Anda di halaman 1dari 21

VAKSIN COVID-19:

PERSPEKTIF FIQIH ISLAM


KH. MUH. SHIDDIQ AL-JAWI, S.Si, M.SI
(Founder Institut Mu’amalah Indonesia)
Pokok
Bahasan Hukum Syara’ Seputar Vaksin

Hukum Syara’ Seputar Politik Kesehatan

Hukum Syara’ Seputar Pengadaan


Vaksin Dari Luar Negeri (Membeli Dari
China)
HUKUM
SYARA’
SEPUTAR
VAKSIN
❑ Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin
Hukum Syara’ (bakteri/virus yang telah dilemahkan) ke dalam tubuh
Seputar Vaksin manusia dengan tujuan untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit tertentu.
❑ Vaksinasi dapat disebut juga imunisasi, yaitu proses
untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
tertentu. Tetapi imunisasi lebih umum daripada
vaksinasi, karena imunisasi dapat juga diperoleh
tanpa vaksinasi.
❑ Misalnya, pemberian ASI oleh seorang ibu kepada
bayinya yang dapat membantu meningkatkan
kekebalan pada bayi. Jadi vaksinasi itu bagian dari
imunisasi, sedang imunisasi belum tentu vaksinasi
karena imunisasi banyak macamnya.
Hukum Syara’
Seputar Vaksin ❑ Hukum vaksinasi secara syar’i adalah sunnah
(mandub/mustahab),
❑ karena termasuk dalam aktivitas berobat (at tadaawi /
al mudawah) yang hukum asalnya sunnah, asalkan
memenuhi memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu
❑ Pertama, bahan vaksinnya tidak mengandung zat najis
seperti enzim babi.
❑ Kedua, vaksinasi yang dilakukan tidak menimbulkan
bahaya (dharar) bagi orang yang divaksinasi.
❑ Mengenai sunnahnya berobat, dalilnya adalah
Hukum Syara’ perintah berobat sebagaimana dalam sabda
Seputar Vaksin Rasulullah SAW :

