan untuk
perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat
defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO
menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan.
Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki
untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada
perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia,
batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian
17

dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang


IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,4


ringan

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0


18

L. Diagnosa yang Muncul pada Lansia dengan Diabetes Melitus

1. Ketidakseimbangan gula dalam darah


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (diabetes mellitus)
3. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis
luka gangrene)
4. Risiko mata kering b.d diabetes mellitus
5. Keletihan b.d kelesuan fisiologis
6. Risiko cedera b.d gangguan sensasi
7. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d kurang pengetahuan

M. Telaah Jurnal Intervnesi(EBP)


Jurnal 1
Judul Jurnal : Perbaikan Status Antioksidan Penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2 dengan Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat.
Penulis : Nanda Triandita
Fransiska R. Zakaria
19

Endang Prangdimurti
Nela Eska Putri
Tahun : 2016
Telaah Jurnal
P : Penderita diabetes mellitus tipe 2
I : Kelompok intervensi diberikan tahu kedelai hitam sebanyak 80g
selama 30 hari
C : Kelompok kontrol tidak diberikan tahu kedelai hitam
O : Hasil analisis menunjukkan setelah intervensi terjadi peningkatan
aktivitas antioksidan (4,77±9,49%), sebaliknya terjadi penurunan
kadar MDA (2,11±1,73 nmol/mL) dan AST/ALT (7,73±16,72
U/L)/ ALT (3,55±12,79 U/L). Tahu kedelai hitam kaya serat
berpotensi dalam meningkatkan kesehatan penderita DM tipe 2.
T : International Federation of Clinical Chemistry (IFCC)
20

N. Intervensi yang diterapkan pada Lansia dengan Diabetes Melitus


Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian 1. Agar pasien dapat
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24jam, komprehensif terhadap terus dipantau
perifer b.d penurunan perfusi jaringan perifer dengan sirkulasi perifer keadaannya dan jika
sirkulasi darah ke kriteria hasil : (mengecek nadi perifer, adanya penurunan
perifer, proses  Pengisian kapiler jari (4-5) udem, waktu pengisian kondisi maka akan
penyakit (diabetes  Suhu kulit ujung kaki dan kapiler, warna dan suhu langsung dilakukan
mellitus) tangan (3-4) kulit). tindak lanjut.
 Parastesia (3-4) 2. Monitor panas, 2. Agar memantau

 Kerusakan kulit berkurang. kemerahan, nyeri, keadaan perubahan


parastesia pada yang terjadi pada
ekstremitas, klien dan agar segera
3. Ajarkan klien cara diatasi
perawatan kaki dan kuku 3. Agar tidak terjadi
4. Ajarkan senam kaki luka pada pasien
diabetik. 4. Untuk memperbaiki
21

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
5. Anjurkan klien kadar gula dalam
menggunakan pelembab darah
pada kulit kaki yang 5. Jika kaki pasien
kering, kerinh maka akan
6. Instruksikan klien mengalami kerusakan
mengenai faktor-faktor pada kulit.
yang menggaggu sirkulasi 6. Karena jika kita
darah, mis: kekurangan sebagai perawat tidak
asupan nutrisi, kurangnya memberikan edukasi
mengkonsumsi air putih, mengenai faktor-
kurang berolahraga, faktor yang
obesitas dan tingkat stress. mengganggu sirkulasi
darah maka pasien
tidak akan
mengontrol
aktifitasnya.
2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau perkembangan 1. Agar luka tidak
jaringan b.d nekrosis keperawatan selama 3 x 24jam, kerusakan kulit klien semakin parah dan
22

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
kerusakan jaringan kerusakan integritas jaringan setiap hari penyembuhan luka
(nekrosis luka dengan kriteria hasil : . terpantau.
gangrene)  Nekrosis berkurang 2. Cegah penggunaan linen 2. Karena jika
 Tidak ada perluasan tepi bertekstur kasar dan jaga pemakaian linen
luka linen agar tetap bersih, kasar membuat pasien
 Mengurangi bau akibat tidak lembab, dan tidak tidak nyaman.
gangren kusut. 3. Agar luka tersebut
3. Lakukan perawatan luka dapat membaik setiap
harinya.

3 Risiko mata kering b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda 1. Karena jika terjadi
diabetes mellitus keperawatan selama 3 x 24jam, kemerahan, cairan, atau kemerahan maka
risiko mata kering dengan ulserasi (luka terbuka akan mengakibatkan
kriteria hasil : yang sulit untuk adanya infeksi pada
 Tidak ada penglihatan kabur sembuh). luka tersebut.
 Dapat menangkap 2. Intruksikan pasien tidak 2. Agar mata pasien
penglihatan terpusat kanan menggosok mata. tidak semakin buram.
3. Kolaborasikan dengan 3. Untuk memberikan
23

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
dokter mata terkait tindak lanjut terhadap
penyembuhan mata. mata pasien dan
pasien mengetahui
perkembangan pada
matanya.
4. Gunakan tetes mata 4. Untuk memberikan
untuk melembabkan jika rasa nyaman terhadap
diperlukan. pasien.
5. Catat riwayat pengobatan 5. Untuk mengetahui
pasien dan riwayat alergi alergi obat dan
obat. mengganti dosis obat
sebelumnya.
4. Keletihan b.d kelesuan Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dengan klien
fisiologis keperawatan selama 3 x 24jam, jenis dan banyaknya
tingkat kelelahan dengan kriteria aktivitas yang bisa
hasil : dilakukan.
 Kelelahan berkurang 2. Anjurkan klien menjaga
asupan nutrisi adekuat.
24

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
 Keletihan berkurang 3. Monitor sistem
 Tingkat stres berkurang kardiorespirasi klien (TD,
nadi, RR)
4. Lakukan ROM aktif/pasif
untuk mengurangi
ketegangan otot.
5. Anjurkan tidur siang.
5. Resiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan keluarga klien 1. Pencahayaan yang cukup
gangguan sensasi keperawatan selama 3 x 24jam, menyediakan membantu agar pasien
pengetahuan pencegahan jatuh pencahayaan yang cukup melihat dengan jelas dan
dengan kriteria hasil : terang. tidak mudah jatuh
 Alas kaki yang tepat 2. Anjurkan klien 2. Alas kaki yang nyaman
 Pengunaan pencahayaan menggunakan alas kaki membatu pasien agar
lingkungan yang benar yang aman. tidak terjadi kerusakan
 Strategi untuk menjaga 3. Anjurkan klien pada kulit dan
permukaan lantai tetap aman menghindari permukaan mengurangi risio lecet.
(2-4) lantai yang licin. 3. Menghidari terjadinya
4. Ajarkan klien untuk cedera.
25

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
 Kondisi kronis yang memodifikasi gaya 4. Untuk menjaga
meningkatkan risiko jatuh berjalan (terutama kesehatan kaki pada
(2-4) kecepatan dan penderita diabetes
pergerakan). mellitus.
6. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk mengetahui
manajemen kesehatan keperawatan selama 3 x 24jam, klien tentang proses pengetahuan pasien
b.d kurang pengetahuan tentang kesehatan penyakit. mengenai penyakit yang
pengetahuan manajemen diri dengan kriteria 2. Berikan penyuluhan dialaminya sehingga
hasil : tentang penyakit klien intervensi yang diberikan
 Melakukan tindakan dengan Diabetes Melitus tepat.
pencegahan dengan 3. Jelaskan tentang program 2. Pasein paham mengenai
perawatan kaki (1-4) terapi. penyakit yang
 Menjalani aturan pengobatan 4. Diskusikan tentang dialaminya.
sesuai resep (2-4) perubahan gaya hidup. 3. Terapi yang tepat
 Memantau glukosa darah (3- 5. Ajarkan teknik relaksasi diberikan agar sesuai
5) otot progresif. dengan keadaan pasien

 Mengikuti diet yang 4. Mengetahui perubahan


gaya hidup pasien
26

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
direkomendasikan (2-4) menunjang untuk
 Berpartisipasi dalam pemberian intervensi.
olahraga yang 5. Untuk menurunkan
direkomendasikan (1-4) ketegangan otot pada
 Melakukan kebiasaan hidup pasien
yang rutin (2-4)
7. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 7. Monitor kadar glukosa 1. Glukosa darah
kadar glukosa dalam keperawatan selama 3 x 24jam, darah merupakan indicator dari
darah ketidakefektifan perfusi jaringan 8. Monitor adanya poliuri, stabil tidaknya kadar
perifer dengan kriteria hasil : polipagi, dan polidipsi gula dalam darah.
 Kadar glukosa dalam 9. Intruksikan pasien untuk 2. Poliuri, polipagi dan
darah pasien dapat stabil mengurangi konsumsi polidipsi merupakan
 Poliuri, polidipsi dan makanan yang tanda dan gejala
polipagi pasien mengandung tinggi gula hiperglikemi.
berkurang. dan lemak. 3. Konsumsi gula berlebih
10. Lanjutkan intervensi mengakibatkan
pemberian terapi insulin bertambah tingginya
27

Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
dan diit ekstra putih kadar glukosa dalam
telur darah.
4. Insulin bermanfaat untuk
menurunkan kadar
glukosa dalam darah.
28

DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba

Medika.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Kowalak, dkk.2003.Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Nanda Triandita, Fransiska R. Zakaria, Endang Prangdimurti dan Nela Eska Putri.

2016. Perbaikan Status Antioksidan Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan Tahu Kedelai Hitam Kaya Serat. Bogor: J. Teknol. dan Industri

Pangan Vol. 27(2): 123-130 Th. 2016 ISSN: 1979-7788.

Rahmaqayi, Fitri. TT. Perencamaan Diet untuk Penderita Diabetes Mellitus.

(Online). (staffnew.uny.ac.id diakses pada: Mimggu. 5 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai