Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Kulit adalah organ tubuh yang paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. Bakteri, jamur dan virus, dapat menyebabkan
banyak penyakit kulit. Manifestasi morfologik penyakit-penyakit infeksi bakteri
pada kulit sangat bervariasi. Infeksi pada kulit oleh bakteri piogenik biasanya
berasal dari luar tubuh.
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Pioderma juga
merupakan infeksi purulen pada kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus dan
Streptococcus atau keduanya. Pioderma memiliki banyak bentuk diantaranya
impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma, erysipelas, selulitis, abses, dan lain-lain.
Bakteri yang menyerang epidermis dapat menyebabkan impetigo.
Impetigo menurut bahasa Perancis dan Latin yang berarti “erupsi keropeng
yang menyerang kulit”.Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan
infeksi piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo lebih sering terjadi pada usia
anak-anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan impetigo
tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapa
tmenginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat di sekolah, tempat penitipan anak atau pada
tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang padat penduduk.
Penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering.
Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio
yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo pada
anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15
tahun .

1
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Case ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian


Public Health Puskesmas Tanjung Paku Solok dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca,
khususnya kalangan medis.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan penulisan dari case ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
klasifikasi, penegakkan diagnosis, penatalaksanaan dari Impetigo Krustosa.
1.3 Metode Penulisan
Case ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. IMPETIGO
2.1.1 DEFINISI
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A. Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain seperti
Staphylococcus aureus pada isolasi lesi impetigo
Impetigo mengenai kulit bagian atas ( epidermis superfisial) dengan dua
macam gambaran klinis, impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo
krustosa disebut juga impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, dan impetigo
Tillbury Fox, sedangkan impetigo bulosa disebut juga impetigo vesiko-bulosa,
dan cacar monyet

2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif
sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan
rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Inggris kejadian impetigo
pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia
5-15 tahun
Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab,
seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan,
dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah
paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan. Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya
impetigo krustosa seperti:
- hunian padat
- higiene buruk
- hewan peliharaan

3
keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga,
herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.

2.1.3 ETIOLOGI
Mikroorganisme penyebab impetigo adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoliticus. Untuk impetigo bulosa sebabnya lebih sering karena
Staphylococcus aureus. Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A beta-
hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-
60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-
45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus
pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo
krustosa adalah Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus banyak terdapat
pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya
penyakit impetigo krustosa

2.1.4 KLASIFIKASI
Impetigo diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:
1. Impetigo krustosa
2. Impetigo bulosa

Gambar . impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak

4
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal
sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung
dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman tersebut
berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu
sampai dua minggu.
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman
menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian
berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit
wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya
(impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis
vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela,
herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan
serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada
semua umur

2.1.5. MANIFESTASI KLINIS


Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya
pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan
ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran
kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi
kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna
kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi
biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit
dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.

5
Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa
pembentukan jaringan scar.
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu
beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi
spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat
parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis
membentuk ulkus (ektima).
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien
tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai
demam. Membran mukosa jarang terlibat.

2.1.6 DIAGNOSIS
 PEMERIKSAAN FISIK
Tipe dan lokasi lesi:
- Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung) atau dekat rentan
trauma.
- Makula merah atau papul sebagai lesi awal.
- Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.
- Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.
- Vesikel atau bula.
- Pustula.
- Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.
- satelit.
- Limphadenopaty regional.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan,
atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada
kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:

6
 Pewarnaan gram. Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan
adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk
rantai atau kelompok.
 Kultur cairan. Pada pemeriksaan ini umumnya akan
mengungkapkan adanya Streptococcus aureus, atau kombinasi
antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri
sendiri.
 Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.
2. Pemeriksaan Lain:
- Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil
positif lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang
dilakukan.
- Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan.

2.1.7 PENATALAKSANAAN
A. Umum
 Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.
 Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit
yang terkena untuk mencegah infeksi.
 Mengurangi kontak dekat dengan penderita
 Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan
dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa:
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan
air mengalir serta membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak
menggunakan peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan
setelah itu mencuci tangan sampai bersih.

7
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang
memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah
penularan infeksi dan kekambuhan.

1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila
terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10
hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari.
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari
untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.
2.Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada
wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini

8
dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak
melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal
diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal
dari Pseudomonas fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu
menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat
isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus
Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar
Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk
pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan
Streptococcus pyogenes.
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium
coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat
sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan
kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin
topikal.
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari
Strain Bacillus Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat
defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif
melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi
bakteri superfisial kulit seperti impetigo.

9
2.1.8 PROGNOSIS
- Umumnya baik
- Di luar periode neonatal, pasien yang mendapatkan terapi lebih dini dan
baik, akan memiliki kesempatan untuk sembuh tanpa bekas luka atau
komplikasi
- Insidens infeksi umum dan meningitis lebih tinggi pada neonatus
- Dengan terapi yang tepat, lesi dapat sembuh sempurna dalam 7 – 10 hari
- Terapi antibiotik tidak dapat mencegah atau menghentikan
glomerulonefritis
- Pada lesi yang tidak sembuh dalam 7 – 10 hari setelah diterapi, perlu
dilakukan kultur

10
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal pemeriksaan 5 Januari 2020

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : An. Z / Perempuan / 5 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : PAUD
c. Alamat : Tanjung paku