‫ وجعل لكل داء دواء فتداووا وال تداووا بحرام‬،‫إن هللا أنزل الداء والدواء‬

”Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya,


dan menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah
kamu dan janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang
haram." (HR Abu Dawud, no 3376).
❑ Tetapi perintah berobat ini bukan perintah wajib,
melainkan perintah sunnah karena terdapat beberapa
qarinah (petunjuk) dalam beberapa hadis yang
menunjukkan berobat itu adalah anjuran (sunnah),
bukan kewajiban.
❑ Di antaranya hadits Ibnu Abbas RA, ia berkata,”Seorang
Hukum Syara’ wanita berkulit hitam pernah menemui Nabi SAW sambil
Seputar Vaksin berkata,’Sesungguhnya aku menderita epilepsi dan
auratku sering tersingkap [ketika sedang kambuh], maka
berdoalah kepada Allah untukku.”
❑ Nabi SAW bersabda,“Jika kamu mau, bersabarlah maka
bagimu surga, dan jika kamu mau, maka aku akan berdoa
kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu.” Wanita itu
berkata,“Baiklah aku akan bersabar.” Wanita itu berkata
lagi,“Namun berdoalah kepada Allah agar (auratku) tidak
tersingkap.” Maka Nabi SAW mendoakan untuknya.” (HR
Bukhari).
❑ Hadits ini menunjukkan bolehnya tidak berobat,
sebagaimana taqrir (persetujuan) Nabi SAW terhadap
wanita tersebut yang memilih bersabar.
❑ Jika perintah berobat di atas digabungkan dengan qarinah
Hukum Syara’ tersebut, diperoleh kesimpulan perintah berobat yang ada
bukanlah perintah tegas (jazim), yaitu wajib, melainkan
Seputar Vaksin perintah anjuran (ghairu jazim), yaitu sunnah.
❑ Inilah pendapat ulama Syafi’iyyah yang kami anggap rajih
(lebih kuat) dalam masalah ini (hukum berobat), berbeda
dengan pendapat jumhur ulama, yaitu ulama Hanafiyah,
Malikiyah, dan Hanabilah yang mengatakan berobat itu
hukumnya mubah (boleh).
(Lihat : Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, XI/117).
❑ Berdasarkan hukum sunnahnya berobat inilah, maka
vaksinasi dihukumi sunnah karena vaksinasi termasuk dalam
aktivitas berobat, khususnya pengobatan preventif (al thibb
al wiqaa`iy) yaitu pengobatan sebagai pencegahan sebelum
munculnya penyakit.
Hukum Syara’
Seputar Vaksin
❑ Sebagai catatan, hukum sunnah tersebut adalah
hukum asal berobat. Hukum sunnah berobat
dapat menjadi wajib, jika seseorang yang
memilih tidak berobat, dapat terancam jiwanya.
❑ Maka tindakan memilih tidak berobat ini dapat
digolongkan bunuh diri yang diharamkan (QS
An Nisaa` : 29), sehingga wajib hukumnya
dihindari, dengan melakukan pengobatan.
❑ Hukum asal berobat yang sunnah tadi, terdapat dua syarat
Hukum Syara’ :
Seputar Vaksin ❑ Syarat pertama, bahan vaksinnya tidak mengandung zat
najis, karena telah terdapat larangan syariah untuk
berobat dengan zat yang haram/najis, meski larangan ini
adalah larangan makruh, bukan larangan haram.(*) Sabda
Nabi SAW :
‫ وجعل لكل داء دواء فتداووا وال تداووا بحرام‬،‫إن هللا أنزل الداء والدواء‬
”Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan
obatnya, dan menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka
berobatlah kamu dan janganlah kamu berobat dengan
sesuatu yang haram." (HR Abu Dawud, no 3376).
(*) lihat : Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, III/116;
Abdul Fattah Mahmud Idris, Qadhaya Thibbiyyah min Manzhuur Islami,
hlm.39-43; Shalih Abu Thaha, At Tadaawi bi Al Muharramat, hlm. 39-41.
Hukum Syara’
Seputar Vaksin ❑ Syarat Kedua, vaksinasi yang dilakukan tidak boleh
menimbulkan bahaya (dharar) bagi orang yang
divaksinasi, dikarenakan terdapat larangan untuk
menimbukan bahaya (dharar) dalam segala bentuknya,
sesuai hadits Nabi SAW :
‫ال رضر وال رضار‬
“Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun
bahaya bagi orang lain.” (Arab “laa dharara wa laa dhiraara”).
(HR Ahmad).
HUKUM SYARA’ SEPUTAR POLITIK KESEHATAN
Hukum Syara’
seputar Politik ❑ Terdapat 3 (tiga) macam kebutuhan masyarakat, yang dalam
Syariah Islam wajib ditanggung (dijamin) oleh negara secara
Kesehatan cuma-cuma (gratis) (Arab : majanan), yaitu :
❑ Pertama, pendidikan;
❑ Kedua, kesehatan;
❑ Ketiga, keamanan.
❑ Semua pembiayaan tiga sektor tsb sepenuhnya menjadi
kewajiban negara, di mana rakyat mendapatkan tiga
kebutuhan tersebut dari Negara secara gratis, meski
