RESUME
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
LOGIKA
Dosen Pengampu:
Dr. Phil. Khairun Niam
Tim Penyusun:
Mazidah Adelita Shofiyana (D91219123)
Peran logika dalam metodologi ilmu (termasuk Ilmu Komunikasi) adalah sebagai
kontrol metodologis. Sebagai kontrol metodologis, logika saintifik menawarkan minimal
tiga hal, yaitu: (1) menawarkan cara kerja secara logis dan sistematis, (2) melakukan kritik
atas cara kerja tertentu; apakah cara kerja tersebut logis atau tidak, dan (3) menawaran
pemecahan cara kerja sebagai konsekuensi kritiknya atas cara kerja tertentu.
a. Istilah Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca indera yang berbeda dengan kepercayaan (belief) dan takhayul
(superstition). Kemudian pengetahuan tersebut tersusun secara sistematis. Sistematis berarti
urut-urutan yang tertentu dari unsur yang merupakan suatu kebulatan, sehingga dengan
adanya sistematika tersebut akan jelas tergambar apa yang merupakan garis besar dari Ilmu
Pengetahuan yang bersangkutan. pemikiran adalah pemikiran dengan menggunakan otak
(akal/rasio). Artinya, pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan
melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat-alat yang digunakan untuk memeroleh
pengetahuan.
seluruh penjelasan tentang ilmu pengetahuan di atas dapat dirumuskan secara singkat
dua pokok sebagai berikut:
1) Ilmu (science) haruslah “diusahakan” dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
dilaksanakan dengan metode tertentu dan terukur, dan akhirnya “aktivitas yang bermetode”
itu akan mendatangkan pengetahuan yang sistematis (tahu/mengerti).
2) Kesatuan dan interaksi dari ketiga komponen yang tersusun menjadi Ilmu (science)
pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabil dapat memenuhi 3 (tiga) syarat pokok
sebagai sistemnya, yaitu:
a. Objektif, yang berarti bahwa suatu Ilmu Pengetahuan harus mempunyai objek tertentu
(khususnya objek formal);
b. Metodis, yang berarti bahwa suatu Ilmu pengetahuan harus mempunyai metode-metode
tertentu yang sesuai.
c. Sistematis, yang berarti bahwa suatu Ilmu Pengetahuan harus menggunakan sistematika
tertentu yang mencerminkan suatu keutuhan sebagai ilmu
Ismaun mengemukakan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut: (1) objective; ilmu
berdasarkan hal-hal yang objektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional
subjektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3)
reliabele; produk dan cara-cara memeroleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat
keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memeroleh ilmu dilakukan
melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal
maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku
umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7)
dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas
kemungkinankemungkinan suatu hal.
Kebenaran objektif itulah yang diharapkan mampu menjadi standar penjelasan (kebenaran)
tentang fakta. Di sinilah munculpersoalan tentang bagaimana semestinya cara-cara yang
layak dilakukan oleh pelaku studi ilmu (manusia) untuk mencapai status sebagai “standar
penjelasan tentang fakta”. Cara-cara tersebut, lazimnya dalam dunia ilmu, disebut ‘metode
ilmiah’ atau ‘metode mencari ilmu pengetahuan’. Sedangkan cara membentuk gagasan-
gagasan mengenai fakta (realitas, dunia) kedalam suatu bentuk yang memungkinkan uji
realitas, termasuk langkah-langkah yang diperlukan untuk memahami hasil-hasil riset,
disebut ‘strategi ilmiah’ atau ‘strategi mencari ilmu pengetahuan’.
Fakta’, menurut akar katanya, berarti sesuatu yang telah dikerjakan. Sesuatu yang telah
dikerjakan itu tidak diragukan, tetapi masalahnya adalah bahwa hal-hal yang dikerjakan’ itu
dicerap bukan oleh pengamat serba kuasa, tetapi oleh manusia. Manusia memiliki
kemampuan melakukan cerapan (persepsi) dan struktur-struktur kepentingan yang terbatas
yang mempengaruhi cara mereka memandang dunia (fakta, realitas). Sedangkan ilmu sendiri
merupakan suatu proses untuk mengontrol cerapan-cerapan itu seeksplisit dan seterbuka
mungkin terhadap pemeriksaan atas fakta. Akan tetapi hasil dari prosedur ilmiah harus
dianggap sebagai apa adanya, yaitu suatu proses yang sulit dikontrol sepenuhnya oleh sifat
kemanusiaan.
Strategi mencari ilmu pengetahuan penulis maksudka juga dengan istlah strategi ilmiah.
Hover menyatakan bahwa strategi ilmiah meliputi tiga hal, yaitu: (1) memikirkan dalam-
dalam masalahnya, (2) uji realitas, dan (3) memahami hasil-hasilnya