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan :-
b. Jumlah Saudara : 1 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup mampu
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
 Rumah permanen, perkarangan cukup luas
 Ventilasi ada
 Listrik ada
 Sumber air : air sumur pompa
 Jamban 1 buah, di dalam rumah
 Sampah di angkut petugas
 Jumlah penghuni 4 orang, yaitu pasien, ayah, ibu, dan saudara
pasien
 Kesan : higine dan sanitasi baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
 Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat
penduduk

3. Aspek Psikologis di Keluarga


 Pasien tinggal bersama orang tua dan 1 orang saudaranya

11
 Hubungan dengan keluarga baik

4. Keluhan Utama
Bengkak pada kelopak mata atas kanan sejak 3 hari yang lalu

5. Riwayat Penyakit Sekarang


 Bengkak pada kelopak mata atas kanan sejak 3 hari yang lalu, bengkak
dirasakan semakin membesar dan terasa nyeri
 Penglihatan kabur tidak ada
 Mata merah tidak ada
 Riwayat trauma pada kelopak mata disangkal
 Terdapat keropeng di bawah lubang hidung sejak 3 hari yang lalu
 Keropeng terasa gatal
 Tidak terdapat keropeng pada bagian wajah lainnya
 Demam tidak ada
 Dua minggu sebelumnya pasien mengalami demam, batuk, dan pilek dan
berobat ke puskesmas

6. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak pernah memiliki keluhan bengkak pada kelopak mata dan
keropeng di sekitar hidung sebelumnya

7. Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan bengkak pada
kelopak mata dan keropeng di sekitar hidung

8. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 94x/ menit

12
Nafas : 28x/menit
Suhu : 36,7°C
Mata : Terdapat udem, dan tanda radang pada palpebra
superior dextra
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik
Dada
Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, nyeri tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik

Status Dermatologikus
Lokasi : bawah lubang hidung kanan
Distribusi : terlokalisir

13
Bentuk : bulat
Susunan : soliter
Batas : tegas
Ukuran : lentikuler
Efloresensi : makula eritem dengan krusta kekuningan di atasnya

9. Pemeriksaan Anjuran :
-

10. Diagnosis Kerja


Hordeolum eksternum palpebra superior dextra
Impetigo krustosa

11. Diagnosis Banding :


-

12. Manajemen
a. Preventif :
- Istirahat yang cukup
- Makan teratur dengan gizi seimbang
- Meningkatkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
- Jangan menggosok mata
- Jangan menekan atau menusuk bengkak pada mata
- Jangan menggosok keropeng di bawah hidung
- Menggunakan handuk, seprai, dan sarung bantal tersipah dengan
orang sehat lainnya
- Memotong kuku untuk mencegah infeksi akibat garukan
b. Promotif :
- Memberikan edukasi kepada pasien dan orang tua pasien mengenai
penyakit, penyebab, pengobatan, komplikasi, dan cara pencegahan
yang dapat dilakukan agar penyakit tidak terulang kembali

14
- Memberikan edukasi mengenai pentingnya budaya mencuci tangan
dengan sabun dan besarnya manfaat mencuci tanagn dengan sabun
untuk menghindari berbagai penyakit
c. Kuratif :
- Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit
- Kloramfenikol eye oint
- Gentamisin salf
- CTM 3 x ½ tab
d. Rehabilitatif :
- Kembali kontrol ke puskesmas setelah 5-7 hari pengobatan atau
bila keluhan tidak berkurang

Prognosis

Quo ad sanationam : Bonam

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad kosmetikum : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

15
Dinas Kesehatan Kota Solok
Puskesmas Tanjung Paku
Padang, 5 Januari 2020

R/ Kloramfenikol eye oint tube No.I

∫ applic OD

R/ Gentamisin salf tube No.I

∫ ue

R/ CTM tab No.V

∫ 3 dd tab ½

Pro : An. Z

Umur : 5 tahun

Alamat : Tanjung paku

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan anak perempuan usia 5 tahun diagnosis Hordeolum
eksternum palpebra superior dextra dan Impetigo krustosa yang gejalanya mulai
dikeluhkan pasien sejak 3 hari yang lalu.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, baik laki-laki maupun
perempuan. Predileksi impetigo krusta terdiri dari wajah, leher, atau ekstremitas.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan berupa vesikel yang menjadi pustul dan
ruptur membentuk krusta khas berwarna kuning keemasan (honey-colored). Lesi
biasanya berkelompok dan konfluen dan dapat meluas melibatkan lokasi baru.

Terapi yang diberikan berupa terapi umum dan terapi khusus. Pada terapi
khusus diberikan penjelasan dan penyuluhan kepada orangtua pasien dan pasien
tentang kebersihan diri. Terapi khusus diberikan gentamisin salf . Prognosa pada
pasien ini adalah bonam karena pada kasus ini tergantung kepada kebersihan diri
yang dilakukan pasien

17
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelaamin Edisi kelima). Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.

Sukanto, martodihardjo, dan Zulkarnain. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi


Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. RSU dr. Soetomo:
Surabaya.

Wolff, Goldsmith, Katz, David. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General


Medicine Seventh Edition. The Mc graw Hill Companies: New York.

Murtiastutik, Dewi; et al. 2011. Penyakit Kulit dan kelamin Edisi 2. Surabaya.
DEP/SMF Kesehatan Kulit dan kelamin FK UNAIR RSUD dr.
SOETOMO

Lewis, Lisa. 20120. Impetigo: Treatment & Medication. Virginia. Dept of


Pediatrics, Professor of Pediatrics, Virginia Commonwealth University

18

Anda mungkin juga menyukai