dibolehkan rakyat mencukupi sendiri kebutuhan tersebut dari
swasta secara berbayar. (Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al
Iqtishadiyyah Al Mutsla, hlm. 177-178; Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimat Ad
Dustur, Juz II, hlm. 142, pasal 164).
Hukum Syara’
seputar Politik
❑ Dalil syar’i bahwa sektor kesehatan wajib ditanggung
Kesehatan sepenuhnya oleh Negara, dan rakyat mendapatkan
layanan kesehatan secara gratis, adalah sabda
Rasulullah SAW :
َّ َ ْ َ ٌ ‫اإل َم ُام َراع َو َم ْس‬
‫ؤول عن ر ِعي ِت ِه‬ ٍ ِ
“Imam (kepala Negara) itu bagaikan penggembala dan
dialah yang bertanggung jawab atas segala urusan
rakyatnya.” (HR Muslim)
(Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla, hlm. 177-178;
Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimat Ad Dustur, Juz II, hlm. 142, pasal 164).
❑ Dalil syar’i lainnya, bahwa Nabi SAW pernah mendapat
Hukum Syara’ hadiah seorang tabib (sekarang dokter) dari Raja
seputar Politik Muqauqis di Mesir, namun Nabi SAW tidak menjadikan
Kesehatan tabib itu khusus untuk dirinya, melainkan menjadikan
tabib itu untuk melayani kesehatan kaum muslimin
secara umum secara gratis, tanpa perlu membayar
kepada tabib itu.
(Abdurrahman Al Maliki, As Siyasah Al Iqtishadiyyah Al Mutsla, hlm. 180).
❑ Berdasarkan politik kesehatan dalam Syariah Islam ini,
maka rencana pemerintah yang akan menjual vaksin
kepada masyarakat, entah dengan harga mulai Rp
72.000 (keterangan awal dari Biofarma) atau mau dijual
dengan harga Rp 440.000 untuk dua kali suntik
(rencana Menteri Erick Tohir), jelas tidak sesuai
dengan ajaran Islam.
HUKUM SYARA’ SEPUTAR
PENGADAAN VAKSIN
(MEMBELI DARI CHINA)
Hukum Syara’
Seputar ❑ Pemerintah telah membeli vaksin Sinovax dari China.
Pengadaan ❑ Yang perlu dikritisi dalam sudut pandang Islam, RRC
Vaksin (Membeli adalah negara kafir harbi secara de facto (daulah
Dari China) muhaaribah fi’lan), karena RRC terbukti telah menyiksa
dan membunuh banyak umat muslim etnis Uighur di
propinsi Xinjiang.
❑ Padahal syariah Islam telah mengharamkan umat Islam
untuk bermuamalah dengan negara kafir harbi fi’lan,
seperti muamalah perdagangan, termasuk jual beli
vaksin, karena perdagangan ini akan dapat
memperkuat negara RRC tersebut yang telah dan
sedang memusuhi umat Islam saudara kita seaqidah
sesama umat Nabi Muhammad SAW.
Hukum Syara’
Seputar ❑ Memang pada dasarnya, boleh hukumnya umat Islam
Pengadaan bermuamalah dengan non muslim, seperti berjual beli,
Vaksin (Membeli utang piutang, dsb, selama non muslim itu tidak
Dari China) memusuhi atau memerangi umat Islam, sesuai firman
Allah SWT :
ُ ُّ َ َ َ ْ ُ ٰ َ ُ ْ َ ِّ ‫َ ْ َ ٰ ُ ُ ه ُ َ ه َ َ ْ ُ َ ٰ ُ ُ ْ ر‬
ْ‫وهم‬ ‫ين َول ْم ُيخ ِر ُجوكم ِّمن ِدي ِركم أن ت َب‬ِ ‫ٱلد‬ ‫ال ينهىكم ٱَّلل ع ِن ٱل ِذين لم يق ِتلوكم ِف‬
َ‫ي‬‫َو ُت ْق ِس ُط ٓو ۟ا إ َل ْيه ْم ۚ إ َّن ٱَّلل ي ِحب ٱل ُمق ِس ِط ر‬
ْ ْ ُّ ُ َ ‫ه‬
ِ ِ ِ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.” (QS Al Mumtahanah : 8)
Hukum Syara’
Seputar ❑ Namun jika non muslim memusuhi atau memerangi
Pengadaan umat Islam, menjadi haram hukumnya bermuamalah
Vaksin (Membeli dengan mereka, sesuai firman Allah SWT :
Dari China)
۟ ُ َٰ َ َ ْ ُ َٰ ِّ ُ ُ َ ْ َ َ ِّ ‫َّ َ َ ْ َ ٰ ُ ُ ه ُ َ ه َ َ ٰ َ ُ ُ ْ ر‬
‫ين وأ ُخرجوكم من ِدي ِركم وظ هروا‬ ِ ‫ِإنما ينهىكم ٱَّلل ع ِن َٱل ِذين ق تلوكم ِف ٱلد‬
َ ُ ٰ َّ ُ َ
ُ َ ٰٓ ۟ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ ‫َ َ ه‬
َ ‫ه‬ ْ ُ َ ْ ٰٓ َ َ
‫عل ِإخر ِاجكم أن تولوهم ۚ ومن يتولهم فأول ِئك هم ٱلظ ِلمون‬

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan


sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan
mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS Al Mumtahanah : 9)
Hukum Syara’
Seputar
Pengadaan ❑ Maka dari itu, haram hukumnya melakukan muamalah
Vaksin (Membeli dengan non muslim yang memusuhi atau memerangi
Dari China) umat Islam, karena muamalah ini adalah bentuk tolong
menolong (ta’awun) dalam dosa dan pelanggaran
syariat, yang telah dilarang oleh Allah SWT :

َ ْ ُ ْ َ ْ ْ ََ ۟ َُ ََ ََ
‫وَل تعاونوا عل ِٱإلث ِم وٱلعد ٰو ِن‬
“Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran.” (QS Al Maidah : 2).
Website Kami :
www.shiddiqaljawi.com
www.fissilmi-kaffah.com

Anda mungkin juga menyukai