Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIK PROFESI

KEPERAWATAN ELEKTIF

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEVI AFRIZA


NIM 1911438037

PEMBIMBING AKADEMIK : RIRI NOVAYELINDA, S.Kp, M.Ng

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
2020
CARA PEMASANGAN CVP

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEVI AFRIZA


NIM 1911438037

PEMBIMBING AKADEMIK : RIRI NOVAYELINDA, S.Kp, M.Ng

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
2020
CARA PEMASANGAN CVP

A. Persiapan Alat
1. Set kateter vena sentral sesuai ukuran dan kebutuhan akses vena (double lumen
atau multi lumen) – (1 set)
2. Sarung tangan steril – (2 pasang)
3. Gaun steril – (2 buah)
4. Syringe 5 ml, untuk anestesi local – (1 buah)
5. Anestetik local ( lidocaine 2% 3-5 ampul)
6. Minor set (pinset anatomis, gunting, needle holder, klem,kom )
7. Doek steril 2-4 buaah
8. Benang – ( 1 set)
9. Scalpel no 11 – (1 buah)
10. Cairan NaCl 0,9% steril, sudah heparinisasi – (1 labu)
11. Cairan antiseptic – ( 50 ml)
12. Ganjal bahu (bantal kecil)
13. Persiapkan trolley emergency
14. Kasa steril dan plester untuk menutup atau leukomed T (1 lembar)

B. Persiapan Pasien
1. Menjelaskan prosedur kepada pasien untuk mengurangi kecemasan dan
mengharapkan kerjasama dari pasien.
2. Informed concent pada pasien dan/keluarga pasien
3. Mengatur posisi pasien, yaitu posisi trendelenburg, yang mungkin akan sangat
membuat pasien merasa tidak nyaman.
4. Pasang monitor EKG, pulse- oksimetri
5. Menjaga privacy pasien dengan menutup sampiran.

C. Persiapan Obat
Obat sedatif (jika pasien tidak kooperatif) : midazolam atau propofol – (1 ampul)

D. Tekhnik Pemasangan CVP


Teknik pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya
adalah dengan menggunakan mandrain yang dimasukkan melalui jarum, jarum
kemudian dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan melalui mandarin tersebut. Jika
kateter sudah mencapai atrium kanan, mandrain ditarik, dan terakhir kateter
disambungkan pada IV set yang telah disiapkan dan lakukan penjahitan daerah
insersi.

E. Langkah Pemasangan CVP


1. Mendekatkan peralatan disamping tempat tidur pasien (mudah dijangkau)
2. Mencuci tangan dengan teknik steril.
3. Memakai handscoen steril.
4. Menentukan daerah yang akan dipasang : Vena subklavia atau Vena jugularis
interna. Tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP adalah
vena femoralis dan vena fossa antecubiti.
5. Mengatur posisi pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis
interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah
pemasangan.
6. Melakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic.
7. Memasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
8. Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli udara,
anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.
9. Dokter memasukkan jarum / kateter secara perlahan dan pasti, ujung dari kateter
harus tetap berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung.
10. Masukkan kateter melalui wire sampai kateter mencapai kedalaman 15-20
cm (perkiraan ujung kateter terletak pada pertemuan vena cava superior
dengan atrium kanan)
11. Menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur tekanan CVP.
12. Dokter melakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan, agar posisi kateter
terjaga dengan baik.
13. Merapikan peralatan.
14. Mencuci tangan.

F. Mengkaji adanya tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan


alat
1. Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
2. Frekuensi napas, suara napas.
3. Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi.
4. Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter.
5. Kesesuaian posisi jalur infus set.
6. Tanda-tanda vital, perfusi.
7. Tekanan CVP.
8. Intake dan out put.

G. Evaluasi
1. Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dada untuk memastikan
posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hemothorax
atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.
2. Mengobservasi respon pasien sebelum, selama, dan sesudah pemasangan CVP.
3. Mengobservasi kepatenan fiksasi secara periodik.
4. Mengukur tekanan CVP secara periodik.

