Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat alian
darah normal dan darah merembes ke dalam suatau daerah otak dan kemudian merusaknya
(Lusi, 2014). Stroke adalah salah satu penyakit saraf yang cukup memprihatinkan dan
senantiasa membutukan perhatian.Cerebra Vaskuler Accident (CVA) bleedingyang
disebut dengan nama lain stroke hemoragik merupakan gangguan fungsi pada otak yang
disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau pendarahan subarachnoid. (Erfansyah,
2013)
Etiologi
Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. (Smeltzer dan Bare, 2010)
Klasifikasi
Menurut Wijaya & Putri, 2013 : Stroke Hemoragik dibagi atas dua yaitu : 2
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata
serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke gejala klinis yang dapat
ditemui meliputi:
Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebagian atau seluruh anggota gerak
atau wajah yang timbul secara mendadak (hemiparese dan hemiplegi)
Depresi saraf kardiovaskuler dan pernapasan
Penurunan tingkat kesadaran (apatis, delirium , somnolen, stupor, semi koma
atau koma)
Afasia (kesulitan dalam bicara)
Disatria (bicara cadel atau pelo)
Gangguan penglihatan
Disfagia (kesulitan menelan)
Mual, muntah (Brunner & Suddarth, 2013).
Pemeriksaan Penunjang
1. CT – Scan
Memperlihatkan adanya hematoma, iskemia, dan adanya infark.
2. MRI Kepala
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, malformasi arteriovena
(MAV)
3. Pungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada intracrani, dan emboli
serebral, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan
hemoragi / perdarahan pada intracranial.
4. Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ aliran darah /
aterosklerosis.
5. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi
arteri, oklusi/ ruptur
6. EEG
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (Masalah sistem arteri karotis (aliran
darah/muncul plak) arteriosklerotik) (Doengoes, 2012).
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan cva, tetapi pada awalnya adalah dari
pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis
merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan.
Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, risikonya
berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa cva hanya
terjadi pada orang lanjut usia karena cva dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena cva daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa justru
lebih banyak wanita yang meninggal karena cva. Risiko cva pria 1,25 lebih tinggi daripada
wanita, tetapi serangan cva pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua,
sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Keturunan
Nampaknya, cva terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain
adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh
darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukungn risiko cva. Cacat pada
bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling
berpengaruh dibandingkan faktor risiko cva yang lain.
2. Faktor Resiko Terkendali
Merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko cva empat hingga enam kali lipat dibandingkan
orang yang tanpa hipertensi. Faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko cva. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko cva meningkat terus
hingga usia 90, menyamai risiko cva pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko cva sebesar 38
persen dan pengurangan angka kematian karena cva sebesar 40 persen.
b. Penyakit jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang
disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung
dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini
mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan
gumpalan darah. Gumpalangumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan cva.
c. Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena cva dan mencapai tingkat tertinggi
pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada factor
penyebab lain yang dapat memperbesar risiko cva karena sekitar 40 persen penderita diabetes
pada umumnya juga mengidap hipertensi.
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging,
telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh
pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl
dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko cva yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat
menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir
melipatgandakan isiko cva iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga
meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab
nyata kejadian cva, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah
baya atau lebih tua.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga
memperbesar risiko cva, baik yang iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol
yang tidak berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti
halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat
melindungi tubuh dari bahaya cva iskemik. Pada edisi 18 November, 2000 dari The New
England Journal of Medicine, samping alkohol justru lebih berbahaya. Lagipula, penelitian
lain menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah
platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke
pendarahan di otak serta memperbesar risiko cva iskemik.
g. Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan
cva, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan
penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias)
atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan
darah
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan pendarahan di dalam otak
dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada cva hemoragik. Cedera pada leher, bila
terkait dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau
pemutaran leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab
cva yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda.
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor risiko lain dan membentuk risiko
terjadinya cva. Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan
terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada
darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah
yang memicu risiko cva embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2011 ).