Anda di halaman 1dari 21

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM IMUNOLOGI

1. SISTEM IMUNOLOGI

Pengertian
Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibodi, dan fungsi pertahanan
tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama berhubungan imunitas terhadap penyakit,
reaksi biologis hipersensitif, alergi dan penolakan jaringan. Sistem imun adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau
serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga
berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yg terjadi pada
autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
2. Fungsi Sistem Imun
a. Sumsum Tulang Belakang
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang.
Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih, (termasuk
limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di
tempat lain.
b. Thymus
Glandula thymus memproduksi dan mematurasi/mematangkan T limfosit yang kemudian
bergerak ke jaringan limfatik yang lain,dimana T limfosit dapat berespon terhadap benda
asing. Thymus mensekresi 2 hormon thymopoetin dan thymosin yang menstimulasi
perkembangan dan aktivitas T limfosit.
1) Limfosit T sitotoksik
limfosit yang berperan dan imunitas yang diperantarai sel.
Sel T sitotoksik memonitor sel di dalam tubuh dan menjadi aktif bila
menjumpai sel dengan antigen permukaan yang abnormal. Bila telah
aktif sel T sitotoksik menghancurkan sel abnormal.
2) Limfosit T helper
Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun normal.
Ketika distimulasi oleh antigen presenting sel sepeti makrofag, T helper
melepas faktor yang yang menstimulasi proliferasi sel B limfosit.
3) Limfosit B
Tipe sel darah putih ,atau leukosit penting untuk
imunitas yang diperantarai antibodi/humoral. Ketika di stimulasi oleh
antigen spesifik limfosit B akan berubah menjadi sel memori dan
sel plasma yang memproduksi antibodi.
4) Sel plasma
Klon limfosit dari sel B yang terstimulasi. Plasma sel berbeda
dari limfosit lain ,memiliki retikulum endoplamik kasar dalam jumlah
yang banyak ,aktif memproduksi antibodi
c. Getah Bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limfatik.
Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan, dan para- aorta
daerah.
d. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus (limfonodi) terletak sepanjang system limfatik. Nodus limfatikus
mengandung limfosit dalam jumlah banyak dan makrofag yang berperan melawan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Limfe bergerak melalui sinus,sel
fagosit menghilangkan benda asing. Pusat germinal merupakan produksi limfosit.
e. Tonsil
Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga mulut dan
nasofaring. Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine, tonsil lingual dan tonsil
pharyngeal.
f. Limpa
Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam darah ,merusak eritrosit tua
dan sebagai penyimpan darah. Parenkim limpa terdiri dari 2 tipe jaringan: pulpa merah
dan pulpa putih
1) Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit
2) Pulpa putih terdiri limfosit dan makrofag
Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat menstimulasi limfosit .
3. Mekanisme Pertahanan
A. Mekanisme Pertahanan Non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga
respons imun alamiah. Terdiri dari kulit dan kelenjarnya, lapisan mukosa dan enzimnya,
serta kelenjar lain beserta enzimnya, contoh kelenjar air mata. Kulit dan silia merupakan
system pertahan tubuh terluar. Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit,
polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahahan.
B. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan
spesifik adalah mekanisme pertahanan yg diperankan oleh limfosit, dengan atau tanpa
bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Dilihat dari cara diperolehnya, mekanisme pertahanan spesifik
disebut juga sebagai respons imun didapat.
1) Imunitas humoral adalah imunitas yg diperankan oleh limfosit B dengan atau
tanpa bantuan dari imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh
imunoglobulin yg disekresi oleh plasma. Terdapat 5 kelas immunoglobulin yg
kita kenal, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE. Pembagian Antibody
(Imunoglobulin) Antibodi (antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein
dengan struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah
teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif
terhadap antigen tersebut. Pembagian Immunglobulin.
a) Antibodi A (Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang
memainkan peran penting dalam imunitas mukosis.
b) Antibodi D (Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer
dengan ragmen yang dapat mengikat 2 epitop.
c) Antibodi E (antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis
antibody yang hanya dapat ditemukan pada mamalia.
d) Antibodi G (Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi monomeris
yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan, yang saling
mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-
binding.
e) Antibodi M (Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah
antibody dasar yang berada pada plasma B.
2) Imunitas seluler didefinisikan sbg suatu respon imun terhadap suatu antigen
yg diperankan oleh limfosit T dg atau tanpa bantuan komponen sistem
imun lainnya.
1. Pengertian