H. Dokumentasi
1. Mencatat laporan pemasangan, termasuk respon pasien (tanda-tanda vital,
kesadaran, dll), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil
pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
2. Mencatat jenis dan ukuran set CVP yang digunakan.
3. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.
4. Mencatat respon an toleransi pasien selama prosedur.
CARA PERAWATAN CVP

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEVI AFRIZA


NIM 1911438037

PEMBIMBING AKADEMIK : RIRI NOVAYELINDA, S.Kp, M.Ng

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
2020
CARA PERAWATAN CVP

A. Perawatan CVP
1. CVP digunakan untuk mengukur tekanan pengisian jantung bagian kanan. Tekanan
CVP normal berkisar antara 2 – 5 mmHg atau 3 – 8 cmH20.
2. Bila hasil pengukuran CVP dibawah normal, biasanya terjadi pada kasus hipovolemi,
menandakan tidak adekuatnya volume darah di ventrikel pada saat akhir diastolic
untuk menghasilkan stroke volume yang adekuat. Untuk mengkompensasinya guna
meningkatkan cardiac output, maka jantung meningkatkan heart ratenya, meyebabkan
tachycardi, dan akhirnya juga akan meningkatkan konsumsi 02 miokard.
3. Bila hasil pengukuran CVP diatas normal, biasanya terjadi pada kasus overload, untuk
mengkompensasinya jantung harus lebih kuat berkontraksi yang juga akan
meningkatkan konsumsi O2 miokard.
4. Standar pengukuran CVP bisa menggunakan ukuran mmHg atau cmH2O, dimana 1
mmHg = 1,36 cmH2O.
5. Pengkajian :
Mengkaji adanya tanda-tanda komplikasi yang ditimbulkan oleh pemasangan alat :
a. Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman
b. Frekuensi napas, suara napas.
c. Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi.
d. Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter.
e. Kesesuaian posisi jalur infus set.
f. Tanda-tanda vital, perfusi.
g. Tekanan CVP.
h. Intake dan out put.
6. Rencana :
a. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah
bagi pasien yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi,(terapi heparin dosis rendah
akan mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan
memungkinkan resiko terjadinya embolisme).
b. Mengobservasi tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal, antara lain :
1) Nyeri dada akut dan jelas.
2) Dispnea, kelelahan, sianosis.
3) Penurunan saturasi oksigen.
4) Takikardia.
5) Distensi vena jugularis.
6) Hipotensi.
7) Dilatasi ventrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim (pada rontgen dada).
8) Kekacauan mental.
9) Disritmia jantung (oklusi arteri pulmonal mengganggu aliran darah ke paru-
paru bagian distal mengakibatkan hipoksia).

B. Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok :


1. Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan).
2. Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protocol.
3. Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi melalui
haluaran urine)
4. Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik (untuk mendeteksi
disritmia dan pedoman pengobatan).
5. Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan meningkatkan
tekanan darah.
6. Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis metabolik).
7. Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai indikasi.
8. Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan menurunkan
kebutuhan metabolisme ).
9. Siapkan pasien untuk prosedur angiografi dan/ atau skaning perfusi paru-paru (untuk
memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis). (Karena kematian akibat
embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama setelah awitan, intervensi
segera adalah sangat penting).
10. Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen. (dengan
tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat).
11. Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu
menentukan status perfusi dan volume)
12. Lakukan pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan
program dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan meningkatkan
perfusi kapiler pulmonal).
13. Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan heparin.
(IV secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat atau
memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah pembentukan
dan berulangnya pembekuan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERPASANGA CVP