A. HIV/B24

Menurut Green. CW (2007). HIV meripakan singkatan dari Human Immunnedeficiency


Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini hanya dapat menginfeksi manusia, immuno-
deficiency karena efek virus ini adalah melemahkan kamampuan sistem kekebalan tubuh
untuk melawan segala penyakit yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus karena
salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan
memanfaatkan sel-sel tubuh. Sel darah putih manusia sebagai sel yang berfungsi untuk
mengendalikan atau mencegah infeksi oleh virus, bakteri, jamur, parasit dan beberapa jenis
kanker diserang oleh Hiv yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh sehingga mudah
terserang penyakit.
AIDS singkatan dari Acquired Immuno Defeciency Syndrome. Acquired berarti diperoleh
karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah terinfeksi.
Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti kekurangan yang menyebabkan
rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala atau tanda yang
sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit atau mungkin juga
tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS adalah kumpulan gejala
akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus yang
disebut HIV (Gallant. J 2010).

B. TB PARU
Tuberculosisi (TBC) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium

tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Tuberculosisi (TB) paru adalah penyakit

infeksi yang umumnya menimbulkan tanda-tanda dan gejala yang sangat bervariasi pada

masing-masing penderita mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang sangat akut dan hanya

beberapa bulan setelah diketahui sehat hingga beberapa tahun,sering tidak ada hubungan

antara lamanya sakit maupun luasnya penyakit.

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis akut atau sub akut yang disebabkan

oleh bacillus tuberculosis, micobakterium tuberculosis,kebanyakan mengenai stuktur

alveolar paru.

2. Epidimiologi
A. TB Paru
Semenjak tahun 2000, tubekolosis (TB) telah dinyatakan oleh WHO sebagai remerging
disesase, karena angka kejadian TB telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an kembali
meningkat. Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia, angka akejadian Tb tidak pernah
menurun bahkan cenderung meningkat. Laporan internasional menyatakan bahwa Indonesia
merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah Cina dan India.
Berdasarkan survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, penyakit TB paru di Indonesia
merupakan peneyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar
penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah.
Adanya wabah HIV/AIDS di seluruh dunia juga turut mempengaruhi jumlah pendrita TB paru
termasuk Asia Tenggara. Selain itu, peningkatan jumlah penderita TB juga dipengarauhi oleh
industrialisasi, kemudahan transportasi, serta perubahan ekosistem. Dari hasil survey yang
dilakukan oleh WHO didapatkan fakta bahwa kematian wanita akibat TB lebih besar daripada
kematian akibat kehamilan dan persalinan. (Zain, 2001)

B. HIV/AIDS
Kasus HIV/AIDS pertama di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Menurut UNAIDS, salah
satu bagian dari WHO yang mengurus tentang AIDS menyebutkan bahwa perkiraan jumlah
penderita yang terinfeksi HIV/AIDS di seluruh dunia sampai dengan akhir tahun 2010
mencapai 34 juta. Dilihat dari tahun 1997 hingga tahun 2011 jumlah penderita HIV/AIDS
mengalami peningkatan hingga 21%. Pada tahun 2011, UNAIDS memperkirakan jumlah
penderita baru yang terinfeksi HIV/AIDS sebanyak 2,5 juta. Jumlah orang yang meninggal
karena alasan yang terkait AIDS pada tahun 2010 mencapai 1,8 juta, menurun dibandingkan
pada pertengahan tahun 2000 yang mencapai puncaknya yaitu sebanyak 2,2 juta. Di
Indonesia, jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun tetapi jumlah
kasus baru yang terinfeksi HIV/AIDS relatif stabil bahkan cenderung menurun. Menurut
Laporan HIV-AIDS Triwulan II Tahun 2012, didapatkan jumlah kasus baru HIV pada
triwulan kedua (April-Juni 2012) sebanyak 3.892 kasus dan jumlah kasus kumulatif HIV
pada Januari 1987- Juni 2012 sebanyak 86.762 kasus. Sedangkan kasus baru AIDS pada
triwulan kedua (April-Juni 2012) sebanyak 1.673 kasus dan jumlah kasus kumulatif AIDS
pada Januari 1987- Juni 2012 sebanyak 32.103 kasus. Pada kasus baru HIV, Provinsi Jawa
Tengah menduduki peringkat ke 7 se-Indonesia dan pada kasus baru AIDS, Provinsi Jawa
Tengah menduduki peringkat ke 2 se-Indonesia. Kasus HIV menurut usia pada Januari-Juni
2012 terbanyak pada 25-49 tahun. Pada kasus AIDS, terbanyak pada usia 30-39 tahun. Jenis
kelamin pada kasus HIV adalah 12 laki-laki sebanyak 57% dan wanita sebanyak 43%. Jenis
kelamin pada kasus AIDS adalah laki-laki sebanyak 61,8% dan perempuan sebanyak 38,1%.
Jadi dapat disimpulkan, kasus HIV dan AIDS menurut jenis kelamin lebih banyak pada laki-
laki. Pada tahun 2012 angka kematian AIDS mengalami penurunan menjadi 0,9%
dibandingkan dengan tahun 2011.6

3. Etiologi
A. HIV/B24
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi
yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur.
Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol,
env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen
virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi
produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2009).

B. TB PARU
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-
4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam
lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam
hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar
getah bening setempat  dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan
tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan.
Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebuT.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis  antara lain ( Elizabeth J powh 2001)
1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi kartikoteroid
atau terinfeksi HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Individu tanpa perawatan yang adekuat
5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan  gizi, by pass gatrektomi.
6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia)
7. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah kumuh
9. Petugas kesehatan

4. Fatofisiologi
A. HIV/B24
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada
saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus
( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4
yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel
yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded
DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel
T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
B. TB PARU
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi
oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan
memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala  pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20
hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring,
telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ
lainnya.

5. Klasifikasi
A. HIV/B24
Sejak 1 januari 1993, orang dengan keadaan yang merupakan indicator AI
D S (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap
menderitaAIDS(ZuyaUrahman,2009).
Kategori klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan
i n f e k s i   H u m a n Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan
dalam kategori klinis Bdan
a.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.  
b.Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent GeneralizedLimpanodenophat)
c.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertaiatau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
K a t e g o r i   K l i n i s   B Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B
mencakup :a.Angiomatosis
Baksilaris b.Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadapt
erapic.Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )d.Gejala konstitusional seperti
panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1 bulan.e.Leukoplakial yang berambut f . H e r p e s
Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
l e b i h   d a r i   s a t u dermaton saraf.g.Idiopatik Trombositopenik Purpurah.
Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii3. Kategori Klinis CContoh keadaan
dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a.Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagu
b.Kanker serviks inpasif 
c.Koksidiomikosis ekstrapulmoner/ diseminata
d.Kriptokokosis ekstrapulmoner 
e.Kriptosporidosis internal kronis
f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g.Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan  )
h.Enselopathy berhubungan denganHuman Immunodeficiency Virus (HIV)
i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis ) 
j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k.Isoproasis intestinal yang kronis
l. Sarkoma Kaposim.Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak 
m.Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata
ekstrapulmoner o . M . T u b e r c o l u s i s pada tiap lokasi (pulmoner /
ekstrapulmoner ) 
n.Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner 

B. TB PARU
Menurut Bahar ( 2001 )pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan
klasifikasi baru Tuberculosis yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat yaitu :
1. Kategori  0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes
tuberculin negatif.
2.  Kategori  I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak positif,

tes tuberculin negatif.


3. Kategori  II : terinfeksi  tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberrkulit positif, radiologis
dan sputum negatif.
4. Kategori  III : terinfeksi tuberculosis dan terasa sakit.
1. Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b.  Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
  Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.  Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
3. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu:
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

6. Tanda dan Gejala


A. HIV/B24
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1.      Gejala mayor:
a.       Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b.      Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c.       Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d.      Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e.       Demensia/ HIV ensefalopati
2.      Gejala minor:
a.       Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b.      Dermatitis generalisata
c.       Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d.      Kandidias orofaringeal
e.       Herpes simpleks kronis progresif
f.       Limfadenopati generalisata
g.      Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h.      Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1.      Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-
kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan
pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita
HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2.      Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring
dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai
memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan
gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3.      Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
      1.      Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi
primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit
kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu
diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu
gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari
penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
      2.      Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi
secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan
tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan
masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
      3.      Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.
B. TB PARU
1.      Gejala Umum
·         Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih.
Merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang
menyebabkan  lesi  pada  jaringan  parenkim  paru. 
2.      Gejala lain yang sering dijumpai
a.       Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah hasil
dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha mengeluarkan benda
saing.
b.      Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan
infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c.       Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi
Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan.
Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga
dapat mengakibatkan sesak napas.
d.      Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus
mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun,
karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena
metabolisme tinggi akibat pasien berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada
malam hari

7. Pemeriksaan Fisik
A. HIV/B24
a.       Pengukuran TTV
b.      Pengkajian Kardiovaskuler
c.       Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder
akibat kardiomiopati karena HIV.
d.      Pengkajian Respiratori
e.       Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek
waktu istirahat, gagal napas.
f.       Pengkajian Neurologik
g.       Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang,
enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan
perkembangan.
h.      Pengkajian Gastrointestinal
i.        Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan
pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender
kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j.        Pengkajain Renal
k.      Pengkajaian Muskuloskeletal
l.        Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m.    Pengkajian Hematologik
n.      Pengkajian Endokrin

B. TB PARU
Pemeriksaan Fisik
    
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1(Breathing), B2 (Blood),
B3 (Brain), B4 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1 dengan
pemeriksaan yang menyeluruh pada sistem pernafasan.

Keadaan Umum dan Tanda Vital


   Keadaan umum pada pasien Tb paru dapat dilakukan dengan selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Perlu
juga dilakukan pengukuran GCS secara tepat.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat apabila disertai dengan
sesak nafas, denyu nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi.

B1 (Breathing)
            Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi
            Bentuk dada dan gerakan pernafasan.  Sekilas pandang biasanya pasien TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsidiameter bentuk dadaantero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila adanya penyulit dari TB paru seperti
adanya efusi pleura yang masif, maka terlihata adanya ketidaksimetrisan rongga dada,
pelebaranintercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernafasan tidak
mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan
luas pada parenkim paru biasanya pasien akan terlihat sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas,
dan menggunakan otot bantu nafas. Tanda lainnya adalah klien dengan TB paru juga mengalami
efusi pleurayang masif, pneumothoraks, abses paru masif, dan hidropneumothoraks. Tanda-tanda
tersebut membuat gerakan pernafasan menjadi tidak simetris, sehingga yang terlihat adalah pada
sisi yang sakit pergerakan dadanya tertinggal.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengakajian batuk pada klien TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum
yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama bila TB paru disertai adanya
bronkhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat
banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
Palpasi trakhea.  Adanya pergeseran trakhea menunjukkan –meskipun tetapi tidak spesifik
—penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trkhea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/erskrusi pernafasan. Tb paru dapat komplikasi saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan biasanya ditemukan pada klien
TB paru dengan kerusakan parenkim yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal).  Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya
di dada klien saat berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebuttaktil
fremitus. Adanya penurunan taktil premitus pada klien dengan TB paru biasanya ditemukan pada
klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena
transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura.

Perkusi
            Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, baiasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit
sesuai sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks,
maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi
paru ke posisi yang sehat.

Auskultasi
            Pada klien dengan TB  paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi) Pda sisi yang
sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
danpneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.

B2 (Blood)
            Pada klien dengan TB  paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi               :  inspeksi tetnatang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi                    : denyut nadi perifer melema
Inspeksi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masih
mendorong ke sisi yang sehat.
Palpasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis,
merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masiv dan kronis, dan sklera ikterik
pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
               
B4 (Baldder)
            Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syock.
Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
Rifampisin.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan BB

B6 (Bone)
                Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
yang menjadi tidak teratur.

f.       Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi bebrapa dimensi yang memungkinkan perawat
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien. Pada kondisi
klinis klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang
dialaminya.
Perawat perlu menyakan kondisi pemukiman klien tinggal. Hal ini penting dilakuakan
mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman
padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat yang kumuh
dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang.
Klien TB paru umumnya masyarakat miskin dengan pendidikan rendah. Selain  karena
ketidaksanggupan untuk membeli obat, kelompok ini umumnya tidak sanggup mengkonsumsi
makanan bergizi sehingga tidak dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya. Kelompok ini juga
sering tidak menyadari pentingnya kesehatan dan penyembuhan penyakit.
8. Pemeriksaan Penunjang
A. HIV/B24
Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :

a.    ELISA

b.    Western blot

c.    P24 antigen test

d.    Kultur HIV

Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :

a.    Hematokrit

b.    LED

c.    Rasio CD4 / CD Limposit

d.    Serum mikroglobulin B2

e.    Hemoglobin

B. TB PARU
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a)      Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
b)      Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk
basil asam-cepat.
c)      Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar,
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien
yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
d)     Anemia bila penyakit berjalan menahun
e)      Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f)       LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap
penyembuhan.
g)      GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
h)      Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan
nekrosis.
i)        Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia
disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
2.      Pemeriksaan RadiologisFoto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB
dapat termasuk rongga, area fibrosa.

9. Penatalaksanaan
A. HIV/B24\
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency

Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

a.  Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang

tidak terinfeksi.

b.  Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang

tidak terlindungi.

c.   Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status

Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

d.  Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

e.  Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :

a.  Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien

dilingkungan perawatan kritis.

b.  Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,

obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang

jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm 3

c.   Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat

replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini

adalah :

d.  Didanosine

e.  Ribavirin

f.    Diedoxycytidine

g.  Recombinant CD 4 dapat larut

h.  Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka

perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses

keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi

AIDS.

i.    Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan

sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi

imun.

j.    Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat

reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

B. TB PARU
1.      Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a.    Promotif
1.    Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2.    Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
3.    Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b.    Preventif
1.    Vaksinasi BCG
2.    Menggunakan isoniazid (INH)
3.    Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4.    Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
2.      Penatalaksanaan secara medik
 Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1.      Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
          * Streptomisin injeksi 750 mg.
          * Pas 10 mg.
          * Ethambutol 1000 mg.
          * Isoniazid 400 mg.
2.   Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan
pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
    * INH.
          * Rifampicin.
          * Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3.      Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan
sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
          * Rifampicin.
          * Isoniazid (INH).
          * Ethambutol.
          * Pyridoxin (B6).

10. Komplikasi
A. HIV/B24
 Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika
tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
2.      Neurologik
•   ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS dementia
complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan
kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
•   Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual,
muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
3.      Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit
AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis
selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap
tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
  Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
  Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
  Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

4.      Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
5.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan
pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan
infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta
wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6.      Sensorik
  Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis sitomegalovirus
berefek kebutaan
  Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri
yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

B. TB PARU

Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran pernapasan) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok

hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

2.      Kolaps lobus retaksi brinkial

3.      Bronkhiektasis dan fibrosis fau : terjadi pelebaran bronkus dan terjadi pembentukan jaringan ikat pada proses

pemulihan atau reaktif

4.      Pneumotorak spontan : kerusakan jaringan paru dan adanya udara di dalam rongga pleura

5.      Penyebaran infeksi

Anda mungkin juga menyukai