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEVI AFRIZA


NIM 1911438037

PEMBIMBING AKADEMIK : RIRI NOVAYELINDA, S.Kp, M.Ng

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERPASANG CVP

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama , Alamat, Usia, JenisKelamin, Agama, Status Perkawinan , Pendidikan,
Pekerjaaan, Suku/bangsa
2. Keluhan utama:
Keluhan utama yang dirasakan pasien tergantung pada penyakit yang
mengindikasikan pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk pemantauan
hemodinamik.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan pemasangan alat Central Venous
Pressure adalah pasien yang mengalami resusitasicairan, pemberian obat dan
cairan, pemberian makanan secara panenteral, pengukuran tekanan vena sentral,
akses vena yang buruk, pacu jantung
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit
yang sama? Apakah pasien pernah mengalami penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan penyakit jantung lainnnya yang mengakibatkan ketidak stabilan
tekanan darah dan diindikasikan untuk dilakukan pemasangan Central Venous
Pressure (CVP)?
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada pasien dan keluarga apakah anggota keluarga yang lain pernah
mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami oleh pasien saat ini?
6. Riwayat pengobatan masa lalu
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien? Tanyakan efek
samping yang pernah dialami seperti reaksi alergi yang timbul?
7. Life style dan aktivitas fisik
Tanyakan apakah pasien seringolahraga? Kegiatansehari-hari yang dilakukan
pasien? Apakah pasien merokok dan minumalkohol?

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik setelah dilakukan pada pemasangan Central venous catheter harus
dilaukan secara rutin. Perubahan warna, sensasi, pembengkakan, kemerahan, dan
pergerakan pada area disekitar pemasangan kateter vena harus dikaji secara rutin.
Tanda- tanda tersebut bisa megindikasikan adanya infeksi dan penurunan sirkulasi
pada area pemasangan kateter. Pemasangan kateter vena untuk prosedur CVP
dilakukan pada vena jugularis, vena antekubital, vena subklavia, vena femralis, dan
vena brakialis.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan aktivitas berhubungan dengan pemasangan kateter vena central
2. Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter vena
central

D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan aktivitas berhubungan dengan pemasangan kateter vena central
a) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas.
Rasionalisasi : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas
b) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat.
Rasionalisasi : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera
pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan
dan kelemahan.
c) Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh nyeri.
Rasionalisasi : Nyeri dan program penuh stres jugas memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
d) Anjurkan latihan ROM aktif atau bila pasien tidak dapat memenuhinya
lakukan ROM pasif setiap 6 jam
Rasionalisasi : ROM dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki
sirkulasi dan mengurangi rasa tidak nyaman.
e) Jelaskan bahwa gangguan aktivitas adalah kondisi sementara yang diharuskan
hanya selama waktu pemantauan sementara. Rasionalisasi : Penjelasan dapat
mengurangi anxietas karena rasa takut terhadap pemasangan CVP.
f) Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi pemasangan CVP.
2. Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter
vena central
a) Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah bagi
klien yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi.(terapi heparin dosis rendah
akan mengakibatkan viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan
memungkinkan resiko terjadinya embolisme)
b) Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal
 Nyeri dada akut dan jelas
 Dispnea, kelelahan, sianosis
 Penurunan saturasi oksigen
 Takikardia
 Distensi vena jugularis
 Hipotensi
 Dilatasi venrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim(pada ronsen dada)
 Kekacauan mental
 Disritmia jantung
DAFTAR PUSTAKA

Karolyn, M. (2014). Primary Nursing Arterio-Venous Fistula (AVF) Failure Risk Assesment
Tool. Depertement Of Health.

rd
Hall JB, et all. (2005). Principles of Critical Care 3. Mc Graw-Hill
tth
Andrew D & Neil S. (2003). Oh’s Intensive care Manual. 5 ed. Butterworth Heinemann

Rick K. (2012). Central venous access via v subclavian approach to the subclavian vein. Roe III JE

A Bodenham et al. (2007). Guideline on the insertion and management of central venous access
devices in adult. international Journal of Laboratory Hematology ;29: 261-278

Chawla R & Todi S. (2012). ICU Protocols. A Stepwise Approach. ISCCM.

Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai